• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Karo di Kawasan Relokasi Siosar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunitas Karo di Kawasan Relokasi Siosar"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.8. Sejarah Kawasan Relokasi Siosar

Gunung api Sinabung merupakan gunung api yang terletak di Dataran Tinggi

Karo, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Ketinggian gunung api ini sekitar

2460 meter. Erupsi gunung Sinabung terjadi secara terus menerus yang dimulai sejak

tahun 1975-1976. Kegiatannya sempat berhenti dalam waktu yang panjang.

Kemudian pada tanggal 29 Agustus 2010 terjadi erupsi besar dimana status gunung

api Sinabung naik menjadi Awas (level IV) dan mengakibatkan ±12.000 jiwa

mengungsi. Pada tanggal 23 September 2010 statusnya diturunkan menjadi Siaga

(level III), dan kembali diturunkan menjadi Waspada (level II) pada tanggal 7

Oktober 2010. Gunung api Sinabung kembali meletus dan statusnya meningkat

menjadi Siaga (level III) pada tanggal 15 September 2013. Sejak tanggal 2 Juni 2015

hingga saat ini statusnya kembali naik menjadi Awas (level IV). Desa terdampak yang

telah habis tertimbun oleh material vulkanik kini mencapai puluhan desa. Erupsi yang

berkelanjutan memang telah menyebabkan meluasnya daerah-daerah yang terkena

dampak bencana erupsi. Gunung api Sinabung memang jenis gunung yang unik

mengingat erupsi berkelanjutan yang cukup lama. Karena sifatnya yang demikian,

lembaga-lembaga nasional hingga internasional, pemerintah pusat, pemerintah daerah,

BPBD dan BNBP menyibukkan diri untuk mencanangkan program-program bagi para

(2)

Erupsi Sinabung yang membuat masyarakat harus meninggalkan desa terjadi

pada tanggal 27 September 2010. Warga desa Simacem dan Bekerah kemudian

mengungsi ke Kabanjahe kurang lebih selama 1,5 bulan. Tempat pengungsian pada

saat itu adalah Jambur Tuwah Lau Pati. Sementara warga desa Suka Meriah

mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Ketika masyarakat merasa cukup

aman, mereka akhirnya kembali ke desa masing-masing. Ternyata terjadi erupsi yang

berkelanjutan sehingga warga desa Simacem dan Bekerah menghindar ke desa

Naman, Kecamatan Namanteran selama kurang lebih 5 bulan dan warga desa Suka

Meriah mengungsi ke desa Payung, Kecamatan Payung. Warga tidak kontiniu selama

waktu tersebut melainkan hanya melakukan penghindaran pada saat-saat terjadi erupsi

saja. Jadi selama 5 bulan itu pula warga berada pada posisi was-was pulang-palik ke

desa.

Pada pertengahan tahun 2011 ketika kondisi sudah mulai aman, warga tinggal

lagi di desa masing-masing. Tidak diduga terjadi erupsi besar-besaran pada

September 2013 yang membuat warga desa Simacem dan Bekerah mengungsi di

jambur yang terletak di desa Naman selama 2 bulan, sementara warga desa Suka

Meriah mengungsi di desa Payung lagi.

Warga diungsikan lagi ke Kabanjahe ketika gunung Sinabung menghasilkan

awan panas, termasuk disini semua desa yang berada pada radius 5 km diharuskan

untuk mengungsi ke Kabanjahe. Tempat pengungsian desa Simacem dan Bekerah

berada di UKA selama 2 tahun sementara desa Suka Meriah mengungsi di

Tiganderket. BNPB menetapkan bahwa beberapa desa yang berada di dalam radius 3

(3)

masyarakat sedikitpun. Terjadinya bencana alam tersebut membuat desa dulu sudah

tidak bisa ditinggali lagi. Pemerintah kemudian merekomendasikan untuk melakukan

relokasi ke daerah hutan Siosar. Pilihan pertama sebenarnya adalah ke kecamatan

Mardinding, Kabupaten Karo. Namun karena masyarakat tidak tertarik pindah ke

Mardinding, akhirnya dipilihlah kawasan Siosar. Tahun 2013 merupakan tahun

dimana daerah tersebut pertama kali dibuka oleh TNI. Disusul kemudian pendirian

rumah-rumah warga.

Pada tahun 2014, kawasan relokasi Siosar mulai dibangun oleh pemerintah.

Dalam kurun waktu satu tahun, yakni pada akhir bulan di tahun 2015, kawasan

relokasi sudah dibuka untuk warga. Disini pemerintah bersama TNI, BNPB dan

Satuan Tugas Pembangunan Rumah Tinggal sudah membangun 370 unit rumah dan

bangunan-bangunan atau ruang publik lainnya. Untuk luasan yang ditetapkan oleh

pemerintah adalah sebesar 1120 Ha.

Desa relokasi tahap I adalah desa yang berada pada zona merah yang

mencakup tiga desa. Ketiga desa ini dikenal dengan sebutan “Bekassi”, yaitu Desa

Bekerah, Desa Suka Meriah, dan Desa Simacem, desa yang kini menjadi tempat

tinggal baru bagi para korban bencana untuk memulai kehidupan yang baru yang

tidak terlepas dari budaya lama yang mereka bawa ke lingkungan baru tersebut.

Pada tahap pertama di bulan Agustus, 50 KK warga Bekerah yang mendapat

giliran untuk pindah ke kawasan relokasi Siosar. Sementara Desa Simacem dan Suka

Meriah mendapat kesempatan pada bulan Desember 2015. Rumah-rumah yang

mereka terima ini bisa diubah bentuk dan luasnya asalkan berdiri diatas tanah

(4)

sederhana dan kurang luas yakni 6 m x 6 m, sehingga barang dan peralatan rumah

tangga susah diatur posisinya pada masa pengamatan di Januari 2016 lalu. Ditahun

2017 ini sudah banyak rumah yang diubah-sesuaikan dengan keinginan pemiliknya

dan terlihat lebih luas dari sebelumnya. Maka warna hijau yang mendominasi dan

seharusnya seragam sudah mulai kaya warna. Terkait dengan belum ada serah-terima

dari pemerintah dengan warga kawasan relokasi Siosar, maka pengadaan bahan-bahan

bangunan (apabila terjadi kerusakan) masih menjadi tanggung-jawab dari pemerintah.

Dalam rembuk pertama untuk memilih desa relokasi, pemerintah menanyakan

pendapat para simantek kuta dari setiap desa. Hasil rembuk adalah bahwa rumah

simantek kuta beserta kalimbubu dan anak berunya akan dibuat berdekatan yakni

sudah ditentukan sejak awal oleh simantek kuta. Dalam hal ini pemerintah sudah

mempertimbangkan bahwa masyarakat Karo memang hidup berdekatan, terutama

untuk para pemimpin adat yang menjadi perhatian. Pemerintah juga

mempertimbangkan para pemimpin adat yang mempunyai pengaruh besar dengan

masyarakat di desanya, sehingga menghindari kesalah-paham atau pemberontakan

pada program pemerintah. Sama halnya dengan setiap desa yang juga dipertahankan

untuk tetap hidup berdampingan bersama, tidak secara terpisah-pisah. Pula

masyarakat sebaik dari opsi pertama yang ditolak karena kemungkinan

menghilangkan identitas dan tidak hidup berdekatan, juga memutuskan untuk

direlokasi ke daerah Siosar.

Simantek kuta di Bekerah, yang mana rumah antara anak beru, kalimbubunya

memang saling berdekatan. Tetapi kedua desa lainnya ternyata tidak demikian dalam

(5)

ikut lotere atau cabut nomor seperti dalam pemilihan rumah masyarakat desa Bekerah,

Simacem dan Sukameriah lainnya. Simantek kuta dari desa Bekerah sangat beruntung

sebab warga dari desa inilah yang mendapat kesempatan untuk pertama kali pindah ke

kawasan relokasi Siosar. Sementara kedua desa lainnya yang menyusul kemudian

ternyata tidak menemui realisasi sesuai dengan ketentuan awal. Pada akhinya,

simantek kuta dari desa Sukameriah dan desa Simacem harus tinggal pada jarak yang

tidak ditentukan tetapi tetap dalam satu wilayah desa yang berdekatan.

Rumah yang disediakan oleh pemerintah diberikan kepada warga yang

memiliki rumah dari desa awal. Jadi rumah tangga-rumah tangga yang memiliki

rumahlah yang berhak untuk mendapatkan rumah. Dari 146 KK warga Simacem

misalnya, yang terdata memiliki rumah hanya 130 KK, maka 130 merupakan jumlah

unit rumah yang dibangun oleh pemerintah. Artinya, sebuah rumah yang terdiri atas

lebih dari satu rumah tangga, hanya berhak mendapatkan sebuah rumah. Terdapat

pula rumah-rumah di kawasan relokasi yang kemudian dihuni oleh beberapa rumah

tangga. Dari semua warga dari 3 desa yang direlokasi, hanya 370 KK yang mendapat

rumah, sementara sekitar 40 KK tidak mendapatkan rumah dari pemerintah. Di bulan

Januari 2016, yang masih menjadi polemik adalah terkait relokasi rumah atau warga.

Dari wawancara saya bersama Iting Syahril kala itu, mengungkapkan bahwa menurut

penuturan dari pihak pemerintah yang direlokasi adalah orangnya. Namun

permasalahan kemudian mengapa tidak semua warga mendapatkan rumah.

”Rumahlah yang direlokasi, kalau rumah direlokasi seharusnya bagaimana rumah disana kayak gitu dibuatnya disini, kan gitu aturannya. Cara berpikir kita kan gitu, tapi pikiran pemerintah ntah kayak mana, gak tau aku. Itu anakku gak punya rumah, mereka

(6)

Di desa dulu, Iting memiliki 1 rumah dengan 2KK, kini mereka mendapatkan

1 rumah. Namun ada pula keluarga dengan situasi yang sama dengan Iting tetapi

mereka mendapatkan 2 rumah. Fakta-fakta seperti inilah yang menjadi permasalahan.

Pemerintah setempat kurang bijak, dalam hal ini seperti kepala desa. Jajaran dan

perangkat desa bertanggung jawab untuk menyampaikan kondisi masyarakatnya

kepada pemerintah pusat berdasarkan bagaimana kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Pemerintah setempat kurang berkoordinasi dengan masyarakat setempat mengenai

situasi, kondisi dan kebutuhan mereka yang sebenarnya.

Pada wawancara di tahun 2017, ternyata kritik-kritik masyarakat mulai

ditampung oleh pemerintah. Rencananya, mereka yang tidak mendapatkan rumah

akan ditempatkan bersama-sama dengan 4 desa lainnya yang belum direlokasi. Bagi

keluarga-keluarga ini dan diikutkan pada tahap relokasi ke dua. Jadi ada dua jenis

kelompok dari relokasi tahap dua ini. Pertama adalah keluarga dari 4 desa terdampak

erupsi gunungapi Sinabung yang akan mendapatkan dana sebesar Rp 110.000.000,00

untuk membeli lahan tani dan membangun rumah. Jenis relokasi ini dikenal dengan

relokasi mandiri. Kedua adalah keluarga dari tiga desa yang tidak mendapatkan rumah

akan memperoleh lahan pertanian. Lahan ini akan membantu mereka untuk menjaga

keberlangsungan hidup pribadi dan keluarganya. Mereka yang belum mendapatkan

rumah terpaksa kutang-katung diluar sana. Demikianlah penuturan dari informan yang

menjabat sebagai perangkat desa saat diwawancarai:

(7)

rumah ganti rumah. Tapi rencana BPBD, mau dibikinnya perumahan

disini, artinya rumah kontrakanlah, rumah susun gitu ada gang.”

(Wawancara, 30 Januari 2017)

Bapak adalah sapaan akrab saya kepada informan tersebut juga menjelaskan

bahwa warga yang tidak mendapat rumah menyewa rumah-rumah kosong yang

sedang tidak dihuni oleh pemiliknya. Sementara sebahagian lainnya berpencar,

seperti tinggal di Kabanjahe.

Sekalipun Siosar diperuntukkan hanya untuk warga dari tiga desa yaitu Desa

Simacem, Desa Bekerah dan Desa Suka Meriah, namun berkembang isu bahwa lahan

kosong hasil penebangan hutan tersebut akan ditempati oleh warga Berastepu. Lahan

hutan seluas 250 hektar yang ditebang melalui izin PBB kemungkinan akan diberikan

kepada warga relokasi mandiri atau relokasi tahap II, ± seluas 200 /KK. Namun

perizinan untuk menggunakan lahan tersebut belum selesai. Jadi terdapat

kemungkinan Siosar ini dimanfaatkan untuk relokasi mereka.

2.9. Letak dan Keadaan Geografis

Kondisi lain terkait dengan gambaran lokasi penelitian yang juga perlu

dijelaskan adalah mengenai letak dan keadaan geografis. Sayangnya belum ada data

yang jelas mengenai batas-batas wilayah dan luas setiap desa. Terkait dengan belum

diadakannya serah terima ketiga desa di kawasan relokasi membuat peneliti kesulitan

untuk mengidentifikasi letak geografis tiap desa. Beginilah penjelasan dari pak Agus

Sitepu, pria berusia 45 tahun yang sedang menjabat sebagai sekretaris desa:

(8)

gitu. Makanya kami juga mendesak itu ke Kabupaten agar ditetapkan

batas wilayah sama batas-batasnya semua. U… masih lama itu. Itu

kan gak bisa sendirian aja. Itukan harus ke Mendagri, kam tanyak pun

ke kabupaten gak tau dia itu.” (Wawancara, 12 Maret 2017)

Dalam sebuah Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (Journal of Regional and

City Planning) Vol. 27, Nomor 2, PP. 137-150, Agustus 2016 dimuat bahwa: Suka

Meriah memiliki luas wilayah sebesar 2,50 km², Desa Simacem memiliki luas

wilayah sebesar 4,65 km² dan Desa Bekerah memiliki luas wilayah sebesar 3,82 km².

Berdasarkan penuturan sekretaris desa Simacem, pak Lesanto Sitepu bahwa

batas-batas wilayah kawasan relokasi Siosar adalah sebagai berikut:

- Utara : Desa Kacinambun, Kecamtan Tiga Panah, Kabupaten Karo

- Selatan : Hutan Lindung

- Timur : Desa Nagara, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo

- Barat : Desa Talunkuta

Dari data pada tabel berikut diketahui bahwa Kecamatan Mardinding

merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Karo dengan luas mencapai

276,11 km² dan tinggi mencapai 270-560, sementara yang paling sempit adalah

Kecamatan Berastagi yang kemudian disusul oleh Kecamatan Payung pada peringkat

5 paling sempit dengan luas 47,24 km². Kecamatan Payung merupakan kecamatan

dimana desa Suka Meriah dulu berada dan Kecamatan Namanteran dengan luas

87,82 km² adalah wilayah dimana desa Simacem dan Bekerah dulu berada.

(9)

Hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo,

diketahui bahwa luas dan tinggi Wilayah Kabupaten Karo menurut Kecamatan Tahun

2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Luas dan Tinggi Wilayah Kabupaten Karo Menurut Kecamatan Tahun 2015

Menggambarkan kondisi di lokasi penelitian akan lebih baik dengan upaya

menyertakan narasi kependudukan. Ini menjadi bagian yang krusial karena gambaran

(10)

masih terdaftar di Kecamatan yang lama. Lain halnya dengan desa-desa lain yang

secara administrasi memang sudah sah dan jelas, begitupun dengan status yang

dimiliki oleh desa awal. Data batas dan data demografi tersedia berikut dengan papan

informasi yang memudahkan kita untuk mengenali desa. Sayangnya semua arsip

tersebut sudah habis ludes karena bencana gunung api Sinabung beberapa tahun lalu.

Berdasarkan data primer melalui wawancara dan data sekunder yang berhasil

dikumpulkan dari perangkat desa di kawasan relokasi Siosar diketahui bahwa

komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin tiap desa adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Desa di Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2017

Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk

Berdasarkan data pada tabel diatas diketahui bahwa jumlah laki-laki dan

perempuan hampir seimbang. Sementara jumlah terbanyak ada pada jenis kelamin

perempuan yaitu 637 jiwa, terpaut 3 angka lebih banyak dari jumlah laki-laki yang

hanya 634 jiwa. Jumlah laki-laki terbanyak berada di desa Simacem, yakni terdapat

238 jiwa. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah perempuan yang mencapai

242 jiwa berada di desa Simacem. Desa Bekerah, dengan jumlah penduduk paling

(11)

2.10.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Masyarakat Karo di Siosar adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu

mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Mereka sangat gigih

dalam menopang ekonominya. Sebagai masyarakat agraris, mereka memang sejak

dulu telah mumpuni dalam mengolah lahan pertanian. Baik laki-laki ataupun

perempuan menunjukkan tekad yang kuat untuk mencari penghidupan. Sarjani

Tarigan (2009: 16) mengungkapkan bahwa kesatuan ekonomi yang utama adalah

keluarga batih (nuclear family). Lanjutnya lagi,

Sistem kekerabatan ini melakukan berbagai fungsi sosio-ekonomis.

Peraturan perkawinan, pelanggaran dan penganjuran, didasarkan pada hubungan kekerabatan. Dan warisan diserahkan kepada laki-laki dengan hak yang sama. Nilai-nilai kultural pada masyarakat Karo ini sangat menekankan saling tolong menolong sesama kaum kerabat, apabila seorang Karo memerlukan bantuan ekonomi (untuk memenuhi kebutuhan harian) atau di dalam pelaksanaan suatu upacara ksisis kehidupan, dia dapat meminta bantuan. Pertama, kepada saudara-saudaranya atau yang termasuk saudara-saudaranya, kepada suami dari saudara-saudaranya dan anak beru lain keduanya dan akhirnya dari

bapak mertuanya dan kalimbubu lainnya.” (Sarjani Tarigan, 2009: 16)

Meskipun demikian, tidak semua warga Karo di Siosar mengandalkan

pertanian sebagai mata pencaharian yang utama. Berdasarkan tabel berikut dapat

dilihat bahwa komposisi mata pencaharian terbesar di Kawasan Relokasi Siosar

adalah bertani. Bidang pertanian memang adalah pekerjaan yang sejak dulu mereka

tekuni. Dalam hal ini pemerintah memfasilitasi lahan pertanian kepada warga di

Siosar untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Pekerjaan lain yang

termasuk dalam kategori tinggi selanjutnya adalah wiraswasta dengan jumlah 28

orang di desa Simacem dan berbeda sebelas angka dengan desa Suka Meriah yaitu 39

(12)

orang masing-masing di desa Simacem dan Bekerah serta 5 orang di desa Suka

Meriah. Kategori lainnya dalam hal ini meliputi pekerjaan industri, buruh harian

lepas, buruh tani dan lain sebagainya dengan jumlah yang paling sedikit.

Berikut adalah data mata pencaharian penduduk di kawasan relokasi Siosar

yang berhasil dikumpulkan melalui data primer yakni wawancara bersama dan data

sekunder yang diperoleh dari perangkat desa adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per Desa di kawasan relokasi Siosar Tahun 2017

No. Jenis Mata Pencaharian Desa

Bekerah

Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk

Dalam hal ini mata pencaharian di kawasan relokasi Siosar memang tidak

terlalu bervariasi. Jumlah ini didominasi oleh pekerjaan bertani atau berladang.

Penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani tidak terkonsentrasi pada satu

desa, melainkan setiap desa memang memiliki porsi yang paling tinggi pada

pekerjaan ini.

Diluar data tersebut, data yang berhasil dikumpulkan bahwa jumlah warga

yang tidak bekerja cukup tinggi, diantaranya di desa Simacem terdapat 139 orang

belum mendapatkan pekerjaan. Sementara desa Suka Meriah dengan porsi yang lebih

sedikit, yakni terdapat 42 orang yang tidak bekerja. Usia angkatan kerja yang tidak

(13)

jumlahnya juga cukup tinggi. Terdapat 81 orang kategori pelajar/ mahasiswa dan 3

orang kategori ibu rumah tangga di desa Simacem. Sementara di desa Suka Meriah

terdapat 106 orang kategori pelajar/ mahasiswa.

2.10.3.Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan di kawasan relokasi Siosar memiliki komposisi yang hampir

seimbang pada tiap tingkatan mulai dari Sekolah Dasar/ Sederajat, Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama/ Sederajat, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sederajat. Kondisi

ini dapat dikatakan cukup baik karena jumlahnya menjadi lebih tinggi dari pada

jumlah yang tidak bersekolah. Data yang diperoleh berasal hanya dari dua desa,

sementara data dari desa Bekerah menemui kendala yang sangat sulit. Berdasarkan

data yang diperoleh dari kedua desa melalui data primer dan sekunder bahwa tingkat

pendidikan di kawasan relokasi Siosar tahun 2017 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Simacem dan Desa Suka Meriah Tahun 2017

No. Tingkat Pendidikan Desa Simacem Desa Suka Meriah

1. Tidak/ Belum

(14)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di kawasan relokasi

Siosar paling tinggi jumlahnya adalah pendidikan SD/ Sederajat. Pendidikan SD/

Sederajat terbagi kedalam dua sub kategori, yakni belum tamat SD dan sudah tamat

SD. Di desa Suka Meriah terdapat 51 orang yang belum tamat SD, sementara yang

sudah tamat SD lebih besar dengan jumlah 109 orang. Untuk tingkat pendidikan

lainnya seperti SLTP, SLTA, Akademi/ Diploma III/ Sarjana Muda dan Diploma IV/

Strata I termasuk pada kategori sudah menamatkan pendidikan tersebut. Diploma IV/

Strata I menjadi tingkat pendidikan yang paling tinggi di kawasan relokasi Siosar

dengan jumlah yang paling rendah, sementara Tingkat Magister, Doktor dan

Professor sama sekali belum ada.

Akses pendidikan di wilayah ini memang cukup terhambat, sebab gedung

sekolah atau kuliah berada di luar desa yang hanya dapat ditempuh dengan

menggunakan kendaraan. Pemerintah dalam hal ini hanya menyediakan bus DAMRI

bagi warga yang ingin mengakses keluar wilayah. Di kawasan relokasi sendiri hanya

terdapat sebuah sekolah SD yaitu SD Bekerah-Simacem yang dalam peruntukannya

terbuka kepada siapapun. Selanjutnya adalah PAUD yang masing-masing desa

memiliki prasarana pendidikan ini sejumlah satu buah per desa.

2.10.4.Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/ Etnis

Masyarakat dikawasan relokasi Siosar didominasi oleh suku Karo, meskipun

terdapat suku lain seperti Jawa dan Toba. Suku Karo adalah masyarakat yang sangat

mengandalkan kinship. Hal ini terlihat dari penerapan merga silima, rakut ditelu dan

(15)

menghubung-hubungankan merga mereka sebagai orang Karo yang merupakan saudara. “Kalau

kita itu adat Karo, gak ada orang lain, keluarga semua,” tutur pak Sitepu. Itulah

mengapa, suku lain yang menikah dengan suku Karo akan dilekatkan merga atau beru

Karo kepadanya. Hukumnya wajib, sebab jika terjadi pernikahan antara suku Karo

dengan suku lain yang tidak memiliki merga Karo maka tidak bisa diadakan

pernikahan secara adat. Akhirnya orangtua mempelai dari suku lain harus mengambil

orangtua angkat dari suku Karo agar dapat menikah secara adat. Penarikan merga ini

apabila yang dinikahi adalah laki-laki dari suku lain, maka merga si laki-laki

dilekatkan berdasarkan merga anak beru dari bapak si perempuan. Sebaliknya apabila

yang dinikahi adalah perempuan dari suku lain, maka pelekatan berunya diambil dari

kalimbubu bapaknya si pihak laki-laki.

Sudah barang tentu hampir semua warga di kawasan relokasi Siosar adalah

keluarga, yang membuatnya menjadi suku terbesar. Keluarga dalam konteks ini bukan

hanya terjadi melalui ikatan darah, tetapi karena adanya konsep kinship berdasarkan

merga atau beru.

2.10.5.Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Bagian lain dari aspek kependudukan yang juga harus diungkapkan pada

penelitian ini adalah komposisi penduduk berdasarkan agama. Variasi agama di

kawasan relokasi Siosar dapat dikatakan tidak cukup variatif. Komposisi penduduk di

kawasan relokasi Siosar berdasarkan agama yang dikumpulkan dari hasil wawancara

(16)

Tabel 2.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama per Desa di Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2017

No. Desa Agama

Islam Katholik Protestan Lainnya

1. Bekerah 22 KK 13 KK 41 KK -

2. Simacem 216 Jiwa 95 Jiwa 168 Jiwa 1

3. Suka

Meriah

171 Jiwa 6Jiwa 278 Jiwa -

Sumber: Wawancara, Daftar Penduduk Desa Simacem, Memori Serah Terima Jabatan Kepala Desa Sukameriah, Rekapitulasi Jumlah Penduduk

Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat bahwa agama Islam dan

Kristen Protestan sama-sama memperoleh pengaruh yang besar di kawasan relokasi

Siosar. Meskipun setiap desa masing-masing memiliki jumlah pengikut yang unggul

pada agama-agama tertentu. Di desa Simacem misalnya, dapat dilihat bahwa

penduduk di desa ini mayoritas beragama Islam yaitu 216 jiwa, sementara di Suka

Meriah mayoritas beragama Kristen Protestan dengan pengikut terbanyak yaitu 278

jiwa. Dari desa Bekerah terdapat 22 KK yang beragama Islam, 13 KK beragama

Khatolik dan 41 KK beragama Protestan. Persentase yang paling kecil ada pada warga

yang beragama Khatolik.

Masuknya injil bagi orang Karo dimulai dengan kedatangan Belanda ke

sebuah dusun kecil Buluh Awar pada tahun 1889. Disinilah dimulai fase pencerahan

bagi masyarakat Karo mengenal Kristen. Misionaris Belanda yang datang melalui

Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) berawal dari perluasan kekuasaan

perkebunan Belanda di daerah Sumatera Timur. Dusun kecil Buluh Awar sebagai

(17)

pengembangan perkebunan tembakaunya karena yakin bahwa warga suku Karo

sangat lihai dalam pertanian. Sarjani Tarigan15

menungkapkan bahwa:

Salah seorang anggota Parlemen Belanda yaitu J.T. Cremer,

meyakinkan maskapai-maskapai perkebunan dan meminta pihak Nederlandch Zendeling Genootschap (NZG) membuka penginjilan di Sumatera Timur dengan biaya yang dibebankan kepada maskapai-maskapai itu… Selanjutnya pada tahun 1890, H. C. Kruyt, seorang utusan NZG di Minahasa (sejak 1885-1890) berangkat menuju daerah Karo menggunakan kapal laut… Pendeta H.C. Kruyt datang bersama Nicolas Lontoh, seorang Guru Injil dari Minahasa. Mereka mulai mengunjungi daerah-daerah terutama daerah Dusun (Deli Hulu), dan sampai juga ke Gugung (Tanah Karo) untuk mengenal orang Karo, bahasa Karo dan adat istiadatnya. Sebenarnya ia ingin tinggal di Gugung, sebab penduduknya lebih banyak di sana, tetapi tidak diijinkan oleh pihak perkebunan dan Kompenie, karena itu Pendeta H.

C. Kruyt menetap di Buluh Awar selama 2 (dua) tahun.”

Menurut Sarjani lagi bahwa pengaruh Hindu pada orang Karo sangat kuat16

,

sementara data yang ada menunjukkan bahwa dari 7 agama besar yang diakui di

Indonesia, agama Hindu, Buddha dan Konghutcu tidak memiliki seorang pengikut

pun di kawasan relokasi Siosar, sementara agama suku yang belum mendapat

pengakuan dari negara hampir pasti tidak ada. Pada wawancara-wawancara saya

dengan beberapa informan mengatakan bahwa tidak ada penganut agama suku lagi,

ternyata data terbaru dari Daftar Penduduk Desa Simacem tahun 2017 menunjukkan

hasil yang berbeda. Informasi yang kini masih menjadi misteri bagi peneliti, entah

warga berusaha menyembunyikannya dari pihak lain atau karena alasan yang tidak

bisa dijelaskan. Di desa Simacem terdapat seorang penganut agama suku.

15

Tarigan, Sarjani (2009: 3- 4) yang mengutip dari Jubelium 80 tahun GBKP dan Merga Silima, 50 tahun GBKP dalam buku 100 tahun GBKP

16

(18)

2.11. Pola Permukiman di Kawasan Relokasi Siosar

Pola permukiman adalah bagian yang perlu dijelaskan untuk mendukung

gambaran umum lokasi penelitian. Sarjani mengungkapkan bahwa

“Penelusuran dari sejarah kerajaan Haru sebenarnya migrasi atau

pergerakan orang Karo dari pantai/ pesisir menuju pedalaman/

pegunungan sudah membentuk lingkaran atau arus bolak-balik…

setelah belanda melaksanakan politiknya kepedalaman dan dataran

tinggi Karo, maka wilayah Sumatera Timur yang hampir separuh

dihuni oleh suku Karo semakin dipersempit dan diciutkan oleh Belanda… Dataran tinggi Karo yang sebenarnya sentrum budaya ini, menjadi daerah yang paling kecil.” (Tarigan, 2009: 34-36)

Pola permukiman di kawasan relokasi Siosar adalah pola permukiman

nucleated village, yang dapat diartikan sebagai pola permukiman dimana penduduk

desa hidup bergerombol membentuk suatu kelompok yang disebut dengan nucleus.

Meskipun pola pemukiman ini di kawasan relokasi Siosar dibangun oleh pemerintah,

namun pemilihan lokasi dan pembangunan desa ini sudah disetujui oleh para pengetua

adat. Pemerintah memang cukup paham dengan kehidupan masyarakat Karo pada

konteks pola pemukiman ini. Polanya memang tepat untuk kehidupan masyarakat

Karo yang hidup berdekatan. Meskipun diadakan cabut nomor (lotere)17

untuk

pemilihan rumah yang memungkinkan warga yang semula hidup berdekatan

dihadapkan dengan jarak, warga Karo tetap mempertahankan ikatan khinsip mereka.

2.12. Kondisi Sarana dan Prasarana Publik

Permukiman merupakan perumahan dengan segala kegiatan yang ada

didalamnya. Permukiman sebagai bagian dari tempat hidup tinggal yang mendukung

17

(19)

kehidupan para penghuninya. Sarana dan prasarana sangat penting dalam mendukung

kehidupan masyarakat.

Berdasarkan data Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi

Sinabung pada tanggal 21 Oktober 2015, ruang publik yang akan dikembangkan

adalah:

a. Jambur

b. Pos kesehatan

c. Sekolah (PAUD dan Sekolah Dasar)

d. Taman bermain

e. Lapangan olah raga

f. Terminal pembantu

g. Pasar lokal

h. Rumah ibadah yang terdiri dari gereja (di tiga desa ada lima aliran gereja yang

berbeda secara teknik peribadatan) dan masjid (di tiga desa tersebut ada 146

KK yang beragama Islam).

Untuk realisasi perkembangan pembangunan pemukiman siosar dapat

dijelaskan selanjutnya. Sarana dan prasarana yang tersedia dalam menunjang

kehidupan warga di kawasan relokasi antara lain adalah sarana jalan, kesehatan, air,

rumah ibadah dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut dapat dijelaskan

(20)

2.12.1.Sarana dan Prasarana Jalan

Kunjungan pertama pada Januari 2016, kondisi jalan masih belum diaspal

sehingga terdapat becek disana-sini. Ditahun 2017, kondisi jalan sudah diaspal dengan

baik, hanya jalan usaha tani perlu perhatian dari pemerintah. Sementara jalan gang

dengan kondisi tanah yang dikeraskan. Jalan utama menuju area lokasi sudah cukup

lebar sekitar 9 m sampai 10 m.

Gambar 2.1. Kondisi Jalan di Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2016 Tahun 2017

Sumber: Peneliti

Peneliti juga sudah bisa melihat talud-talud yang siap dibangun. Pembatas

rumah (talud) utamanya dibangun lebih dahulu, agar rumah yang lebih diatas tidak

longsor ke bawah. Ternyata pada pengadaannya memang ada yang dibangun dengan

kurang baik sehingga ada yang longsor. Sekarang talud tersebut masih dalam

perbaikan. Meskipun demikian jalanan sudah rapi dan gang-gang tidak selicin dulu.

(21)

Ditambah dengan riuhnya pepohonan di sekitar membuat pemandangan terasa

semakin indah. Kak Dina, salah seorang fasilitator yang pernah menangani relokasi

tahap I menyampaikan hal berikut dalam sebuah kesempatan diskusi ringan di Hotel

Rudang:

Kemarin itu, Simacem dilanda angin kuat sampai atap rumah

terbang, bahkan ada talud (pembatas rumah) yang roboh. Entah udaranya lebih dingin disini atau ditempat yang dulu. Angin kuatnya malah bisa merobohkan talud bibi Nisa yang rumahnya berada di

samping rumah bibi Maya. (Wawancara, 28 Januari 2017)

2.12.2.Sarana dan Prasarana Pertemuan

Sarana dan prasarana pertemuan memungkinkan warga untuk tetap dapat

beinteraksi satu sama lain. Terutama untuk pertemuan-pertemuan adat dan

pelaksanaan pesta, sarana dan prasarana pertemuan menjadi bagian yang penting

untuk dijelaskan. Sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan relokasi Siosar

berdasarkan pengamatan dan wawancara terdiri atas:

a. Balai desa

Balai desa memilki ukuran 5 m x 5 m merupakan tempat musyawarah

tokoh-tokoh adat atau perangkat desa. Setiap desa memiliki satu bangunan balai desa

masing-masing.

b. Jambur

Ide dasar pembangunan jambur ini mengadopsi rumah adat masyarakat Karo

(22)

Siosar, masing-masing desa memiliki satu jambur. Jambur atau los dilengkapi dengan

kamar mandi atau WC komunal. Sebenarnya jambur dikhususkan untuk suku Karo di

Siosar, tapi bila ada orang lain atau pihak luar yang ingin menggunakannya, seperti

misalnya ada acara dari gereja, atau Isra Mi’raj maka jambur bisa dipakai. Peralatan

-peralatan PKK juga tersedia dan bisa di sewakan. Jambur merupakan tempat

dilaksanakannya pesta-pesta adat dan runggu18, contohnya seperti pernikahan secara

adat.

Gambar 2.2. Jambur Desa Bekerah

Sumber: Peneliti

c. Kantor desa

Kantor desa terdapat di masing-masing desa dengan jumlah masing-masing

satu buah. Kantor desa sebagaimana pengamatan ternyata sering sekali kosong. Para

perangkat desa lebih sering berada di rumahnya untuk melaksanakan tugasnya sebagai

18

(23)

perangkat desa, atau malah bepergian ke ladang dan/ atau warung. Apalagi kesediaan

peralatan dan perlengkapan yang masih kurang memadai membuat perangkat desa

lebih nyaman melakukan kegitan di rumah masing-masing.

Gambar 2.3. Kantor Kepala Desa Suka Meriah

Sumber: Peneliti

2.12.3.Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan masih sangat minim. Hal ini terbukti dengan

adanya kenyataan bahwa di kawasan relokasi Siosar hanya terdapat tiga buah PAUD

dan sebuah sekolah dasar. Sarana dan prasarana pendidikan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

Terdapat tiga bangunan PAUD di kawasan relokasi Siosar, jadi

(24)

taman bermain PAUD tidak cukup baik dan sudah tidak layak pakai sehingga

dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan anak-anak apabila tidak dipantau oleh

guru atau orang tua secara langsung.

b. Sekolah Dasar

Sekolah Dasar Simacem-Bekerah merupakan satu-satunya sekolah dasar yang

terdapat di kawasan relokasi Siosar. Sekolah Dasar ini berada di sisi Timur atas

sehingga mendapatkan udara bersih dan tidak terganggu kebisingan. Meskipun

penamaannya demikian, tetapi sekolah dasar ini dibangun untuk ke tiga desa yang

terdapat di kawasan relokasi Siosar. Penamaan sekolah sebenarnya berasal dari

sekolah dasar yang sedianya memang ada dari desa lama, yang kemudian dibangun

kembali di kawasan relokasi Siosar. Tenaga pengajar didominasi oleh guru lokal,

diantaranya adalah guru yang berasal dari desa Simacem 1 orang dan tambahan 1

orang luar yang sudah tinggal di desa Simacem, dari desa Sukameriah 3 orang serta

dari Kabanjahe 2 orang.

2.12.4.Sarana dan Prasarana Kesehatan

Sarana dan prasana kesehatan yang tersedia di kawasan relokasi hanyalah

Pustu dan Posyandu, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Puskesmas Pembantu (Pustu)

Puskesmas pembantu adalah puskesmas yang sedianya terletak di desa,

(25)

pembantu tidak memiliki tenaga dokter, melainkan hanya bidan yang bertugas sebagai

petugas kesehatan di kawasan relokasi ini. Puskesmas pembantu terdiri dari 3 bidan

yang masing-masing berjumlah satu orang dari setiap desa. Hanya ada satu bangunan

puskesmas yang berdiri di Siosar. Puskesmas pembantu ini berada di sisi Timur atas

yang menurut pengamatan terletak di Desa Simacem, dimana posisinya mudah

dijangkau dua desa lainnya, juga mendapatkan udara bersih dan kebisingan minimum.

Mengingat jumlah warga yang tidak terlalu banyak, maka puskesmas ini sedianya

masih satu buah.

Gambar 2.4. Pustu di Kawasan Relokasi Siosar

Sumber: Peneliti

b. Posyandu

Di kawasan ini terdapat masing-masing sebuah posyandu untuk setiap desa,

jadi jumlahnya tiga unit. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya

pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu terutama untuk melayani

(26)

Tingkat kesehatan warga cukup baik dengan harapan hidup cukup tinggi.

Bahkan untuk para lansia baru saja mendapatkan pengobatan gratis. Tingginya

harapan hidup tidak hanya didukung oleh tersedianya pusat pelayanan kesehatan

semata melainkan karena kondisi alam desa yang masih asri serta bahan pangan yang

berasal langsung dari tanaman ladang mereka.

2.12.5.Sarana dan Prasarana Air

Pengadaan air bersih untuk warga diambil dari mata air pegunungan. Air yang

berasal dari pengunungan ditampung pada suatu tempat yang disebut tendon.

Terdapat dua tendon yang di kawasan relokasi Siosar, yakni tendon untuk

Simacem-Bekerah dan tendon lain khusus untuk desa Suka Meriah. Letak tendon tersebut

berada dekat dengan desa Sukameriah. Kedua tendon tersebut berdekatan, hanya

dipisahkan jarak kurang lebih 5 meter. Air bersih dari mata air pengunungan tersebut

kemudian dialirkan kerumah-rumah warga. Air bersih yang seharusnya diterima

warga tidak terealisasikan dengan baik. Air bersih memang ada, tapi pada porsinya

kurang. Perlu penampung dengan jumlah yang lebih dari apa yang tersedia.

Sistem pengaliran air adalah buka-tutup sehingga air tidak mengalir setiap

waktu melainkan pada waktu-waktu tertentu. Desa Simacem mendapat giliran sekali

saja pukul 06.00 WIB atau pukul 07.00 WIB sementara desa Bekerah pada siang

harinya. Tendon yang lain untuk jatah desa Suka Meriah adalah 2 kali yaitu sekitar

pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB. Terkait dengan kualitas air bersih meskipun sudah

(27)

sehingga diragukan kualitasnya. Untuk pemakaiannya, warga dibebankan Rp

5.000/bulan berapa pun besarnya pemakaian air.

Septictank komunal juga dibangun untuk melengkapi utilitas hunian sebagai

peningkatan standar kebutuhan pemukiman. Water Closet atau WC terdapat pada

setiap unit rumah, porsi yang berbeda dengan kamar mandi umum di desa dulu. Di

desa dulu, warga memiliki kamar mandi umum19, yang satu untuk pria dan yang lain

untuk wanita. Kamar mandi umum dengan petak beton tersebut ditarik dari mata air

pegunungan. Jadi interaksi antar-warga terbangun karena adanya kamar mandi umum.

Inilah yang kemudian sedang diajukan perangkat desa kepada pemerintah untuk dapat

direalisasikan. Sedianya masyarakat Karo di Siosar sangat menginginkan interaksi

dan kebersamaan diantara mereka tetap terjalin dengan baik, sebagaimana masyarakat

Karo hidup berdekatan.

Perwujudan drainese air adalah dengan adanya selokan kecil yang berada di

belakang rumah dan sekolan besar yang diarahkan ke hutan. Air kotor yang mengalir

pada selokan kecil dihubungkan dengan selokan besar, jadi selokan besar berfungsi

sebagai tampungan atau sarana mengalirkan air kotor ke daerah hutan. Terjadinya

perluasan rumah oleh warga seringkali harus menghambat atau menutup

selokan-selokan kecil tersebut. Warga mengakalinya dengan membuat pipa agar air kotor

tidak tergenang atau malah mengalir ke dalam rumah.

19

(28)

2.12.6.Sarana dan Prasarana Ekonomi

Pasar lokal tersedia di daerah ini yakni berupa warung-warung yang

diharapkan pemerintah dapat berfungsi sebagai pusat perdagangan lokal yang

melayani ketiga desa. Pada kenyataannya, yang disimpulkan melalui proses

pengamatan dan wawancara, ternyata warung-warung tersebut hanya aktif di hari

Minggu, karena sasarannya adalah pengunjung yang berlibur. Warga jarang

melakukan perdagangan dan/atau membeli produk di warung tersebut. Biasanya

warga justru pergi ke Kabanjahe untuk membeli bahan pangan pribadi dan/atau bahan

dagangan di warung-warung yang dibangun sendiri untuk tujuan diperjual-belikan.

Gambar 2.5. Pasar Lokal di Kawasan Relokasi Siosar

Sumber: Peneliti

Warung-warung yang berfungsi sebagai fasilitas ekonomi ini terdapat di

kawasan tengah yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. Meskipun

(29)

2.12.7.Sarana dan Prasarana Ibadah

Agama warga yang berada di kawasan relokasi Siosar tidak cukup beragam.

Seperti yang saya kemukakan diawal, hanya ada penganut agama Islam, Kristen

Protestan, Kristen Khatolik, dan penganut agama suku yang masih menjadi misteri.

Berangkat dari sini, maka berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan

dapat dijelaskan bahwa sarana ibadah yang terdapat di kawasan relokasi adalah:

a. Mesjid

Terdapat dua buah mesjid di kawasan relokasi Siosar, yang masing-masing

tidak dapat dijelaskan secara geografis berada di desa mana karena batas desa yang

belum jelas. Menurut pengamatan peneliti bahwa letak kedua Mesjid lebih dekat

dengan Desa Bekerah. Satu mesjid berada diantara Bekerah dan Simacem sementara

yang lainnya berada dekat dengan gapura Selamat Datang Desa Bekerah.

Gambar 2.6. Mesjid di Kawasan Relokasi Siosar

(30)

b. Gereja

Jumlah gereja juga sama dengan jumlah mesjid yaitu dua buah. Kedua gereja

ini berdekatan. Gereja pertama adalah Gereja Oukumene Bahtera Kasih -Gereja

Bahtera Kasih dipergunakan secara bergantian oleh lima aliran agama Kristen,

diantaranya adalah Gereja Batak Karo Protestan, Gereja Masehi Advent, Gereja

Bethel Indonesia, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Jemaat Allah Indonesia-

dan yang lain adalah Gereja Khatolik. Letaknya juga tidak dapat dijelaskan berada di

bagian wilayah desa yang mana, hanya berdasarkan pengamatan, letak dari gereja

berada di tengah-tengah antara ketiga desa.

Gambar 2.7. Gereja Oukumene Bahtera Kasih Siosar

Sumber: Peneliti

Kedua mesjid dan kedua gereja meski hanya demikian jumlahnya namun

peruntukannya terbuka kepada siapa saja. Masjid sebagai fasilitas peribadatan berada

pada posisi yang sejajar dengan gereja, namun dengan jarak yang tidak dekat

(31)

2.12.8.Sarana dan Prasarana Olahraga

Pengadaan sarana dan prasarana olahraga belum terealisasi. Sebagaimana data

Progres Pembangunan Permukiman Siosar Pascaerupsi Sinabung pada tanggal 21

Oktober 2015 bahwa akan disediakan lapangan olahraga. Hasil dari wawancara

dengan warga juga mendukung data tersebut bahwa pemerintah memang menjanjikan

akan dibuatkan sarana dan prasarana olahraga seperti bola kaki, bulu tangkis dan lain

sebagainya. Nantinya sarana dan prasarana olahraga akan tersedia pada

masing-masing desa. Janji pemerintah untuk pembangunan ini sudah hampir berlangsung

selama tiga tahun dan belum terealisasi hingga sekarang.

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat lapangan kosong yang dimanfaatkan

anak-anak untuk bermain bola voli di Desa Suka Meriah dan lapangan yang lain di

Desa Bekerah untuk bermain bola kaki.

2.13. Gambaran Umum Aktivitas Sosial Kemasyarakatan

Masyarakat Karo di desa awal melakukan pekerjaan berladang mulai dari pagi

hari hingga sore hari, sementara pekerjaan rumah diselesaikan setelah pulang dari

ladang. Hal ini juga untuk menghindari pekerjaan secara terburu-buru bila dikerjakan

pada pagi hari. Warga mencuci pakaian, piring dan mengangkut air dari kamar mandi

umum. Kamar mandi yang tersedia di desa awal memang kamar mandi umum yang

terdiri atas laki-laki dan perempuan. Hanya sedikit sekali yang memilki kamar mandi

pribadi. Nah, karena kamar mandi umum inilah justru masyarakat Karo desa dulu

(32)

bangun sekitar pukul 06.00 WIB atau 07.00 WIB. Sementara anak sekolah bangun

lebih awal karena harus masuk sekolah, yaitu sekitar pukul 05.00 WIB. Selanjutnya

pukul sekitar pukul 08.00 WIB atau 09.00 WIB warga mulai berangkat ke ladang.

Masyarakat Karo di kawasan relokasi Siosar memiliki kebiasaan berangkat ke

ladang pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Jadi selama waktu ini, desa

akan sepi dari aktivitas warga dan/atau orangnya karena semua sedang sibuk dengan

ladangnya. Pulang dari ladang, perempuan mengambil bagian untuk mengerjakan

tugas-tugas rumah seperti memasak dan mencuci. Sementara laki-laki tidak memiliki

tugas lain, akan mengambil kesempatan untuk membersihkan diri dan pergi ke

warung menunggu makan malam yang akan dihidangkan oleh kaum perempuan.

Pulang dari warung barulah laki-laki makan malam bersama keluarganya. Selepas ini,

masih banyak kaum laki-laki memilih untuk kembali ke warung lagi. Sebuah laman

website20 menyebutkan: “Sejarah mencatat bahwa laki-laki Karo lebih banyak

menghabiskan waktu dan hidupnya untuk bersenang-senang, bercengkrama di

warung kopi, berjudi, bermain kartu, minum tuak dan mabuk-mabukan”.

Laki-laki suku Karo di Siosar sering sekali berkumpul di warung bukan hanya

sekedar untuk menikmati minuman yang tersedia di warung, tetapi juga untuk

bertukar informasi baik tentang pertanian, masalah adat, pemakaian pupuk,

pemakaian obat, teknik penanaman dan lain sebagainya. Segala sesuatu di bicarakan

di warung, misalnya keberhasilan seseorang menanam tomat sementara yang lain

menanam kentang, maka informasi bagaimana mencapai keberhasilan dalam

pertanian mereka dibagikan kepada orang-orang lainnya di warung tersebut. Itulah

20

(33)

alasan mengapa laki-laki Karo sering pergi ke warung. Kebiasaan laki-laki meminum

kopi di warung sudah ada sejak mereka tinggal di desa dulu, hingga sekarang

kebiasaan minum di warung bagi para lelaki masih diterapkan atau di bawa ke desa

kini. Buktinya memang ada banyak warung yang didirikan di Siosar. Menurut

penuturan informan yaitu pak Lesanto,

“Jadi kalau laki-laki kalau di Karo, di warung itu ngobrol-ngobrol

sama rumah cari informasi sama kawan. Memang lengkap kan di

rumah, teh manis ada di rumah, teh putih… tapi kebiasaan orang Karo

laki-laki nyamannya ke warung. Udah tradisi gitu lah.” (Wawancara,

17 Februari 2017)

Kegiatan sehari-hari di rumah adat tidak lebih istimewa dari rumah-rumah

lainnya, mulai bangun pada pukul 05.00 WIB lalu ke ladang pada pukul 08.00 WIB.

Perbedaan yang sedikit kontras dari Siwaluh Jabu pada zaman dahulu dengan

sekarang adalah pada zaman dahulu adanya satu orang yang bertugas untuk menjaga

rumah setiap hari. Ketika hari sudah sore, sekitar pukul 17.00 WIB atau 18.00 WIB,

warga sudah pulang dari ladang. Warga lalu menyiapkan masakan untuk makan

malam. Nah ketika jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, anggota-anggota keluarga

tidak boleh menimbulkan keributan atau suara-suara. Rumah adat sudah harus sunyi.

Orang-orang tua terlebih yang sangat tua yaitu nenek-nenek akan jengkel atau marah

bila ada yang ribut pada jam tersebut.

Memasuki sebuah rumah baru dan pindah rumah memiliki tata aturannya.

Ketika seseorang pindah rumah, maka ia harus mengundang tetangga-tetangganya

dalam suatu acara makan bersama. Tujuannya adalah untuk memberitahukan bahwa

ia adalah tetangga baru atau bagian dari mereka yang sudah tinggal terlebih dahulu di

(34)

rumah dan tetap menjaga kerukunan dengan tetangga baru di sekitarnya ataupun

dalam masyarakat. Turut hadir dalam syukuran tersebut bila berumah tangga adalah

keluarga dari kedua pihak dan tetangga di sekitar saja. Menu yang dihidangkan pada

syukuran ini biasanya adalah ayam.

Hal ini berbeda dengan memasuki rumah baru yang memiliki tata cara adat

yang lebih kompleks. Yang diundang adalah warga satu kuta, bukan hanya tetangga

sekitar, terutama adalah pengetua adat dan orang tua dari setiap pihak yang memasuki

rumah baru tersebut. Namun berbeda porsinya dengan memasuki rumah baru ketika

pindah ke kawasan relokasi Siosar, tentu tidak mungkin semua rumah mengadakan

syukuran, selain itu pula ekonomi belum pulih pada saat itu. Jadi yang diadakan

adalah syukuran dan ramah tamah sebagai bentuk peresmian pemukiman relokasi

Siosar.

Interaksi antar-warga di kawasan relokasi Siosar memunculkan suatu bentuk

pranata untuk merefleksikan kesamaan mereka. Pranata tersebut diantaranya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Perpulungen Jabu-Jabu (PJJ)

Perpulungen Jabu-Jabu merupakan salah satu pranata agama di kawasan

relokasi Siosar, yaitu agama Kristen. Jadi Perpulungen Jabu-Jabu merupakan

persekutuan, kesaksian dan pelayanan jemaat gereja. Wadah ini merupakan wadah

untuk pengembangan iman kristiani. Kegiatannya adalah dengan melaksanakan

(35)

b. Perwiritan

Sebagaimana Perpulungan Jabu-Jabu, perwiritan merupakan paranata agama

Islam di kawasan relokasi siosar. Wadah ini berfungsi untuk memperkuat

persaudaraan, kasih sayang, kemuliaan dan rasa saling percaya terhadap saudara

seakidah sehingga memunculkan sikap saling tolong menolong.

c. Kelompok arisan merga Sitepu dan anak berunya

Kelompok arisan ini berada di desa Simacem. Peran kelompok arisan merga

Sitepu dan anak berunya dapatlah dikatakan seperti STM yang berfungsi untuk

peminjaman duit dan menabung. Kelompok arisan ini aktif untuk memberi santunan

kepada keluarga yang sedang berduka.

d. Koperasi

Koperasi merupakan lembaga atau wujud pranata ekonomi yang bertujuan

untuk mensejahterakan anggotanya. Sebagai pranata ekonomi, koperasi ini berguna

untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Koperasi merupakan produk ekonomi

yang kegiatannya menjadi gerakan ekonomi kerakyakatan, tentunya dengan prinsip

gotong-royong. Koperasi dihidupkan dari iuran anggotanya dan pada akhirnya akan

menghidupkan anggota-anggota di dalamnya. Sebagai sarana yang bertujuan untuk

menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, koperasi membutuhkan

landasan hukum yang kuat. Setiap anggotanya harus saling membantu dan berbagi

mulai dari mendiskusikan pemasaran ataupun membangun usaha anggotanya.

Sayangnya koperasi belum berjalan sebagaimana mestinya di kawasan relokasi

(36)

kawasan relokasi Siosar, hanya ada satu unit koperasi yang pada dasarnya disediakan

untuk ketiga desa. Letaknya berada dekat dengan mesjid dan gereja Oukumene

Bahtera Kasih.

Gambar 2.8. Koperasi di Kawasan Relokasi Siosar

Sumber: Peneliti

2.14. Gambaran Umum Aktivitas Ekonomi Masyarakat

Bertani adalah mata pencaharian utama yang digeluti oleh sebahagian besar

warga di kawasan relokasi Siosar. Meskipun terdapat beberapa warung di kawasan

ini, namun hanya sedikit yang mengandalkannya sebagai mata pencaharian utama.

Hanya pada hari-hari Libur dan/atau hari Minggu, warung-warung menjadi lebih

ramai. Darwin Prinst (2004: 66) menuliskan masyarakat Karo adalah masyarakat tani

yang oleh karena itu mereka sangat jujur termasuk terhadap alam. Kejujuran itu

diketahui dari ungkapan adat mbuah page nisuan, merih manuk niasuh (hasil

(37)

upaya atau uasaha yang terlebih dahulu baru ada hasilnya. Mereka tidak mengatakan

mbuah page la erjuma atau merih manuk la niasuh (berlimpah padi tanpa menanam

dan berkembang ayam tanpa beternak). Hal ini berbeda dengan nelayan yang

mempunyai kebiasaan memanen tanpa menanam (rani la erjuma, merih ikan la

nisuan).

Bertani sebagai mata pencaharian utama, menjadikan warga Karo di kawasan

relokasi Siosar sangat bergantung pada hasil ladang. Pesta tahunan sebagai ungkapan

syukur atas hasil ladang diadakan pada bulan 9 atau bulan 8 di Jambur. Siapapun

boleh menghadirinya. Pada pesta tahun lalu dihadiri sekitar 1.000 jiwa dan berakhir

pada pukul 16.00 WIB. Bapak menuturkan,

“Kan nanam padi, bilangnya kita mohon sama Tuhan supaya padi yang kita tanam berbuah. Nah kalo padi udah membesar nanti kan, kita kasih juga nanti istilahnya makanannya, ada nanti daun-daunan, pokok pisang kita potong-potong sama bunga-bunga. Jadi nantikan ada yang kita bawa dari pesta itu, kita tampilkan juga, jadi pas nanti habis pestanya, kita bawak ke ladang, kita taburkan nanti ke padi itu. Itu ada adatnya.” (Wawancara, 18 Februari 2017)

Ada doa-doa yang juga dipanjatkan beriringan dengan bunga-bunga atau

dedaunan yang ditaburkan di ladang. Doanya berdasarkan niat masing-masing orang,

yakni pada apa yang diharapkannya dari hasil ladang tersebut. Perayaan tidak

dilakukan secara sembarangan, melainkan pada waktu tertentu. Lebih lagi karena

penanaman tanaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Bila dilakukan

penanaman tanaman setiap bulan, besar kemungkinan untuk tidak berhasil atau

menghasilkan. Penanaman tanaman padi umumnya dilaksanakan pada bulan Juni atau

Juli setiap tahunnya. Tapi kalau di Siosar, paling tidak pesta tahun diselenggarakan

(38)

mulai memiliki bulirnya, pada saat itulah dilaksanakan pesta tahun. Umur padi sampai

menguning menghabiskan waktu selama enam bulan, berbeda dengan padi sawah

yang lebih cepat menghasilkan pada usia tiga bulan. Hal tersebut karena tanah daerah

pengunungan tidak memiliki subsidi air yang melimpah seperti di sawah. Maka panen

diperkirakan sekitar bulan Februari.

Padi ladang bisa dipanen setelah berumur 6 bulan. Padi ladang memiliki

kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dan bulir yang lebih besar daripada padi

sawah. Meskipun memungkinkan untuk ditanam sebanyak dua kali dalam satu tahun,

masyarakat Karo tidak melakukannya. Hal ini dikhawatirkan tidak akan menghasilkan

dengan baik, tetapi lahan tidak akan pernah kosong. Untuk mengisi waktu yang

kosong selama 6 bulan, ladang akan ditanami dengan tanaman pengganti lainnya

(bukan padi), seperti sayur-sayuran dan jagung. Setelah tanaman pengganti di panen,

siklusnya akan kembali lagi. Itulah mengapa pesta tahunan diadakan sekali dalam

setahun, yaitu karena masa tanam padi ladang hanya sekali dalam satu tahun.

Padi yang telah menjadi beras diperdagangkan dengan hitungan per tumba. Di

kota lain, seperti Padang Sidempuan dihitung per tabung dan kota Medan misalnya

perhitungan beras dihitung per kilo. Jadi hitungan tumba bila dikonversi ke kilo maka

1 tumba sama dengan 1,5 kilo.

Hasil dari ladang pertanian milik warga sendiri kurang lebih Rp 1.000.000,00

sampai dengan Rp 1.500.000,00 per bulan. Hasil dari lahan seluas 0,5 hektar tersebut

tidak dapat diandalkan, apalagi karena kondisi tanahnya yang kurang subur.

Sementara di desa dulu, pendapatan masih melimpah karena ladang yang luas,

(39)

pendapatan keluarga. Tanaman ini berasal dari kebun-kebun seperti kopi dan jeruk,

sementara tanaman muda juga bisa ditanam di kebun diantaranya seperti kentang dan

cabai. Sekarang kebun sudah tidak ada, setiap keluarga hanya bisa mengandalkan

ladang sebagai sumber pendapatan. Terlebih karena kondisi tanah di kawasan relokasi

lebih buruk daripada tanah di desa awal. Menurunnya pendapatan berimbas pada

menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga. Bapak menuturkan,

“A… itu udah jelas, itu udah jelas menurun sekali. Karena gini, tadi kan dah kubilang tadi kalau biasanya dari jam bulan 9 sampek bulan 12 ada artinya kopi itu e… harapan untuk biaya kerumah. A…

otomatis karena sampai saat ini kami belum nanam kopi… adapun

nanam kopi pun berhasil. Otomatis kan sekarang mengharapkan istilahnya dari ladang itu masih satu jenis tanaman aja, misalkan kentang. A… satu jenis lagi yang perlu ditambahi, dulunya kami disana nanam padi. Kalau musim sekarang ini udah panen (Februari). Kalo sampai relokasi kami sini, bisa dikatakan, yah belum nanam padi la. Otomatis kan beli beras, a… jadi kalo masalah kesejahteraan, itu memang udah agak menurun. Itu dia masalah ekonomi tadi, jadi berkuranglah ekonomi.” (Wawancara, 16 Februari 2017)

Penghasilan dari ladang milik sendiri sangat pas-pasan dengan rata-rata tiap

keluarga memiliki 3 orang anak. Kalau pendapatan kurang, maka tambahan bisa

didapatkan dengan bekerja di ladang orang lain. Pendapatan masyarakat dari bekerja

di ladang orang lain kurang lebih sebesar Rp 80.000/hari. Sementara pendapatan dari

bekerja di ladang orang lain hanya dapat dilakukan pada hari-hari tertentu ketika ada

orang lain yang membutuhkan tenaga untuk mengerjakan ladang.

Upah untuk mengerjakan ladang di desa dulu tidak setinggi sekarang,

kisarannya masih sekitar Rp 40.000/hari. Dihitung biasanya mulai dari jam kerja yaitu

pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Waktu kerja ini diselingi istirahat sekitar

(40)

per harinya. Menaiknya upah pekerja disebabkan karena naiknya kebutuhan

masyarakat.

Di hari minggu, kawasan relokasi Siosar menjadi lebih ramai karena adanya

pengunjung. Ada yang membuka warung seperti makanan dan minuman juga pakaian.

Warung-warung inilah yang sebelumnya disebut sebagai pasar lokal. Pekerjaan

lainnya adalah menyewakan kuda yang dipandu oleh seseorang mengelilingi kawasan

relokasi pada jalur-jalur yang sudah ditentukan.

Gunung Sinabung Buatan yang terdapat di desa Siosar merupakan ikon wisata

di kawasan ini. Bagi pengunjung yang ingin merasakan bagaimana berada di gunung

buatan ini harus merogoh kocek yang sangat murah, yaitu Rp 2.000,00. Sementara

Gambar

Tabel 2.1. Luas dan Tinggi Wilayah Kabupaten Karo Menurut Kecamatan Tahun 2015
Tabel 2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Desa di Kawasan Relokasi Siosar Tahun 2017
Tabel 2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per Desa di
Tabel 2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Simacem dan Desa Suka Meriah Tahun 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut de wet (2002), hasil yang diharapkan dari proses relokasi adalah agar kondisi masyarakat yang direlokasi menjadi lebih baik dari kondisi sebelum terjadi

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tanaman kentang termasuk kelas tidak sesuai / Neh seluas 156,54 ha dan kelas kesesuaian lahan potensial termasuk kelas

warga yang hanya berjarak dalam radius 3 kilometer dari kawah Gunung Sinabung. Dalam

“Modal Sosial dan Mekanisme A daptasi Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan dan Pembangunan Infrastruktur,” Jurnal Sosiologi: LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi,

Peneliti peneliti ingin melihat revitalisasi modal sosial pasca bencana (studi kasus bencana Sinabung di relokasi) Kabupaten Karo, Sumatera Utara merupakan penemuan

Hasil kajian menunjukkan bahwa kawasan relokasi pengungsi gunung Sinabung berada di kawasan hulu dua DAS penting di Sumatera Utara dan Aceh, yaitu DAS Wampu dan DAS Singkil

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tanaman kentang termasuk kelas tidak sesuai / Neh seluas 156,54 ha dan kelas kesesuaian lahan potensial termasuk kelas

Melalui penelitian ini, peneliti menemukan bahwa Kapasitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karo Dalam Penanganan Rumah Relokasi Siosar Tahap I belum maksimal, dilihat dari