• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan dalam Executive Coaching dan Dampaknya terhadap Taktik Pengaruh Proaktif D 922011002 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan dalam Executive Coaching dan Dampaknya terhadap Taktik Pengaruh Proaktif D 922011002 BAB V"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

105

BAB 5

PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan hasil penelitian yang dikaitkan dengan pembahasan pengembangan sumber daya manusia dan berbagai bidang yang memiliki kontekstual.

5.1 Pembahasan Hipotesis 1

H1: Taktik pengaruh proaktif subjek dengan tipe kepemimpinan transformasional lebih baik dibandingkan dengan taktik pengaruh proaktif subjek dengan tipe kepemimpinan transaksional.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis 1 didukung oleh bukti empiris dalam penelitian ini. Bahwa pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan transformasional, memiliki pengaruh lebih baik terhadap strategi taktik pengaruh proaktif dibanding dengan pemimpin yang menggunakan dengan tipe kepemimpinan transaksional. Temuan penelitian menunjukkan subjek dengan pemimpin transformasional mengalami perubahan perilaku yaitu mampu melakukan komunikasi dengan baik, menunjukkan proses yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan bahkan komitmen yang diungkapkan benar-benar dilakukan. Subjek mendapatkan sapaan kata-kata proaktif dan empati yang meyakinkan sehingga memiliki kesan positif terhadap subjek terebut, kondisi ini menyebabkan proses sapaan berjalan dengan baik yaitu subjek memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Subjek menjawab dengan semangat, hal tersebut terbukti dalam jangka waktu menjawab yaitu memiliki jeda yang pendek. Subjek merespon dengan cepat dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna semangat. Selain itu, subjek juga mengatakan bahwa perusahaan memiliki kepedulian kepada karyawan, merasa lebih diperhatikan, memberi semangat, dan motivasi.

(2)

106

proses sapaan selalu menekankan hasil yaitu delivery order ataupun surat pemesanan kendaraan. Tekanan tersebut ditambah dengan tulisan yang menggunakan huruf kapital. Subjek merasa pemimpin tidak sopan, sedang dalam kondisi marah, tidak menghargai usahanya, mengajak konfrontatif sehingga menganggap sapaan ini hanyalah sebagai reminder atau pengingat bahwa subjek memiliki target, bahkan mendesak untuk menyelesaikan target. Selain hal itu, subjek merasakan tidak adanya perubahan perilaku yaitu ketika melakukan keputusan yang berkaitan dengan strategi taktik pengaruh proaktif dari menggunakan argumen logis dan bukti faktual yang menunjukkan bahwa permintaan layak dan relevan untuk kepentingan dalam mencapai tujuan (rational persuasion).

(3)

107 membuka jalan dan yang lain mengikuti. Pemimpin yang baik terus mengomunikasikan gambaran akan masa depan organisasi. Pemimpin terus melakukannya dengan jelas dan kreatif.

Berdasarkan respon dari subjek, maka proses kepemimpinan transformasional berhasil. Subjek merespon sesuai dengan kalimat yang diberikan oleh tim ILDC. Ada perbedaan yang signifikan, yaitu pemimpin dengan tipe kepemimpinan transformasional, para subjeknya menjawab dengan penjelasan berupa proses dan rencana tindakan. Selain itu, subjek juga menjelaskan dengan antusias, bahkan menunjukkan action plan-nya, meskipun jawabannya singkat. Evaluasi yang dipaparkan semua mengatakan bahwa model pemimpin yang transformasional memberikan manfaat, mengingatkan, dan menambah semangat melakukan jualan.

Dalam berbagai literatur bahwa tipe kepemimpinan memiliki pengaruh dalam kepemimpinan. Jika seseorang bisa meningkatkan pengaruhnya dalam diri orang lain, maka pemimpin bisa memimpin dengan lebih efektif. Kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan jabatan. Kepemimpinan yang baik bukan mengenai pengembangan diri sendiri, melainkan mengenai pengembangan tim. Memimpin orang lain dengan baik dan membantu anggota tim menjadi pemimpin yang efektif, berdampak pada karier yang sukses.

(4)

108

orang tersebut. Seorang pemimpin dapat menyukai orang lain tanpa memimpin, namun pemimpin tidak dapat memimpin orang lain dengan baik jika pemimpin tidak menyukai orang-orang tersebut. Para pemimpin yang baik tidak hanya sekedar menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, pemimpin bisa menjadi orang yang mendorong terjadinya perubahan. Para pemimpin menjadi besar bukan karena kekuasaan, melainkan karena kemampuan memberdayakan orang lain Seseorang yang penuh rasa hormat, menyenangkan, dan produktif dapat memberikan pengaruh besar dalam diri orang lain dan memperoleh pengikut dengan sangat mudah. Hal tersebut sangat tampak dalam relasi antara pemimpin transformasional yang mampu mendorong suatu perubahan perilaku terhadap timnya meski tidak sebesar yang diharapkan.

Pemimpin dengan tipe kepemimpinan transaksional memiliki kecenderungan fokus pada hasil dan hanya sekedar memberi keyakinan terhadap hasil. Jawaban singkat dan lugas, bahkan pada awalnya tidak merespon. Orientasi pada angka atau hasil serta jangka pendek. Proses motivasi hanya dianggap sebagai pengingat untuk mencapai target, bukan sebagai penggerak untuk perubahan perilaku. Jawaban-jawaban juga terprovokasi dalam proses email dengan tulisan huruf besar (kapital). Sebagian menyatakan tidak nyaman tidak sesuai kaidah, dianggap tidak etis dan seolah-olah sedang dalam kondisi marah. Saat pemimpin yang mengandalkan jabatannya meminta tambahan usaha atau waktu pada timnya, biasanya pemimpin tidak memerolehnya. Jabatan adalah satu-satunya tingkatan yang tidak membutuhkan kemampuan dan usaha untuk meraihnya. Siapa pun dapat ditunjuk untuk mengisi jabatan.

Hasil dari hipotesis 1 bahwa kepemimpinan transformasional tanpa

executive coaching lebih baik atau efektif dibanding dengan kepemimpinan

transaksional tanpa executive coaching, hal ini secara praktik ditemukan dalam wajah-wajah pemimpin di tempat penelitian. Para direktur, chief

(5)

109 transformasional dapat dirasakan oleh karyawannya dan bahkan hasilnya lebih bagus dari sisi target baik profit maupun penjualannya. Para pemimpin yang menggunakan kepemimpinan transaksional, cenderung para bawahannya stres, turn over karyawannya lebih tinggi dan hasilnya tidak

maksimal. Bahkan menurut para karyawan “jika bisa, papasan pun dihindari”. Data yang ada di ILDC bahwa para pimpinan tersebut juga sangat

minim untuk mengikuti pelatihan yang berkesinambungan, dengan suatu

konsep “bahwa pelatihan itu dianggap membuang uang dan waktu”, para

pimpinan tidak melihat sebagai investasi. Demikian pula, para pimpinan wilayah di salah satu anak perusahaan memiliki kemiripan bahwa yang menggunakan kepemimpinan transaksional hasilnya paling bawah di antara 4 wilayah lainnya, bahkan dalam kurun 2 tahun berturut-turut mengalami defisit dan stoknya masih tersisa banyak. Hal ini didukung oleh riset Salma (2015) yang mengatakan bahwa dalam bidang perdagangan pemimpin yang menggunakan tipe kepemimpinan transformasional lebih efektif dibanding dengan tipe kepemimpinan transaksional.

Menurut Becker (1993), kegiatan investasi yang terpenting setelah pendidikan adalah pelatihan yang merupakan alat utama perusahaan untuk mengembangkan modal manusia yang dimiliki oleh karyawan berupa keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi karyawan dengan standar yang sama maka dilakukan dua sistem pelatihan yaitu pengembangan pribadi dan pengembangan bisnis. Pengembangan pribadi dengan menggunakan pelatihan yang bersifat

managerial dan leadership yang meliputi personal leadership, coaching for

great performance, business manager leader, dan leading an speed of trust.

Pengembangan bisnis dengan menggunakan dua training yaitu business

(6)

110

5.2 Pembahasan Hipotesis 2

H2: Taktik pengaruh proaktif subjek di bawah tipe kepemimpinan transformasional dengan menggunakan executive coaching lebih baik dibandingkan dengan taktik pengaruh proaktif subjek tanpa menggunakan executive coaching.

Hasil hipotesis 2 yaitu tipe kepemimpinan transformasional dengan

executive coaching memiliki dampak terhadap taktik pengaruh proaktif

(7)

111 ketiga dimensi taktik pengaruh proaktif meningkat karena terintegrasinya antara peran executive coaching dengan dimensi kepemimpinan transformasional. Inspiration appeal tidak meningkat meskipun dilakukan

coaching, karena kepala penjualan adalah tipe orang yang sudah memiliki

komitmen untuk mencapai target, karena target adalah kesempatan mendapatkan bonus, jalan-jalan keluar negeri dan naik pangkat. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah di coaching.

Executive coaching mengubah perilaku kepala penjualan dari yang

kurang menjadi baik ataupun yang sudah baik menjadi lebih baik dan hal ini sesuai dengan konsep coaching dari International Coach Federation (pramudianto, 2015) yaitu menstimulus coachee untuk menemukan solusinya dengan peran coach yang memberdayakan pikiran dan mengajak menari dalam paradigma yang baru sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan secara pribadi maupun organisasi. Keterampilan coaching tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan organisasi khususnya perusahaan yang diteliti, oleh karena itu, budaya yang telah dibangun sangat menunjang pelaksanaan tersebut. Nilai pertama yang sangat penting dan menjadi dasar adalah integritas dan kejujuran yang merupakan keselarasan, kerendahan hati, dan keberanian. Keselarasan: hidup dengan nilai-nilai dan keyakinan dan melakukan apa yang dikatakan. Rendah hati: berpegang teguh pada prinsip, terutama di saat–saat sulit. Lebih mementingkan hal yang benar, daripada menjadi pihak yang paling benar. Keberanian: bertindak sesuai dengan prinsip. Anda melakukan hal yang benar, terutama ketika hal itu sangat sulit dilakukan. Nilai integritas dan kejujuran adalah melakukan kegiatan atau tindakan dengan penuh komitmen, konsisten, tanggung jawab dan jujur, meskipun berada dalam keadaan sulit dengan berfokus pada perusahaan sesuai dengan kebijakan perusahaan yang berlaku.

(8)

112

mencapai tujuan dan bahkan komitmen yang diungkapkan benar-benar dilakukan, hal tersebut sesuai dengan penelitian Bono et al. (2009) yang memberi bukti empiris bahwa psikologi dalam executive coaching berperan penting dalam perubahan perilaku manajer sebagai sumber daya manusia di organisasi. Subjek mendapatkan sapaan dan pertanyaan dengan kata-kata proaktif dan empati yang meyakinkan sehingga memiliki kesan positif terhadap subjek tersebut. Kondisi ini menyebabkan proses sapaan/pertanyaan berfungsi dengan baik yaitu subjek memiliki motivasi, merasa terstimulus, tertantang untuk mengungkapkan ide-ide dan rencana menjalankan komitmennya sehingga mampu untuk meningkatkan kinerjanya. Subjek menjawab dengan semangat, smart dan mengarah pada solusi, hal tersebut terbukti dalam jangka waktu menjawab memiliki jeda yang pendek. Subjek merespon dengan cepat dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna semangat, jelas (tidak multi tafsir atau ambigu) subjek mengatakan bahwa perusahaan memiliki kepedulian kepada karyawan, merasa lebih diperhatikan, memberi semangat, dan motivasi. Hal tersebut sejalan dengan riset dari Gundersen, Hellesoy, dan Raeder (2012) bahwa tipe kepemimpinan transformasional di lingkungan kerja yang dinamis memberikan dampak kinerja yang efektif bagi karyawan dan efektivitas bagi organisasi. Kepala cabang di perusahaan otomotif sangat merasakan hasil dari executive

coaching terhadap para kepala penjualan di Indonesia.

(9)

113 proses executive coaching mampu memberikan kesadaran kepada para kepala penjualan untuk tidak fokus pada hal-hal yang terlihat saja namun juga memperhatikan mental dan spiritualnya. Hal itu terbukti para kepala penjualan semangat untuk mengikuti training-training yang diadakan, pengembangan knowledge manajemen dan mengadakan kegiatan-kegiatan kebersamaan diantara mereka dengan para tenaga penjualan.

Statistik 2015 tentang penjualan di Indonesia bahwa 44% dari tenaga penjualan menyerah setelah satu kali penolakan. Rata-rata salesman hanya melakukan 2 upaya follow up untuk menghubungi prospek. Sementara rata-rata untuk menghubungi prospek minimum 5 kali follow up baru akan terhubung. Setelah pertemuan pertama, 80% dari penjualan memerlukan 5

follow up. Penelitian menunjukkan bahwa 35-50% transaksi diberikan

kepada vendor yang merespon paling cepat. Jika tenaga penjualan menindaklanjuti permintaan dari website dalam waktu 5 menit, maka 9 kali lebih memberi kemungkinan closing. Jika 63% dari orang yang meminta informasi tentang perusahaan maka hari ini tidak akan membeli setidaknya tiga bulan dan 20% akan mengambil lebih dari 12 bulan untuk membeli. Dari 100% database hanya 25% dari data prospek yang sah, lengkap, dan dapat di

follow up. 50% dari lead, memang berkualitas tetapi belum siap untuk

(10)

114

memvisualisasikan strategi untuk mencapai goal tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Warrenfeltz (2000) bahwa keberadaan executive coaching mampu mendorong organisasi untuk lebih efisien dan efektif dalam pengelolaan sumber daya manusia.

(11)

115 gambaran akan masa depan organisasi dengan jelas dan kreatif hal tersebut akan membantu perusahaan bergerak lebih dinamis. Berdasarkan respon dari subjek, maka proses kepemimpinan transformasional berhasil. Subjek merespon sesuai dengan kalimat yang diberikan oleh coach. Ada perbedaan yang signifikan, yaitu pemimpin dengan tipe kepemimpinan transfor-masional, para subjeknya menjawab dengan penjelasan yaitu berupa proses dan rencana tindakan. Subjek menjelaskan dengan antusias, dan menunjukkan action plan-nya, bahkan jawabannya rinci, kalaupun singkat tetapi jelas dan padat. Evaluasi yang dipaparkan semua mengatakan bahwa model pemimpin yang memiliki tipe transformasional memberikan manfaat dalam membuka paradigma, alternatif baru, mengingatkan, memberdaya-kan, mengoptimalkan cara berpikir, bertindak dan menambah semangat dalam melakukan penjualan.

Dalam berbagai literatur bahwa tipe kepemimpinan memiliki pengaruh dalam kepemimpinan. Jika seseorang dapat meningkatkan pengaruhnya dalam diri orang lain, maka dapat memimpin dengan lebih efektif. Kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan jabatan. Kepemimpinan yang baik bukan mengenai pengembangan diri sendiri, melainkan mengenai pengembangan tim dan bahkan mampu menciptakan pemimpin baru. Memimpin orang lain dengan baik dan membantu anggota tim menjadi pemimpin yang efektif, berdampak pada karier bawahan menjadi sukses.

(12)

116

mengembangkan pengaruh dalam diri orang tersebut. Seorang pemimpin dapat menyukai orang lain tanpa memimpin, namun pemimpin tidak dapat memimpin orang lain dengan baik jika pemimpin tidak menyukai orang-orang tersebut. Para pemimpin yang baik tidak hanya sekedar menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, pemimpin bisa menjadi orang yang mendorong terjadinya perubahan. Para pemimpin menjadi besar bukan karena kekuasaan, melainkan karena kemampuan memberdayakan orang lain Seseorang yang penuh rasa hormat, menyenangkan, dan produktif dapat memberikan pengaruh besar dalam diri orang lain dan memperoleh pengikut dengan sangat mudah. Hal tersebut sangat nampak dalam relasi antara pemimpin transformasional yang mampu mendorong suatu perubahan perilaku terhadap timnya dan semakin besar perubahannya bahkan melampaui harapan ketika menggunakan teknik executive coaching.

Executive coaching suatu keterampilan dan harus bersinergi dengan

kepemimpinan yang memiliki integritas dalam praktiknya. Budaya yang terbangun sangatlah memengaruhi praktik executive coaching di perusahaan yang diteliti membuat sinergi antara executive coaching, kepemimpinan, dan budaya. Integritas dan kejujuran tidak hanya berkaitan dengan material, namun juga berkaitan dengan time management. Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memerhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Kerja keras dapat diartikan bekerja mempunyai sifat yang bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Pemimpin dapat memanfaatkan waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapainya. Pemimpin sangat bersemangat dan berusaha keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal.

Pemimpin perusahaan yang mampu menyelaraskan antara executive

coaching, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi mendapatkan

(13)

117 pada perbaikan-perbaikan terus menerus, membuahkan inovasi-inovasi baru. Hubungan antara pimpinan sangat terbuka, dari desain ruangan saja antardireksi tidak ada sekat, para chief executive officer dan kepala divisi menempati ruang kaca, dan kapanpun bisa ditemui untuk berdiskusi. Seperti tidak ada jarak antara karyawan dengan para pimpinan. Kenyataannya budaya coaching mulai bertumbuh bahkan tidak lagi satu tahun pimpinan menjalankan executive

coaching dua kali, kapan saja karyawan dapat datang untuk mendapatkan

coaching dengan atasannya. Secara perlahan budaya coaching mulai

terimplementasikan dan pimpinan tidak lagi memanggil karyawan untuk

dicoaching, melainkan karyawan aktif minta dicoaching jika mengalami

kesulitan atau ingin meningkatkan performance nya.

Program executive coaching membantu membangun perilaku/ habit baru di dalam organisasi dan membawa organisasi kepada sustainable

superior performances. Sebagai pemimpin membantu pemimpin lain dalam

memimpin proses yang membuat tim dan organisasi mampu mencapai hasil yang hebat dan belum pernah dicapai sebelumnya. Executive coaching membantu mengarahkan dan mengubah cara pemimpin dalam memimpin untuk mengikut sertakan timnya, supaya mampu meningkatkan hasil yang dicapai. Sebagai individu mengerti apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan bersama, menjadi karyawan yang lebih produktif dengan fokus kepada pekerjaan yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Belajar menggunakan proses dan sistem untuk fokus kepada pencapaian tujuan, membawa ide baru yang lebih baik kepada tim dan organisasi sehingga terjadi proses perbaikan secara terus menerus.

5.3 Pembahasan Hipotesis 3

(14)

118

Hasil hipotesis 3 yaitu tipe kepemimpinan transaksional dengan

executive coaching memiliki dampak terhadap taktik pengaruh proaktif

dalam dimensi rationalpersuasion dan inspirational appeal. Hal ini menarik karena keselarasan dua keterampilan tersebut tidaklah mudah untuk dipraktikkan. Dimensi rational persuasion memiliki lonjakan yang sangat signifikan dari 73.96 (tinggi) setelah dilakukan executive coaching menjadi 80.83 (tinggi) hal ini disebabkan bahwa prinsip coaching adalah memberikan kesempatan kepada coachee memberdayakan diri dan tugas coach menggali pikiran coachee untuk menemukan alternatif-alternatif baru, sehingga kemampuan coachee menggunakan argumen yang logis mengalami kenaikan dari sedang ke tinggi. Coach berhasil mengeksplorasi pikiran coachee sehingga ide-idenya yang dituangkan dalam action plan benar-benar masuk akal, relevan dan mampu mencapai tujuan. Seorang pemimpin tipe transaksional menekankan pada kebutuhan fisik yang terwarnai dalam proses tawar menawar antara atasan dan bawahan, sehingg sangat logis jika dimensi ini awalnya sudah tinggi dan dilakukan coaching dengan nuansa tekanan yang diwujudkan dalam tulisan yang berbentuk kapital. Dimensi

inspirational appeal meski naik dari 72.92 menjadi 80.42 namun masih

dalam range yang sama yaitu tinggi. Hal ini terjadi karena tipikal seorang pemimpin transaksional menekankan pada bawahan yang mampu meminimalkan kesalahan sehingga memfokuskan pada membandingkan nilai–nilai orang tersebut dan cita-cita untuk membangkitkan emosi agar mendapatkan komitmen untuk mencapai target yang ditentukan. Sedangkan dimensi consultation dan collaboration tidak berubah meskipun

mendapat-kan executive coaching. Hal ini dimungkinkan karena tuntutan yang tinggi

(15)

119 Temuan penelitian menunjukkan bahwa subjek mengalami tekanan dikarenakan proses pertanyaan selalu menekankan hasil yaitu delivery order ataupun surat pemesanan kendaraan. Tekanan tersebut ditambah dengan tulisan yang menggunakan huruf kapital. Subjek merasa pemimpin tidak sopan, sedang dalam kondisi marah, tidak menghargai usahanya, mengajak konfrontatif sehingga menganggap sapaan ini hanyalah sebagai reminder atau pengingat bahwa memiliki target, bahkan mendesak untuk menyelesaikan target. Selain hal itu, subjek merasakan tidak adanya perubahan perilaku yaitu ketika melakukan keputusan yang berkaitan dengan strategi taktik pengaruh proaktif dari menggunakan argumen logis dan bukti faktual yang menunjukkan bahwa permintaan layak dan relevan untuk kepentingan dalam mencapai tujuan (rational persuasion).

(16)

120

kapital ingin menunjukkan apa yang ditulis adalah penting, penulisnya emosional dan di sisi lain memiliki percaya diri yang kurang.

Penelitian ini diperkuat oleh teori pertukaran nilai yang dikemukan Molm dan Cook (1992) bahwa seseorang dalam hal transaksional memiliki tiga atribut yaitu mengenau hubungan kekuasaan dan ketergantungan, keperilakuan yang didasarkan keuntungan dan kerugian, serta dipengaruhi oleh perubahan struktur sosial. Sangat wajar menilik teori Homans (1967) bahwa sikap orang yang melakukan transaksi adalah berdasarkan ganjaran dan hukuman, sehingga sikap individualisme terus terpupuk dan keperilakuan konsultasi dan kolaborasi menjadi hilang dan tidak dibutuhkan.

5.4 Pembahasan Hipotesis 4

Hasil pengujian taktik pengaruh proaktif kepala penjualan dengan tipe kepemimpinan transformasional yang mendapatkan executive coaching lebih baik dibandingkan taktik pengaruh proaktif kepala penjualan dengan tipe kepemimpinan transaksional dengan executive coaching melalui pengujian komparatif dengan Uji Independent Sample t-Test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dimana nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe kepemimpinan trasnformasional dengan executive coaching secara statistik terbukti memiliki perbedaan dengan tipe kepemimpinan transaksional dengan

executive coaching.

Pada analisis deskriptif diperoleh nilai rerata untuk kepemimpinan transformasional dengan executive coaching sebesar 79,95 dan kepemimpinan transaksional dengan executive coaching sebesar 69,88. Artinya, Executive Coaching lebih efektif bila diberikan pada tipe kepemimpinan transformasional dibandingkan dengan tipe kepemimpinan transaksional.

(17)

121 kepemimpinan transformasional, memiliki pengaruh lebih baik terhadap strategi taktik pengaruh proaktif dibanding dengan mendapatkan coaching dengan tipe kepemimpinan transaksional. Temuan penelitian menunjukkan

coachee yang diberikan coaching dengan pemimpin transformasional

mengalami perubahan perilaku yaitu mampu melakukan komunikasi dengan baik, nampak melakukan bentuk konsultasi secara intensif dengan pimpinan untuk mendapatkan solusi.

Coaching bagaikan jembatan yang menghubungkan antara bawahan

dan atasan sehingga saling percaya, saling memiliki keterikatan, serta mengantar pada satu tujuan. Coachee benar-benar menunjukkan proses yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan bahkan komitmen yang diungkapkan benar-benar dilakukan. Subjek diberikan virtual coaching dengan metode

coaching pemimpin transformasional dengan menggunakan kata-kata

proaktif dan empati yang meyakinkan sehingga memiliki kesan positif terhadap subjek terebut, kondisi ini menyebabkan proses coaching berjalan dengan baik yaitu mendapatkan komitmen dari para coachee. Dalam proses ini terdapat sebuah perubahan dari see (paradigm) yaitu para coachee melihat dan merasakan atas komunikasi yang diberikan oleh pimpinan, membuat mereka merubah peta pikiran terhadap pimpinan maupun pekerjaannya. Perubahan peta pikir itulah membuat do (behavior )-melakukan suatu tindakan atau perilaku berdasarkan peta pikir yang baru. Perilaku yang baru yaitu menggunakan model konsultatif untuk mencapai tujuan sehingga memasuki tahap get (result), yaitu hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dalam konsep ini dipahami bahwa antara coach dan coachee membutuhkan trust yang singkatannya truth,

responsibility, uniqueness, self control dan time (pramudianto, 2015)

sehingga keduanya saling jujur dalam mengemukakan tujuan yang mau dicapai, saling bertanggungjawab dalam merespon, coach menempatkan

coachee sebagai pribadi yang unik, mampu mengontrol emosi sehingga

(18)

122

momentum membantu coache menemukan solusi dan action plan dengan tepat sehingga mempercepat pencapaian dan bahkan capaian melebihi harapan yang telah ditargetkan.

Hasil dari executive coaching yang memiliki tipe kepemimpinan transformasional memiliki dampak yang luar biasa karena dari 24 subjek atau kepala penjualan pada tahun 2015 dan 2016 sebagian besar diangkat menjadi kepala cabang sisanya pindah pekerjaan dan masih menjadi kepala penjualan senior. Sedangkan dari 24 subjek atau kepala penjualan tipe kepemimpinan transaksional pada tahun 2015 dan 2016 akhir hanya sedikit yang menjadi kepala cabang dan sebagian besar keluar dari pekerjaan.

Hal ini menunjukkan bahwa executive coaching dengan kepemimpinan transformasional membuka peluang keterbukaan antara pemimpin dengan bawahannya. Keterbukaan ini membawa dampak hubungan antara pemimpin dan bawahan lebih harmonis sehingga meminimalkan pemimpin terlambat mendapatkan informasi dan bahkan pemimpin mampu melakukan tracking terhadap proses performance anak buahnya. Trust menjadi sesuatu yang vital dalam proses coaching. Coachee memiliki trust kepada coach, karena ada dua elemen yang penting yaitu kompetensi dan karakter.

Kondisi sebaliknya terjadi pada coaching dengan tipe kepemimpinan transaksional, temuan penelitian menunjukkan bahwa coachee mengalami tekanan dikarenakan proses coaching selalu menekankan hasil yaitu delivery

order ataupun surat pemesanan kendaraan. Tekanan tersebut ditambah

dengan tulisan yang menggunakan huruf kapital. Coachee merasa coach tidak sopan, sedang dalam kondisi marah, sehingga menganggap coaching ini hanyalah sebagai reminder atau pengingat memiliki target. Selain hal itu,

coachee merasakan tidak adanya perubahan perilaku yaitu ketika melakukan

(19)

123

(rational persuasion). Bahkan dalam penilaian coachee terhadap

consultation, yaitu meminta orang untuk memberi saran perbaikan atau

membantu merencanakan kegiatan atau perubahan yang diajukan untuk mendukung tujuan yang diinginkan menjadi minus (-). Hal ini dapat disimpulkan bahwa coachee mengalami penurunan kepercayaan kepada

coach atau atasannya yang menggunakan tipe kepemimpinan transaksional.

Bahwa kepercayaan adalah pelumas yang memungkinkan organisasi berjalan sehingga jika dalam organisasi tidak ada pelumas, maka hubungan satu dengan yang lain tidak akan terjadi hubungan yang harmonis. Bagaikan masyarakat yang dikenai pajak, namun tidak tahu pajak itu digunakan untuk apa. Hubungan pimpinan dan bawahan terjadi hanya karena jabatan, bukan karena saling percaya dan yang terjadi satu dengan yang lain hanya saling mencurigai.

Temuan ini mengkonfirmasi temuan-temuan penelitian sebelumnya Sherman dan Freas (2004), tujuan executive coaching adalah untuk menghasilkan pembelajaran, perubahan perilaku, pertumbuhan coachee dan Northouse (2001) menekankan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu proses yang mengubah dan menstransformasi individu. Kepemimpinan transaksional menurut Burns (1978) merupakan hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar antarkeduanya dan memiliki karakteristik contingent reward

dan management by-exception. Hal tersebut tampak dalam percakapan antara

coach dan coachee dengan perbedaan tipe kepemimpinan.

Coachee yang memiliki trust kepada atasannya mampu melakukan

transformasi diri, bagaikan dari ulat, kepompong sampai kupu-kupu yang mampu terbang dengan keindahannya. Coachee tahu apa yang mesti dijalankan, mampu membangun motivasi dirinya dan timnya. Ungkapan-ungkapannya menunjukkan selalu bersama dengan timnya untuk bergerak ke depan, target bukanlah tujuan, melainkan perubahan perilaku sebagai lead

(20)

124

Egan (2013) menyatakan bahwa riset executive coaching berpotensi untuk dikembangkan dengan mencermati agenda riset Feldman dan Lankau (2005) serta Joo (2005) bahwa coachee dapat meningkatkan self-ratings dalam mencapai tujuan dengan mengembangkan relasi dalam executive

coaching. Media coaching yang selama ini dilakukan dengan tatap muka dan

media telepon memberi hasil peningkatan kinerja (Niemenien et al. 2013; Kochnowski et al. 2010). Riset terkini yaitu Ghods dan Boyce (2013) dan Filsinger et al. (2014) memberi bukti empiris bahwa executive coaching bisa dilakukan berbantuan perangkat virtual. Pengembangan riset coaching berbasis elektronik (e-coaching) dengan telepon dilakukan oleh Filsinger et al. (2014). Pelaksanaan coaching dengan menggunakan perangkat email merupakan salah satu bagian berbasis elektronik atau virtual coaching. Seifert et al. (2003) menemukan bahwa umpan balik melalui sebuah lokakarya meningkatkan penggunaan dua taktik inti (consultation dan

collaboration) oleh manajer dalam upaya memengaruhi dengan bawahan.

Hal tersebut tampak dalam pelaksanaan executive coaching dengan menggunakan kepemimpinan transformasional meningkatkan penggunaan taktik konsultasi.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis 4 didukung oleh bukti empiris dalam penelitian ini. Bahwa multisource feedback, keberadaan

executive coaching dengan tipe kepemimpinan transformasional akan

(21)

125 dengan cepat dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna semangat, subjek mengatakan bahwa perusahaan memiliki kepedulian kepada karyawan, merasa lebih diperhatikan, memberi semangat dan motivasi. Subjek memiliki daya kreatif yang lebih karena dengan sapaan tersebut memberikan ide-ide untuk mencapai tujuan dan bahkan perencanaan yang telah disusun dengan detail untuk mempermudah dalam menjalankan inisiatif tersebut. Implementasi yang dilakukan subjek menjadi menarik dan dinamis.

Temuan ini mengkonfirmasi temuan-temuan penelitian sebelumnya Seifert (2003) bahwa pendekatan executive coaching sangat efektif untuk meningkatkan kinerja dan sejalan riset dari Nieminen et al (2013) yang menunjukkan bahwa peratingan kepemimpinan secara rata-rata lebih baik pada manajer dengan executive coaching daripada manajer tanpa executive coaching.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa executive coaching dengan tipe kepemimpinan tertentu merupakan perpaduan teknik pengembangan sumber daya manusia yang memiliki orientasi ke depan. Peningkatan performa sumber daya manusia, mampu dimaksimalkan sehingga kontribusi terhadap perusahaan semakin besar dan berdampak pada produktivitas menjadi maksimal. Dalam penelitian ini yang memiliki dampak besar dalam executive coaching adalah pimpinan yang memiliki tipe kepemimpinan transformasional.

(22)

126

hasilnya sangat luar biasa. Tantangannya adalah para pimpinan di bidang penjualan sebagian terbiasa dengan kepemimpinan transaksional karena terbentuk pada kondisi yang tertekan oleh target semasa menjadi tenaga penjualan. Mengubah paradigma itulah perusahaan melakukan berbagai pelatihan tentang mindset, change management, dan yang lain.

Hasil penelitian ini mengukuhkan bagi perusahaan terhadap apa yang dilakukan saat ini benar, bagian sumber daya manusia tinggal melanjutkan proses dan selalu melakukan perbaikan-perbaikan. Setiap langkah selalu menggunakan proses Plan Do Check Action, sehingga memudahkan pelaksanaan tracking setiap kegiatan. Hal ini sudah menjadi siklus

Performance Management Process di perusahaan yang meliputi Planning

(goal setting) – Managing (performance monitoring, cotinuous feedback,

Referensi

Dokumen terkait

Angket Penyediaan Informasi untuk website UNY Berbahasa Inggris Website UNY berbahasa Inggris menyediakan informasi bagi calon mitra atau mitra mancanegara tentang

at slaughter houses which are then matured IVM and fertilized IVF in the laboratory. Success in IVP has stimulated increased research in other areas that can be enhanced by

Thus, although some distortion is observed in the fixed-wing platform, the image blur is of similar size for both systems.. On the left bright sand is visible as well, however this

Bagaimana cara mencegah agar tubuh kita tidak terinfeksi penyakit cacing jenis ini.. Adakah manfaat cacing pita

The distance b between a virtual main lens image point and the MLA can be calculated based on its projection in two or more micro images..

Sedangkan sifat non logam berhubungan dengan kecenderungan suatu atom untuk menerima elektron atau menjadi bermuatan negatif (membentuk anion).. Dalam sistem

Therefore, the aim of the global half-space adjustment is to adjust the half-spaces of building components in order to ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and

Dalam perkataaan lain, akomodasi juga dikenali sebagai situasi menang-menang (win-win situation) di mana kedua-dua pihak yang bertentangan pendapat atau matlamat akan