• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Magang Bea Cukai (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Magang Bea Cukai (1)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu “Untuk melindungi segenp bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk merealisasikan perlu diambil usaha-usaha nyata yang tidak lain adalah pembangunan nasional yang menyangkut semua aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan seluruh kehidupan bangsa dan Negara yang mana oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat digariskan dalam GBHN untuk dilaksanakan oleh Pemerintah.

Pelaksanaan tugas pembangunan tersebut pemerintah membutuhkan dana yang cukup besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga sumber pendapatan yang harus digerakkan dan sedapat mungkin menggali potensi sumber-sumber pendapatan baru baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan pembangunan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut harus dilakukan berdasarkan suatu kerja yang lengkap disertai dengan rencana keuangan atau rencana kerja yang telah diperhitungkan yang lebih dikenal dengan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dan didalam APBN terkandung perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk memenuhi pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada pemerintah. Pendapatan dan Hibah disusun sebagai berikut :

I. Penerimaan Dalam Negeri I.1. Penerimaan Perpajakan

I.1.1. Pajak penghasilan

 Migas

(2)

I.1.3. PBB dan BPHTB I.1.4. Cukai

I.2. Pajak Perdagangan Internasional I.2.1. Bea Masuk

I.2.2. Pajak Ekspor

Berdasarkan susunan tersebut di atas, nampak bahwa salah satu penerimaan dalam negeri yang berasal dari perpajakan, khususnya pajak perdagangan Internasional adalah Bea Masuk yang pelaksanaan pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu berupa penerimaan yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importer sehubungan dengan kegiatan memasukkan barang-barang ke dalam daerah pabean. Salah satu faktor yang menentukan penerimaan bea masuk di Indonesia adalah pengenaan pajak terhadap produk-produk impor. Peranan pajak terhadap perekonomian sangat penting karena berdasarkan pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 bahwa pajak dipungut pengusaha berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa koletif untuk mencapai kesjahteraan umum. Pengenaan tariff bea masuk terhadap barang-barang impor bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri, meningkatkan daya saing industri dalam negeri serta mendorong investasi.

Mengingat besarnya peranan bea masuk untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pungutan pajak atas barang-barang impor, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I”

B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG 1. Tujuan Umum

a. Sebagai sarana untuk membandingkan dan mengaplikasikan teori yang di dapat di bangku kuliah dengan Kuliah lapangan

(3)

c. Sebagai pengalaman kerja dan bekal pengetahuan bagi penulis dalam kegiatan masyarakat lainnya.

d. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa atas disiplin ilmu yang ditekuni melalui tambahan keterampilan, wawasan, dan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan KKN / Magang.

2. Tujuan Khusus

a. Melatih kemampua berfikir secara rasional dalam menghadapi permasalahan di Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I, khususnya permasalahan di bidang prosedur penarikan bea masuk.

b. Peserta magang dapat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I, Khususnya bidang Keberatan dan Banding

c. Dapat menambah wawasan praktis yang terdapat pada institusi sehingga peserta magang mendapatkan gambaran realitas kerja yang sesungguhnya dari teori-teori yang diserap selama mengikuti perkuliahan.

C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG 1. Bagi Mahasiswa

a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan selama melaksanakan kegiatan magang di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I

b. Melatih dan menambah pengalaman mengenai dunia kerja.

c. Meningkatkan dan memperdalam kualitas ketrampilan, daya kreativitas dan kemampuan pribadi.

(4)

2. Bagi Fakultas

a. Sebagai masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana kesesuaian kurikulum pendidikan yang telah diterapkan dengan kebutuhan tenaga kerja yang terampil di bidangnya.

b. Membantu dunia pendidikan agar dapat menciptakan mahasiswa yang professional, berkualitas dan berdisiplin tinggi.

3. Bagi Instansi

a. Membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehari-hari di instansi tempat magang.

b. Institusi mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah dikenal mutu dan kredibilitasnya.

(5)

BAB II

RENCANA KEGIATAN

A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Magang ini dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tepatnya berada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I, yang beralamatkan di Jalan Bandara Juanda 39, Semambung, Sidoarjo. Sebelum kegiatan magang dilakukan, ada beberapa ketentuan dan peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan magang, ketentuan dan peraturan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Kepegawaian kepada calon pelaksana kegiatan magang. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam pelaksanaan magang calon pelaksana magang dapat menjalankan tugas masing-masing dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa tata tertib dan peraturan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I untuk calon pelaksana magang dalam pelaksanaan magang adalah sebagai berikut:

1. Dating tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan yaitu pukul 08.00 s.d 17.00 WIB setiap hari senin s.d kamis sedangkan waktu istirahat mulai pukul 12.00 – 13.00 WIB sedangkan hari jumat 07.00 s.d 17.00 WIB (diawali dengan senam pagi) waktu istirahat mulai pukul 11.00 – 13.00 WIB

2. Berperilaku sopan dan santung terhadap seluruh pegawai.

3. Memberitahukan kepada bidang Kepegawaian apabila berhalangan hadir atau meninggalkan tempat magang.

4. Bertanggung jawab atas setiap tugas yang diberikan, kreatif, jujur terhadap tugas yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan magang.

5. Menjaga kebersihan selama dikantor

(6)

7. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan magang peserta magang mengalami kesulitan, diharapkan untuk dapat bertanya kepada staf yang bersangkutan.

B. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam menyusun laporan Magang ini yaitu: a. Observasi

Metode pengumpulan data dengan cara terlibat langsung pada kegiatan yang dilakukan Dinas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I yang bersangkutan untuk melihat dan mengetahui berbagai fenomena yang akan dihadapi dalam melaksanakan Kegiatan Magang.

b. Interview / Wawancara

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan karyawan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi yang bermanfaat bagi penyusunan laporan magang.

c. Data Sekunder

Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Dalam hal ini kami mengadakan pencatatan pada hal-hal penting serta pengambilan data yang berhubungan dengan judul Laporan kegiatan Magang.

C. Jadwal pelaksanaan

(7)

D. Pembagian Kerja

(8)

BAB III HASIL KEGIATAN

A. Gambaran Umum Lokasi Magang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah salah satu direktorat yang berada dibawah naungan Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas:

1. Melayani dan mengawasi lalu lintas barang yang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia.

2. Menghimpun penerimaan negara berupa bea masuk dab cukai serta pungutan negara lainnya.

Kedua tugas tersebut di atas dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa fungsi, yaitu:

1. Revenue Collector, yaitu sebagai institusi pemungut penerimaan negara dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor serta mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran penerimaan negara. 2. Industrial Assistance, yaitu member dukungan kepada industry dalam

negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional.

3. Trade Facilitator, yaitu sebagai institusi yang memberikan fasilitas perdagangan melalui berbagai upaya dengan tujuan untuk meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen, menekan biaya ekonomi yang tinggi, serta menciptakan iklim perdagangan yang kondusif guna mendorong peningkatan daya saing perekonomian nasional maupun internasional.

(9)

B. Sejarah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya sangat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting pada suatu negara.

Bea dan Cukai (selanjutnya kita sebut Bea Cukai) merupakan institusi global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah ada sepanjang masa sejarah negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu, namun belum ditemukan bukti-bukti tertulis yang kuat. Kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat “lokal” sesuai wilayah kerajaannya. Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai mulai terlembagakan secara “nasional”. Pada masa Hindia Belanda tersebut, masuk pula istilah douane untuk menyebut petugas Bea Cukai (istilah ini acapkali masih melekat sampai saat ini). Nama resmi Bea Cukai pada masa Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/ cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.

(10)

cukai saja. Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada tanggal 01 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu Menteri Muda Keuangan, Sjafrudin Prawiranegara, menunjuk R.A Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Jika ditanya kapan hari lahir Bea Cukai Indonesia, maka 1 Oktober 1946 dapat dipandang sebagai tanggal yang tepat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai, yang bertahan sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang, namanya menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

C. Visi dan Misi

1. Visi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:

Menjadi Institusi Kepabeanan dan Cukai Terkemuka di Dunia. Visi DJBC mencerminkan cita-cita tertinggi DJBC dengan lebih baik melalui penetapan target yang menantang dan secara terus-menerus terpelihara di masa depan.

2. Misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu:

 Kami memfasilitasi perdagangan dan industri;

 Kami menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat Indonesia dari penyelundupan dan perdagangan illegal; dan

 Kami optimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai. Misi ini merupakan langkah spesifik yang harus dikerjakan DJBC demi tercapainya visi DJBC. peran serta secara keseluruhan terkait dengan besaran perdagangan, keamanan dan penerimaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

(11)

a. Bea Masuk b. Bea Keluar c. Cukai d. PPN e. PPnBM f. PPh Pasal 22

E. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Guna kelancaran seluruh aktivitas pelayanan dalam rangka mencapai tujuan Organisai, maka perlu adanya sebuah struktur organisasi. Struktur organisasi ini sebagai sarana untuk mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan sehingga dapat diperoleh kepemimpinan yang efektif. Agar kepemimpinan bisa berjalan secara efektif maka dibutuhkan batasan-batasan wewenang bagi pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan sebuah bagan struktur organisasi yang jelas untuk menjabarkan tugas, wewenang, serta tanggungjawab dari masing-masing bagian atau divisi sehingga tidak terjadi kerancuan. Struktur Organisasi pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I kami lampirkan pada daftar lampiran. (lampiran 2)

F. Bentuk – Bentuk Dukungan

Ketika kegiatan Magang ini dilaksanakan, begitu banyak pihak yang ikut membantu dalam memberikan dukungan, terutama dukungan dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I. Adapun bentuk-bentuk dukungan yang ada dalam pelaksanaan Magang dengan judul laporan “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I” adalah sebagai berikut:

(12)

5. Adanya perhatian, dukungan serta bimbingan dari para pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I sehingga peserta Magang memperoleh banyak manfaat positif dari kegiatan ini. 6. Memperoleh kesempatan untuk melakukan aplikasi langsung di

dunia kerja, sehingga jika suatu saat mahasiswa lulus dari bangku perkuliahan tidak buta dengan dunia kerja dan sedikit mendapat gambaran tentang dunia kerja.

7. Terciptanya suasana kerja yang kompak dan nyaman, sehingga dapat dijadikan contoh mahasiswa untuk menghadapi persaingan dunia kerja nantinya.

G. Hambatan-Hambatan

Selain dukungan yang diberikan kami juga mengalami hambatan-hambatan. Adapun hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan Magang dengan judul laporan “Prosedur Penarikan Bea Masuk Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur I” adalah sebagai berikut:

1. Penempatan pelaksanaan kegiatan magang pada bidang yang kurang sesuai dengan judul yang diangkat pada laporan magang, sehingga sulit untuk membagi waktu antara melakukan tugas yang diberikan selama magang dengan mengumpulkan data yang sesuai untuk laporan Magang/KKN.

2. Waktu pelaksanaan kegiatan magang yang sangat terbatas membuat kami belum merasakan bekerja atau mengetahui suasana kerja di semua divisi/bagian yang ada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I akibat keterbatasan waktu.

(13)

H. Prosedur Penarikan Bea Masuk Terhadap Barang Impor Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor

1. Kedatangan Sarana Pengangkut, Pembongkaran dan Penimbunanan Barang Impor

1.1. Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP)

Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor dan/atau barang ekspor wajib menyerahkan pemberitahuan berupa BKSP kepada pejabat bea dan cukai di setiap kantor pabean yang akan disinggahi. RKSP wajib disampaikan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut darat. Saat kedatangan sarana pengangkut adalah:

a. Untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana pengangkut tersebut memasuki kawasan perairan di pelabuhan b. Untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana

pengangkut tersebut mendarat di landasan bardar udara.

c. Untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana pengangkut tersebut tiba di Kantor Pabean tempat pemasukan.

1.2. Kedatangan Sarana Pengangkut

Pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dalam daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest kepada pejabat di kantor pabean sebelum melakukan pembongkaran.

(14)

1.3. Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor

Pembongkaran barang impor dilaksanakan di kawasan pabean atau tempat lain setelah mendapatkan ijin dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya. Paling lama 12 jam setelah selesai pembongkaran barang impor, pengangkut wajib menyampaikan daftar kemasan atau petikemas atau jumlahbarang curah yang telah dibongkar kepada Pejabat di Kantor Pabean. Penyerahan pemberitahuan dimaksud dilakukan secara manual atau melaui media elektronik.

Pengangkut yang tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kelebihan bongkar atas jumlah kemasan atau petikemas atau barang curah yang diberitahukan, diwajibkan untuk melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang seharusnya dibayar berikut sanksi administrasi berupa denda. Sebaliknya pengankut yang tidak dapat mempertanggungjawabkan kelebihan bongkar atau jumlah kemasan atau petikemas atau barang curah yang diberitahukan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda.

2. Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai 2.1. Pemberitahuan Impor Barang

PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai. Importir dapat melakukan perubahan atau kesalahan data PIB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. Importir wajib melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pelayanan PIB melalui Bank Devisa Persepsi, pos persepsi, atau Kantor Pabean paling lambat pada penyampaian PIB.

(15)

Jasa Kepabeanan (PPJK). PPJK adalah badan usaha yang melakukan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas nama importir.

a. Cara Penyampaian PIB

Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap pengimpor setelah pengangkut menyampaiakan pemberitahuan pabean mengenai barang yang akan diangkut (BC 1.1). PIB disampaikan dalam data elektronik, yaitu disampaikan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE)/ Elektronik Data Interchance (EDI). EDI/PDE adalah alur informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan standar yang disepakati bersama.

b. Pembayaran Bea Masuk dan PDRI

Khusus importisasi di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan, pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan sebagaimana dimaksud pada Bank Devisa Presepsi atau Pos Presepsi yang terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Surat Setora Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP). SSPCP yang disampaikan ke Kantor Pabean harus mencantumkan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) dan/atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTB / NTP / NTPN dimaksud atas PIB yang didaftarkan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kebapeanan disampaikan secara elektronik oleh Bank Devisa Presepsi atau Pos Presepsi ke Kantor Pabean.

c. Nilai Pabean, NDPBM, Penetapan Tarif dan Perhitungan Bea Masuk

1. Nilai pabean

(16)

2. Penerapan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM)

Untuk perhitungan bea masuk dan PDRI, dipergunakan NDPBM. Nilai tukar mata uang yang dipergnakan sebagai NDPBM adalahditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan secara berkala (satu minggu sekali).

3. Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor

Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor untuk perhitungan bea masuk dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Apabila terjadi perubahan ketentuan di bidang impor yang berakibat pembebanan menjadi berbeda dengan BTKI, maka berlaku ketentuan perhtungan yang baru.

4. Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI

Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut :

i. Untuk tarif advolorum :

Bea masuk = nilai pabean X NDPBM X pembepanan bea masuk.

ii. Untuk tarif spesifik :

Bea masuk = jumlah satuan barang X pembebanan bea masuk per satuan barang. PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar, dihitung dengan cara sebagai berikut :

i. PPN = %PPN X (nilai pabean + bea masuk + cukai)

ii. PPnBM = %PPnBM X (nilai pabean + bea masuk + cukai)

(17)

d. Pemeriksaan Pabean dan Penetapan Jalur Pemeriksaan Pabean Secara Selektif

Barang Impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen resiko, meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan barang secara fisik. Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif, maka ditetapkan jalur pengeluaran yaitu sebagai berikut :

i. Jalur Merah

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbiran SPPB.

Importir yang barang impornya ditetapkan melalui jalur merah wajib :

 Menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap pabean, dan SSPCP, dalam hal PIB disampaikan dengan menggukanan sistem PDE Kepabeanan.

 Menyiapkan barang untuk diperiksa.

 Hadir dalam pemeriksaan fisik, dengan jangka waktu paling lama 3 hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).

ii. Jalur Kuning (Jalur Merah Bersyarat)

adalah bentuk Jalur Hijau karena sesuatu hal (ada nota intelijen atau perintah pemeriksaan random komputer) menjadi Jalur Merah Bersyarat atau Jalur Kuning adalah perlakuan pabean atas Pemberitahuan Impor Barang (PIB) karena memenuhi kriteria yaitu

 Uraian jenis barang jelas dan spesifik

 Karena spesifik, klasifikasi tarif benar

(18)

 Tidak ada atau ada nota intelijen

 Ada perintah pemeriksaan random/acak oleh komputer atau Importir baru atau Importir mempunyai reputasi (track record) yang kurang baik (jelek)

iii. Jalur Hijau

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

iv. Jalur MITA Prioritas

Jalur MITA atau Jalur Prioritas diperuntukkan bagi Mitra Utama (MITA) yaitu importir, direksi dan ditetapkan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal. Jalur MITA Prioritas yaitu mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh Importir Jalur Prioritas dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.

3. Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor

Tata Kerja Penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan melalui Sister Kepabeanan:

3.1. Pendaftaran PIB

1. Importir mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan program aplikasi PIB. Yang didasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap pabean.

2. Importir melakukan pembayaran bea masuk, PDRI, dan PNBP melalui Bank Devisa Presepsi / Pos Presepsi yang telah terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan.

3. Importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) di kantor Pabean.

(19)

5. SKP di Kantor Pabean menerima data PIB dan melakukan penelitian ada atau tidaknya pemblokiran Importir dan PPJK. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan Importir diblokir, SKP menerbitkan respon penolakan.

6. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan importir tidak diblokir, maka SKP melakukan penelitian data PIB yang meliputi:

 Kelengkapan pengisian data PIB

 Pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI

 Pembayaran PNBP

 Nomor dan tanggal pengajuan

 Kesesuaian PIB dengan BC 1.1

 Kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM

 Importir memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) Setelah pengisian data PIB telah sesuai, maka selanjutnya SKP meneruskan data PIB yang memerlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan ketentuan larangan / pembatasan kepada Pejabat yang menangani penelitian data PIB tidak sesuai, maka SKP mengirim respon penolakan dan kemudian importir melakukan perbaikan data PIB sesuai respon penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki.

3.2. Sistem Pelayanan Impor

1. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur Merah:

a. SKP mengirim respon SPJM kepada Importir serta meminta hasil cetak PIB, dokumen pelengkap pabean, dan dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai. b. Importir menerima respon SPJM dan menyerahkan hasil

(20)

pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen melalui Pejabat Penerima Dokumen paling lambat 3 hari kerja setelah tanggal SPJM.

c. Jika hasil pemeriksaan fisik serta penelitian tarif dan nilai pabean menunjukkan kesamaan dengan pemberitahuan, maka Bea Masuk dan PDRI, dan sanksi administrasi telah dilunasi, dan ketentuan larangan / pembatasan telah dipatuhi, maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan SPPB.

d. Namun, jika hasil penelitian menunjukkan ketidak sesuaian serta tidak ada tindak lanjut dari unit pengawasan, maka Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan / pembatasan. Kemudian SKP mengirimkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) kepada importir jika terdapat kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, dan Pejabat Pemeriksa dokumen menerbitkan Nota Pemberitahuan Barang Larangan (NPBL) jika ditemukan barang yang terkena ketentuan larangan / pembatasan. Selanjutnya importir menerima respon SPTNP dan NPBL, kemudian melakukan pelunasan pembayaran be masuk, PDRI dan sanksi administrasi serta menyerahkan persyaratan yang terkait dengan ketentuan larangan / pembatasan.

2. Pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau setelah melalui ”Pemindai Peti Kemas (Container Scanner)”. a. Sistem Komputer Pelayanan (SKP) mengirim respon

SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada importir. b. Importir menerima respon SPPB bertanda ”pemindai peti

(21)

c. Importir menyiapkan peti kemas untuk dilaksanakan pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.

d. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian terhadap Barang Impor dan melakukan penelitian terhadap tampilan hasil pemindaian.

e. Pejabar pemindai peti kemas menulis keputusan pada Laporan Hasil Analisis Tampilan (LHAT), merekamnya ke dalam SKP, serta menyampaikan kembali PIB, LHAT, dan SPPB bertanda ”pemindai peti kemas” kepada pejabat importir untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean. g. Apabila kesimpulan LHAT menunjukkan perlu

pemeriksaan fisik barang, maka:

 Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan instruksi pemeriksaan kepada Pejabat Pemeriksa Barang.

 Pejabat Pemeriksa Barang menerima instruksi pemeriksaan, LHAT, hasil cetak peti kemas, dan SPPB bertanda ”pemindai peti kemas”.

 Pejabat Pemeriksa Barang melakukan pemeriksaan fisik, membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik), serta membuat dan merekam Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang (LHP).

(22)

 Jika hasil penelitian telah sesuai, maka Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan catatan ”SETUJU KELUAR” pada SPP bertanda ”pemindai peti kemas”.

Pemindai peti kemas (container scanner) adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar gamma (Gamma Ray).

3.3. Pengeluaran Barang Impor

a. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.

b. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean oleh Importir berdasarkan SPPB.

c. Importir menerima SPPB yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.

d. Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.

4. Pungutan Dalam Rangka Impor 4.1. Bea Masuk

Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 yang dikenakan terhadap barang impor. Terdapat 2 cara menghitung Bea Masuk yaitu sebagai berikut :

1. Tarif Spesifik

Yaitu perhitungan bea masuk dengan cara mengalikan jumlah satuan barang tarif pembebanan bea masuk. Jenis barang impor yang dikenakan tarif spesifik ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Terdapat jenis barang yang ditetapkan tarif spesifik yaitu beras, gula, impor BKC dan film.

(23)

Impor Beras sebanyak 10.000Kg, (Bea Masuk Rp. 450/Kg), maka Bea Masuk yang wajib dibayar adalah 10.000 X Rp. 450 =

Rp.4.500.000,-2. Tarif Advalorum

Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% dari nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk. Dalam hal jenis valuta asing tidak diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang kurs pajak, NDPBM yang digunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank Indonesia.

Bea Masuk yang dibayar adalah hasil perkalian dari nilai pabean dengan presentase tarif pabean bea masuk sebagaimana tertera dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

Contoh :

Bahan baku obat berupa ampicillin trylidrate, dengan nilai CIF USD 10.000; diimpor dari India. Besarnya tarif Bea Masuk adalah 10%, NDPBM yang berlaku adalah USD 1 = 13.000 Jadi Bea Masuk yang wajib dibayar adalah:

10% X 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 13.000.000

CIF (cost Insurance Freight) adalah hasil penjumlahan antara nilai FOB, Freight dan Insurance.

4.2. Bea Masuk Imbalan

Dasar hukum dari pengenaan Bea Masuk Imbalan adalah pasal 21 dan 22 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal:

(24)

 Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

 Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

 Menghalangi pengembangan industri barang sejenis dalam negeri.

4.3. Bea Masuk Anti Dumping

Dasar hukum pengenaan Bea Masuk Anti Dumping adalah pasal 18 dan 19 UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:

a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah nilai nomilnalnya, dan

b. Impor barang tersebut:

 Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

 Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.

 Menghalangi pengembangan industri barang sejenis dalam negeri.

Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai nomilnal dengan harga ekspor dari barang tersebut.

(25)

71.500.000,-4.4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 Tahun 1983, UU No. 11 Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai, terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 Tarif PPN adalah 10% dikenakan dengan hasil pemjumlahan antara nilai pabean (CIF) ditambah Bea Masuk dan Cukai.

Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100 set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD 10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 = Rp. 13.000.

Nilai CIF : 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 130.000.000 Bea Masuk : 15% X Rp. 130.000.000 = Rp. 19.500.000 PPN : 10% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)

= Rp. 14.950.000

4.5. Pajak Penjualan Atas Brang Mewah (PPnBM)

Dasar hukum pengenaan adalah UU No. 8 tahun 1983, UU No. 11 Tahun 1994, dan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai, terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009. Besarnya tarif PPnBM adalah 10%, 20%, dan 35% tergantung penetapan Menteri Keuangan. PPnBM yang harus dibayar importir dalah hasil perkalian presentase tarif PPnBM dengan penjumlahan antara Nilai Pabean (CIF) dan Bea Masuk serta Cukai yang benar-benar dibayar.

Contoh penghitungan PT. XYZ di Surabaya mengimpor dari Jepang 100 set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD 10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 = Rp. 13.000.

Nilai CIF : 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 130.000.000 Bea Masuk : 15% X Rp. 130.000.000 = Rp. 19.500.000 PPnBM : 20% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)

(26)

4.6. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22

Dasar hukum Pajak Penghasilan atas Impor Barang adalah UU No. 7 Tahun 1983, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terakhir diubah dengan UU No. 34 Tahun 2008. Besarnya tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:

 Untuk importir yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) adalah 2,5% X Nilai Impor.

 Untuk importir yang tidak menmpunyai Angka Pengenal Impor (API) adalah 7,5% X nilai Impor.

Yang dimaksud dengan Nilai Impor adalah hasil penjumlahan antara CIF dengan pungutan pabean dan cukai.

Contoh penghitungannya PT. XYZ (API No.5678/IU/99) di Surabaya mengimpor dari Jepang 100 set AC merk ”X”, yang digunakan pada mobil dengan harga CIF USD 10.000 (Bea Masuk 15%, PPN 10% dan PPnBM 20%) NDPBM USD 1 = Rp. 13.000.

Nilai CIF : 10.000 X Rp. 13.000 = Rp. 130.000.000 Bea Masuk : 15% X Rp. 130.000.000 = Rp. 19.500.000 PPh : 2,5% X (Rp. 130.000.000 + Rp. 19.500.000)

= Rp. 3.737.500

4.7. Sanksi Berupa Denda

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2009 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang kepabeanan, sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya apabila terdapat pelanggaran yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan.

(27)
(28)

BAB IV PEMBAHASAN

Salah satu alasan perdagangan antar negara adalah ketidak mampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri karena faktor lingkungan atau sumber daya tertentu yang sangat mempengaruhi dalam kemampuan negara tersebut untuk memenuhi kebutuhannya terhadap suatu jenis barang. Salah satu solusi dari permasalahan ini adalah melalui kegiatan impor. Impor adalah suatu proses perdagangan yang terjadi antar negara, yang dimana kita bertindak sebagai pembeli produk dari negara lain.

Dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal bea dan Cukai di Bidang Kepabeanan, yaitu pengawasan lalu lintas barang masuk dan keluar Daerah Pabean Republik Indonesia serta pemungutan bea masuk atas barang impor berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan diperlukan suatu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk penyederhanaan proses-proses pelayanan dan pemberian fasilitas serta penerapan sistem pelayanan dokumen yang berbasis teknologi informasi, sehinggamuncullah suatu sistem yang disebut dengan Elektronic Data interanche (EDI), atau ada juga yang menyebut dengan Pertukaran Data Elektronik (PDE). EDI adalah penyerahan pemberitahuan pabean oleh mitra kerja pabean serta pemberian keputusan oleh administrasi pabean dengan menggunakan format standar internasional melalui sistem komputer dan sarana komunikasi data, sehingga dengan adanya sistem EDI/PDE terhadap beberapa kebutuhan yang dirasakan oleh eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), agen pengangkut, pengusaha TPS/TPB, dan Bank.

A. Kelebihan Yang Dapat Diperoleh Dalam melaksanakan Prosedur Barang Impor

(29)

1. Mempermudah proses impor yang akan dilaksanakan oleh negara terkait. Jika importir dapat menjalankan semua persyaratan dan tahap-tahap impor dengan baik, maka importasi yang dilaksanakan akan berjalan lebih mudah, tanpa adanya sanksi, denda, penyitaan, serta pemusnahan barang impor akibat kecurangan importir.

2. Pelayanan dokumen pabean lebih mudah dan cepat karena sebelumnya sistem yang digunakan adalah manual, sehingga pengerjaannya membutuhkan waktu yang lama.

3. Pengawasan pabean lebih efektif dan efisien, sistem EDI/PDE telah di program dengan standar dan ketentuan tertentu, sehingga data yang diproses dapat diselesaikan sesuai target.

4. Peningkatan kelancaran arus barang dengan menggunakan sistem SDI/PDE data akan diproses secara cepat, sehingga tidak melimbulkan penumpukan data yang berakibat memperlambatnya proses penyelesaian impor.

5. Kemudahan pengumpulan data serta pembentukan sistem informasi dan statistik.

6. Meningkatkan citra dan daya saing Indonesia di Dunia Internasional, karena sistem EDI/PDE telah dianjurkan dan direkomendasikan oleh WTO (World Trade Organization) dan WCO (World Custom Organization) dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem pelayanan kepabeanan.

b. Kemudahan Di Bidang Pelayanan Impor 1. Pemberitahuan Pendahuluan

(30)

2. Pelayanan Segera

Untuk mendapatkan pelayanan segera, importir mengajukan:

a. Dokumen Pelengkap Pabean dan Jaminan sebesar Bea Masuk dan PDRI.

b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dilampiri Dokumen Pelengkap Pabean dan bukti pembayaran atau jaminan sebesar Bea Masuk dan PDRI sepanjang importasi dilakukan oleh orang perorangan dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelayanan segera dimaksud hanya dapat diberikan terhadap importasi

a. Organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, atau darah. b. Jenazah atau abu jenazah.

c. Brang yang dapat merusak lingkungan antara lain barang yang mengandung radiasi.

d. Binatang hidup. e. Tumbuhan hidup.

f. Surat kabar, majalah yang peka waktu, dan. g. Barang berupa dokumen.

Pelayanan segera terhadap barang impor berupa barang yang dapat merusak lingkungan dan tumbuhan hidup hanya dapat diberikan apabila telah mendapatkan izin dati instansi teknis.

3. Penimbunan Barang Impor di Gudang atau Lapangan Importir di Luar Kawasan Pabean

Penimbunan barang impor dapat dilakukan di gudang atau lapangan importir di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan dari kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam hal:

a. Keadaan darurat (force majeur).

(31)

c. Kongesti (banyaknya barang yang tertimbun di suatu tempat yang menyebabkan kemacetan arus barang) yang dinyatakan secara tertulis oleh pihak terkait/berwenang, dan.

d. Alasan lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya, dan tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan penimbunan.

4. Pemeriksaan Barang Impor di Gudang atau lapangan Penimbunan Milik Importir

Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya. Persetujuan dimaksud sekaligus merupakan izin untuk menimbun barang impor di gudang atau lapangan milik importir yang bersangkutan. Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tata kerja penyelesaian barang impor pada umumnya.

5. Pemberitahuan Pendahuluan dan Pengambilan Contoh Untuk Pembuatan PIB

Pemberitahuan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal importir tidak dapat menetapkan sendiri tarif atau perhitungan nilai pabean sebagai dasar untuk perhitungan Bea Masuk dan PDRI, karena uraian barang atau rincian nilai pabean yang tercantum dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.

6. Pengemas Yang Dipakai Berulangkali

(32)

Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan di atas, proses impor barang juga memiliki beberapa kelemahan atau hambatan yang sering terjadi, baik yang disebabkan oleh pihak importir, sistem yang digunakan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan proses impor barang.

B. Kelemahan Yang di Hadapi Dalam Proses Impor Barang

1. Pemeriksaan container belum dapat mendeteksi barang secara cepat dan maksimal.

2. Tarif barang yang diberitahukan oleh importir kadang tidak sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dalam BTKI.

3. Kapal bongkar muat diluar kawasan pabean.

4. Penerbitan dokumen-dokumen impor masih dilakukan secara manual dibeberapa pelabuhan yang fasilitasnya belum lengkap.

5. Sarana dan prasarana di Kantor Kawasan Pabean belum seragam.

C. Rekomendasi terhadap Kelemahan Proses Impor Barang

1. Rekomendasi unktuk kelemahan nomor satu adalah sebagai berikut:

 Melakukan inovasi dalam pencapaian kinerja yang lebih baik dengan cara menggunakan peralatan canggih yang mampu mendeteksi jenis barang yang dimuat dalam container (metal detector, sinar X, dan hyco scan container).

 Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan barang.

2. Rekomendasi untuk kelemahan nomor dua adalah dengan cara peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan dokumen.

3. Rekomendasi untuk kelemahan nomor tiga adalah sebagai berikut:

(33)

 Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi terjadinya bongkar muat di luar kawasan pabean. 4. Rokomendasi untuk kelemahan nomor empat adalah sumber data atau

bank data terhadap barang-barang harus lengkap.

(34)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Tata laksana kepabeanan di bidang impor dimulai dari kedatangan sarana pengangkut, pembongkaran dan penimbunan barang impor, pengeluaran barang impor untuk dipakai, tata kerja penyelesaian barang impor, kemudahan di bidang pelayanan impor, dan yang terakhir adalah pungutan dalam rangka impor.

Untuk prosedur penarikan pungutan bea masuk terhadap penerimaan barang impor terdapat empat jalur yang telah ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Keempat jalur tersebut adalah Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan MITA Prioritas. Jalur Merah dalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan sampel fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah diterbitkan SPPB.

B. Saran

(35)

yang tepat untuk mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Solusi yang disarankan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan inovasi dalam pencapaian kinerja yang lebih baik dengan cara menggunakan peralatan canggih yang mampu mendeteksi jenis barang yang dimuat dalam container (metal detektor, sinar X, dan hyco scan container).

2. Pemeriksaan barang secara fisik oleh petugas pemeriksa bea cukai secaara selektif berdasarkan manajemen risiko.

3. Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi terjadinya bongkar muat di luar kawasan pabean.

4. Penyetaraan standar pelayanan di semua tempat pabean. 5. Pendayagunaan peralatan untuk pemeriksaan barang.

6. Peningkatan Sumber Daya Manusia di bagian pemeriksaan barang dan dokumen.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Diklat PFPD pengantar Aplikasi Impor www.beacukai.co.id dikases pada tanggal 3 September 2016

Tata Laksana Kebapeanan Di Bidang Impor www.beacukai.co.id diakses pada tanggal 5 September 2016

Modul Tekma Kepabeanan yang disusun dan direvisi Drs. Ahmad D. (widyaiswara Utama). Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai 2013

Referensi

Dokumen terkait

(2) Penetapan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam hal tarif

Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah pemberitahuan tertulis tersebut butir b, perusahaan penerima fasilitas TPB belum melakukan registrasi importir yang

Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi

(3) Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean impor

(2) Untuk melakukan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Importir harus mengajukan

Barang harus diekspor kembali paling lambat 30 hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu izin impor sementara sebelumnya. Lewat 30 hari

e. Dalam hal SKA hilang atau rusak sebelum diserahkan kepada bea dan cukai untuk penyelesaian impor, eksportir atau agen yang ditunjuknya dapat mengajukan permohonan kepada

(3) Dalam hal tanggal penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bertepatan dengan hari libur pabrik, Pengusaha Pabrik wajib menyampaikan pemberitahuan barang