• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DM J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DM J"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)

A. PENDAHULUAN

Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).

Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.

(2)

terkena Diabetes Mellitus cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh dua anak di antaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2. (Pulungan, 2010)

Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)

.

B. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak (pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia 18 tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama (Weinzimer SA, Magge S. 2005).

Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun (Weinzimer SA, Magge S. 2005).

(3)

DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe 1). Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3 anak DM tipe 1 serta 4 anak DM tipe 2.

C. KLASIFIKASI

International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009). 1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)

a. Immune mediated b. Idiopatik

2. DM tipe-2 3. DM Tipe lain

a. Defek genetik fungsi pankreas sel b. Defek genetik pada kerja insulin c. Kelainan eksokrin pankreas

Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis; Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.

d. Gangguan endokrin

Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma; Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.

e. Terinduksi obat dan kimia

(4)

4. Diabetes mellitus kehamilan

Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. D. KRITERIA DIAGNOSIS

Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).

Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah: 1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau

3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.

Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase) autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).

E. ETIOLOGI

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik

(5)

HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor-faktor Imunologi

Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

F. PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:

 Periode pra-diabetes

 Periode manifestasi klinis diabetes  Periode honey-moon

 Periode ketergantungan insulin yang menetap.

1. Periode pra-diabetes

Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.

2. Periode manifestasi klinis

(6)

pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake kedalam sel.

3. Periode honey-moon

Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.

4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

Pitfall dalam diagnosis

Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah:

1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.

2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.

(7)

nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.

4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.

5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala

(Brink SJ, dkk. 2010)

G. PILAR-PILAR MANAJEMEN DM TIPE 1

Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)

Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu: 1. Insulin

2. Diet

3. Aktivitas fisik/exercise 4. Edukasi

5. Monitoring kontrol glikemik

1. Insulin

Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.

(8)

b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.

c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.

d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya. e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa

hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.

2. Diet

Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin.

(9)

Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.

Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.

4. Edukasi

Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.

5. Monitoring kontrol glikemik

Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau

(10)

Target

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - + - >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

H. PENUTUP

Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja. Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.

glikogenesis glikogenesis glikolisis

glikolisis glukoneogenesis glukoneogenesis

Hiperglikemia

Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg

dibutuhkan pasien

Berikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

NOC:Nutrition Status

NIC: nutritional management Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg

dibutuhkan pasien

Berikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

(11)

DAFTAR PUSTAKA

gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) penimbunan

sarbitol dari lensa

 lipolisis

M Kep : Gang. Persepsi

Sensori (Pengelihatan)

Katarak

NOC : Anxiety Control

NIC : ACTIVITY THERAPY

Sepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat aktivitas pasien

Pantau dan dokumentasikan perubahan status Pasien

Fleksibilitas Darah

Urin banyak mengandung

glukosa

glikosuria

Pelepasan O2 M. Kep: Kekurangan

Volume cairan Dehidrasi

Hipoksia Perifer

NOC: Fluid Balance, Hydration

NIC: Fluid Management,

Pertahankan catatan intake dan output yg akurat

Pasang urin kateter jika diperlukan Monitor status hidrasi (Kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik), jika perlu

M. Kep:

Ketidakefektifan

perfusi jar. perifer polidipsia

NOC: Ciculation Status

(12)

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.

ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun dengan pertimbangan biaya produksi, biaya operasional, serta besarnya RAP yang dapat di recycle maka variasi Bitumen Murni Ex-RAP 30% + Bitumen Fresh 70% + Additive

Berdasarkan data pada gambar 1.1 yang di berikan Dinas PU Kota Bandung kepada penulis terkait hasil capaian sasatan kerja pegawai (SKP) di Dinas PU Kota Bandung periode

Kajian yang dijalankan oleh Amiruddin (2002) ke atas 244 orang guru di sekolah menengah dan sembilan orang pengetua di Sulawesi Selatan bertujuan mengkaji

Pada penelitian ini, hands on activity dilakukan dengan cara siswa menggali in- formasi melalui pengamatan dan mengaju- kan pertanyaan serta menjawab pertanyaan yang disampaikan

Pelatihan yang diadakan oleh pihak YDSF terhadap karyawan di bagian pelayanan donatur yang diadakan tiga bulan sekali tidak bisa efektif, lebih baik dilakukan setiap satu

Pengaruh temperatur karbonisasi terhadap nilai kalor ( calorifc value ) camouran cangkang biji karet dan kulit kacang tanah Pada gambar 5. dapat dilihat semakin tinggi

Upaya rehabilitasi terhadap anak pelaku kekerasan seksual di PSMP Paramita Mataram dilaksanakan melalui rehabilitasi fisik yakni: 1) pemeriksaan berkala, 2)

tentang penyusunan laporan penelitian, penulisan artikel hasil kajian pustaka, penulisan artikal hasil penelitian untuk diterbitkan pada jurnal ilmiah pendidikan