• Tidak ada hasil yang ditemukan

rukun dan syarat jual beli murabahah (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "rukun dan syarat jual beli murabahah (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REVISI

RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI MURABAHAH Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqih Mu’amalah

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh :

DEWI WULANDARI (1502100171) Kelas A

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO STAIN JURAI SIWO METRO

(2)

RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI MURABAHAH

A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang rukun dan syarat jual beli Murabahah. Kajian tentang rukun dan syarat jual beli Murabahah penting untuk disajikan pada kelas Perbankan Syariah, karena Islam adalah agama yang universal sebagai pedoman yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, pada garis besarnya menyangkut dua bagian pokok, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah adalah merendahkan diri kepada allah swt dengan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangannya. Sedangkan muamalah ialah kegiatan-kegiatan yang menyangkut antar manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik dan sosial. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya. ada salah satu jenis jual beli yang banyak berkembang dimasyarakat dalam perbankan syariah yaitu jual beli Murabahah. Murabahah merupakan jual beli di mana si penjual mengambil keuntungan dari barang yang dijualnya sementara si pembeli mengetahui harga awal barang tersebut.

Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam kitab, buku dan jurnal yang berkaitan langsung dengan masalah rukun dan syarat jual beli Murabahah. di dalam kitab suci Al-qur‟an dan Al-sunnah merupakan dasar hukum Murabahah atau sumber hukum islam yang mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia yaitu salah satunya memberikan contoh untuk mengetahui jual beli yang di perbolehkan dalam syariah islam agar harta yang dimiliki halal dan baik.

(3)

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Rukun dan Syarat

Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis. Rukun secara bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan (DIKNAS,2002:966). Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan (DIKNAS, 2002:1114). Dalam buku Muhammad Amin Suma dijelaskan: rukun (Arab, rukn) jamaknya arkan, secara harfiah antara lain berarti tiang, penopang dan sandaran,kekuatan, perkara besar, bagian, unsur dan elemen.Sedangkan syarat (Arab, syarth jamaknya syara’ith) secara literal berarti pertanda, indikasi dan memastikan. Menurut istilah rukun diartikan dengan sesuatu yang terbentuk (menjadi eksis) sesuatu yang lain dari keberadaannya, mengingat eksisnya sesuatu itu dengan rukun (unsurnya) itu sendiri, bukan karena tegaknya.Kalau tidak demikian, maka subjek (pelaku) berarti menjadi unsur bagi pekerjaan, dan jasad menjadi rukun bagi sifat,dan yang disifati (al-maushuf) menjadi unsur bagi sifat(yang mensifati). Adapun syarat, menurut terminology para fuqaha seperti diformulasikan Muhammad Khudlari Bek, ialah sesuatu yang ketidakadaannya mengharuskan (mengakibatkan) tidak adanya hukum itu sendiri. Hikmah dari ketiadaan syarat itu berakibat pula meniadakan hikmah hukum atau sebab hukum (Amin,2004:95).

Dalam syari‟ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya

suatu transaksi.

Jadi perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri (Dahlan, 1996: 1692).1

1

(4)

2. Rukun Jual Beli Murabahah

Rukun jual beli murabahah sama halnya dengan jual beli pada umumnya, yaitu adanya pihak penjual, pihak pembeli, barang yang dijual, harga dan akad atau ijab kabul. Sementara syarat jual beli murabahah adalah:

Pertama, syarat yang terkait dengan sigat atau akad. Akad harus jelas, baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara ijab dan kabul, dan kesinambungan antara keduanya. Kedua, syarat sah jual beli murabahah yaitu:

1. Akad jual beli yang pertama harus sah;

2. Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual beli;2

3. Barang yang menjadi objek jual beli murabahah merupakan komoditas mitsli atau pada pedananya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang atau jelas ukuran, kadar dan jenisnya.Tidak diperbolehkan keuntungan merupakan barang yang sejenis dengan objek jual beli, seperti beras dengan beras, emas dengan emas dan sebagainya;

4. Jual beli pada akad yang pertama bukan barter barang dengan barang ribawi yang tidak boleh ditukar dengan barang sejenis. Barang ribawi menurut ulama Malikiyah adalah makanan yang dapat memberikan energi, menurut Syafi‟iyah adalah semua barang yang dapat dikonsumsi, sementara menurut kalangan Hanafiyah dan Hanbaliyah setiap komoditas yang ditakar dan atau ditimbang. Kalangan ulama dari empat mazhab ini bersepakat bahwa emas dan perak atau barang lain sejenis merupakan barang ribawi. Dengan demikian, barang-barang ribawi tidak dapat diperjualbelikan dengan murabahah, misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan emas di mana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau timbangannya maka tidak boleh, dan hal ini bukan jual beli murabahah.

5. Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang bertransaksi, baik penjual maupun pembeli, apabila keuntungan tidak

2

(5)

diketahui oleh pembeli, maka tidak dapat dikatakan sebagai jual beli murabahah.3

Selain syarat-syarat di atas, dalam kitab Badai al-Sanai‟ disebutkan syarat lain, bahwa dalam jual beli murabahah, akad pada jual beli yang pertama harus akad atau transaksi yang sah.

Dalam hal ini al-Kassani mengatakan:

ةداي عم أا ثلاب عيب ةحبا لا أ ؛ ةحبا لا عيب جي مل ادس اف اك إف احيحص أا دقعلا ي أ ا نم حبر

4

‟‟Salah satu syarat jual beli murabahah adalah akad pertama harus akad yang

sah, apabila akad pertama rusak, maka jual beli murabahah tidak boleh, karena jual beli murabahah adalah jual beli dengan pengambilan keuntungan, yaitu modal awal plus laba.‟‟

Zakariya al-Ansari, dalam kitab Asnaal-Matalib menyebutkan bahwa masing-masing pihak harus mengetahui secara spesifik tentang ukuran dan jenis barang. Artinya, jenis, ukuran dan jumlah barang harus diketahui oleh masing-masing pihak yang melakukan transaksi.5

Secara singkat, syarat-syarat jual beli murabahah adalah sebagai berikut: 1. Para pihak yang berakad harus cakap hukum dan tidak dalam keadaan

terpaksa;

2. Barang yang menjadi objek transaksi adalah barang yang halal serta jelas ukuran, jenis dan jumlahnya;

3. Harga barang harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen keuangan) dan mekanisme pembayarannya disebutkan dengan jelas;

3

Anonim,al-Mausu‟ah al-Fiqihiyah sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta:Rajawali Pers, 2016),h.73.

4

Ilauddin Abu Bakar Mas‟ud al-Kassani,BadaI‟al-Sanai‟fi Tartib al-Syarai‟ sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.73.

5

(6)

4. Pernyataan serah terima dalam ijab kabul harus dijelaskan dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang terlibat yang berakad.6

Untuk menjadi transaksi yang sah, murabahah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi:

1. Rukun. Karena murabahah termasuk dalam kategori jual beli, maka rukunnya adalah rukun jual beli, yaitu penjual, pembeli, barang, harga, ijab dan qabul. Apabila salah satu rukun ini tidak terdapat, maka murabahah tidak sah hukumnya.

2. Syarat. Sebagaimana rukun, syarat juga menentukan sah tidaknya sebuah transaksi. Kalangan ulama Hanafi membedakan antara batal dan fasid.7 Menurut mereka, sebuah transaksi akan batal apabila kurang salah satu rukunnya, akan tetapi tetap sah apabila salah satu syaratnya tidak terpenuhi. Hanya saja transaksi tersebut disebut rusak atau fasid, yang menyebabkan salah satu pihak akan berkurang haknya.

Adapun syarat-syarat murabahah, para ulama telah berijma bahwa: 1. Informasi mengenai harga awal/pokok . Penjual dan pembeli menyepakati

harga beli barang yang akan ditransaksikan. Harga tersebut harus dijelaskan dalam unit hitung yang jelas (misalnya mata uang). Apabila terdapat diskon pada pembelian pertama oleh penjual, maka tidak diragukann diskon itu milik pembeli akhir. Artinya keduanya sepakat untuk bertransaksi pada harga yang telah dikurangi diskon.8

2. Informasi tentang keuntungan. Penjual dan pembeli menyepakati keuntungan yang akan diperoleh penjual dengan menjual barang tersebut kepada pembeli. Keuntungan itu harus dijelaskan dalam unit hitung (misalnya mata uang) dan harus meliputi biaya riil untuk mendapatkan barang tersebut (misalnya biaya transportasi, pemeliharaan, keamanan dan lain-lain).

6

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,

Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016),h.74. 7

Wahbah Zuhaily sebagaimana dikutip oleh H.Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam, (Tanggerang Selatan Banten:Suhuf Media Insani,2011),h.73

8

(7)

3. Media pembayaran harus unit hitung. Pembayaran harus dilakukan dengan menggunakan unit hitung (misalnya mata uang) yang terukur dan tertimbang. Tidak sah pembayaran dilakukan dengan barang-barang yang tidak dapat diukur.

4. Tidak boleh mengandung riba. Akad murabahah yang sah tidak boleh mengandung unsur-unsur yang dianggap riba.

5. Akad pembelian yang pertama harus sah. Karena murabahah merupakan jual beli pada harga asal ditambah keuntungan, maka secara logika terdapat pembelian pertama oleh penjual kepada pihak ketiga. Pembelian pertama ini harus sah mengikuti hukum jual beli. Apabila tidak sah pembeliannya, maka murabahah yang dilakukan akan menjadi tidak sah.

Syarat dan Rukun Murabahah 1) Rukun Murabahah

a. Ba‟iu (penjual).

b. Musytari (pembeli).

c. Mabi‟ (barang yang diperjualbelikan).

d. Tsaman (harga barang).

e. Ijab qabul (pernyataan serah terima). 2) Syarat Murabahah

a. Syarat yang berakad (ba‟iu dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.

b. Barang yang diperjualbelikan (mabi‟) tidak termasuk barang yang

haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.

c. Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.

d. Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.9

9

(8)

Syarat dan Rukun Murabahah 1) Syarat-syarat muarabahah yakni:

a) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.

b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c) Kontrak harus bebas dari riba.

d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.Jika syarat pada pin 1, 4, dan 5 tidak terpenuhi, maka pembeli memiliki pilihan:

(1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

(2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.

(3) Membatalkan kontrak Jual beli secara murabahah tersebut hanya untuk barangatau produk yang telah dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan pada waktu kontrak10.

Adapun Rukun muarabahah yakni:

Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikin rukun-rukunnya pun sama dengan rukun jual beli, yaitu:

a) Adanya pihak yang melakukan akad, dalam hal ini yakni penjual dan pembeli.

b) Adanya objek yang diakadkan. Mengenai objek yang diakadkan ini ada dua macam, yakni:

(1) Barang yang di perjual belikan. (2) Harga barang yang diperjualbelikan. (3) Shigat akad yakni ijab qabul.

Adapun rukun murabahah dalam perbankan adalah sama dengan fikih dan hanya dianologikan dalam praktik perbankan, yaitu: penjual (bay„) dianalogikan sebagai bank, pembeli (mushtari) dinalogikan sebagai nasabah, barang yang akan diperjualbelikan (mabi„),yaitu jenis pembiayaan seperti pembiayaan investasi, harga (thaman) dianologikan sebagai pricing atau plafon

10

Muhammad. Syafi‟I Antonio sebagaimana dikutip oleh Muttaqin Nurhuda,‟‟Analisis

(9)

pembiayaan, dan ijab qabul dianalogikan sebagai akad atau perjanjian, yaitu pernyataan persetujuan yang dituangkan dalam akad perjanjian.11

Sedangkan syarat murabahah dalam perbankan Islam adalah sesuai dengan kebijakan bank Islam yang bersangkutan. Pada umumnya persyaratan menyangkut barang yang diperjualbelikan, harga dan ijab qabul.12

Adapun syarat-syarat umum murabahah, antara lain, adalah 1) pihak yang berakad, yaitu: adanya kerelaan kedua belah pihak, dan memiliki kekuasaan untuk melakukan jual beli, 2) barang atau objek dengan ketentuan, yaitu: a) barang itu ada meskipun tidak di tempat, namun ada pernyataan kesanggupan untuk mengadakan barang itu, b) barang itu milik sah penjual atau seseorang, c) barang yang diperjualbelikan harus berwujud, d) barang itu tidak termasuk kategori yang diharamkan, e) barang tersebut sesuatu dengan pernyataan penjual, dan f) apabila benda bergerak, maka barang itu bisa langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual. Sedangkan bila barang itu tidak bergerak bisa dikuasai pembeli setelah dokumentasi jual-beli dan perjanjian atau akad diselesaikan, 3) harga dengan ketentuan bahwa a) harga jual bank adalah harga beli ditambah keuntungan, b) harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian, dan c) sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

Sedangkan syarat-syarat khusus murabahah antara lain adalah 1). penjual hendaknya menyatakan modal yang sebenarnya dari barang yang hendak dijual, 2). kedua belah pihak (penjual dan pembeli) menyetujui besarnya keuntungan yang ditetapkan sebagai tambahan terhadap modal sehingga modal ditambah dengan untung merupakan harga barang yang dijual dalam jual-beli murabahah, 3). barang yang dijual secara murabahah dan harga barang itu

bukan dari jenis yang sama dengan barang ribawi yang dilarang diperjualbelikan kecuali dengan timbangan dan takaran yang sama. Dengan demikian, tidak sah jual-beli secara murabahah atas emas dengan emas, perak dengan perak,

11

Arisson Hendry sebagaimana dikutip oleh Syaparuddin, „‟Kritik Abdullah Saeed Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Pada Bank Islam‟‟ dalam jurnal Islamica,Vol. 6, No. 2, Maret 2012,(3) h.377.

12

(10)

gandum dengan gandum, beras dengan beras dan bahan-bahan makanan lainnya yang sejenisnya sama.13

Al-Kasani menyatakan bahwa akad murabahah akan dikatakan sah, jika memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ini:

1. Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli harus diketahui oleh pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat mutlak bagi keabsahan murabahah.

2. Adanya kejelasan margin (keuntungan) yang diinginkan penjual kedua, keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli kedua atau dengan menyebutkan persentasi dari harga beli.

3. Modal yang digunakan untuk membeli onjek transaksi harus merupakan barang mitsli, dalam arti terdapat padanya di pasaran, dan lebih baik jika menggunakan uang.

4. Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa barang ribawi.

5. Akad jual beli pertama harus sah adanya.

6. Informasi yang wajib dan tidak diberitahukan dalam murabahah.14

Sedangkan menurut jumhur ulama rukun dan syarat yang terdapat dalam murabahah sama dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli, dan hal itu identik dengan rukun dan syarat yang harus ada dalam akad. Menurut Hanafiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanya satu, yaitu sighat (ijab qabul), adapun rukun-rukun lainnya merupakan derivasi dari sighat. Dalam artian, sighat tidak akan ada jika tidak terdapat dua pihak yang bertransaksi, misalnya penjual dan pembeli, dalam melakukan akad tentunya ada sesuatu yang harus ditransaksikan, yakni objek transaksi.15 Rukun Murabahah antara lain:

1. Penjual (bai‟)

Penjual merupakan seseorang yang menyediakan alat komoditas atau barang yang akan dijual belikan, kepada konsumen atau nasabah.

2. Pembeli (Musytari)

13

Tazkia Institute sebagaimana dikutip oleh Syaparuddin,‟‟Kritik Abdullah...‟‟,h.378.

14 Dimyauddin Djuwaini sebagaimana dikutip oleh Ravee Tomong,‟‟Pelaksanaan Akad

Murabahah Di Islamic Bank Of Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta (2016), h.15. 15

(11)

Pembeli merupakan seseorang yang membutuhkan barang untuk digunakan, dan bisa didapat ketika melakukan transaksi dengan penjual.

3. Objek jual beli (Mabi‟)

Adanya barang yang akan diperjual belikan merupakan salah satu unsur terpenting demi suksesnya transaksi. Contoh: alat komoditas transportasi, alat kebutuhan rumah tangga dan lain-lain.

4. Harga (Tsaman)

Harga merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena merupakan suatu nilai tukar dari barang yang akan atau sudah dijual.

5. Ijab qabul

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak, kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka ijab dan qabul perlu diungkapkan secara jelas dan transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, akad sewa, dan akad nikah.16

Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam Rahmat Ilyas 296 Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam jual beli murabahah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu: a. Mengetahui harga pokok Dalam jual beli murabahah disyaratkan agar

pembeli mengetahui harga pokok atau hargaasal, karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli. Syarat ini juga diperuntukkan bagi jual beli attauliyyah dan al-wadhi’ah.

b. Mengetahui keuntungan Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh pembeli, karena margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli. c. Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan

ditimbang, baik pada waktu terjadi jual beli engan penjual dengan penjual yang pertama atau setelahnya(az-Zuhaili, 1989 : 705).17

16

M.Syafi‟i sebagaimana dikutip oleh Ravee Tomong, ‟‟Pelaksanaan Akad Murabahah Di

Islamic Bank Of Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta (2016),h.16. 17

Rahmat Ilyas,‟‟ Kontrak PembiayaanMurabahah Dan Musawamah‟‟, dalam jurnal Bisnis

(12)

Syarat-Syarat Murabahah

1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 3. Kontrak harus bebas dari riba

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Rukun-Rukun Murabahah

Menurut Arifin (2006), bahwa rukun Murabahah yaitu adanya pihak yang berakad (penjual dan pembeli), objek akad, dan ijab qabul. Selanjutnya adalah syarat yang harus dipenuhi akad murabahah adalah penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan, kontrak harus bebas dari riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terdapat cacatnya, dan penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.19

Rukun dan Syarat Murabahah

Rukun adalah unsur yang mutlak harus ada (inheren) dalam jual beli dengan prinsip murabahah yaitu ijab dan qabul, sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian tersebut, tetapi tidak merupakan esensi dari akad tersebut. Menurut hukum lslam akad itu terbentuk lerbentuk

apabila memenuhi 4 (empat) rukun dengan syarat yang menyertainya yaitu :

18

Muhamad Ziqri,‟‟Analisis Pengaruh Pendapatan Murabahah,Mudharabah,dan

Musyarakah Terhadap Profitabalitas Bank‟‟Sekripsi di Jurusan Manajemen Fakultas

Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2009), h.23.

19

(13)

a) Al-Muta'aqidain/al'aqidain pihak- pihak yang berakad), ijab dan qabul tidak mungkin terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang melakukan akad. Pihak pihak

tersebut dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum Dalam perjanjian. Jual beli dengan prinsip murabahah pihak-pihak terdiri dari penjual (bank) dan pembeli (nasabah). Pembeli (nasabah) dikatakan mampu berbuat karena sudah dewasa (baligh), sehat akal (aqil), sedangkan penjual dalam perjanjian jual beli ini adalah Bank yang merupakan badan hukum sebagai persekutuan (syirkah) mampu berbuat karena status pendiriannya sah menurut hukum yang diwakili pengurusnya. Menurut Fatwa dewan syariah nasional Bank dan nasabah harusnmelakukann akad murababah yang bebas riba.

b) Mahal al-'Aqd (objek akad) yaitu barang yang diperjual belikan dan harganya. Agar suatu akad dapat dipandang sah objeknya memerlukan syarat sebagai berikut :

1) Telah ada pada waktu akad diadakaan, barang yang belum ada tidak dapat dijadikan obyek akad sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum ada.

2) Diberikan oleh syara/nash artinya dalam akad jual beli barang yang diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual beli. Minuman keras bukan benda bemilai bagi kaum muslimin dan barang tersebut harus halal dan bersih dari najis dan maksiat. Barang yang tidak halal misalnya narkoba, karenanya ia tidak memenuhi syarat menjadi objek akad jual beli.

3) Dapat ditentukan dan diketahui Ketidakjelasan objek akad mudah menimbulkan sengketa dikemudian hari sehingga tidak memenuhi syarat menjadi objek akad. Dalam jual beli dengan prinsip murabahah bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya ini berarti bahwa objek akad dapat ditentukan dan diketahui jenisnya misalnya mobil produk terbaru tahun 2007 toyota Avanza

(14)

bersangkutan. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah disebutkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan Setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. lni berarti bahwa objek akad benar-benar ada dibawah kekuasaan yang sah pihak yang bersangkutan yaitu pihak bank.

c) Maudhu'ul Aqd (tujuan akad),Yaitu sebagapi restasyi ang dilakukan dan sesuai dengan jenis akad, misalnya dalam jual beli tujuanmya adalah pemindahan hak milik dari suatu barang dengan imbalan tertentu yaitu berupa pembayaran harga.

d) Shighdt al-Aqad (pemyataan saling mengikatkan diri) yaitu dengan cara misalnya kedua pihak hadir dalam pembuatan akad, persesuaian antara ijab dan qabul yang menyatakan kehendak para pihak secara pasti dan mantap. Ijab qabul jni sangat penting karena merupakan pernyataan isi perjanjian yang diinginkan kedua belah pihak. Dalam ketentuan umum murabahah dalam bank syariah dijelaskan bahwa bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,misanya pembelian yang dilakukan secara hutang, kemudian bank juga harus memberitahu secam jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang iperlukan semuanya itu dituangkan di dalam akad.20

20

Lina Maulidiana,‟‟ Penerapan Prinsip-Prinsip Murabahah Dalam Perjanjian Islam‟‟ dalam

(15)

C. PENUTUP

Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis. secara defenisi, rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu sedangkan Definisi syarat berkaitan

dengan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar‟i dan ia

berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada, jadi perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri.

Rukun dalam jual beli Murabahah yaitu : adanya pihak penjual, pihak pembeli, barang yang dijual, harga dan akad atau ijab kabul. Sementara syarat jual beli murabahah adalah:

Pertama, syarat yang terkait dengan sigat atau akad. Akad harus jelas, baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara ijab dan kabul, dan kesinambungan antara keduanya. Kedua, syarat sah jual beli murabahah yaitu:

1) Akad jual beli yang pertama harus sah.

2) Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual beli. 3) Barang yang menjadi objek jual beli murabahah merupakan komoditas mitsli

atau pada pedananya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang atau jelas ukuran, kadar dan jenisnya.Tidak diperbolehkan keuntungan merupakan barang yang sejenis dengan objek jual beli, seperti beras dengan beras, emas dengan emas dan sebagainya.

4) Jual beli pada akad yang pertama bukan barter barang dengan barang ribawi yang tidak boleh ditukar dengan barang sejenis. Barang ribawi menurut ulama Malikiyah adalah makanan yang dapat memberikan energi,

menurut Syafi‟iyah adalah semua barang yang dapat dikonsumsi, sementara

(16)

bahwa emas dan perak atau barang lain sejenis merupakan barang ribawi. Dengan demikian, barang-barang ribawi tidak dapat diperjualbelikan dengan murabahah, misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan emas di mana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau timbangannya maka tidak boleh, dan hal ini bukan jual beli murabahah. 5) Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang

(17)

D. DAFTAR PUSTAKA

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. H.Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam,Tanggerang Selatan Banten: Suhuf Media Insani, 2011.

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management:Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Muttaqin Nurhuda,‟‟Analisis Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Di Bmt

Palur Karanganyar‟‟,Naskah Publikasi di Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

(S.Sy) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah, Surakarta 2015. Syaparuddin, „‟Kritik Abdullah Saeed Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Pada Bank Islam‟‟ dalam jurnal Islamica,Vol. 6, No. 2, Maret 2012.

Ravee Tomong,‟‟Pelaksanaan Akad Murabahah Di Islamic Bank Of Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2016. Rahmat Ilyas,‟‟ Kontrak Pembiayaan Murabahah Dan Musawamah‟‟, dalam jurnal Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2015.

Muhamad Ziqri,‟‟Analisis Pengaruh Pendapatan Murabahah,Mudharabah,dan Musyarakah Terhadap Profitabalitas Bank‟‟Sekripsi di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.

Faris Shalahuddin Zakiy ,Fauzul HanifNoorAthief El-Dinar,‟‟Metode Perhitungan Penentuan Harga Jual Pada Pembiayaan Di Perbankan Syari‟ah‟‟, dalam Jurnal El-Dinar, Vol. 3, No 1, Januari 2015.

Lina Maulidiana,‟‟ Penerapan Prinsip-Prinsip Murabahah Dalam Perjanjian Islam‟‟

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika mengutip dari website yang tidak diketahui nama penulisnya, judul lengkap website dapat ditulis dalam kalimat, atau 1 atau beberapa kata, dari judul awal website dalam

Pola hidup ini karenanya tampak membuat dunia itu lemah, dan menyerahkan diri sebagai mangsa bagi mereka yang jahat, yang menjalankannya dengan sukses dan aman, karena mereka itu

Berdasarkan rekomendasi AAPD, target dari perawatan saluran akar gigi sulung adalah gejala klinis harus hilang dalam beberapa minggu dan secara radiografis proses infeksi harus

Teknik analisis data yang digunakan untuk mengevaluasi kebutuhan air domestik adalah dengan mengalikan standar kebutuhan air domestik yang sudah diketahui dari

Diagram Blok Sistem Sensor warna yang digunakan adalah sensor warna jenis DT Sense Color yang merupakan modul sensor warna berbasis sensor TAOS TM TCS3200D yang

bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.” Artinya, melalui bermain peran siswa belajar

Seperti syarat-syarat sah dari jual beli yang menyebutkan bahwa dalam jual beli yang dilakukan tidak adanya unsur keterpaksaan dan kedua belah pihak saling