• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PADA KUALITAS UDARA pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK PADA KUALITAS UDARA pada"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PADA KUALITAS UDARA *)

Oleh : Amin Nugroho **)

I. PENDAHULUAN

Udara merupakan salah satu komponen lingkungan hidup yang sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, udara yang sangat kita butuhkan, perlu selalu dijaga kebersihannya dari kontaminan yang dapat mengganggu dan membahayakan terhadap lingkungan hidup.

Udara adalah gas yang meyelubungi bumi yang terdiri dari bermacam-macam gas seperti : Nitrogen (N2, 78%), Oksigen (O2, 20,9%), dan sisanya terdiri dari :

Argon (Ar, 0,93%), Karbondioksida (CO2, 0,03%), Neon (Ne, 0,0016%), Helium

(He, 0,0005%), Methane (CH4, 0,00012%), Kriypton (Kr, 0,0001%), Nitrous

Oksida (NO, 0,00005%), Hidrogen (H2, 0,00005%), Zenon (Ze, 0,000008%),

Nitrous Dioksida (NO2, 0,000004%), Ozone (O3, 0,000003%).

Fungsi udara antara lain sebagai : sumber karbondioksida (CO2) untuk proses

fotosintesa tumbuhan, sumber oksigen (O2) untuk pernafasan makhluk hidup,

komponen penting dalam siklus hidrologi yaitu sebagai kondensor, pelindung makhluk hidup (mengadsorpsi sinar kosmis luar angkasa), penyeimbang panas di bumi (mengadsorpsi sinar infra merah matahari).

Dengan adanya berbagai aktivitas manusia, maka akan terjadi pengotoran udara berupa gas dan partikel, sehingga dapat menyebabkan perubahan komposisi udara yang berakibat terjadinya pencemaran udara. Menurut Perkins,

pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara (atmosfir) seperti : gas, kabut, busa, debu, bau-bauan, asap, uap dalam kuantitas tertentu yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan, hewan maupun benda, sehingga dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda. Apabila pengaruh hadirnya kontaminan belum menimbulkan gangguan, maka yang terjadi hanya penurunan kualitas udara. Menurut Stanley, pengaruh pencemaran udara dapat terlihat secara jelas pada masyarakat dengan kondisi sosial yang rendah, yakni masyarakat dengan kondisi nutrisi, permukiman, pendidikan, dan pekerjaan yang kurang memadai, sehingga mempunyai daya tahan rendah terhadap gangguan kesehatan akibat pengaruh pencemaran udara.

*) Disampaikan dalam rangka Kursus AMDAL Penyusun di PT. Pupuk Kaltim, Bontang, Kalimantan Timur, 2005

**) Staf. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga Penelitian (LEMLIT) Universitas Diponegoro, Semarang

(2)

penurunan kualitas udara belum begitu mengkhawatirkan, apabila dibandingkan dengan dampak terhadap penurunan kualitas air. Hal ini disebabkan oleh ruang udara sebagai penampung dan pengencer lebih luas dibandingkan dengan ruang penampung dan pengencer air seperti sungai, danau, dan sebagainya. Namun, dalam penanggulangannya, dampak penurunan kualitas udara justru lebih kompleks, karena tidak terbatasnya ruang yang dapat dipengaruhi.

Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, seperti industri, transportasi, dan aktivitas lainnya, maka kemungkinan terjadinya pencemaran udara menjadi semakin bertambah. Contoh terjadinya peristiwa pencemaran udara antara lain : peristiwa Bhopal di India (bocornya tangki methyl isocyanate di pabrik pestisida Union Carbide), Bocornya H2S di Pabrik

Kertas PT. Eureka Mojokerto, debu pabrik semen, dan sebagainya.

Selain akibat ulah manusia, alampun dapat menjadi sumber pencemaran udara, seperti : peristiwa meletusnya gunung berapi, adanya gas beracun di dataran tinggi Dieng (Kawah Sinila), debu tanah yang beterbangan, peristiwa kebakaran hutan, pembusukan sampah yang mengeluarkan gas methane (CH4), dan

sebagainya. Namun demikian , dampak pencemaran udara akibat peristiwa alam dapat diperkecil secara alami pula, yaitu dengan adanya daur iklim dan daur kimia.

Pada saat ini, khususnya di kota-kota besar di seluruh Indonesia, pengaruh pencemaran udara sudah mulai terasa dampaknya. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan kegiatan transportasi yaitu adanya peningkatan kepadatan lalu-lintas, terutama pada jam-jam sibuk, dimana kendaraan berjalan lambat sampai dengan “start-stop” yang tinggi. Seperti kita ketahui, berdasarkan hasil penelitian Departemen Pekerjaan umum, kegiatan transportasi ternyata telah menyumbang kontribusi terhadap pencemaran udara sekitar 75%. Dengan demikian, di masa yang akan datang, diharapkan proses pengurangan kendaraan pribadi, pemeliharaan mesin-mesin kendaran bermotor, dan massalisasi kendaraan umum yang nyaman, murah dan terjangkau dapat berjalan dengan baik.

Untuk melindungi kondisi udara dari kontaminan, diperlukan usaha-usaha, baik berupa pencegahan maupun penanggulangan. Usaha tersebut harus ditinjau dari berbagai aspek, baik aspek teknis, sosial-ekonomis, maupun institusional. Aspek teknis memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendalam tentang sumber pencemaran udara, dampaknya, dan cara pengelolaannya secara teknis berdasarkan penguasaan teknologi yang tersedia. Aspek sosial dilakukan berlandaskan interaksi sosial yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, sedangkan aspek ekonomi menekankan pada penggunaan dana sebagai kompensasi akibat pencemaran udara. Aspek institusional menekankan agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik dengan melibatkan berbagai instansi terkait, yang didukung oleh kekuatan hukum.

(3)

1. Sumber dan Bahan Pencemar Udara

Sumber pencemar udara berdasarkan sifat penyebarannya dapat dikelompokkan ke dalam 2 yaitu :

a. Sumber Stasioner : industri, pusat pembangkit tenaga listrik, permukiman, letusan gunung berapi, pembakaran sampah, dan sebagainya.

1). Industri : Logam (SO2, NO2, CO2, debu/partikel logam), Kilang Minyak

(SO2, NO2, CO, uap HC, asap, dsb), Tekstil (uap organik, debu

kapas), Kertas (SO2, H2S, Cl2, debu/partikel), Gula (SO2, CO,

H2S, debu/partikel), Semen (debu/partikel), dan sebagainya.

2). Pembangkit Tenaga Listrik : aktivitas pembakaran bahan bakar fosil (batubara dan minyak bumi) dan bahan pencemar udaranya adalah : SO2, NO2, CO, CO2, uap HC, asap, Pb, partikel debu

yang kemungkinan terkontaminasi dengan bahan-bahan radioaktif.

3). Permukiman / Rumah Tangga : aktivitas memasak (minyak tanah dan gas LPG) dan bahan pencemarnya adalah : SO2, NO2, CO, CO2,

uap HC, asap, Pb, partikel debu.

4). Letusan Gunung Berapi : aktivitas gunung berapi dan bahan pencemarnya adalah : partikel, H2S, dan gas0gas beracun lainnya.

5). Pembakaran Sampah : aktivitas pembakaran sampah dan bahan pencemarnya adalah : SO2, NO2, CO, CO2, partikel debu.

b. Sumber Bergerak : aktivitas transportasi, sumber pencemaran berasal dari pembakaran bahan bakar (premium, solar) dan bahan pencemarnya adalah : SO2, NO2, CO, CO2, uap HC, asap, Pb, partikel debu.

2. Sifat Bahan Pencemar Udara

a. Partikel adalah zat terdispersi dalam bentuk padat atau cair yang ukurannya sedemikian kecil, sehingga memungkinkan untuk melayang di udara. Bentuk khusus dari partikel antara lain : aerosol, kabut, asap (fume), debu, dan sebagainya.

1). Asap (fume) : partikel karbon (padat) yang terjadi akibat pembakaran yang tidak sempurna pada pembakaran yang menggunakan bahan bakar hidrokarbon (HC) dengan ukuran 0,01 – 1 mikron.

(4)

3). Debu (dust) : partikel padat yang terjadi akibat peristiwa mekanis (pemecahan dan reduksi) terhadap massa padat yang masih dipengaruhi oleh gaya gravitasi dengan ukuran lebih dari 1 mikron.

4). Aerosol : partikel cair yang berukuran 0,001 – 0,1 mikron. Partikel tersebut dapat tetap berada di udara dan mudah bergerak seperti gas.

Di dalam asap biasanya banyak mengandung partikel karbon akibat pembakaran yang tidak sempurna dan bersifat higroskopis, sehingga mudah mengikat uap air di udara. Gas-gas yang ada akan bereaksi dengan uap air yang mengikat karbon, sehingga dapat mengakibatkan hujan asam, yang pada akhirnya dapat menyebabkan korosi pada peralatan. Partikel dapat juga mengadakan penetrasi ke dalam paru-paru dalam ukuran 2 – 3 mikron. Pada ukuran 5 mikron dapat menyebabkan iritasi dan reflek penyempitan nafas. Sedangkan pada ukuran 50 mikron hanya sampai di tenggorokan, sehingga dapat merangsang batuk. Partikel logam beracun seperti timbal (Pb) dalam bentuk aerosol, mudah masuk ke tubuh manusia lewat pencernaan makanan (inhalasi). Partikel bersifat akumulatif dan dapat meyebabkan berbagai macam penyakit antara lain : anemia, gangguan (ginjal, otak, dan system syaraf), kelainan bayi dalam kandungan.

b. Gas / Senyawa Kimia, antara lain : sulfur dioksida (SO2), Nitogen dioksida

(NO2), karbon monooksida (CO), oksidant (O3), hidrokarbon (HC), dan

sebagainya.

1). Sulfur Dioksida (SO2)

Gas tidak berwarna dan tidak dapat terbakar, pada konsentrasi 0,3 – 1,0 ppm dalam udara dapat menimbulkan bau, dapat menjadi SO3 yang pada

kondisi kelembaban yang tinggi dapat berubah menjadi H2SO4 yang

bersifat sangat korosif. Dapat membentuk smog akibat fotokimia, sehingga dapat menurunkan daya penglihatan. Pada konsentrasi 0,19 ppm dalam udara selama 24 jam sudah membahayakan kesehatan manusia (kanker, bronchitis). Pada tumbuhan dapat mengganggu proses fotosintesa.

2). Nitrogen Dioksida (NO2)

Gas berwarna kecoklat-coklatan, dapat membentuk NHO2 di udara terbuka

yang dapat mengurangi penglihatan (visibilitas). Pada konsentrasi 0,063 – 0,083 ppm dalam udara dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan. Dampak terhadap tumbuhan adalah menghambat proses pertumbuhan dan memutihkan daun, sehingga dapat mengganggu proses fotosintesa. Pada konsentrasi 0,5 ppm dalam waktu 10 – 12 hari dapat menghambat pertumbuhan tanaman kentang dan tomat.

3). Karbon Monooksida (CO)

(5)

carboxylhaemoglobin (COHb) sampai konsentrasi 0,8 ppm yang pada waktu 2 jam dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Dampak lainnya adalah dapat merusak daun (berbintik-bintik putih), meretakkan karet, merusak tekstil, dan melunturkan warna.

4). Hidrokarbon (HC)

Gas tidak berbau dan tidak berwarna. Gas ini dapat mengganggu kesehatan manusia karena dapat mengikat Hb dalam bentuk carboxylhaemoglobin (COHb) sampai konsentrasi 0,8 ppm yang pada waktu 2 jam dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Dampak lainnya adalah dapat merusak daun (berbintik-bintik putih), meretakkan karet, merusak tekstil, dan melunturkan warna.

III. DAMPAK PENCEMARAN UDARA 1. Dampak Terhadap Manusia

Dampak pencemaran udara terhadap manusia antara lain dalam aspek : kesehatan, kenyamanan, keselamatan, perekonomian, dan estetika.

Gas CO2 dapat menyebabkan penyakit akut sampai dengan kematian. Menurut

Becker et al dalam Soutwick, 1972, efek patologi dari pencemaran udara adalah berupa penyakit seperti : “dyspnea”, batuk, banyak keluar dahak, iritasi mata, dan badan terasa tidak enak.

Di daerah industri, di Bayonne dan Elizabeth, New Yersey, tingkat kematian karena kanker pernafasan pada laki-laki 35% lebih besar dari pada di daerah yang kurang pencemarannya. Penyakit yang ada hubungannya dengan pencemaran udara akibat industri antara lain : sakit pernafasan, mpysma, bronchitis, kanker paru-paru, asthma, dan sebagainya.

Gas SO2 dapat menyebabkan penyakit gangguan pernafasan, penyakit

pencernaan, dan sakit kepala serta sakit dada (Soutwick, 1972).

Gas CO pada kadar 10 ppm sudah cukup dapat menyebabkan penyakit dan pada kadar 1300 ppm sela waktu 30 menit sudah dapat menimbulkan kematian. Gas ini juga dapat menimbulkan kelelahan dan pusing bagi pengendara, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu-lintas.

Gas NO2 dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, saluran pernafasan, dan

paru-paru.

(6)

tenggorokan, sedangkan pada kadar yang tinggi dapat mengakibatkan steril dan kematian.

Senyawa HC juga dapat mengganggu kesehatan. Senyawa ini ternyata mengandung 50 – 200 jenis ikatan HC, salah satunya merupakan zat

karsiogenik yaitu senyawa bensopirent.

Keselamatan manusia juga akan terganggu oleh adanya pencemaran udara. Hal ini disebabkan oleh pandangan mata yang terganggu. Estetika juga dapat terganggu sebagai akibat turunnya kecerahan atmosfir (asap) dan adanya bau. Gangguan perekonomian juga dapat terjadi sebagai akibat turunnya produksi pertanian karena gangguan proses fotosintesa oleh gas-gas pencemar.

2. Dampak Terhadap Tumbuhan

Dampak pencemaran udara terhadap tumbuhan adalah lambatnya pertumbuhan tanaman, sakit sampai dengan tanaman mati. Hal ini disebabkan gangguan proses fotosintesa yang dapat menyebabkan aliran makanan terputus. Indikator akibat pencemaran udara adalah terjadinya bintik-bintik dan kuning daun. Gas Ozone / Oksidant pada kadar 0,02 ppm dapat merusak tanaman seperti tembakau, bayam, tomat, kacang-kacangan, dan cemara. Gas SO2 pada kadar

0,22 – 0,26 ppm dapat mematikan tanaman apel, kentang, dan lain-lain.

3. Dampak Terhadap Hewan

Kandungan partikel dalam udara seperti F dan Ar dapat masuk ke dalam pakan ternak yang bersifat racun. Kasus adanya Timah dan Seng dalam rumput telah menimbulkan keracunan sapi dan kuda di Jerman akibat adanya industri pengecoran logam. Konsentrasi debu yang mematikan mengandung Timah antara 17 – 45% dan Seng 5 – 25%. Disamping itu, gas H2S yang terjadi juga

dapat mengakibatkan keracunan yang berakhir dengan kematian pada burung gereja, ayam, sapi, babi, angsa, itik, dan sebagainya yang pernah terjadi di Costa Rica.

4. Dampak Terhadap Iklim

Pencemaran udara dapat berpengaruh terhadap awan, temperatur, dan proses presipitasi bahkan dapat merubah cuaca pada skala lokal dan regional. Aerosol dapat berpengaruh terhadap status temperatur vertikal atmosfer. Partikel dalam atmosfer dapat merubah struktur awan, sehingga kemampuan presipitasi awan dingin menjadi terganggu. Sumber partikel adalah industri baja dan kendaraan bermotor.

(7)

Pencemaran udara dalam keadaan udara yang lembab dapat menyebabkan terjadinya karat pada metal, beton/batu, karet, tekstil, dan bahan plastik. Karat dapat merusak bangunan seperti : jembatan, tiang listrik, kapal, dan bangunan lainnya, sehingga dapat menyebabkan kerugian milyardan dollar.

IV. PRAKIRAAN DAMPAK PADA KUALITAS UDARA

Langkah-langkah prakiraan dampak pada kualitas udara adalah : 1. Identifikasi tipe dan kuantitas pencemar udara.

Identifikasi tipe dan kuatitas pencemar udara dilakukan dengan pendekatan faktor emisi yaitu menentukan angka rata-rata pelepasan pencemar udara. 2. Mengukur kualitas udara.

Mengukur kualitas udara dilakukan dengan sampling, pengukuran, dan analisis laboratorium (primer), sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari hasil monitoring / pemantauan kualitas udara pada waktu tertentu.

3. Menentukan pola penyebaran pencemar udara.

Menentukan pola penyebaran udara dapat dilakukan dengan data-data “wind rose” yang dilengkapi dengan data-data ketinggian emisi, kecepatan angin, kejadian harian, dan lain-lain.

4. Menganalisis kondisi iklim.

Kondisi iklim sangat erat hubungannya dengan potensi penyebaran pencemar udara. Kondisi tersebut meliputi : curah hujan, temperatur, arah dan kecepatan angin, kelembaban, dan sebagainya.

5. Menentukan standar kualitas udara yang akan digunakan.

Standar atau baku mutu kualitas udara terdiri dari 2 macam yaitu baku mutu kualitas udara emisi dan ambien. Baku mutu kualitas udara emisi (gas buang dari cerobong) digunakan untuk menentukan bahan pencemar udara apa dan berapa yang dapat dilepas ke atmosfer, sehingga dapat diproyeksikan bagi keselamatan dan kenyamanan masyarakat. Sedangkan baku mutu kualitas udara ambient digunakan untuk ambien atmosfer umum yang berorientasi kepada kesehatan masyarakat di permukiman.

6. Inventarisasi sumber pencemar udara.

Inventarisasi sumber pencemar udara adalah penggabungan kuantitas dari seluruh sumber pencemar udara yang masuk pada daerah tertentu dan pada waktu tertentu. Inventarisasi banyaknya emisi udara ini sangat berguna dalam rangka menentukan kualitas udara ambien, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan langkah pengelolaan lingkungan udara. Kegunaan lain dari inventarisasi emisi udara ini adalah dapat menentukan kegiatan mana yang paling banyak andilnya dalam pencemaran udara.

(8)

Hal yang sangat penting dalam perhitungan pencemaran udara adalah seberapa banyak bahan bakar yang dibakar sebagai sumber pencemar udara. Semakin banyak bahan bakar yang dibakar, maka semakin banyak pula emisi udara yang dihasilkan dan kualitas udara ambien otomatis akan semakin jelek. Perhitungan emisi udara dilakukan dengan modeol matematik yaitu Model Faktor Emisi. Hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk memprakirakan dampak pencemar udara terhadap kualitas udara ambien.

V. PENGENDALIAN PENCEMARAN KUALITAS UDARA

Pengendalian pencemaran kualitas udara pada dasarnya dilakukan melalui upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Pengelolaan lingkungan secara umum didefinisikan sebagai upaya terpadu dalam pencegahan dan penanggulangan dampak negatif serta pengembangan dampak positif terhadap lingkungan agar diperoleh manfaat yang lebih besar bagi manusia.

Pemantauan lingkungan didefinisikan sebagai pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap parameter kualitas lingkungan pada lokasi dan waktu tertentu dan dilakukan untuk mengetahui perubahan kualitas lingkungan yang terjadi sebagai akibat adanya aktivitas kegiatan pembangunan.

Pengelolaan pencemar ke udara yang berupa emisi terfokus pada 2 (dua) sumber yaitu

pembakaran bahan bakar (combustion sources) proses (process sources)

Combustion sources berasal dari proses pembakaran seperti gen-set, boiler, pembakaran tungku, pembakaran sampah di insenerator, dan lain sebagainya. Pengelolaan emisi dari sumber kegiatan ini dititik beratkan pada pemilihan peralatan yang hemat energi, kinerja pembakaran optimal dan aspek perawatan berkala.

Process sources adalah emisi udara yang bersumber dari kegiatan proses pada berbagai kegiatan operasional mengikuti alur kegiatan bahan organik yang mudah menguap (volatile). Berbagai kegiatan tsb meliputi: tanki penyimpanan (pelarut, bahan bakar), open handling activities (drum transfer), proses ekstraksi, proses pencampuran (blending), open transfer (conveyer), dan lain-lain. Pengelolaan yang dilakukan adalah dengan penanganan proses dengan cara minimalisasi emisi udara.

Disamping emisi tidak bergerak, ada emisi lain dari sumber bergerak yaitu dari alat angkut seperti forklift dan mobil angkutan (transportasi). Pengelolaan emisi dari jenis ini dititik beratkan pada perawatan berkala berdasarkan uji emisi dan/ atau mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku.

(9)

Cemaran ini berasal dari berbagai aktivitas antara lain kegiatan transportasi, penyiapan bahan baku, proses produksi, dan sebagainya. Pengelolaan yang diterapkan terutama:

 Minimisasi timbulan debu seperti pengaturan kecepatan kendaraan, penggunaan peralatan dust collector, dan sebagainya.

 Melokalisir/ mengisolasi aktivitas dengan timbulan debu tinggi untuk mencegah penyebaran ke area/ lingkungan sekitar.

Volatile Organic Carbon (VOC)

Sumber pencemaran ini terdiri dari:

 VOC alami yang terkandung sebagai konstituen bahan baku,  VOC yang ditambahkan sebagai bahan aditif.

Penerapan pengelolaan meliputi:

 Minimisasi proses penguapan aditif dan carrier nya,

 Melokalisir/ mengisolasi aktifitas dengan timbulan VOC yang (diduga) relatif tinggi untuk mencegah penyebaran ke lingkungan sekitar.

Stack gas:

Emisi utama adalah CO2 (efek gas rumah kaca).

Cemaran hasil pembakaran dapat berupa CO, NOx, SOx, debu/ partikulat. Sistem pengelolaan yang dapat dterapkan meliputi:

 Pemilihan peralatan berdasarkan jenis bahan bakar (MFO, solar, batubara, atau gas alam)

 Penghematan bahan bakar (pemilihan alat yang hemat energi),  Perawatan berkala untuk menjamin kinerja pembakaran,

 Minimisasi limbah yang dibakar (pada incinerator),  Integrated wet scrubber pada incinerator,

 Pemasangan cerobong yang tinggi, minimal 2,5 tinggi bangunan dengan kecepatan minimal 20 m/det untuk mencegah turbulensi.

Disamping pengelolaan di dalam proses, ada pengelolaan di luar proses yaitu :  Penentuan lokasi kegiatan yang disesuaikan dengan tata ruang kota /

kabupaten dengan memperhatikan lingkungan sekitar.

 Penyediaan jalur hijau dengan luasan yang cukup, sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran udara.

 Pendekatan perilaku masyarakat, misalnya pengurangan penggunaan mobil pribadi.

 Peraturan Pemerintah yang ketat bagi perlindungan lingkungan, seperti baku mutu asap kendaraan, gas buang industri, jalur hijau, kualitas bahan bakar, dan sebagainya.

VI. PENUTUP

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Canter, L.W., 1977. Environmental Impact Assessment, McGraw- Hill, New York.

Corbitt, R.A.1990. Standard Hanbook Of Environmental Engineering. McGraw Hill. Inc. New York.

Manohar, S.N.,1985., Tall Chimneys Design and Construction, Tata Mc-Graw Hill Publishing Company Limited, New York

Perkins, H.C., 1974. Air Pollution, International Student Edition, McGraw - Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo

Perry, R.H.,Green,D.,1984, Chemical Engineers Handbook, Sixth Edition, McGraw-Hill Kogakusha Ltd., Tokyo.

Rau, J.G. & Wooten, D.C, 1980. Environmental Impact Analysis Handbook, McGraw-Hill Book Company, New York.

Sumitomo, 1993, Gas Turbin Generator Fundamentals MS9001E, GE International Service & Part, Greenville.,SC.,USA

Referensi

Dokumen terkait

Maka solusi yang dipilih untuk mengurangi permasalahan dampak pencemaran lingkungan areal kerja adalah diperlukan Perancangan Alat pembersih saringan udara (air filter)

Ruang lingkup prosedur pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan meliputi 3 (tiga) fase, yaitu : fase pra bencana kebakaran hutan, fase

Menurut Aditama (1992), pengertian lain dari pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik dan kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah

 Emisi adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai

Pencemaran udara merupakan satu keadaan yang melibatkan pengenalan sebarang bahan kimia, jirim zarahan atau bahan biologi yang boleh menyebabkan mudarat atau

Berdasarkan pembahasan critical review dapat diambil kesimpulan bahwa Maksud dan tujman penulis untuk menyelidiki dampak pencemaran udara terhadap terhadap

udara Penyebab pencemaran udara Peserta didik dapat mendiskripsikan penyebab pencemaran udara L2 PG 28 6 3.10 Menganalisis perubahan iklim dan dampak nya bagi ekosistem

Cara pengelolaan risiko sebagai upaya yang dapat dilakukan guna menghadapi pencemaran udara, yakni melakukan penghijauan dan penanaman untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran udara