• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DESKRIPSI BETON - Tinjauan Kontribusi Lembaran Carbon Fiber Strip Di Pasang Vertikal Terhadap Lentur Dan Geser Pada Balok Langsing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DESKRIPSI BETON - Tinjauan Kontribusi Lembaran Carbon Fiber Strip Di Pasang Vertikal Terhadap Lentur Dan Geser Pada Balok Langsing"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DESKRIPSI BETON

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusun yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portlan cement), agragat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen.

(2)

Dalam SNI 03-2847-2002, beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja.

Dalam Nawy (1990), Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil dari kuat tariknya. Kecilnya kuat tarik dari beton ini merupakan salah satu kelemahan beton biasa. Untuk mengatasinya beton dikombinasikan dengan tulangan beton dimana baja biasa digunakan sebagai tulangannya, dengan alasan karena koefsien baja hamper sama dengan kofisien beton (Tri Mulyono, 2004).

2.1.1 Semen Portland

Semen Portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan alumunium silikat. Penambahan air mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu (Nawy, 1985).

(3)

Dalam Tri Mulyono (2004), semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks dengan campuran serta sususnan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok; yaitu (1) semen non hidrolik dan (2) semen hidrolik. Semen non-hidrollik tidak dapat mengkat dan mengeras di dalam air tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen ini adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolika adalah kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portlan, semen Portland-pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumunium, semenexpansif.

Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekritalisasi delam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan tinggi apabila mengeras (Nawy, 1985).

(4)

2.1.2 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pekerjaannya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan-bahan kimia lainnya, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya dan dapat juga merubah sifat-sifat semen (Nawy, 1990).

ACi 318-89:2-2 dalam Mulyono (2004), air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak. Asam, alkali, zat organis, atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapt diminum.

2.1.3 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus/lolos ayakan 5 mm dan tertahan di ayakan 0,15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu–batuan.

Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan–gundukan di sepanjang sungai, sering disebut sebagai pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut sebagai pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

(5)

a. Susunan butiran (gradasi)

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

9.52 100

4.76 95-100

2.38 85-100

1.19 50-85

0.60 25-60

0.30 10-30

0.15 2 - 10

Sumber: ASTM C33-74a

b. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no. 200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.

c. Kadar gumpalan liat/clay lump harus kurang dari atau sama dengan 1% (≤ 1%) terhadap berat kering.

(6)

laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar warna Gardner.

Pengelompokan standar warna Gardner adalah sebagai berikut: 1. Standar Warna No.1: berwarna Bening/Jernih.

2. Standar Warna No.2: berwarna Kuning Muda. 3. Standar Warna No.3: berwarna Kuning Tua.

4. Standar Warna No.4: berwarna Kuning Kecoklatan. 5. Standar Warna No.5: berwarna Coklat.

Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah plat No.3. Jika warna yang terjadi melebihi palat No.3, berarti pasir tersebut mengandung bahan organic yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian dibersihkan dengan air.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus-menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat:

(7)

2.1.4 Agregat kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil desintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 5 mm.

Agregat Kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Susunan butiran (gradasi) Agregat kasar harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang heterogen (bervariasi), karena ruang-ruang kosong antara pertikel menjadi sedikit sehingga pemakaian semen pun akan menjadi lebih irit serta pengikatan butiran-butiran agregat dapat berlangsung dengan baik. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas sepertiyang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38.10 95-100

19.10 35-70

9.52 10-30

4.75 0 - 5

Sumber: ASTM C33-74a

(8)

boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak dapat pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.

d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat halus harus dicuci.

e. Kekerasan dari butiran agregat kasat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat-syarat berikut:

1. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat. 2. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1-30 mm lebih dari 22% berat. f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles

dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

2.1.5 Baja Tulangan

Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat dan jarring kawat baja las yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standar ASTM. Sifat-sifat terpenting baja tulangan adalah:

(9)

b. Kekuatan leleh, ƒᵧ

c. Kekuatan batas, ƒᵤ

d. Mutu baja yang ditentukan

e. Ukuran atau diameter batang atau kawat

Untuk menambah lekatan antara beton dengan baja dibuat bentuk ulir pada permukaannya. Pembentukn ulir tersebut harus memnuhi spesifikasi ASTM A16-76 agar dapat diterima sebagai batang-batang ulir. Untuk memperoleh batang ulir, amak batang dililiti kawat sesuai dengan bentuk yang diinginkan, kemudian dipress. Kecuali untuk kawat yang dipakai sebagai tulangan spiralpada kolom, hanya batang ulir, kawat ulir atau kawat bentukan dari kawat ulir maupun polos yang dapat digunakan dalam beton bertulang (Nawy, 1990).

2.2 LENTUR PADA BALOK

Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (berarah vertical) maupun beban lain seperti: beban angin (berarah horizontal) atau juga beban karena susut dan beban yang bekerja karena perubahan temperature dan menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur.lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar.

(10)

kapasitas elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.

Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. Tegangan ini hampir selalu menentukan dimensi geometris penampang beton bertulang. Proses desain yang mencakup pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur, kecuali untuk komponen struktur yang khusus seperti fundasi. Setelah itu faktor-faktor lain seperti kapasitas geser, defleksi, retak, dan panjang penyaluran tulangan dianalisis sampai memenuhi persyaratan.

Asumsi asumsi yang digunakan dalam menetapkan prilaku penampang adalah: a. Distribusi regangan dianggap linier, asumsi ini berdasarkan hipotesis bernauli

yaitu berpenampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setalah mengalami lentur.

b. Regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh baja

c. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut.

Agar keseimbangan gaya harisontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, maka: C , distribusi tegangan dan

(11)

Gambar 2.1. Distribisi tegangan dan regangan pada balok

Dalam Nawy (1990), berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami, balok dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut:

(12)

in/in, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu .

Distribusi regangan pada penampang balok dalam keadaan balanced

diperlihatkan sebagai garis Ac1 pada Gambar 2.2. Dari segitiga yang sebangun pada Gambar 2.1 dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi

balanced, yaitu:

……….. (2.1)

Jika Es diambil sebesar 200.000 MPa, maka:

……….. (2.2)

b. Penampang over-reinforced: keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja yang terjadi masih lebih

kecil daripada regangan lelehnya , dengan demikian tegangan baja juga

lebih kecil daripada tegangan lelehnya . Kondisi ini terjadi apabila tulangan

yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced.

Sebagaiman diperlihatkan dengan garis Ab2 pada Gambar 2.2.

c. Penampang under-reinforced: keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja, tilangan baja ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan diatas . Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila

(13)

Gambar 2.2 Distribusi regangan penampang balok: a) Diagram tegangan tulangan baja yang diidealisasikan; b) Distribusi regangan untuk berbagai ragam

(14)

Sudarmoko (1996), dalam menghitung perencanaan balok didasarkan pada asumsi sebagai berikut:

a. Regangan dalam tulangan dan beton harus berbanding langsung dengan jarak dari sumbu netral;

b. Regangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan terluar sama dengan 0,003;

c. Tegangan dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan ƒᵧ untuk mutu tulangan yang digunakan harus diambil sebesar ϵѕ dikalikan regangan baja. Untuk regangan yang lebih besar dari regangan yang diberikan ƒᵧ, tegangan pada tulangna harus dianggap tidak tergantung pada regangan dan sama dengan ƒᵧ; d. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam hitungan;

e. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton dianggap berbentuk persegi;

f. Distribusi tegangan beton persegi ekivalen didefinisikan sebagai berikut:

1. Tegangan beton sebesar 0,85f’c harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak dari serat

dengan regangan tekan maksimum;

2. Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut

3. Faktor harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton f’c hingga atau

(15)

menerus sebesar 0,008 untuk setiap kelebihan 1 MPa diatas 30 MPa; tetapi tidak boleh kurang dari 0,65. Ketentuan ini dapat didefenisikan sebagai

berikut:

Jika f’c ≤ 30 MPa ; = 0.85

Jika 30 < f’c < 55 MPa ; = 0.85-0.008(f’c-30) Jika f’c ≥ 55 MPa ; = 0.65

Keterangan mengenai diagram distribusi regangan dan tegangan serta keseimbangan gaya-gaya pada penampang beton dan dilihat kerja sama antara beton dan baja tulangan dalam melawan lenturan sepertiyang tertera pada Gambar 2.3.

(16)

Gaya tekan beton: ………...2.3

Gaya tarik baja: ………...2.4

Syarat keseimbangan: ………..2.5

Momen lentur nominal yang terjadi: ………...2.6

Dimana z adalah lengan momen, ………..….2.7

2.3 GESER PADA BALOK

Analisa dan desain pada penampang beton bertulang terhadap geser yang diakibatkan oleh bekerjanya beban luar merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton, karena kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya. Perilaku balok beton yang runtuh akibat geser sangat berbeda dengan runtuh yang diakibatkan lentur, dimana bentuk retak diagonalnya lebih besar dibanding retak lentur. Keruntuhan akibat geser menyebabkan balok langsung hancur tanpa adanya tanda-tanda dan peringatan terlebih dahulu.

(17)

Gambar 2.4 Jenis-jenis retak

2.3.1 Tegangan geser

Setiap balok yang yang bersifat homogen, alastik dan belum retak jika diberikan beban pasti akan mengalami gaya geser pada setiap penampangnya, dan tegangan geser yang terjadi adalah:

I b

S V v

. .

= ………...………... 2.8

dimana: v = tegangan geser V = gaya lintang

S = momen statis dari bagian yang tergeser terhadap garis netral b = lebar balok

(18)

Untuk penampang persegi nilai maksimal tegangan geser:

Gambar 2.5 Distribusi tegangan geser berbentuk parabolis pada penampang homogeny

(19)

Dalam SNI 03-2847-2002, menjelaskan bahwa: perencanaan penampang geser harus didasarkan pada:

………..2.10 Dimana:

Vu = gaya geser terfaktor pada penampang

Vn = kuat geser nominal

= faktor reduksi untuk balok

Kuat geser nominal dapat dihitung dari:

………2.11 Dimana:

Vn = kuat geser nominal

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Analog rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini manyatakan bahwa dalam menahan geser yang bekerja pada balok terbentuk rangka badan ekovalen yang terdiri dari sengkang-sengkang yang bekerja sebagai elemen tarik dan strut beton yang parallel dengan retak diagonal bekerja sebagai elemen tekan. Strut tekan beton ini membentuk sudut 45˚ terhadap sumbu longitudinal balok. Tahanan geser

Vn diasumsikan terdiri atas tahanan geser tulangan sengkang Vs dan tahanan geser beton

(20)

2.3.2 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

Kuat geser Vc harus dihitung berdasarkan komponen struktur yangdibebani oleh geser dan lentur, dapat dihitung dari:

………2.12

Dan jika kuat geser dihitung berdasarkan komponen struktur yang dibebani tekan aksial, dapat dihitung dari:

……….2.13

Jika komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial yang besar, dapat dihitung dari:

……….2.14

2.3.3 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Kuat geser Vs dihitung berdasarkan posisi tulangan geser yang digunakan, bila digunakan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, maka kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser dihitung berdasarkan:

………2.15

Dimana:

Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Av = luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s

fy = kuat leleh tulangan (MPa)

(21)

s = spasi tulangan transversal diukur sepanjang sumbu longitudinal komponenstruktur(mm)

2.4 FIBER REINFORCED POLYMER

Fiber Reinforced Polymer (FRP) merupakan sejenis pelat baja tipis yang didalamnya terdapat serat-serat carbon dan fiber.Tiga prinsip penggunan FRP dalam perkuatan struktur adalah: (1) Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan FRP pada bagian tarik. (2) Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian sisi pada daerah geser, dan (3) Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan FRP di sekeliling kolom.

Tipe FRP yang umum digunakan sebagai perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Perbandingan dari ketiga macam bahan FRP ini dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Data FRP (nilai ini hanya untuk fiber saja bukan composite)

Tipe Fiber KuatTarik (N/mm2) Carbon: high strength 4300-4900 230-240 1.9-2.1 1.8 Carbon: high modulus 2740-5490 294-329 0.7-1.9 1.78-1.8 Carbon: ultra high modulus 2600-4020 540-640 0.4-0.8 1.91-2.1 Aramid: high strength and

high modulus 3200-3600 124-130 2.4 1.44

Glass 2400-3500 70-85 3.5-4.7 2.6

(22)

Berdasarkan performance FRP, dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Perbandingan Performance FRP

Performance Carbon Aramid Glass

Alkaline Resistant Good Good Bad

UV Resistant Yes No Yes

Electricity Conductivity Yes No Yes

Compressive vs Tensile Strength Close to Lower Close to

Elastic Modulus vs Steel Similar Lower Lower

Melting Point 650°C 200°C 1000°C

Creep Rapture Best Moderate Bad

Sumber: PT.Sika Indonesia

Bentuk FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah plate/composite

dan fabri/ Wrap. Bentuk Plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding ; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom (Hartono, 2002).

Dalam Hartono (2002), ada beberapa Keuntungan dan kerugian dalam penggunaan FRP sebagai perkuatan struktur antara lain:

a. Kuat tarik sangat tinggi (± 7-10 kali lebih tinggi dari U39)

(23)

c. Pelaksanaan sangat mudah dan cepat

d. Memungkinkan untuk tidak menutup lalu lintas (jembatan dll) e. Tidak memerlukan area kerja yang luas

f. Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang

g. Tidak berkarat

Kerugian dari penggunaan FRP yaitu:

a. Ketahanan terhadap kebakaran (harus dilakukan lapisan tahan kebakaran) b. Pengrusakan dari luar (umumnya untuk fasilitas umum harus dilakukan

lapisan penutup dari mortar).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari kontribusi lembaran

Fiber reinforced Polymer pada peningkatan kapasitas geser balok lentur bertulang beton memperlihatkan hasil bahwa perhitungan konstribusi lembaran FRP dalam menahan geser dapat dilakukan dengan metode yang umum digunakan pada perhitungan kontribusi tulangan sengkang, yang berdasarkan pada analog rangka.

Menurut Imran dkk (2002), bahwa kontribusi lembaran FRP didasarkan pada kapasitas lekatan antar permukaan FRP dan permukaan beton, biasanya mengalami lepas (debonding/peeling off) pada saat tegangan lekatan yang trejadi mencapai kisatan 1,3 MPa.

(24)

kegagalan yang tergantung pada panjang pelat CRFP. Jenis kegagalan yang terjadi antara lain kegagalan lentur dan pecahnya beton antara plat CRFP dan tulangan longitudinal pada bagian ujung plat CRFP, kegagalan pecahnya beton terjadi ketika balok diperkuat dengan pelat CRFP dengan panjang pelat terbatas.

Dalam penelitian Iswari (2004), mendapatkan bahwa perkuatan lentur dengan 3 variasi penambahan tulangan pada balok beton bertulang akan meningkatkan kapasitas lentur 3 balok uji masing-masing sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14%, serta meningkatkan kekakuan balok sebesar 14,03%, 41,04% dan 100,18% dibandingkan terhadap balok kontrol.

Ardhi Riza Hermawan (2009), dalam penelitiannya mengatakan alternatif yang dipakai agar beton mempunyai kuat geser tinggi dengan menambah tambah berupa kaolin ke dalam campuran beton. Penambahan kaolin yang mengandung unsur silika (Si) yang dominan akan mengikat Ca(OH)2 menjadi Calsium Silikat Hidrat (C-S-H) berupa gel baru yang cenderung meningkatkan kepadatan dan kekuatan beton. Pembuatan benda uji berupa balok beton bertulang dengan kadar kaolin 0% dan 5,5007% (dari berat semen) dan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan mineral kaolin meningkatkan kuat geser balok beton. Gaya maksimum yang dapat ditahan balok beton yang mengalami keruntuhan geser pada penambahan mineral kaolin meningkat sebesar 2,65% terhadap beton normal.

(25)

fiber baja sudahada beberapa formula untuk memprediksi kuat geser baloknya. Dari hasil hitungan rasio kuat geser hasil rumus-kuat geser hasil percobaan, dapat diketahui bahwa prediksi kuat geser dengan rumus usulan Narayanan & Darwish dan Li dkk cukup dekat dengan kuat geser hasil percobaan yaitu dengan rasio berturut-turut 0,915, 0,909. Peringkat selanjutnya diduduki oleh Ashour dkk, Sharma, Uomoto dkk, yaitu dengan rasio berturut-turut 0,875, 0,786,0701, 1,801. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rumus Narayanan & Darwish dan Li dkk dapat digunakan untuk memprediksi kuat geser balok-balok beton fiberbendrat.

Dalam penelitian Ignatius Christiawan, Andreas Triwiyono, dan Hary Christady (2008), Guna menambah kapasitas lentur dan geserbalok digunakan metode external reinforcement dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) yang direkatkan pada permukaan komponen beton yang diperkuat dengan bantuan perekat epoxy, Hasil analisis struktur didapatkan balok lantai perlu perkuatan lentur dan geser. Perkuatan lentur dan geser dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) didapatkan mampu menambah kuat lentur balok lantai masing-masing: 7,44 % ; 7,44 % ; 14,65 % ; 21,64 % ;17,75 % dan menambah kuat geser masing-masing: 28,77 %.

Dari hasil Ahmed khalifa dkk (1998), dengan penambahan CFRP pada balok beton bertulang akan meningkatatkan kapasitas geser sebesar 47%. Dengan data

concrete strength adalah 27 MPa. Modulus elastic dari CFRP adalah 227 GPa, beban axial dari CFRP 3400 MPA, tebal CFRP adalah 0,165 mm/ply. Metode pemasangan dengan sudut 90°. luas tulangan geser 100 mm2 dengan jarak 200 mm dan yield strength

(26)

Dalam penelitian Iswandi Imran (2002), dalam studi eksperimental dilakukan pengujian 10 (sepuluh) specimen balok beton bertulang. Pengaruh berbagai variable desain untuk lembaran serat aramid pada perilaku balok beton yang diberi perkuatan geser dikaji secara mendalam. Variable yang divariasikan diantaranya ketebalan, lebar dan spasi lembaran serat yang diapsang. Selain itu skema pemasangan lembaran serat pada badan balok juga menjadi parameter yang dievaluasi. Hasil studi memperlihatkan bahwa konstribusi lembaran aramid dalam Manahan geser dapat diperhitungkan dengan menggunakan konsep, analogi rangka yang sudah umum digunakan pada perencanaan balok beton bertulang.

2.4.1 Standard Pedoman Perencanaan

Pedoman perencanaan untuk FRP dapat mengacu pada standard ACI yaitu ACI 440-Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for Strengthening Concrete Structures and Technical Report yang dikeluarkan oleh

Concrete Society Committee Inggris yaitu Technical ReportNo. 55-Design Guidance for Strengthening Concrete Structure Using Fibre Composite Material..

Di dalam ACI 440, selain faktor reduksi kekuatan Φ; juga terdapat faktor reduksi lainnya yaitu:

1. Faktor reduksi partial untuk FRP ψ sebesar: Lentur : 0,85

Geser : 0,95 (wrap 4 sisi) atau 0,85 (wrap 3 sisi)

(27)

2. Faktor reduksi untuk material FRP akibat pengaruh lingkungan (CE), dipakai sebagai dasar perencanaan untuk kuat tarik ultimate (flu = CE . flu* dari pabrik) dan regangan ultimate (εlu = CE. εlu* dari pabrik)

3. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004. Tabel 2.5 Faktor reduksi lingkungan CE

Kondisi penempatan Carbon Glass Aramid Di luar ruangan 1.0 0.8 0.9

Di dalam ruangan 0.9 0.7 0.8

Di dalam Technical Report No.55, digunakan factor keamanan partial sbb: 1. f1 = flu*/(γmf. γmm .γmE)

· γmf : faktor keamanan partial untuk kekuatan

· γmm : faktor keamanan partial untuk proses pembuatan atau pelaksanaan.

· γmE : faktor keamanan partial untuk modulus elastisitas. 2. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004.

Tabel 2.5.1 Faktor keamanaan parsial untuk kekuatan

Material Faktor keamanan partial

(γmf)

Carbon FRP 1.4

Aramid FRP 1.5

(28)

Tabel 2.6 Recommended values of partial safety factor, to be applied to designstrength of manufactured composites, based on clarke

Type of system (dan method of application or manufacture)

Additional partial safety factor,

γmm

Plates

Pultruded 1.1

Prepeg 1.1

Preformed 1.2

Lembaran atau tapes

Machines-controlled application 1.1

Vacuum infusion 1.2

Wet lay-up 1.4

Prefabricated (factory-made) shell

Filament winding 1.1

Resin transfer moulding 1.2

Hand lay-up 1.4

Hand-held spray application 2.2

Tabel 2.7 Faktor keamanan parsial untuk modulus elastisitas

Material Partial safety factor,

γmE

Carbon FRP 1.1

Aramid FRP 1.1

(29)

2.4.2 Aplikasi FRP

FRP (fiber reinforced polymer) digunakan pada konstruksi yang telah ada. Pemakaian FRP pada suatu konstruksi biasa nya disebabkan oleh beberapa hal seperti: terjadi kesalahan perencanaan, adanya kerusakan-kerusakan dari bagian struktur sehingga dikhawatirkan tidak berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan adanya perubahan fungsi pada system struktur dan adanya penambahan beban yang melebihi beban rencana.

Perkuatan tambahan ini telah banyak dipergunakan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, SIKA telah memproduksi FRP sejak tahun 1997. Jenis FRP yang saat ini dipasarkan oleh SIKA adalah terdiri dari:

Bentuk Plate: Sika Carbodur

Pembagian tipe Sika Carbodur berdasarkan angka modulus elastisitasnya terdiri dari tiga tipe yaitu:

1. Carbodur tipe S (Standard), jenis S512 dan S1012 2. Carbodur tipe M (Middle)

3. Carbodur tipe H (High) Bentuk wrap: Sika Wrap 230C

(30)

Tabel 2.8 Tipe dan spesifikasi dari Sika Carbodur

Beberapa proyek besar yang telah memakai perkuatan SIKA FRP dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 PProyek besar yang telah menggunakan Sika FRP

Proyek Detail Perkuatan Tipe dan Jumlah

FRP Water Intake di

Kalimantan Timur

Peningkatan kapasitas lentur balok dan plat akibat adanya korosi pada tulangan

Peningkatan kapasitas lentur balok

akibat adanya keretakan pada balok S1012 ~ 489 m ’

Bangunan Silo di Riau

Peningkatan kapasitas kolom dan balok

S1012 ~ 50 m’

Wrap 230C ~ 365 m’

Gedung Hexa Perdana di Jakarta

Peningkatan kapasitas lentur pada plat kantilever akibat kurangnya tulangan

S 508~ 329 m’

Kedutaan Jerman di Jakarta

Peningkatan kapasitas lentur dan geser balok

(31)

Tabel 2.9 (Lanjutan)

Matahari Dept.

Store di Solo Perkuatan struktur setelah kebakaran S512 ~346 m ’

Kedutaan Jerman di Jakarta

Peningkatan kapasitas lentur dan geser balok

S 1012 ~ 53 m’ Wrap 230C ~ 74 m’ Rumah Sakit

Siloam di Cikarang Jakarta

Peningkatan kapasitas lentur dan

geser balok S 512 ~ 92 m

2.5. GESER DAN TARIK DIAGONAL

Meskipun belum seorangpun yang mampu menentukan dengan tepat daya tahan beton terhadap tegangan geser murni, hal ini tidak terlalu penting karena tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, maka beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Akan tetapi, pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.

(32)

2.5.1 Retak Geser dari Balok Beton Bertulang

Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau sebagai perpanjangan dari retak lentur. Retak pertama dari kedua jenis retak ini adalah retak lentur-geser. Ini adalah jenis retak yang biasanya dijumpai dalam balok prategang maupun non prategang. Agar retak ini terjadi, momen harus lebih besar dari momen retak dan geser. Retak harus membentuk sudut sekitar 45° dengan sumbu balok dan mungkin diawali pada puncak retak lentur. Retak lentur yang hamper vertical tidak berbahaya kecuali jika ada kombinasi kritis dari tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada puncak salah satu retak lentur.

Kadang-kadang retak miring akan terjadi secara independen dalam balok, meskipun tidak ada retak lentur pada lokasi tersebut. Retak tersebut, yang disebut retak web-geser, kadang terjadi dalam web balok prategang, khususnya balok prategang dengan flens lebar dan web tipis.Jenis retak ini akan terbentuk dekat pertengahan penampang dan bergerak mengikuti alur diagonal ke permukaan tarik.

(33)

Dengan bergeraknya retak ke arah sumbu netral, mengakibatkan pengurangan jumlah beton untuk menahan geser; artinya tegangan geser akan meningkat pada beton di atas retak. Perlu diingat bahwa pada sumbu netral tegangan lentur adalah nol dan tegangan geser mencapai nilai maksimum.

2.5.2 Analisa Kuat Geser Balok Tanpa Tulangan Geser

Setelah retak berkembang, batang akan runtuh kecuali penampang beton yang retak dapat menahan gaya yang bekerja. Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang tanpa tulangan geser terjadi dengan suatu kombinasi dari antara beberapa mekanisme sebagai berikut:

1. Perlawanan geser dari penampang yang tak retak di atas bagian yang

retak,VCZ(diperkirakan sekitar 20% s.d 40%).

2. Gaya ikat (interlocking) antara agregat (atau transfer geser antara permukaan) dalam arah tangensial sepanjang suatu retak, yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan yang kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak (diperkirakan 30% s.d 50%).

3. Aksi pasak (dowel action) Vd, sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal

(34)

Gambar 2.7 Retribusi Perlawanan Geser Sesudah Terbentuknya Retak Miring.

Untuk gelagar yang hanya dibebani gaya geser dan lentur ditetapkan bahwa;

pada retakan (geser), kekuatan geser Vc yang disumbangkan oleh beton ditentukan dari

kekuatan geser nominal Vuyang saling mempengaruhi dan momen Muyang terjadi.

Dari sejumlah percobaan yang diturunkan secara statistic, ternyata terdapat hubungan yang ditetapkan menurut persamaan di bawah ini:

(35)

Hubungan ini ditetapkan dalam grafik yang tertera pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hubungan Antara Vu dan Mu

Pendekatan secara eksperimen menghasilkan sekelompok titik-titik yang

berkerumun di sekitar garis yang menetapkan hubungan antara Vudan Mu. Persamaan

tersebut memberi ukuran untuk harga Vc yaitu kekuatan geser nominal yang

disumbangkan oleh beton. Tanpa dengan yang disumbangkan oleh tulangan geser

(sengkang) yang berarti tanpa Vs, bentuknya menjadi VuVc. Kemudian rumus tersebut diturunkan sebagai berikut:

(36)

Pada SKSNI T15-1991-03 rumus ini dijumpai kembali dalam bentuk

Dalam rumus ini:

c

f ' = nilai kekuatan tarik beton, dimana pengaruh mutu beton terhadap Vc dapat

ditentukan.

= nilai kelangsingan struktur dan dalam pemakaian rumus (2.18), nilai ini tidak

boleh lebih besar daripada.

Dari rumus ini dapat dilihat bahwa Vc meningkat dengan bertambahnya jumlah

tulangan (dinyatakan denganρw). Dengan meningkatnya jumlah tulangan, panjang dan

(37)

banyak beton yang tersisa untuk menahan geser dan akan terjadi kontak lebih dekat antara beton pada sisi-sisi yang berlawanan dari retak. Oleh karena itu akan lebih besarlah tahanan geser oleh friksi (aggregate interlock) pada kedua sisi.

Pembatasan rumus dengan Vc ≤0,3 f 'c.bwd diutamakan agar dapat mencegah

peningkatan tulangan supaya situasi “interlocking” lebih menurun karena tegangan beton yang membesar. Untuk mudahnya, sebagai pendekatan yang aman boleh berdasarkan rumus berikut:

d

Di sini Vc ditentukan tanpa pengaruh kelangsingan dan persentase tulangan.

Rumus ini dianggap sebagai batas bawah yang aman dan akan ditunjukan melalui Gambar(sebelumnya).

dinyatakan dalam gambar sebagai garis putus-putus

(Grafik 2.1). Untuk balok berpenampang persegi berlaku sebagai besaran c c

v bd V

= , maka

rumus (2.5) berubah menjadi:

c

v adalah batas tegangan geser dari penampang yang dapat melawan beban lentur dan

(38)

Bila tegangan geser akibat Vuditentukan sebagai

bd V

v c

u = , maka penampang beton yang

dapat menerima tegangan geser harus memenuhi persyaratan: vc ≤φvc

Besar factor reduksi kekuatan φterhadap tegangan geser menurut pasal 3.2.3.2 sebesar

6 , 0 =

φ . Nilai reduksi ini ternyata lebih rendah dibanding dengan nilai “standar”

8 , 0 =

φ yang dipakai dalam beban lentur. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai

tegangan geser ditetapkan suatu nilai φ =0,6 yang berhubungan erat dengan

“keamanan”.

beton yang berbeda-beda dirangkum pada Tabel (φvc dihitung menurut formula (3.4.3)

(39)

Bila nilai-nilai φvc yang didapat lebih kecil daripada vu, maka penampang beton

saja tidak kuat menahan tegangan geser. Berarti untuk vuvc perlu diberi tulangan

tambahan.

2.5.3 Analisa Kuat Geser Balok Yang Bertulangan Geser Mekanisme Analogi Rangka (‘vakwerkanalogi’)

Analogi rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini menyatakan bahwa balok beton bertulang dengan tulangan geser dikatakan berperilaku seperti rangka batang sejajar statis tertentu dengan sambungan sendi. Beton tekan lentur dianalogikan sebagai batang atas rangka batang, sedangkan tulangan tarik sebagai batang bawah. Web rangka batang tersusun dari sengkang sebagai batang tarik vertikal dan bagian beton antara retak tarik diagonal mendekati 45° bekerja sebagai batang tekan diagonal. Tulangan geser yang digunakan berperilaku seperti batang web dari suatu rangka batang.

(40)

(a) Rangka Baja

Beton Tulangan badan

(b) Aksi rangka dalam balok beton bertulang

(c) Balok beton bertulang dengan tulangan geser miring

Beton Tulangan badan

(d) Aksi rangka dalam balok beton bertulang

(e) Balok beton bertulang dengan tulangan geser vertikal

(41)

Meskipun analogi rangka batang telah digunakan bertahun-tahun untuk menjelaskan perilaku balok beton bertulang dengan tulangan web, tetapi tidak menjelaskan dengan tepat bagaimana gaya geser dipindahkan. Tentu saja penulangan geser akan meningkatkan kekuatan geser dari suatu unsur, akan tetapi penulangan sedemikian hanya akan menyumbangkan sedikit perlawanan geser sebelum terbentuknya retak miring.

Retak diagonal akan terjadi dalam balok dengan tulangan geser pada beban yang hampir sama jika retak tersebut terjadi dalam balok dengan ukuran yang sama tetapi tanpa tulangan geser. Adanya tulangan geser hanya dapat diketahui setelah retak mulai terbentuk. Pada saat itu, balok harus mempunyai tulangan geser yang cukup untuk menahan gaya geser yang tidak ditahan oleh beton.

Setelah retak geser terbentuk dalam balok, hanya sedikit geser yang dapat ditransfer melalui retak tersebut kecuali jika tulangan web dipasang untuk menjembatani celah tersebut. Jika tulangan tersebut ada, beton pada kedua sisi retak akan dapat dipertahankan supaya tidak terpisah. Beberapa keuntungan dapat diambil termasuk:

1. Baja tulangan yang melalui retak memikul geser secara langsung, Vcz

2. Tulangan mencegah retak semakin besar dan hal ini memungkinkan beton

mentransfer geser sepanjang retak melalui kuncian agregat, Va

3. Sengkang yang membungkus keliling inti beton berperilaku seperti gelang (hoop) sehingga meningkatkan kekuatan dan daktilitas balok. Dengan cara yang sama, sengkang mengikat tulangan memanjang ke dalam inti beton dari

(42)

4. Dengan mengikat beton dari kedua sisi retak,tulangan web membantu mencegah retak untuk bergerak ke dalam daerah tekan dari balok. Aksi pasak pada sengkang dapat memindahkan suatu gaya kecil menyeberangi retak, dan aksi ikat (confinement) dari sengkang pada beton tekan dapat meningkatkan kekuatan beton.

Gambar 2.11 Distribusi geser dalam pada balok dengan tulangan geser

(43)

Gambar 2.12 Jenis tulangan geser

Sengkang miring atau diagonal yang hampir segaris dengan arah tegangan utama lebih efisien dalam memikul geser dan mencegah atau memperlambat terbentuknya retak diagonal. Tetapi sengkang semacam ini biasanya dianggap tidak praktis digunakan di Amerika Serikat karena diperlukan upah kerja yang tinggi untuk menempatkan sengkang tersebut. Sebenatnya ini lebih praktis untuk balok beton precast di mana tulangan dan sengkang disusun terlebih dahulu dalam bentuk kerangka sebelum digunakan dan balok yang sama diduplikasi beberapa kali.

2.6. RAGAM KEGAGALAN BALOK

(44)

keruntuhan, yaitu: keruntuhan lentur, keruntuhan tarik diagonal dan keruntuhan tekan akibat geser. Ragam kegagalan balok dapat dilihat pada Gambar 2.13.

(45)

2.6.1 Keruntuhan Lentur

Pada daerah yang mengalami keruntuhan lentur, retak terjadi pada sepertiga tengah bentang dan tegak lurus arah tegangan utama. Retak tersebut diakibatkan oleh tegangan geser vyang sangat kecil dan tegangan lentur yang dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama horizontal. Dalam keadaan runtuh lentur demikian, beberapa retak halus berarah vertical terjadi didaerah tengah bentangsekitar 50% dari yang diakibatkan oleh beban runtuh lentur. Apabila beban bertambah terus, retak-retak ditengah bentang bertambah dan retak awal yang terjadi bertambah lebar dan semakin panjang menuju sumbu netral penampang. Hal ini bersamaan dengan semakin besarnya lendutan ditengah bentang. Jika balok tersebut under-reinforced, maka keruntuhan ini merupakan keruntuhan yang daktail (ductile) yang ditanda dulu dengan lelehnya tulangan tarik. Perilaku diktail ini memberikan peringatan terlebih dahulu kepada pemakai bangunan sebelum terjadi kehancuran total balok. Agar berperilaku daktail biasanya perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang harus lebih besar dari 5,5 dalam hal beban terpusat dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi (Nawy, 1998).

2.6.2 Keruntuhan Tarik Diagonal

(46)

terjadi ditengah bentang, berarah vertical yang berupa retak halus dan diakibatkan oleh lentur. Hal ini diikuti dengan rusaknya lekatan antara baja tulangna dengan beton disekitarnya pada perletakan. Maka tanpa adanya peringatan sebelum runtuh, dua atau tiga retak diagonal terjadi pada jarak sekitar 1,5d sampai 2d dari muka perletakan. Untuk mencapai kestabilan, satu retak diagonal ini melebar kedalam retak tarik diagonal utama (Nawy, 1998).

2.6.3 Keruntuhan Tekan Geser

Balok-balok yang mengalami keruntuhan demikian mempunyai perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak lentur vertical ditengah bentang dan tidak terus menjalar karena terjadi kehilangan lekatan antara tulangan membujur (longitudinal) dengan beton disekitarnya pada daerah perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring yang lebih curam daripada retak diagonal tarik, secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral. Kecepatan menjalar ini semakin berkurang sebagai akibat dari hancurnya beton pada tepi tertekan dan terjadi retribusi tegangan pada daerah atas. Pada saat bertemunya terak miring ini dengan tepi beton yang tertekan, terjadilah keruntuhan secara tiba-tiba. Ragam keruntuhan ini dapat dipandang kurang getas dibandingkan dengan ragam keruntuhan tarik diagonal karena adanya retribusi regangan.

(47)

Tabel 2.11 Pengaruh kelangsingan balok dengan ragam keruntuhan geser dengan tinggi sebagai ukuran dari

ketinggian a Beban terpusat, Beban

a/d terdistribusi,

Ic/d

Langsing Lentur (F) > 5,5 > 16

Sedang Tarik Diagonal

(DT) 2,5-5,5 11-16 b

Tinggi Tekan Geser

(SC) 1-2,5 1-5b

Untuk beban terdistribusi, ada transisi antara balok tinggi dengan balok menengah.

2.7 Kontribusi Lembaran FRP Dalam Memikul Lentur dan Geser 2.7.1 Konstribusi Lembaran FRP Terhadap Lentur

Perhitungan perkuatan lentur dengan FRP mengacu pada ACI committee 440. Analisa perkuatan FRP terhadap lentur yang tertera pada Gambar 2.13.

(48)

……….. 2.66

Untuk melindungi kemampuan lekatan FRP diberikan persamaan untuk menghitung koefisien lekatan yaitu:

untuk ………..2.67

Dengan memberikan asumsi bahwa nilai regangan maksimum pada beton sebesar 0.003, maka regangan yang terjadi pada FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut:

………..2.68

Setelah mendapat nilai regangan pada FRP, nilai tegangan pada FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut:

………..2.69

Dari diagram regangan didapat:

……….2.70

………2.71

Maka: ………...……… 2.72

Sehingga kapasitas momen nominal perkuatan lentur dengan FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(49)

2.7.2 Kontrubusi Lembaran FRP Terhadap Geser

Dalam mendesain kekuatan lentur diperlukan faktor reduksi terhadap momen yang terjadi.Berdasarkan analogi rangka, kontribusi lembaran FRP dalam memikul gaya geser yang bekerja dapat diperhitungkan dengan menambahkan suku Vf pada persamaan (ACI Committee 440) sehingga:

…………...….2.74 dengan:

𝜙𝜙 = faktor reduksi kekuatan, 0,65

𝜓𝜓 = faktor reduksi tambahan untuk FRP,

𝜓𝜓 = 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran keliling penampang

atau keempat sisinya

𝜓𝜓 = 0,85 untuk U-wrap tiga sisi atau bentuk pelat

(50)

Ada beberapa pendekatan yang berhasil dikembangkan untuk memperhitungkan

Vf yaitu:

Kontribusi geser dari lembaran FRP transversal yang dipasang pada badan penampang dapat diperhitungkan sebagai berikut:

(

)

ffu= kuat tarik ultimit serat transversal

ffe = tegangan efektif serat transversal

ρf = rasio tulangan serat transversal FRP =

β = sudut antara serat transversal dengan sumbu longitudinal balok

df= tinggi efektif serat FRP

Af= luas penampang serat transversal = 2tf.wf

sf= jarak/ spasi pemasangan serat transversal

wf= lebar serat transversal

tf= tebal serat transversal

Ef = modulus elastisitas searat , dalam Gpa

(51)

2.8 Perhitungan Lendutan dengan Metode Kerja Virtual (unit load)

Dengan metoda metode kerja virtual dapat ditentukan deflection (lendutan) pada suatu titik dengan pemberian beban satu satuan gaya (satu unit load).

2.8.1 Gaya Normal

Perubahan memanjang pada suatu batang oleh gaya normal dapat ditentukan dengan:

………...……… 2.78

Dimana:

= gaya normal akibat beban sebenarnya

= gaya normal akibat beban 1 satuan di suatu titik

= Modulus elastis

= luas penampang

Akibat beban dalam oleh gaya normal dapat ditentukan sebagai berikut:

………...………. 2.79

2.8.2 Momen Lentur

Pembebanan dengan momen lentur akan menyebabkan balok melengkung. Perubahan bentuk oleh sudut pada garis elastic dapat ditentukan dan akibat beban

dalam oleh momen lentir dapat ditentukan dengan:

(52)

Dimana:

= momen lentur akibat beban sebenarnya

= momen lentur akibat beban 1 satuan di suatu titik

E = Modulus elastis

I = Momen innersia

2.8.3 Gaya Lintang

Pengaruh gaya lintang dapat dikatakan terlalu kecil dan boleh diabaikan, dalam menentukan akibat gaya dalam. Tapi pergeseran pada garis sumbu oleh gaya lintang dapat ditentukan dengan:

………. 2.81

Dan akibat bebna dalam oleh gaya lintang dapat diperhitungkan dengan:

……… 2.82

2.8.4 Pengaruh Lendutan

Dari persamaan 2.80; 2.81 dan 2.82 dapat dihitung besarnya lendutan yang terjadi:

Gambar

Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar
Gambar 2.1. Distribisi tegangan dan regangan pada balok
Gambar 2.2 Distribusi regangan penampang balok: a) Diagram tegangan
Gambar 2.3 Distribusi tegangan dan regangan pada penampangan balok, penampang melintang balok, balok regangan ekuivalen yang diasumsikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Jaki ini adalah bentuk keseriusan pemprov DKI Jakarta dalam mengentaskan permasalahan apapun yang terjadi di Jakarta ,walaupun tetap yang namanya masalah

Kadang-kadang pada keadaan yang tidak stabil, perlu reposisi terbuka dengan kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup di bawah C arm dan terbuka dengan kawat Kirschner

tidak menyukai resiko !risk averse&amp;, yaitu apabila mereka dihadapkan pada suatu apabila mereka dihadapkan pada suatu kesempatan investasi yang kesempatan investasi yang

pasien mendapatkan asuhan keperawatan sesuai kebutuhannya  Dilakukan operan kepada tim yang dinas siang..  Pada akhir jam dinas pagi, dilakukan post conference sebagai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Asset berpengaruh negatif signifikan terhadap Bond Rating, Leverage yang

[r]

Ahmad Mursyid, dkk, Eksperimentasi Model Pembelajaran Think Pair Share dan Reciprocal Peer Tutoring pada Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Kecerdasan

beberapa mukjizat, antara lain menghidupkan orang yang meninggal, menerima wahyu kitab Injil, menurunkan hidangan dari langit, menyembuhkan sejumlah