• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Sekitar Cagar Alam Dolok Tinggi Raja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Sekitar Cagar Alam Dolok Tinggi Raja"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Tumbuhan Obat-Obatan di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat

yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Jika dilihat dari

keragaman floranya, cukup banyak jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai tanaman obat. Menurut Djauhariya dan Hernani (2004), di hutan tropika Indonesia tumbuh sekitar 3.689 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat.

Dari sejumlah tanaman obat tersebut menurut Ditjen POM, baru sebanyak 283

spesies tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional.

Indonesia juga negara agraris yang memiliki areal pertanian dan

perkebunan yang luas serta pekarangan yang dapat ditanami tumbuhan obat.

Hutan Indonesia yang begitu luas banyak menyimpan kekayaan alam yang

demikian besar, diantaranya berpeluang sebagai sumber obat tradisional. Hingga

saat ini di Indonesia terdapat 1.036 industri obat tradisional yang memiliki izin

usaha industri, terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 907 Industri

Kecil Obat Tradisional (IKOT). Banyaknya lembaga penelitian obat-obatan bahan

alam merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat

tradisional (Depkes, R.I., 2007).

Menurut Supriadi (2001), potensi khasiat obat dari tumbuhan tingkat

tinggi yang ada di hutan dan kebun sangatlah besar. Industri obat tradisional dan

fitofarmaka telah memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan sebagai bahan baku

obat, antara lain untuk antikuman, demam, pelancar air seni, antidiare,

antimalaria, antitekanan darah tinggi dan sariawan.

(2)

Menurut Tamin dan Arbain (1995), setiap kelompok masyarakat ini memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan,

peralatan rumah tangga, bermacam-macam anyaman, bahan pelengkap upacara

adat, disamping yang digunakan untuk kebutuhan sandang, pangan serta papan.

Bentuk susunan ramuan, komposisi dan proses pembuatan/pengolahan dilakukan

secara tradisional menurut cara suku masing-masing yang mereka terima secara

turun-temurun.

Tamin dan Arbain (1995) menyatakan istilah etnobotani dikemukakan pertama kalinya oleh Harshberger pada tahun 1895 dan didefenisikan sebagai

ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh

suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi yang

mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia. Dua bagian

besar dari etnobotani ini adalah terbagi dalam 2 kata yaitu ” etno”, studi tentang

manusia dan ”botani”, studi tentang tumbuhan. Jadi, etnobotani adalah studi yang

menganalisis hasil dari manipulasi materil tanaman asli dengan konteks budaya

dalam hal penggunaan tanaman atau dinyatakan bahwa etnobotani melihat dan

mengetahui bagaimana masyarakat memandang dunia tumbuhan, bekerjasama

dengan tumbuhan, atau memasukkan tumbuhan ke alam budaya dan agama

mereka. Menurut Balick and Cox (1996), masyarakat yang dimaksud adalah penduduk asli, yaitu orang-orang yang mengikuti tradisi atau kehidupan non

industrial pada suatu daerah dan kemudian diturunkan pada generasinya.

Ramuan tradisional adalah media pengobatan alamiah dengan memakai

tumbuhan sebagai bahan dasarnya. Media ini mungkin merupakan media

(3)

tradisi kuno. Itulah sebabnya obat-obatan atau ramuan dari tumbuh-tumbuhan dan

tanaman disebut sebagai obat tradisional. Disebut obat karena ramuan tradisional

tersebut dibuat dari jenis tumbuhan dan tanaman dan diyakini dapat

menyembuhkan atau mengobati suatu penyakit (Dianawati dan Irawan, 2001). Selain digunakan sebagai bahan ramuan obat-obatan tradisional,

tumbuh-tumbuhan juga sudah sejak lama digunakan sebagai bahan baku obat-obatan

modern. Pada penyakit-penyakit tertentu, obat yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan ini lebih ampuh dari obat yang berasal dari obat yang berasal

dari zat-zat kimia, misalnya digitalis dari tumbuhan Digital purpurea dan

Digital lanata yang ditemukan oleh Whitering pada tahun 1785 sebagai obat jantung, dan masih banyak lagi tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat

modern seperti Altropa belladonna. Epherdra vulgaris, Rauwolf serpentine dan sebagainya (ISFI, 1993).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat

dan canggih ternyata tidak mampu bergeser sepenuhnya dan mengesampingkan

begitu saja keberadaan dan peranan obat-obatan tradisional, tetapi saling

melengkapi. Diperkirakan di Indonesia terdapat 100.000 pengobatan tradisional

yang tersebar di 65.000 desa, seperti yang dilakukan oleh dukun, sinshe, tabib dan

sebagainya. Hal ini didasari kenyataan bahwa pengobatan tradisional dalam

keadaan tertentu cukup efektif dan efisien untuk menangani berbagai macam

penyakit dan derajat kesembuhannya cukup memuaskan bahkan kadang-kadang

menakjubkan (Manuputty, 1990).

Menurut Sjabana dan Bahalwan (2002), hasil survei yang dilkukan oleh

(4)

1978 terhadap rumah-rumah tangga di Jawa dan Sumatera Selatan menunjukkan

bahwa 47,9% anggota rumah tangga memanfaatkan jamu (obat tradisional

Indonesia). Dalam suatu penelitian di Jawa dan Bali berdasar SKRT 1995, Jamal

dan Suhardi menunjukkan bahwa obat tradisional Indonesia digunakan oleh

30,7% anggota rumah tangga. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan metode dan

responden yang digunakan. Ditunjukkan bahwa 64,3% penggunaan obat trdisional

di Indonesia ditujukan untuk menjaga kesehatan.

Menurut Aliadi dan Roemantyo (1994), ada 3 kelompok masyarakat yang dapat dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat. Kelompok

pertama, yaitu kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan

tradisional, kelompok kedua yaitu kelompok masyarakat yang menggunakan

pengobatan tradisional dalam skala keluarga, dan ketiga industri obat.

Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan

obat untuk kepentingan pengobatan tradisional, termasuk pengetahuan mengenai

tumbuhan obat. Salah satu perbedaan dapat dilihat dari perbedaan ramuan yang

digunakan untuk mengobati penyakit yang sama. Semakin beragam ramuan yang

dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu, berarti peluang untuk

menyembuhkan suatu penyakit menjadi semakin besar, karena suatu ramuan

belum tentu cocok untuk masing-masing orang. Hal ini menunjukkan keragaman

pengetahuan yang dimiliki suku-suku bangsa tersebut. Keragaman pengetahuan

diatas merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang harus

dipelihara untuk dikembangkan (Aliadi dan Roemantyo, 1994).

Sudah sejak lama berbagai penduduk asli (etnis) yang hidup didaerah

(5)

memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan dari hutan secara turun temurun untuk

berbagai macam penyakit. Menurut Supriadi (2001), dari berbagai penelitian

etnomedika yang dilakukan oleh peneliti Indonesia telah diketahui sebanyak 78

spesies tumbuhan yang digunakan oleh 34 etnis untuk mengobati penyakit

malaria, 30 etnis memanfaatkan 133 spesies tumbuhan untuk mengobati penyakit

demam, 30 etnis memanfaatkan 110 spesies tumbuhan untuk mengobati gangguan

pencernaan, dan 27 etnis memanfaatkan 98 spesies tumbuhan untuk mengobati

penyakit kulit. Banyak pengetahuan tradisional tentang penggunaan tumbuhan

obat dari berbagai etnis telah dikembangkan oleh pengusaha industri jamu dan

farmasi.

Menurut Sulaksana dan Jayusman (2005), sampai sekarang alasan banyak orang mengkonsumsi tanaman obat yaitu karena pengobatan modern tidak bisa

menyembuhkan penyakitnya, ketakutan menjalankan operasi dan mahalnya biaya

pengobatan modern. Selain untuk pengobatan, tanaman obat juga bisa digunakan

untuk mencegah penyakit tertentu dan relatif tidak memberikan dampak negatif

bagi tubuh.

Pengertian dan Pengelompokan Tumbuhan Obat

Menurut Sulaksana dan Jayusman (2005), tanaman obat adalah suatu jenis tumbuhan atau tanaman yang sebagian atau seluruh bagian tanaman

berkhasiat menghilangkan atau menyembuhkan suatu penyakit dan keluhan rasa

sakit pada bagian tubuh manusia. Sedangkan menurut Sjabana dan Bahalwan (2002), obat tradisional adalah obat yang telah terbukti digunakan oleh

sekelompok masyarakat secara turun temurun untuk memelihara kesehatan

(6)

merupakan aset nasional yang sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai usaha

pengobatan sendiri oleh masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Menurut (Zuhud dkk., 1994 dalam Rahayu 2005), tumbuhan obat dikelompokkan menjadi :

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu jenis tumbuhan yang diketahui atau

dipercaya mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku

obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern, yaitu tumbuhan obat yang secara ilmiah telah

dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan

penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu tumbuhan yang diduga mengandung

senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara

medis penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit diketahui.

Kandungan Tumbuhan Obat

Setiap jenis tumbuhan obat yang ada di darat maupun yang ada di lautan

menghasilkan beraneka ragam bahan-bahan kimia (Chemical prosfecting), jadi setiap jenis memiliki nilai-nilai kimiawi yang dapat diartikan bahwa

keaneragaman hayati merupakan laboratorium alam yang tersibuk di dunia,

dimana setiap detiknya menghasilkan satu atau lebih bahan kimia dari berbagai

tipe dan jenis yang berguna untuk menunjang kelangsungan hidup organisme

tersebut. Tipe dan jenis bahan kimia yang dihasilkan untuk setiap jenis tidaklah

sama tergantung pada jenis dari organisme atau kekerabatannya (taksa). Jadi

setiap tumbuhan menghasilkan bahan kimia alam yang spesifik tergantung dari

(7)

metabolit organisme tersebut, beberapa diantaranya dapat mempengaruhi fungsi

fisiolik manusia dan organisme lainnya, inilah yang disebut dengan

senyawa-senyawa aktif biologi (Biologically active compaunds) (Chairul, 2003).

Kandungan kimia pada tumbuhan berdasarkan cara terbentuk dan

fungsinya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) metabolit

primer, merupakan senyawa organik yang ikut terlibat dalam proses metabolisme

makhluk hidup, seperti asam amino dan protein, karbohidrat, asam lemak,

lipid dan asam organik lainnya, 2) metabolit sekunder, merupakan hasil

sampingan proses metabolisme, seperti alkaloid, steroid/triterpenoid, flavanoid,

fenolik, kumarin, kuinon, lignin, dan glikosida. Fungsi metabolit sekunder

ini sangat bervariasi antara lain sebagai pelindung dan pertahanan diri

terhadap serangan dan gangguan yang ada disekitarnya, dan sebagai antibiotika.

Alkaloid sebagai metabolit sekunder mempunyai peranan penting dalam

kehidupan makhluk dan hasil detoksifikasi dari timbunan metabolit yang beracun

(Tamin dan Arbain, 1995).

Secara kimia tumbuhan mengandung berbagai bahan kimia aktif yang

berkhasiat sebagai obat. Komponen-komponen tersebut berupa senyawa-senyawa

golongan alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid dan saponin.

1. Alkaloid

Alkaloid sebagai senyawa yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen

yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia

(8)

secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak bewarna, seringkali

bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal hanya sedikit yang berbentuk

cairan (misalnya: nikotin) pada suhu kamar. Secara umum, golongan senyawa

alkaloid mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : a) biasanya merupakan kristal

tak bewarna, tidak mudah menguap, tidak larut dalam air, larut dalam pelarut

organik seperti etanol, eter dan kloroform. b) Bersifat basa, pada umumnya

beberapa diantaranya rasanya pahit, bersifat racun, mempunyai efek fisiologis

secara optis aktif. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu

maupun daun dari tumbuh-tumbuhan. Senyawa alkaloid dapat dipandang sebagai

hasil metabolisme dari tumbuhan atau dapat berguna sebagai cadangan bagi

biosintesis protein (Annaria, 2010).

Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan

hama, penguat tumbuh-tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid sangat

penting dalam industri farmasi karena kebanyakan alkaloid mempunyai efek

fisiologis (Annaria, 2010).

Menurut (Harborne, 1987) suku tumbuhan yang terdeteksi lebih dari 50

struktur alkaloid yaitu angiospermae yang sangat kaya akan basa, tetapi harus

diingat bahwa penyebaran alkaloid sangat tidak merata dan banyak tumbuhan

yang tidak mengandungnya sama sekali. Lewis (1977) menambahkan bahwa

alkaloid terdistribusi di sebagian besar tanaman tingkat tinggi, misalnya dari suku

Apocynaceae, Berberidaceae, Fabaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae,

Rubiaceae, dan Solanaceae, sedangkan Lamiaceae, Rosaceae, dan Gymnospermae

kebanyakan tidak mengandung alkaloid.

(9)

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentan

perhidrofenantren. Sterol dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormon

kelamin, asam empedu dan lain-lain). Sterol tertentu hanya terdapat pada

tumbuhan rendah tetapi kadang-kadang terdapat pada tumbuhan tinggi

(Harborne, 1987).

Menurut Harborne (1987), triterpenoid adalah senyawa yang kerangka

karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari

hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Triterpenoid berbentuk kristal, seringkali

bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Triterpenoid dapat dipilah menjadi

sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu : triterpen sebenarnya, steroid, saponin,

dan glikosida jantung. Triterpenoid terkenal karena rasanya yang pahit. Mereka

terutama terdapat dalam Rutaceae, Meliacea dan Simaroubaceae. Senyawa ini

berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba,

sedangkan menurut (Robinson, 1995), triterpenoid merupakan komponen aktif

dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan

menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria.

3. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol

yang terbanyak di alam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab

terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam

tumbuhan. Berdasarkan strukturnya senyawa flavonoid merupakan turunan

senyawa induk “flavon” yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya

dan lazim ditemukan, yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula.

(10)

sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa

senyawa tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran yang terdiri dari

flavonoid yang berbeda kelas. Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat

fungsi : a) Sebagai pigmen warna. b) Fungsi patologi dan sitologi. c) Aktivitas

farmakologi. d) Dianggap berasal dari rutin (glikosida flavonol) yang digunakan

untuk menguatkan susunan kapiler, menurunkan permeabilitas dan fragilitas

pembuluh darah (Fessenden, 1986).

Menurut Fessenden (1986) menyatakan bahwa flavonoid dapat digunakan

sebagai obat karena mempunyai bermacam – macam bioaktivitas seperti

antiinflamasi, antikanker, antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant,

diuretic dll. Flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang

digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati, sebagai

contoh silimirin dari Silybum marianum digunakan untuk melindungi membran sel hati dan menghambat sintesis prostaglandin, penghambatan reaksi hidroglisis

pada mikosom. Dalam makanan flavonoid dapat menurunkan agregasi platelet

dan mengurangi pembekuan darah. Pada kulit, flavonoid menghambat pendarahan

(Annaria, 2010). Sementara menurut Rahayu (2005) Secara farmakologi flavonoid

sebagai antiinflamasi, analgesik, anti tumor, anti HIV, antidiarrhoe, antihepatotix,

antifungal, antilypotic, anti-oxidant, vasodilator, immunostimultant dan anti

urcerogenic.

Kegunaan lain dari flavonoid antara lain; pertama terhadap tumbuhan,

yaitu sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan

(11)

ginjal, menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitu sebagai daya

tarik untuk melakukan penyerbukan (Annaria, 2010).

Flavoniod mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam,

sebagian besar merupakan pigmen berwarna kuning, dapat larut dalam air dan

pelarut organik, mudah terurai pada temperatur tinggi (Hart, 1990). Pada

tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga.

Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan dalam menarik burung dan serangga

penyerbuk bunga (Hart, 1990).

4. Saponin

Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi

terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah

merah lewat reaksi hemolosis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan

banyak digunakan sebagai racun ikan.

Menurut Harborne (1987), saponin adalah glikosida triterpena dan sterol

dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan

senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi

berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah.

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu

memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin.

Dari segi ekonomi, saponin kadang-kadang menimbulkan racun pada ternak.

(12)

• Saponin bersifat menaikkan permeabilitas kertas saring. Dengan adanya

saponin, filter dengan pori yang cukup kecil untuk menahan partikel yang

berukuran tertentu akan dapat meloloskan partikel tersebut.

• Saponin bersifat dapat menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap selaput

lendir (membran mukosa) pada mulut, perut dan usus.

• Saponin juga meningkatkan absorpsi senyawa-senyawa diuretikum (terutama

yang berbentuk garam) dan tampaknya juga merangsang ginjal untuk lebih

aktif. Hal ini mungkin menerangkan kenyataan bahwa saponin sangat sering

digunakan untuk rematik dalam pengobatan masyarakat.

Fitokimia Tumbuhan Obat

Menurut (Rahayu, 2005) fitokimia adalah studi mengenai

tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang bersifat aktif

farmakologis, merupakan penelitian dasar yang sangat penting untuk mengetahui

khasiat dan kegunaannya, yang meliputi ekstraksi, isolasi dan skrining fitokimia.

(Depkes, 2000) menambahkan ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan

kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan

menggunakan pelarut tertentu.

Menurut Harborne (1987) ragam ekstraksi tergantung pada tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang

diisolasi. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi

pendahuluan.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000),

yaitu :

(13)

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi

yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik,

sedangkan maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstra) terus menerus sampai

diperoleh ekstrak.

Masyarakat Sekitar Hutan

Mayrakat sekitar hutan yang telah hidup secara turun-temurun dengan

lingkungan (masyarakat tradisonal) pada dasranya memiliki kemampuan dalam

pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan. Kemampuan ini diperoleh dari

pengetahuan empiris dan pengetahuan tradisional yang muncul sebagai bentuk

dari ketergantungan terhadap keberadaan hutan dalam berbagai bentuk, guna

memenuhi kebutuhan hidup (Dephut, 2006).

Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi yang tinggi apabila

diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam

pengelolaannya. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan mempunyai

prioritas utama dalam pengelolaan suatu hutan. Hasil penelitian menunjukkan

(14)

dapat dijadikan pelajaran bagi agroforestry saat ini. Usaha-usaha lainnya yang

secara turun-temurun, seprti penanaman rotan, buah-buahan, dan pengusahaan

madu (Arief, 2001).

Masyarakat yang memiliki akses yang mudah terhadap hutan akan

menguntungkan jika dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Masyarakat di sekitar

hutan harus diakui dan dihormati. Dalam banyak kawasan hutan terdapat

masyarakat yang hidupnya bergantung dari jasa dan barang di hutan. Masyarakat

dapat berburu, menangkap ikan, mengumpulkan makanan, obat, serta melakukan

agroforestri. Kebutuhan masyarakat yang penghidupannya bergantung pada hutan

harus dipadukan kedalam pengelolaan hutan lestari (Sugihen, 1996).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan fungisida sebagai perlakuan benih pada pertanaman jagung dapat menurunkan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan yang

Di paragraf empat, kamu dapat menjelaskan bagaimana jurusan yang akan kamu ambil kamu gunakan untuk menjawab apa yang kamu tulis di paragraf tiga.. Paragraf empat adalah bentuk

Aspek yang mempengaruhi karakteristik roti baik roti tawar biasa maupun roti tawar klasik selain aspek bahan baku dan proses produksi ada pula bentuk dari

Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk membuat beton ringan diantaranya dengan membuat gelembung%gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak

Optimal International Portfolio Selection Effects of Changes in the Exchange Rate International Bond Investment.. International Mutual Funds: A Performance

color-enhanced autoradiographs of [ H]epibatidine binding to high affinity nicotinic cholinergic receptors in different levels of the brain from rostral through caudal (left to

[r]

Jangkauan adalah selisih antara nilai Jangkauan adalah selisih antara nilai maksimum dan nilai minimum yang.. maksimum dan nilai