BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Human Resource Management (HRM) memainkan peran yang penting
untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,
Chang, & Yeh, 2004; Zulkarnain, 2013). Sumber daya manusia (SDM)/Human
Resource (HR) yang berkualitas lebih disenangi organisasi, sebab menurut Lako
dan Sumaryati (2002, dalam BPKP), HR yang berkualitas memiliki kompetensi
yang baik dari segi pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan pengalaman;
memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi; dapat bertindak efektif dan
efisien dalam melakukan tugasnya; dan dapat bertindak selaras antara tujuan
pribadi dan tujuan organisasi, yang mana hal tersebut juga dimiliki oleh
karyaawan yang engage. Menurut Lockwood (2007; Sakorvska 2012), untuk
mendapatkan keuntungan, suatu organisasi perlu mengutus departemen HR untuk
membuat agenda mengenai pembentukan budaya engagement saat kerja.
Employee engagement telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan
belakangan ini (Kulaar, 2008). Penelitian mengenai employee engagement telah
banyak dilakukan, sebagian peneliti menggunakan istilah employee engagement
dan sebagian lannya menggunakan istilah work engagement. Namun, kedua istilah
ini tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam menjelaskan engagement.
pembentuk yang sama, yaitu vigour, dedication dan absorption (Weidert, 2011;
Bakker & Schaufeli, 2004)
Employee engagement memiliki arti pemikiran positif, pemikiran untuk
menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan (Bakker & Schaufeli
2004; Robinson, Perryman & Hayday, 2004). Penelitian mengenai engagement
sering dikaitkan dengan hal-hal yang positif, seperti engagement dengan job
satisfaction yang tinggi (Schmidt, 1993; Itam & Singh, 2012); employee
fulfillment (Bal, De Cooman, Mol, 2011); kesejahteraan yang baik (Harter, 2002);
performa yang bagus (Robin, 2004); komitmen yang baik (Lockwood, 2007);
Organization Citizenship Behavior (OCB) dan produktifitas yang tinggi (Markos,
2010). Hal ini menunjukkan bahwa engagement perlu dimiliki setiap karyawan,
sebab semakin engage seorang karyawan maka ia akan bekerja dengan semangat,
merasakan ada keterhubungan dengan organisasi tempat ia bekerja, dan
membantu organisasi agar dapat maju ke depannya (Gallup, 2006; Sakovska,
2012).
Namun, hal ini yang masih menjadi kendala di berbagai organisasi,
terutama organisasi-organisasi di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh Towns
Watson pada tahun 2012, menyatakan bahwa tingkat engagement karyawan di
Indonesia sangat rendah (Krisbiyanto, 2013). Hal ini dapat mengganggu proses
berjalannya suatu organisasi, sebab dengan merasa tidak engage maka komitmen
seorang karyawan pun cenderung rendah, dengan rendahnya komitmen maka
cenderung akan keluar dari pekerjaannya sehingga akan berdampak pada
performa organisasi (Lockwood, 2007).
Employee engagement penting karena dapat mempengaruhi hasil dari
suatu organisasi serta memberikan dampak positif pada kesejahteraan psikologis
karyawan (Robertson dan Cooper, 2009; Rothmann & Welsh, 2013). Ketika
individu memiliki kesejahteraan psikologis, maka ia akan mampu menjalankan
fungsinya dengan baik, mengerjakan segala tugas dan bertanggung jawab
(Zulkarnain, 2013). Kesejahteraan psikologisjuga dapat mempengaruhi komitmen
seseorang terhadap organisasi yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi
dalam pencapaian tujuan organisasi (Rathi, 2011). Selain itu, pekerja dengan
tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi juga dapat menurunkan tingkat
turnover (Zulkarnain & Akbar, 2013) dan absenteeism (Spector, 1997), serta
meningkatkan performa dan kepuasan kerja (Russel, 2008).
Salah satu faktor yang mempengaruhi engagement adalah job resource.
Job resource dapat berupa otonomi, feedback atas peformanya, dukungan sosial,
supervisory coaching, skill variety, dan kesempatan untuk belajar, yang mana
dapat mengurangi job demands yang merupakan tuntutan dan tekanan dari
pekerjaan (Bakker & Demerouti, 2004). Individu yang merasa tertekan dalam
jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan stress yang berakibat pada
gangguan fisik, psikis dan gangguan sosial (Moretti & Postružnik, 2011).
Bullying dan pelecehan dapat di kategorikan sebagai job demand (semmer
menyebabkan ketakutan melalui ancaman kekerasan dan terror (Coloroso, 2004),
sehingga dapat dikatakan bahwa bullying terjadi ketika seseorang dengan sengaja
melukai, mengganggu atau mengintimidasi orang lain.
Bullying yang terjadi di tempat kerja disebut juga dengan workplace
bullying. Individu yang di-bully merasa bahwa ia dihianati oleh organisasi yang
mempekerjakannya (Oade, 2009). Menurut Oade, perilaku yang tergolong
bullying adalah perilaku yang menjatuhkan self-esteem orang, perilaku yang
menyebabkan kualitas pekerjaan seseorang menjadi rendah, perilaku yang
mengurangi rasa percaya diri orang lain, perilaku yang meniadakan orang lain
(tidak disertakan dalam segala hal), dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan isi
artikel yang di tulis oleh Supriyanto, seorang konselor dan trauma therapist,
bahwa ada kliennya mengalami kekerasan di tempat kerja. Kekerasan yang
dialaminya berupa omelan yang tidak jelas untuk pekerjaan yang sudah dilakukan
dengan benar, disalahkan, direndahkan dengan memarahinya di depan orang lain,
yang menyebabkan kliennya merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya
walaupun itu benar (Kompasiana, 2011).
Bullying ini dapat dikatakan sebagai topik yang cukup menarik, sebab
selama ini bullying masih saja dianggap sebagai hal yang biasa saja, padahal
bullying memberikan dampak negatif pada targetnya dan perilaku ini semakin
lama semakin meningkat (Gunawan, Prihanto & Yuwanto; 2009; Peyton, 2003).
Individu yang menjadi target bullying juga jarang melaporkan perlakuan yang
diterimanya, sebab mereka takut akan memberikan dampak negatif terhadap
Bullying memiliki dampak negatif, bila dilihat dari konteks pekerjaan,
bullying memberikan dampak buruk bagi individu yang menjadi target maupun
bagi organisasi tempat individu bekerja. Individu target bullying memiliki
kemungkinan mengalami luka fisik, depresi, cemas, menarik diri, berkurangnya
rasa percaya diri, berkurangnya performa kerja atau dapat dikatakan berdampak
pada kesehatan dan kesejahteraannya sehingga dapat berdampak pada
produktivitas suatu organisasi (Australian Government Comcare, 2009; Clifford,
2006; Daniel, 2009; Einarsen, 1994).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Einarsen, Matthiensen, Skogstad
(1998) didapatkan bahwa subjek penelitiannya yang mengalami bullying merasa
lebih burnout dibandingkan subjek lainnya yang tidak mengalami bullying.
Organisasi dapat mencegah burnout dengan cara fokus pada pembangunan
engagement pada karyawan (Maslach, 2001). Hal ini berarti semakin sering
bullying terjadi atau semakin tinggi intensitas bullying yang terjadi di lingkungan
kerja, maka engagement karyawan akan semakin menurun.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, peneliti sangat tertarik untuk
mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap employee engagement.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh bullying di tempat kerja terhadap employee
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying di
tempat kerja terhadap employee engagement, serta memberi gambaran mengenai
employee engagaement dan workplace bullying.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun
segi praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Industri &
Organisasi mengenai bullying di tempat kerja dan employee engagement
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi teoritis maupun empiris
sebagai penunjang untuk penelitian di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan megenai apa yang harus
dilakukan organisasi dalam meningkatkan employee engagement.
b. Peneitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bullying di
tempat kerja dengan employee engagement.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan penelitian.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Landasan teori yang diuraikan adalah
mengenai employee engagement, bullying di tempat kerja,
hubungan bullying di tempat kerja dengan employee engagement.
Bab ini juga mengemukakan hpotesis penelitian yang menjelaskan
hubungan bullying di tempat kerja dengan employee engagement.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam
penelitian yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional
variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode
pengambilan data, , metode dan alat pengumpulan data, uji
validitas, uji reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian, dan
metode analisis data.
BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN
analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik
dengan bantuan program SPSS versi 17.0 for windows. Kemudian
pada bab ini juga akan dibahas mengenai interpretasi data
hasil penelitian beserta pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun
berdasarkan analisa dan interpretasi data serta dilengkapi dengan
saran-saran bagi perusahaan dan bagi peneliti lain berdasarkan