• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Employee Engagement

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Employee Engagement"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi yang dinamis akan selalu meningkatkan produktivitasnya serta mempertahankan hal yang menjadi keunggulan kompetitif mereka. Ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan sebagai syarat bagi organisasi untuk tetap kompetitif. Faktor yang dianggap paling potensial dalam penyediaan keunggulan kompetitif bagi organisasi adalah sumber daya manusia (SDM), serta terkait dengan bagaimana perusahaan tersebut mengelola sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi. Salah satu sikap kerja yang memberikan kontribusi terbaik sebagai prediktor performansi organisasi ialah engagement (Dalal, Brummel, Baysinger, & LeBreton, dalam Sungkit, 2015).

Engagement menjadi menarik untuk perusahaan dan karyawan karena

ada keuntungan bagi kedua belah pihak. Karyawan yang engaged akan menghasilkan pekerjaan yang lebih produktif, dan memiliki kecenderungan turnover yang rendah. Sebaliknya, perusahaan yang memberikan karyawan kesempatan untuk mengembangkan diri dan pemberian reward sesuai kontribusi kerjanya akan berdampak positif pada peningkatan harga diri dan well-being karyawan (Kumar, Arasu dan Nagarajan, 2013).

(2)

engaged akan mengalami sedikit kasus turnover, absensi, kecelakaan kerja,

dan kualitas kerja yang rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki karyawan yang engaged. Sehingga employee engagement menjadi topik penting untuk dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir di antara perusahaan konsultan, akademisi dan media bisnis terkenal lainnya (Saks, 2006).

Employee engagement sendiri diartikan sebagai perhatian dan keterlibatan karyawan dengan mengekspresikan dirinya secara fisik, emosional dan kognitif selama melakukan peran kerja mereka (Kahn, 1990). Lalu Schaufeli, Salanova, & Bakker (2001) mengukur engagement dengan konstruk yang berbeda dari Kahn (1990) sehingga menurutnya engagement adalah keadaan pikiran yang positif, terpuaskan, berhubungan dengan pekerjaan yang dikarateristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption. Tidak hanya bersifat sementara tetapi engagement lebih bertahan lama.

(3)

Karakteristik lainnya yang dikemukakan oleh Bowles & Cooper (2009) seperti; merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan, tidak langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi, menjadi relawan dalam menyelesaikan tugas, menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya. Ini serupa dengan Robinson (2004) yang mengatakan bahwa karyawan yang engaged sadar akan bisnis dan bekerja sama dengan rekannya untuk meningkatkan performa dalam pekerjaan dan untuk keuntungan organisasinya.

Dari hasil survei mengenai engagement yang dilakukan oleh Kenexa Institute pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki skor sebesar 49% dari dua puluh delapan negara. Skor engagement tertinggi berasal dari negara India sebanyak 77%, data tersebut menunjukkan Indonesia masih termasuk dalam kategori yang rendah. Hal serupa juga didapatkan melalui survei Global Workforce Study 2012 yang mengikutkan 29 negara termasuk Indonesia dengan total responden 32.000 karyawan. Dua pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki engagement yang tinggi terhadap organisasinya. Survei tersebut mengatakan bahwa sekitar 27% dari karyawan saat ini telah merencanakan untuk pindah dalam dua tahun kedepan. Kahn (1990) mengatakan bahwa skor yang rendah pada pengukuran engagement dapat dikategorikan sebagai disengagement. Hasil dari kedua survei diatas menunjukkan bahwa karyawan di Indonesia saat ini tergolong karyawan yang disengaged terhadap perusahaan.

Disengagement adalah karyawan yang merasa dirinya tidak terikat

(4)

(Kahn, 1990). Karyawan yang disengaged memiliki beberapa karakteristik seperti; pertama, karyawan yang tidak antusias terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Kedua, karyawan tidak mau melakukan usaha lebih untuk mendukung kerja mereka, juga memiliki sikap “lihat dan menunggu”.

Ketiga, karyawan harus didorong terlebih dahulu untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Keempat, karyawan sering merasa tidak senang dalam pekerjaannya dan secara aktif mengekspresikan perasaan tidak senang tersebut (Hiekkeri, 2010). Terakhir, karyawan yang disengaged jarang terhubung dengan pekerjaan mereka, cenderung tidak efektif dan tidak loyal pada organisasi mereka, lebih tidak puas dengan kehidupan personal mereka, lebih mudah mengalami kegelisahaan dan stres dengan pekerjaan mereka dibandingkan dengan karyawan yang engaged (Gallup, 2001).

(5)

biaya lebih untuk pelatihan karyawan dan konseling untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada karyawan (Gallup, 2015).

Kerugian dari karyawan yang disengaged dapat diatasi dengan menaikkan tingkat engagement karyawan (Kahn, 1990). Kahn (1990) mengatakan bahwa tingkat engagement yang tinggi akan memberikan hasil yang positif pada individu dan organisasi baik dari kualitas dalam pekerjaannya dan pengalaman yang didapatkan dalam melakukan pekerjaan serta meningkatnya pertumbuhan dan produktivitas organisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Markos dan Sridevi (2010) bahwa employee engagement dapat menjadi kunci untuk meningkatkan performansi organisasi.

Saks (2006) mengemukakan bahwa employee engagement memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya engagement pada karyawan diantaranya adalah keadilan distributif dan keadilan prosedural. Keadilan distributif dan keadilan prosedural termasuk dalam dimensi dari keadilan organisasi. Maka dari itu, keadilan organisasi terbukti berhubungan positif dengan employee engagement karena keadilan distributif dan keadilan prosedural menjadi prediktor terbentuknya employee engagement dalam organisasi (Saks, 2006).

(6)

dengan apa yang sudah ia terima. Kondisi yang seimbang antara apa yang telah diberikan dengan apa yang telah diperoleh akan menimbulkan persepsi yang sama mengenai keadilan dalam organisasi dari sisi karyawan dan organisasi (Aryee, Pawan & Chen, 2002).

Menurut Greenberg & Baron (2003) keadilan organisasi sebagai persepsi individu terhadap keadilan dalam proses pembuatan keputusan dan distribusi hasil yang telah diterima oleh individu. Keadilan organisasi memiliki empat dimensi utama yaitu keadilan distributif (perbandingan antara hasil yang diperoleh seseorang dengan hasil yang diperoleh karyawan lain), keadilan prosedural (keadilan dari proses bagaimana keputusan organisasi ditentukan), keadilan interpersonal (keadilan yang didapatkan melalui interaksi interpesonal saat menegakkan prosedur), dan keadilan informasional (melalui memberikan informasi tentang proses dan prosedur dalam mengambil keputusan) (Colquitt, 2001).

(7)

semaunya sendiri, dan karyawan dengan mudah akan meninggalkan perusahaan (Colquitt, 2001).

Berkurangnya keadilan yang dianggap oleh karyawan dapat memperburuk burnout (kelelahan) dan sementara persepsi keadilan organisasi yang dinilai positif oleh karyawan dapat meningkatkan komitmen, kepuasan, produktivitas, dan meminimalisir tingkat absensi pekerja serta dapat memperbaki penurunan tingkat employee engagement (Maslach et al., 2001).

Penelitian ini dilakukan di Bank BTN Kantor Cabang Utama Medan, Bank BTN merupakan Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang berbentuk perseroan terbatas dan bergerak di bidang jasa keuangan perbankan. Bank BTN memiliki pertumbuhan yang sangat bergantung pada pelayanan para karyawan kepada nasabah. Oleh karena itu, perusahaan harus terus-menerus meningkatkan pelayanan kepada nasabah dan mampu mempertahankan serta meningkatkan kinerja karyawan.

(8)

menyiapkan dan mengembangkan Human Capital yang berkualitas, profesional dan integritas tinggi, serta memperdulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.

Di sisi lainnya, ada beberapa karyawan yang menunjukkan perilaku disengaged seperti saat waktu kerja telah selesai karyawan langsung pulang

dan karyawan menujukkan perilaku yang pasif terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Dari hasil wawancara personal, karyawan yang menunjukkan perilaku disengaged tersebut adalah karyawan yang masa kerjanya dibawah 1 tahun. Menurut Mcelroy, Morrow & Rude (2010) hal ini dapat terjadi dikarenakan karyawan dengan masa kerja dibawah 2 tahun berada pada tahap establishment. Karyawan baru memasuki tahap membangun kemampuan dan belum memahami seluruh keadaan, visi, dan misi organisasinya.

Berdasarkan uraian mengenai keadilan organisasi dan employee engagement, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh

keadilan organisasi dengan employee engagement.

B. Rumusan Masalah

(9)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif keadilan organisasi terhadap employee engagement.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil daripada penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi, khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin menguji teori mengenai keadilan organisasi dan employee engagement.

2. Manfaat Praktis

a. Pada Pihak Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bukti empiris pada perusahaan mengenai pengaruh keadilan organisasi terhadap employee engagement. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keadilan organisasi dan employee engagement sehingga perusahaan mengetahui bagaimana menyikapi keadaan yang ada di dalam organisasinya.

b. Pada Peneliti selanjutnya

(10)

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sitematika penelitian.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini membahas mengenai teori yang mendasari masalah penelitian. Landasan teori mencakup teori mengenai employee engagement, seperti definisi, dimensi, dan faktor yang mempengaruhi employee engagement, dan teori mengenai keadilan organisasi yang mencakup definisi, dan dimensi. Serta terdapat dinamika antara kedua variabel penelitian, yaitu employee engagement dengan keadilan organisasi dan hipotesis penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian, meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

(11)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh laba bersih, dividen, arus kas bebas, tingkat suku bunga, dan

Apabila perusahaan menggunakan kedua sinyal tersebut (akrual diskresioner dan stock split ) secara bersama-sama un- tuk memberikan sinyal informasi privat ke- pada pihak

Nama Paket Pekerjaan : Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Anak Tuha Tahun 20179. Unsur-Unsur Yang Dievaluasi : Dokumen Penawaran

JADWAL PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2016/2017 PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA. ANGKATAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian saya ini adalah pasien dapat dideteksi secara cepat dan tepat kecurigaan apendisitis akut pada anak, terhindar dari

susu kental manis 1 sachet merk bendera... sayur kangkung 2

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata – rata panjang tongkol paling tinggi terdapat pada perlakuan G (Tanpa Kompos, Urea 300 Kg/ha, SP36 100 Kg/ha,

Hasil penelitian menunjukan pemberian kombinasi pupuk anorganik dan organik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kubis bunga,