• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan I"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Saintifik

2.1.1.1. Konsep Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Kegiatan belajar tidak sebatas pada aktivitas membaca dan mendengarkan seperti yang terjadi pada pembelajaran konvensional. Paradigma baru pendidikan mengharuskan siswa aktif sebagai subjek belajar. Untuk itu perlu adanya perubahan khususnya dari pendekatan pembelajaran yang digunakan guru. Pendekatan saintifik merupakan sebuah ide yang mencoba merubah paradigma pendidikan yang sudah ada dengan merancang pembelajaran yang didasarkan pada kerangka kerja dan aktivitas ilmiah. Seperti yang diuraikan oleh Drs. Daryanto (2014:1) yang menyatakan bahwa

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengenalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang „ditemukan‟.”

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pendekatan saintifik mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuan dan konsep dalam pelajaran melalui kegiatan pembelajaran yang memuat keterampilan proses dengan tahapan yang jelas. Pendapat lain juga menyatakan hal yang serupa. Menurut Agus Sujarwanto (2012:75)

(2)

pengamatan, penalaran, penemuan , pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa pengalaman nyata anak dalam pembelajaran menjadi hal yang paling diutamakan. Tujuannya agar pengetahuan yang diperoleh anak merupakan hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selanjutnya pendekatan saintifik didefinisikan oleh Kurniasih dan Sani (2014: 29) yang menyatakan bahwa “pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung informasi searah dari guru.” Dengan demikian, siswa menjadi subjek belajar yang berusaha untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Siswa diajak untuk berpikir kritis menanggapi suatu persoalan yang ada di sekitarnya serta menggali berbagai sumber dan media untuk dijadikan sumber pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kesamaan dari tiap pendapat. Ketiga pendapat tersebut menguraikan bahwa pendekatan saintifik berkaitan dengan dua hal pokok yaitu 1) proses ilmiah dalam belajar dan 2) keaktifan dan kemandirian siswa dalam aktivitas belajar. Pendekatan Saintifik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara logis dan sitematis untuk memperoleh pengetahuan melalui proses ilmiah. Peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.

2.1.1.2. Ciri-ciri Pendekatan Saintifik

(3)

hanya sebagai fasilitator. Dalam hal tersebut, Russel (1931) “In arriving at a scientific law there are three main stages: the fisrt consist in observing the significant facts; the second in arriving at a hypothesis, which if it is true, would account for these fact; the third in deducing from hypothesis consequences which can be tested by observation.”

Dalam pendapat tersebut, Russel mengemukakan bahwa mengacu pada hukum saintifik, ada tiga hal dasar yaitu pertama berisi pengamatan terhadap kebenaran yang signifikan, kedua mengacu pada hipotesis, jika hipotesis benar maka akan memberi penjelasan terhadap kebenaran tersebut, ketiga dalam membuat kesimpulan dari hipotesis dapat diuji dengan pengamatan. Jadi menurut Russel, Pendekatan saintifik itu dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran. Kebenaran dapat diterima jika bisa dibuktikan secara signifikan melalui pengujian hipotesis, jika hipotesis benar maka akan dapat memberi penjelasan terhadap kebenaran yang ingin dibuktikan. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pengamatan / investigasi. Dalam hal ini, ada pendapat lain yang juga menyatakan hal serupa. Daryanto (2014: 53) menyebutkan bahwa

Pendekatan saintifik memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut : a) berpusat pada siswa, b) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, c) melibatkan proses-proses kognitif potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, d) dapat mengembangkan karakter siswa.

Dalam pendapatnya, Daryanto lebih mengkhususkan ciri-ciri pendekatan saintifik dari sisi aktivitas siswa dalam kelas. Siswa harus aktif dan mandiri dalam setiap proses pembelajaran. Pengetahuan yang diperoleh siswa merupakan hasil proses dari aktivitas belajar yang dilakukan siswa di dalam kelas.

(4)

melalui proses ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud adalah kegiatan membuktikan suatu kebenaran/ teori dengan cara melakukan pengujian hipotesis. Hal itu tentunya dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa sehingga siswa tidak lagi memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang abstrak melainkan sesuatu yang nyata dan bisa dibuktikan sendiri.

2.1.1.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Saintifik

Pendekatan saintifik memiliki langkah-langkah yang sifatnya prosedural. Hal ini berkaitan dengan pendekatan saintifik sebagai suatu proses ilmiah. Langkah-langkah tersebut harus dilaksanakan secara urut. Ada 5 langkah operasional dalam pendekatan saintifik. Berikut adalah langkah-langkah tersebut :

a) Mengamati

Kegiatan mengamati merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan siswa untuk memperoleh gambaran terhadap materi. Kegiatan mengamati berkaitan dengan aktivitas pengamatan. Dalam Permendikbud Nomor 81 A disebutkan bahwa “ kegiatan mengamati meliputi kegiatan membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan mengamati yaitu melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.” Melalui kegiatan mengamati siswa dapat menyaksikan objek belajar secara nyata baik melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung.

b) Menanya

(5)

dan guru juga harus memenuhi ketentuan pertanyaan yang baik. Imas,Sani (2014:44) menjelaskan bahwa

Kriteria pertanyaan yang baik meliputi : 1) singkat dan jelas

2) menginspirasi jawaban 3) memiliki fokus

4) bersifat probing atau divergen 5) bersifat validatif atau penguatan.

6) memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir. 7) merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. 8) merangsang proses interaksi.

Jadi menurut Sani, penting bagi guru untuk membimbing anak dalam membuat pertanyaan baik sesuai dengan criteria yang telah diuraikan tadi. Setiap pertanyaan yang dilontarkan guru harus mampu merangsang peserta didik untuk memberikan jawaban yang bersifat analitis. Kualitas dari pertanyaan menentukan sejauh mana tingkatan kognitif yang ingin digali lebih mendalam. Dalam Permendikbud No. 81 A dijelaskan bahwa “kompetensi yang dikembangkan dalam aktivitas menanya yaitu mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.” Jadi dengan bertanya anak berlatih untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menanggapi suatu hal yang diperolehnya saat melakukan aktivitas belajar.

c) Mengumpulkan Informasi

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan lanjutan dari kegiatan bertanya. Siswa aktif mengumpulkan informasi dengan berbagai cara dan sumber. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2003 dijelaskan bahwa

(6)

yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

Informasi yang dikumpulkan siswa merupakan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas belajar selanjutnya. Siswa diperbolehkan untuk menggunakan berbagai macam sumber dan cara yang dapat membantu dalam kegiatan mengumpulkan informasi.

d) Mengasosiasikan / Mengolah Informasi

Aktivitas ini sering dikenal dengan istilah menalar. Menalar yang dimaksud adalah mengolah informasi yang sudah dikumpulkan tadi untuk dianalisis dan menjadikannya informasi yang bermakna. Suparno dan Yunus (dalam Arfita dkk , 2012: 1) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan). Kutipan pendapat tersebut menguraikan bahwa dalam penalaran ada kegiatan berpikir yang dilakukan dengan sistematis sesuai tahapan tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang logis. Pendapat lain juga menyatakan hal serupa. Daryanto (2014: 70) “ Kegiatan menalar yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.” Pendapat tersebut menekankan bahwa apa yang dikaji dalam kegiatan penalaran berasal dari fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi.

(7)

e) Mengkomunikasikan

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik member kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hasil pem belajaran yang sudah dicapai. Kegiatan mengkomunikasikan berkaitan dengan aktivitas komunikasi. Ruben (dalam Hersinta, 2011:4) menyatakan bahwa proses komunikasi juga melalui tahap reacting-acting-interacting. Melalui penerimaan dan pengiriman pesan, manusia merasakan, membuat pemahaman serta bertindak terhadap objek, manusia lainnya serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa komunikasi berkaitan dengan pengiriman dan penerimaan pesan oleh manusia dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada manusia lainnya yang diajak berkomunikasi.

Kegiatan mengkomunikasikan dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya melalui laporan, presentasi, bercerita dll. Kegiatan mengkomunikasikan ini bertujuan untuk merangsang siswa dalam mengutarakan pendapat tentang hasil belajarnya. Imas,Sani (2014: 53) “Dalam kegiatan mengkomunikasikan siswa dilatih untuk bersikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat secara singkat dan jelas dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.”Pendapat tersebut menegaskan bahwa dalam kegiatan mengkomunikasikan ada sikap-sikap yang harus dimiliki siswa. Sikap tersebut meliputi jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis. Jadi dalam kegiatan mengkomunikasikan siswa tidak hanya belajar cara menyampaikan pendapatnya tapi juga sikap yang harus dilakukan saat mengkomunikasikan pendapatnya.

2.1.2 Model Problem Based Learning (PBL) 2.1.2.1. Konsep Pembelajaran dengan Model PBL

(8)

memecahkan masalah yang dimiliki siswa dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Hal itu disebabkan pemahaman anak akan jauh lebih tinggi saat anak bisa menemukan pemecahan masalah di sekitarnya menggunkan apa yang dipelajarinya di dalam kelas. Jadi, guru perlu menerapkan model pembelajaran berbasis masalah atau yang lebih sering disebut model Problem Based Learning (PBL).

Beberapa ahli memberikan definisi tersendiri terhadap model Problem Based Learning. Pertama, menurut Daryanto ( 2014: 29) “Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk „belajar bagaimana belajar‟, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.” Pendapat ini menekankan bahwa anak belajar secara mandiri dalam kelompok untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang ada disekitarnya.

Kedua, Menurut Arends (dalam Hosnan, 2014: 295) Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Pendapat ini menguraikan bahwa dalam kegiatan belajar PBL, kemandirian anak benar-benar dilatih dalam hal melakukan aktivitas inkuiri. Tujuannya untuk membiasakan anak membangun sendiri pengetahuan dari kegiatan belajar yang telah dilakukan.

(9)

inquiry and allows them to learn from these life situations. Pendapat tersebut menguraikan lebih lanjut bahwa pengaruh PBL yaitu dapat mempengaruhi siswa dalam membangkitkan minat, meningkatkan kecerdasan inkuiri yang nyata dan sesuai serta memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar dari situsi dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan tiga pendapat diatas, dapat dilihat bahwa PBL memuat 3 unsur yaitu masalah nyata dalam kehidupan, aktivitas inkuiri dalam pemecahan masalah, dan penyelesaiannya bersifat terbuka. Jadi dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir kritis melalui aktivitas belajar ilmiah dengan cara mengajak siswa memecahkan permasalahan-permasalahan yang relevan dengan kehidupannya serta penyelesaiannya bersifat terbuka.

2.1.2.2. Karakteristik Model PBL

Model PBL memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut menjadi ciri-ciri yang membedakan PBL dengan model pembelajaran lainnya. Hosnan (2014: 295) menyebutkan bahwa

Ciri-ciri PBL meliputi :

1) Pengajuan masalah atau pertanyaan

2) Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu 3) Penyelidikan yang autentik

4) Menghasilkan / memamerkan karya 5) Kolaborasi

Dari pendapat Hosnan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran PBL, setidaknya ada 5 ciri pokok tersebut yang terlihat dalam aktivita pembelajaran. Lebih lanjut Arends (dalam Hosnan, 2014:296) menyatakan bahwa pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. 2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak

(10)

3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa.

4) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran, yaitu mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan ruang, waktu, dan sumber yang tersedia serta disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

5) Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah.

Pendapat lain juga menyatakan hal yang serupa. PBL sebagai model pembelajaran memiliki 5 kunci dasar yang menjadi karakteristiknya. Newman (2005 : 14) menyatakan bahwa

five key features of a PBL curriculum can be distinguished are : 1. Teacher as Facilitator

2. The Use of an Explicit Process to Facilitate Learning 3. Use of „„Problems‟‟ to Stimulate, Contextualize and

Integrate Learning

4. Learning in Small Groups

5. Assessment and Problem Based Learning

Pendapat tersebut menguraikan bahwa ada 5 kunci dasar yang terlihat dari model PBL yaitu 1) Guru sebagai fasilitator, 2) menggunakan proses yang nyata untuk memfasilitasi aktivitas belajar, 3) Menggunakan masalah untuk menstimulasi, menyesuaikan dan memadukan pembelajaran, 4) Pembelajaran dalam kelompok kecil dan 5) Penilaian dan pembelajaran berbasis masalah. Selanjutnya, Supratiknya dan Kristiyani (2006: 2) memberikan penjelasan tentang ciri-ciri PBL sebagai berikut :

(11)

prinsip integrasi antar disiplin, yaitu pembelajar didorong dan dilatih mengintegrasikan sumber-sumber dari aneka disiplin dalam rangka menganalisis dan menemukan solusi atas problem-problem nyata; (4) proses belajar distimulasi lewat kerja kelompok kecil sejak awal hingga akhir aktivitas pembelajaran; dan (5) proses belajar berlangsung secara kumulatif dan progresif, berupa penguasaan aneka pengetahuan dan ketrampilan yang semakin luas dan mendalam dalam rangka menganalisis dan menemukan solusi atas problem-problem nyata.

Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri PBL adalah sebagai berikut :

1) Menggunakan masalah-masalah yang sifatnya kontekstual di kehidupan sehari-hari.

2) Pembelajaran melibatkan aktivitas keterampilan proses untuk melakukan penyelidikan terhadap permasalahan.

3) Proses belajar dapat dilakukan secara individu maupun dalam kelompok kecil yang bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya.

4) Ada keterkaitan dari berbagai disiplin ilmu dalam menganalisis permasalahan.

2.1.2.3. Langkah Pembelajaran Model PBL

Model PBL memiliki langkah-langkah implementasi yang harus dijalankan guru secara berurutan. Langkah-langkah tersebut harus tertuang dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru. Menurut pendapat dari Hosnan (2014: 301) yang menyebutkan bahwa “lima langkah operasional dalam PBL meliputi : 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individu dan kelompok, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.”

(12)

individu maupun kelompok dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar diakhiri dengan analisis pemecahan masalah yang ditemukan.

Selain Hosnan, ada tokoh lain yang menjelaskan hal yang hampi Scribe lists unexplained terms of words.

2. Define The Question Or Problems To Be

Discussed

All student are encouraged to contribute their view. Scribe record a list of agreed questions or problems.

3. Brainstrom Student produce possible explanations to the

problems, drawing on each other prior knowledge and common sense.

4. Arrange Explanation Analyze explanations in detail and arrange into possible solutions.

5. Define Learning Objectives

The group works together to agree a set of learning objectives.The tutor encourages the group to make

them specific, achievable in the time

allocated,comprehensive and appropriate.

6. Research Student use a variety of resources to find information

relating to the learning objectives. 7. Share Result of Private

Study

Student share the result of private study with the group and try to integrate these into comprehensive explanation.

8. Discuss clinical experience

Student discuss their clinical experience in the light of their understanding. The tutor checks their learning and provide feedback on group functioning.

(13)

pengetahuan mereka sebelumnya berdasarkan lingkungannya, 4) Membuat analisis penjelasan dari permasalahan untuk menentukan solusi yang paling tepat, 5) melakukan penelitian/investigasi dengan memanfaatkan berbagai sumber yang ada, 6) tiap individu berbagi informasi dalam kelompok untuk membuat kesimpulan akhir, 7) Guru memandu diskusi kelompok untuk menguatkan pemahaman tentang hasil pemecahan masalah, dan memberikan tanggapan/ umpan balik pada tiap kelompok.

Selanjutnya, Hamruni (dalam Suyadi, 2013: 137-140) menyatakan bahwa ada 6 langkah dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah atau PBL yaitu 1) menyadari adanya masalah, 2) merumuskan masalah, 3) merumuskan hipotesis, 4) mengumpulkan data, 5) menguji hipotesis, 6) menentukan pilihan penyelesaian.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat dilihat adanya kesamaan dalam langkah-langkahnya yaitu penggunaan permasalahan dan adanya aktivitas pemecahan permasalahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PBL memiliki 6 langkah operasional yaitu 1) pengenalan materi/ konsep dasar, 2) Orientasi siswa pada masalah, 3) Mengkondisikan siswa untuk belajar, 4) Membimbing penyelidikan individu dan kelompok, 5) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 6) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2.1.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL a. Kelebihan Model PBL

Suyadi (2013: 142) menjelaskan bahwa ada beberapa keunggulan PBL, yaitu meliputi :

1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2. Dapat memberikan keleluasaan bagi peserta didik dalam mempelajari pengetahuan baru.

3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. 4. Dapat membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan

(14)

5. Dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuannya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.

6. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan beradaptasi dengan pengetahuan baru.

7. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuannya ke dunia nyata.

8. Dapat mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar.

b. Kekurangan Model PBL

Selain memiliki banyak keunggulan, PBL juga memiliki beberapa kelemahan. Selanjutnya, Suyadi (2013 :143) menjelaskan beberapa kelemahan dalam PBL yaitu :

1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi dan kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah.

2) Tanpa pemahaman “ mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan masalah, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

3) Proses pelaksanaan PBL memerlukan waktu yang lebih lama atau panjang.

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share (TPS) 2.1.3.1. Konsep Model Pembelajaran TPS

(15)

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berbasis belajar kelompok. Hamruni ( dalam Suyadi, 2013 :61) menyatakan bahwa falsafah dasar pembelajaran kooperatif learning adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Jadi , belajar dengan model kooperatif diharapkan dapat meningkatkan sikap sosial siswa terutama dalam hal kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama di kelas. Berdiskusi dalam aktivitas belajar merupakan hal yang lazim dalam pembelajaran kooperatif. Tetapi, sering kali guru memandu diskusi siswa di kelas dalam kelompok-kelompok dengan anggota yang banyak. Kelompok besar cenderung menimbulkan kesenjangan bagi anak yang pasif atau pendiam. Model pembelajaran Think Pair and Share mencoba menjawab permasalahan tersebut. Model inimerupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sering disebut model TPS.

Esensi utama dalam model ini adalah mengajak siswa untuk belajar dalam aktivitas berpikir melalui kegiatan yang dilakukan secara berpasangan. Daryanto (2014: 38) “Model pembelajaran kooperatif Think Pair and Share merupakan tipe yang sederhana dengan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan pembentukan pengetahuan siswa.” Pendapat ini menekankan bahwa walaupun TPS memiliki prosedur pembelajaran yang sederhana tetapi dapat meningkatkan partisipasi dan pemahaman siswa.

Selanjutnya, Lyman ( dalam Slone & Mitcell, 2014 : 102) memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa

TPS is a learner-centered and highly effective collaborative teaching strategy that is widely used in higher education. The TPS activity promotes student learning through a sequence of three “phases.” First, students individually reflect on subject matter, then pair with a partner in class to discuss the information, and finally share ideas from their discussions with the class as a whole.

(16)

TPS mendorong belajar siswa melalui sebuah rangkaian dari 3 fase. Pertama siswa secara individu memikirkan subjek materi, kemudian berpasangan dengan temannya di kelas untuk mendiskusikan informasi, dan akhirnya berbagi ide dari hasil diskusi mereka dengan keseluruhan siswa di kelas.

Berdasarkan kedua pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair and Share merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa berpikir secara mandiri dalam menjawab sebuah persoalan dengan belajar dari berbagai sumber yang ada kemudian jawaban tersebut didiskusikan bersama teman secara berpasangan dan hasil diskusi tersebut disampaikan dalam sebuah diskusi kelas.

2.1.3.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair and Share Model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah implementasi tersendiri. Sesuai dengan namanya model Think Pair and Share diawali dengan proses berpikir (Think) dilanjutkan dengan belajar bersama melalui proses berpasangan (Pair) kemudian diakhiri dengan kegiatan bertukar informasi (Share).

Dalam implementasinya, ada langkah-langkah yang harus dilakukan saat menerapkan pembelajaran dengan model Think Pair and Share. Menurut Suprijono ( 2012: 91) menguraikan bahwa:

Seperti namanya “ Thinking” pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru member kesempatan kepada mereka untuk memikirkan jawabannya. Selanjutnya, “Pairing” pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui intersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “ Sharing”.

(17)

Siswa berdiskusi dengan pasangan tentang hasil pemikirannya, 4) menyampaikan hasil diskusi berpasangan kepada teman sekelas.

2.1.3.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Think Pair and Share

Model pembelajaran kooperatif TPS merupakan model pembelajaran dengan langkah yang sederhana tetapi efektif digunakan dalam pembelajaran. Fogarty dan Robin ( Daryanto, 2014: 38) menyatakan bahwa model TPS memiliki beberapa keuntungan diantaranya : a) mudah dilaksanakan dalam kelas besar, b) memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran, c) memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan. Dan d) meningkatkan kemampuan penyimpanan jangka panjang dari isi materi pelajaran. Uraian tersebut semakin dikuatkan oleh Anita Lie ( dalam Daryanto, 2014: 38) yang menyatakan bahwa dengan model pembelajaran klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilanya untuk seluruh kelas, model pembelajaran kooperatif TPS ini member kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi ini kepada orang lain.

Kekurangan model pembelajaran TPS adalah 1) jika anak dalam sebuah pasangan memiliki sikap suka mendominasi, maka kegiatan diskusi tidak akan efektif , 2) Membutuhkan waktu yang lama untuk menganalisis hasil diskusi dari tiap pasangan kelompok.

2.1.4. Hasil belajar

2.1.4.1. Definisi Hasil Belajar

(18)

Proses belajar tentunya membawa perubahan. Perubahan dapat ditunjukan melalui perilaku misalnya dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa dan yang salah menjadi benar.

Belajar itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan itulah yang disebut dengan hasil belajar. Menurut Sudjana (dalam Kunandar, 2014: 62) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Pendapat tersebut menegaskan bahwa hasil belajar adalah apa yang diperoleh peserta didik setelah melakukan proses belajar.

Selanjutnya, menurut Agus Suprijono (2012: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Jadi hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri individu baik dalam hal sikap, pengetahuan dan keterampilan yang terjadi akibat proses belajar.

Pendapat lain juga menyatakan hal serupa. Menurut Syamsudin (dalam Heni Mularsih, 2010: 66) menyatakan bahwa perbuatan dan hasil belajar itu dapat dimanifestasikan dalam wujud (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta; informasi, prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan sebagainya, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir; mengingat atau mengenal kembali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya); perilaku psikomotorik (keterampilan-keterampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif), dan (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun intangible. Syamsudin menegaskan bahwa hasil belajar itu mencakup adanya perubahan pada 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang mengacu pada adanya pertambahan dan peningkatan pada pengetahuan, sikap dan keterampilan.

(19)

disengaja, perubahan tersebut mencakup 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang mengacu pada adanya pertambahan dan peningkatan pada pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2.1.4.2. Hasil Belajar IPA

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang memerlukan kemampuan anak dalam melihat alam sekitarnya. Dalam Standar Isi SD dijelaskan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alamsecara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.” Sehingga siswa harus memehami konsep dari pengalaman belajar yang sudah dilakukan saat pembelajaran IPA. Hasil belajar pada mata pelejaran IPA ada 3 jenis yaitu hasil belajar kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan anak dalam pemahaman konsep, hasil belajar psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan anak dalam melakukan aktivitas belajar di kelas dan yang terakhir adalah hasil belajar afektif yaitu sikap yang ditunjukkan anak saat pembelajaran berlangsung.

2.1.4.3. Ciri-ciri Perubahan Tingkah Laku dalam Belajar

Dalam belajar, seseorang pastinya akan mengalami perubahan-perubahan dalam tingkah laku. Perubahan yang terjadi kadang tampak dan tidak tampak. Slameto (2013: 3) menyatakan bahwa enam ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

(20)

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan , pengetahuan, dan sebagainya.

Jadi perubahan dalam belajar itu mencakup keseluruhan aspek sikap dan tingkah laku seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap dan memiliki tujuan yang jelas. Kemampuan dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar tersebut bersifat tetap dan justru akan semakin berkembang jika proses belajar terus dilakukan.

2.1.4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

(21)

a) Faktor Intern

Adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) faktor jasmaniah yang terdiri dari kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologi yang terdiri dari tingkat intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 3) Faktor yang selanjutnya adalah faktor kelelahan.

b) Faktor Ekstern

(22)

2.1.5. Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning

Berdasarkan landasan teori tentang langkah pendekatan saintifik dan model Problem Based Learning (PBL) dapat disusun sintak atau langkah pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 2

Sintak pendekatan saintifik dan model PBL

Pendekatan Saintifik Model PBL

1. Mengamati Tahap 1.

Pengenalan materi atau pemberian konsep awal oleh guru

2. Menanya Tahap 2.

Guru membimbing siswa dalam mendefinisikan masalah

3. Mengumpulkan informasi Tahap 3.

Guru mengorganisasi siswa untuk belajar . Tahap 4.

Guru membimbing penyelidikan individu / kelompok.

4. Mengasosiasi/menalar Tahap 5

Guru membimbing siswa melakukan analisis hasil investigasi atau penyelidikan.

5. Mengkomunikasikan Tahap 6

Guru membimbing siswa membuat hasil karya berupa laporan, gambar dll lalu

(23)

Tabel 3

Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL

Pendekatan Saintifik Melalui

Model Problem Based Learning Aktivitas Guru

Fase Mengamati Tahap 1.

Pemberian informasi awal

Guru memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Dalam hal ini guru dapat menggunakan

Guru menyampaikan skenario permasalahan kemudian siswa mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap permasalahan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.

Fase Mengumpulkan Informasi Tahap 3.

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru memfasilitasi peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi melalui membaca buku, berdiskusi dll.

Tahap 4

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan investigasi atau penyelidikan untuk memecahan masalah yang telah diberikan dengan berdasarkan pada informasi yang sudah dikumpulkan.

Fase Mengasosiasikan Tahap 5.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membimbing siswa dalam menganalisis hasil investigasi yang telah dilakukan dan menyusun kesimpulan dengan berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Fase Mengkomunikasikan

Tahap 6.

Mengembangkan hasil karya dan Menyajikan hasil karya

(24)

Tabel 4

Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL Dalam Standar Proses

Proses Kegiatan guru dalam pembelajaran

Kegiatan Awal

1. Guru memastikan kesiapan ruang kelas, media dan alat peraga.

2. Guru menyiapkan siswa dalam kondisi siap belajar.

3. Guru melakukan komunikasi tentang kehadiran peserta didik.

4. Guru melakukan apersepsi untuk mengarahkan siswa pada materi.

5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. mengamati objek berupa gambar/ video atau media lain sesuai materi.

2. Guru bertanya jawab dengan siswa membangun pengetahuan awal siswa. 3. Guru menyampaikan garis besar

informasi tentang keterkaitan media dengan materi permasalahan kepada siswa untuk diselesaikan baik secara individu maupun kelompok.

5. Guru mengkondisikan siswa dalam kegiatan belajar individu atau kelompok. 6. Guru mengarahkan siswa untuk mencari

sumber-sumber materi baik dari buku maupun sumber lain.

(25)

Fase

Mengkomunikasi kan

Tahap 6.

Mengembangkan hasil karya dan Menyajikan hasil karya

9. Guru membimbing siswa dalam menyusun hasil diskusi dalam sebuah hasil karya berupa laporan, gambar dll. 10. Guru memfasilitasi siswa dalam

melakukan presentasi di dalam kelas 11. Guru melakukan penilaian terhadap hasil

diskusi kelompok/individu

Kegiatan Akhir

1. Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran.

2. Guru bertanya jawab hal-hal yang belum dipahami siswa.

3. Guru memandu siswa dalam mencatat informasi-informasi penting dalam pembelajaran.

4. Guru menutup pelajaran.

2.1.6. Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share

Tabel 5

Sintak pendekatan saintifik dan model TPS

Pendekatan Saintifik Model Think Pair and Share

1. Mengamati Tahap 1.

Menyampaikan pertanyaan bahan diskusi 2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi Tahap 2.

Berpikir individu 4. Mengasosiasi / menalar Tahap 3

Berdiskusi berpasangan 5. Mengkomunikasikan Tahap 4.

(26)

Tabel 6

Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model TPS

Pendekatan Saintifik Melalui

Model Think Pair and Share Aktivitas Guru Fase Mengamati

Tahap 1

Menyampaikan sekilas materi dengan media tertentu.

Guru menyampaikan sekilas materi melalui sumber yang ada baik buku atau gambar. Dalam hal ini guru juga dapat menggunakan media yang bisa membantu mengarahkan pemahaman siswa.

Fase Menanya Tahap 2

Menyampaikan pertanyaan bahan diskusi

Guru menyampaikan pertanyaan yang terkait materi untuk terlebih dahulu dipikirkan jawabannya oleh anak secara mandiri.

Fase Mengumpulkan Informasi

Tahap 3

Anak berpikir secara individu

Guru memandu anak untuk berpikir secara mandiri dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Guru juga memfasilitasi peserta didik

menggunakan berbagai sumber yang dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan.

Fase Mengasosiasikan Tahap 4

Berdiskusi dalam kelompok berpasangan.

pemikiran temannya apakah sudah tepat atau belum. Siswa menyusun

kesimpulan kelompok terhadap

pertanyaan yang diberikan guru sesuai hasil diskusinya bersama teman. Fase Mengkomunikasikan

Tahap 5

Mengkomunikasikan hasil diskusi

(27)

Tabel 7

Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model Think Pair and Share Dalam Standar Proses

Pendekatan Saintifik Melalui Model Think

Pair and Share

Standar

Proses Aktivitas guru dalam pembelajaran

Kegiatan

Awal

1. Guru memastikan kesiapan ruang kelas, media dan alat peraga. 2. Guru menyiapkan siswa dalam

kondisi siap belajar.

3. Guru melakukan komunikasi tentang kehadiran peserta didik. 4. Guru melakukan apersepsi untuk

mengarahkan siswa pada materi. 5. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran.

1. Guru menyampaikan sekilas materi melalui sumber yang ada baik buku atau gambar.

2. Guru menunjukkan media berupa gambar/bacaan/video yang berkaitan dengan materi.

3. Guru menyampaikan pertanyaan yang terkait materi.

Fase Mengumpulkan Informasi

Tahap 2.

Anak berpikir secara individu

4. Guru memandu anak untuk berpikir secara mandiri dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.

5. Guru memfasilitasi peserta didik menggunakan berbagai sumber yang dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan.

6. Guru membentuk anak dalam kelompok berpasangan. 7. Guru membimbing anak

melakukan diskusi hasil

pemikirannya dalam menjawab pertanyaan bersama teman. 8. Guru membimbing tiap pasangan

(28)

yang paling tepat

9. Guru membimbing siswa

menyusun kesimpulan kelompok terhadap pertanyaan yang diberikan guru sesuai hasil diskusinya

bersama teman.

Fase

Mengkomunikasikan

Tahap 4

Mengkomunikasikan hasil diskusi

10.Guru memfasilitasi siswa dalam menyampaikan hasil diskusi kelompok di kelas.

11.Guru melakukan penilaian hasil diskusi berpasangan

Kegiatan Akhir

5. Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran.

6. Guru bertanya jawab hal-hal yang belum dipahami siswa.

7. Guru memandu siswa dalam mencatat informasi-informasi penting dalam pembelajaran. 8. Guru menutup pelajaran.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan hasil penelitian lain. Penelitian yang menjadi bahan rujukan memiliki relevansi dalam penelitian yang akan dilakukan. Adapun penelitian terdahulu yang cukup relevan sebagai bahan rujukan peneliti diantaranya adalah

(29)

kontribusi yang positif dan signifikan antara minat belajar siswa dengan hasil belajar siswa kelas IV SD 1 Banjar Anyar Tabanan.

Kedua, penelitian dari Merinda Dian Prametasari tahun 2012 dari UKSW Salatiga dengan judul efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SD gugus Hasanudin, Salatiga. Hasil penelitian menunjukkan adanya efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelas control dan kelas eksperimen yaitu 74,53<83,38 dengan perbedaan rata-rata sebesar 8,851. Perbedaan tersebut ditinjau dari kesignifikansiannya Nampak t hitung > t tabel (3,201 > 1,674) dengan taraf signifikansi diperoleh angka 0,002<0,05.

(30)

Kelima, penelitian dari Meksi Ritasty dari Universitas Bengkulu pada tahun 2014 yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VA Pada Mata Pelajaran IPA SD Negeri 25 Kota Bengkulu yang menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh hasil belajar yang signifikan aspek pengetahuan siswa antara pembelajaran model PBL dengan pembelajaran konvensional. Uji-t yang dilakukan pada hasil belajar aspek sikap diperoleh thitung 1,04< ttabel 2,00 pada taraf signifikan 5%; menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh hasil belajar yang signifikan aspek sikap siswa antara pembelajaran model PBL dengan pembelajaran konvensional. Uji-t yang dilakukan pada hasil belajar aspek keterampilan diperoleh thitung 1,99 < ttabel 2,00 pada taraf signifikan 5% ; menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh hasil belajar yang signifikan aspek keterampilan siswa antara pembelajaran model PBL dengan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan beberapa penelitian diatas jika dibuat analisis akan terlihat seperti yang ada pada tabel 8 berikut:

Tabel 8

Analisis Kajian Penelitian yang relevan

No Peneliti Variabel Hasil Penelitian

(31)

Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat menjadi salah satu inovasi dalam pembelajaran yang layak untuk diujikan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pemahaman konsep IPA yang diwujudkan dalam skor hasil belajar kognitif pada muatan IPA siswa kelas 4 SD.

2.3 Kerangka Pikir

(32)

Selain model PBL, ada model pembelajaran kooperatif TPS yang juga dapat digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Model TPS memiliki langkah-langkah yang sederhana dan terbukti efektif dalam meningkatkan partisipasi peserta didik. Model TPS mengajak siswa untuk berpikir kritis mengenai suatu materi melalui kegiatan yang dilakukan secara berpasangan dengan teman. Dengan kelebihan yang dimiliki keduanya, maka kedua model tersebut layak untuk diteliti untuk mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh antara keduanya terhadap hasil belajar aspek kognitif dalam muatan IPA pada siswa SD kelas 4.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Kelas

Eksperimen Pre Test

Perlakuan pendekatan saintifik melalui model PBL

Menunjukkan Kesetaraan Kondisi

Awal

Kelas

Kontrol

Pre Test

Perlakuan pendekatan saintifik melalui model TPS

(33)

2.4 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho: Tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran Problem Based Learning dengan model pembelajaran Think Pair and Share terhadap hasil belajar muatan IPA subtema 2 tema 8 pada siswa kelas 4 SD Negeri 01 Bonyokan tahun pelajaran 2014/2015.

Gambar

Tabel 1 Langkah pembelajaran PBL
Tabel 2 Sintak pendekatan saintifik dan model PBL
Tabel 3 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL
Tabel 4 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya.. Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengembangkan perangkat pembelajaran kimia SMA kelas XI materi asam basa untuk meningkatkan hasil belajar dan pembentukan

Dari Gambar 5 di atas dapat diterangkan bahwa keadaan kesetimbangan proses adsorpsi adsorben lignoselulosa sulfonat dan adsorben bebas ekstrak terhadap zat warna

Apabila perkembangan atau pertumbuhan suatu gejala tertentu berpola seperti perubahan nilai-nilai suku sebuah deret, baik deret hitung ataupun deret ukur,

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Mengelola akuntansi produk penghimpunan dana Menilai penyajian transaksi tabungan mudharabah keilmuan yang mendukung mata

Hasil analisis data menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berada pada kategori sangat tinggi dan kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi berada

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan

Hasil tulisan karya ilmiah/ skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan.. hak bebas royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai