• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS TERHADAP KEBERHASILAN PENCAPAIAN TUJUAN ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

KABUPATEN NUNUKAN

PROGRAM STUDI : S1 ILMU PEMERINTAHAN

ABSTRAK

Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin khususnya Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika akan sangat mempengaruhi organisasi dalam hal mencapai tujuannya. Tidak hanya itu, Kepala Dinas selaku pimpinan harus memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada didalam organisasinya agar terciptanya suatu penyelenggaran organisasi yang efektif dan suksesnya pencapaian tujuan organisasi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan dalam hal pelayanan publik dibidang transportasi darat, laut, udara dan kominfo.

Gaya atau style ini banyak mempengaruhi keberhasilan bahkan kehancuran seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut atau bawahannya. Setiap pemimpin mempunyai gaya atau cara tersendiri di dalam memimpin atau mendorong bawahannya untuk bekerja. secara umum dikenal ada tiga tipe/gaya kepemimpinan, yaitu yaitu kepemimpinan demokratis, kepemimpinan otoriter, dan kepemimpinan bebas.

(2)

PENDAHULUAN

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan merupakan suatu organisasi pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melayani masyarakat dibidang transportasi perhubungan Darat, Laut, Udara dan Kominfo di Kabupaten Nunukan. Dalam hal ini kepala dinas selaku pemimpin organisasi memiliki peran penting dalam mengarahkan bawahannya berupa para pegawai sebagai pengikut organisasi dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.

Tujuan utama organisasi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan tertuang didalam Rencana Strategik (RENSTRA) sebagai panduan penyelenggaraan pemerintahan didalam organisasi untuk mewujudkan visi dan misinya. Jenis gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala dinas sangat memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan dan pencapaian tujuan organisasi pemerintahan daerah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan, hal itu dapat dilihat melalui :

1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang dipilih Kepala Dinas terhadap kinerja bawahannya dan kelancaran komunikasi organisasi antar anggota organisasi terhadap atasan maupun sebaliknya.

2. Apakah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Kepala Dinas tersebut mempengaruhi terhadap pelaksanaan program/kegiatan Dinas Perhubungan komunikasi dan informatika kabupaten nunukan menuju lebih baik atau sebaliknya.

3. Apakah gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi sudah sangat efektif digunakan dalam penyelenggaraan organisasi demi mewujudkan visi dan misi kantor Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan.

Menurut Wiliam F. Glueck Kepemimpinan sebagai seperangkat perilaku antar manusia yang didesain untuk mempengaruhi pekerja agar bekerja sama mewujudkan tujuan-tujuan.

(3)

faktor, antara lain bergantung kepada gaya kepemimpinannya. Kepemimpinan adalah seni dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Kemampuan tersebut merupakan ramuan dari beberapa unsur, antara lain :

1. Kemampuan menggunakan kekuasaan secara efektif dan bertan ggung jawab; 2. Kemampuan memahami manusia, bahwa manusia mempunyai perbedaan

kekuatan motivasi dalam waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda pula; 3. Kemampuan menggali inspirasi bawahan;

4. Kemampuan menciptakan dan mengembangkan iklim dan situasi yang kondusif agar bawahan mau memberikan kreativitas dan kemampuannya terbaiknya.

Kunci kepemimpinan yang efektif, adalah mampu menuju kearah “mengharmonisasikan kepentingan pencapaian tujuan seseorang dan kepentingan pencapaian tujuan organisasi”. Kedua kepentingan itu, yaitu kepentingan organisasi dan kepentingan unsur manusia di dalam organisasi, dapat diharmonisasikan sesuai dengan gaya kepemimpinan seseorang ketika memimpin. PEMBAHASAN

A. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Berbagai ahli berpendapat bahwa seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya memimpin suatu organisasi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaannya terletak pada gaya seseorang memimpin. Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan sering diterapkan oleh seorang pemimpin, seperti memberi perintah, memberi tugas, menegakkan disiplin, memberi teguran, berkomunikasi, dan sebagainya. Gaya atau style ini banyak mempengaruhi keberhasilan bahkan kehancuran seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut atau bawahannya.

(4)

kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi. Dengan kata lain, dapat memenuhi kebutuhan pada situasi tertentu.

B. Pengertian Organisasi

Organisasi dalam bahasa Indonesia atau organization dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin organizare yang artinya to farm as or into a whole concisting of interdependent or coordinate parts ( membentuk sebagai atau menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang satu sama lain saling bergantung ). Chester I. Bernard mendefinisikan organisasi sebagai sistem dari kegiatan manusia yang bekerja sama ( an organization is a system of cooperative human activities ). Kemudian Everet M. Rogers dan Rekha Agarwala Rogers dalam bukunya communication in organization menyatakan bahwa organisasi adalah sistem yang mapan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian kerja ( a stable system of individual who work together to achieve, through hierarchy of ranks and division of labor, common goals). Sejalan dengan itu, Melvin L DeFleur mengungkapkan bahwa organisasi adalah kelompok manusia yang secara sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan bersama tertentu.

Sedangkan menurut Robbins, organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat diidentifikasi, yang bekerja secara terus-menerus untuk mencapai suatu atau sekelompok tujuan yang telah ditetapkan.

C. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

(5)

ragam, yang dapat dipilih untuk mencocokkannya dengan situasi dan bawahan yang dihadapi. Oleh karena itu, para pemimpin unit harus mampu mngenal dulu situasi lingkungan atau keadaan dan sifat serta sikap para bawahan yang harus dipimpinnya agar dapat menerapkan cara memimpin yang paling tepat atau sesuai. Tergantung kepada siapa dan bagaimana sifat dan sikap yang dipimpinnya maka leadership style pemimpin mungkin akan berbeda-beda pada setiap saat tertentu.

Para ahli dalam meneliti bagaimana cara-cara seseorang memimpin organisasi/bawahannya membagi bentuk kepemimpinan ini ke dalam beberapa tipe. Misalnya, Likert dan Lewin masing-masing memperlihatkan hasil penelitiannya dalam dua golongan besar, yaitu yang bersifat leadercentered dan group centered leadership , dengan sedikit perbedaan di dalam perinciannya. Simpulannya adalah pada dasarnya setiap pemimpin akan mengambil cara tertentu tergantung pada :

1) Orang-orang yang dipimpinnya; 2) Masalah yang sedang dihadapi; 3) Situasi yang dirasakan.

Untuk dapat menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan tertentu maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsur, yaitu diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh. Secara umum dikenal ada tiga tipe/gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan demokratis, kepemimpinan otoriter, dan kepemimpinan bebas.

a. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Baik di kalangan ilmuwan maupun di kalangan praktisi terdapat kesepakatan bahwa gaya kepemimpinan demokratis paling ideal dan paling didambakan. Memang umum diakui bahwa pemimpin yang paling efektif sekalipun ada kalanya dalam hal bertindak dan mengambil keputusan dapat terjadi keterlambatan sebagai konsekuensi keterlibatan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Namun, dengan berbagai kelemahannya, pemimpin yang demokratis tetap dipandang sebagai pemimpin terbaik karena kelebihan-kelebihannya mengalahkan kekurangan-kekurangannya.

(6)

orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang mendasari pandangan tipe dan gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama. Dengan filsafat demokratis tersebut diimplementasikan nilai-nilai demokratis di dalam tipe kepemimpinan yang terdiri atas hal seperti berikut.

1. Mengakui dan menghargai manusia sebagai makhluk individual yang memiliki perbedaan kemampuan antara yang satu dengan yang lain, tidak terkecuali di antara para anggota di lingkungan sebuah organisasi.

2. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai makhluk sosial dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri melalui prestasi masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai masyarakat kecil.

3. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, dengan menghormati nilai-nilai/norma-norma yang mengaturnya sebagai makhluk normatif di lingkungan organisasi masing-masing.

4. Menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan bersama dalam kebersamaan melalui kerja sama yang saling mengakui, menghargai, dan menghormati kelebihan dan kekurangan setiap individu sebagai anggota organisasi.

5. Memberikan perlakuan yang sama pada setiap individu sebagai anggota organisasi yang fair dan sehat (jujur dan sportif).

6. Memikul kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan hak masing-masing untuk mewujudkan kehidupan bersama yang harmonis.

Nilai-nilai demokratis itu dalam kepemimpinan tampak dari kebijakan pemimpin yang orientasinya pada hubungan manusiawi, berupa perlakuan yang sama dan tidak membeda-bedakan anggota organisasi atas dasar warna kulit, ras, kebangsaan, agama, status sosial ekonomi, dan lain-lain.

(7)

masing-masing. Sehubungan dengan itu, Robert Tanenbaun, Irving R. Weschler, dan Fred Massarik (1961, hal 67) mengatakan persoalan bagaimana seorang pemimpin atau manajer menjadi demokratis terletak pada hubungannya dengan para bawahan dan pada saat yang sama dapat mempertahankan kewenangan dan menjaga kewibawaannya sebagai pemimpin serta mampu mengontrol seluruh kegiatan dengan tetap berfokus pada pengembangan organisasi ke masa depan. Kewenangan pada dasarnya merupakan konsep yang lebih luas dari kekuasaan. Hal ini berarti kekuasaan merupakan bagian dari kewenangan. Sehubungan dengan itu, Stephen P. Robbins (1996, hal 428) mengatakan bahwa wewenang didefinisikan sebagai hak untuk bertindak atau memerintahkan orang lain kea rah pencapaian tujuan organisasi, sedangkan kekuasaan adalah kapasitas seseorang untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.

b. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Tipe kepemimpinan ini memperlihatkan perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya penentu, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh diri pemimpin sendiri. Kepemimpinan ini didasari oleh salah satu kebutuhan akan kekuasaan, sebagai bagian kebutuhan realisasi/aktualisasi diri di dalam kebutuhan sosial psikologis yang mendorong (memotivasi) seseorang berbuat sesuatu yang dilakukan dengan menunjukkan kekuasaannya. Tindakan untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan berusaha menjadi pemimpin sesuai peluang di lingkungan organisasi baik pada jenjang atas, jenjang menengah maupun jenjang bawah. Kebutuhan akan kekuasaan menjadi dominan pada seseorang pemimpin setelah kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan fisik, kebutuhan sosial berupa rasa aman fisik dan psikis, dan lain-lain.

(8)

pemimpin-pemimpin yang lebih rendah posisinya. Pihak yang dipimpin dalam jumlahnya yang lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai sebagai bawahan atau anak buah. Pemimpin tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi terjadinya penyimpangan. Sejalan dengan uraian di atas Eugene Emerson Jenning dan Robert T. Golembiewski dalam Huneryager Hekman (1992, hal 9-11) mengatakan Komando Otoritas : berwatak pemusatan otoritas dan pengambilan keputusan pada pimpinan. Pimpinan memberikan motivasi kepada anggota organisasi/bawahannya dengan memaksa. Mereka tunduk demi tercapainya tugas berdasarkan kebutuhan. Dengan demikian, berarti pimpinan berkuasa dan bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang harus dilakukan, baik yang dilakukannya sendiri maupun yang diperintahkan pada anggota organisasi/bawahannya sebagai pelaksana kegiatannya.

Pemimpin dengan semua kekuasaan ditangannya merupakan pihak yang memiliki hak, terutama dalam mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Pemimpin otoriter merasa memperoleh/memiliki hak-hak istimewa dan harus diistimewakan oleh bawahannya. Hak itu, baik seluruhnya maupun sebagian diantaranya tidak pernah didelegasikan kepada anggota organisasi bawahan. Dengan demikian, anggota organisasi/bawahan tidak memiliki hak sesuatu apapun, dan hanya memiliki kewajiban serta tanggung jawab melaksanakan keputusan dan perintah, dan/atau kehendak/keinginan pimpinan, bukan kepentingan organisasi. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, tidak pernah lebih dari pada wewenang dan tanggung jawab melaksanakan keputusan dan perintah atasan, yang hakikatnya hanya berisi tanggung jawab tanpa wewenang. Tugas dan tanggung jawab itu harus dilaksanakan tanpa boleh membantah. Apabila pelaksanaannya berbeda dari yang diputuskan atau diperintahkan, meskipun hasilnya lebih baik akan diartikan oleh pemimpin sebagai penyimpangan atau kesalahan yang harus dijatuhi hukuman/sanksi.

(9)

bawahan bukan pimpinan. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga diperlakukan sebagai pihak yang tidak mampu mengambil keputusan bahkan tidak mampu melakukan kegiatan organisasi tanpa keputusan perintah dan pengarahan pimpinan sebagai atasan.

Kekuasaan/wewenang pemimpin dipergunakan untuk mengintimidasi dan menekan bawahan, diikuti dengan pengawasan secara ketat yang jika dibantah diancam dengan sanksi/hukuman yang berat dan merugikan. Kondisi itu berarti nasib bawahan berada atau tergantung pada pucuk pimpinan. Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi bawahan, selain tunduk dan patuh di bawah kekuasaan pemimpin.

c. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire atau Free-Rein)

Tipe kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sesedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi. Sehubungan dengan itu, Jenning dan Golembiewski (1992, hal 103) mengatakan bahwa pemimpin membiarkan kelompoknya memantapkan tujuan dan keputusannya. Kontak antara pemimpin dengan anggota kelompoknya terjadi apabila pemimpin memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk melakukan usaha secara keseluruhan. Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi oleh pemimpin dengan menetapkan tujuan yang harus dicapai disertai parameter-parameternya. Sementara itu, yang paling ekstrim dalam tipe bebas ini adalah pemberian kebebasan sepenuhnya pada anggota organisasi untuk bertindak tanpa pengarahan dan control, kecuali jika diminta. Dampaknya sering terjadi kekacauan karena tipe kepemimpinan ini membiarkan setiap anggota organisasi yang berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak kea rah yang berbeda-beda. Pemimpin hanya menyediakan diri sebagai penasihat apabila diperlukan atau diminta. Nilai yang tepat dalam hubungan atasan bawahan adalah nilai yang didasarkan kepada saling mempercayai yang besar.

(10)

titik ekstremnya yang paling rendah. Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku anggota organisasinya. Dalam keadaan seperti itu, apabila ada anggota organisasi yang bertindak melakukan kepemimpinan (informal) yang diterima (dipatuhi dan disegani) oleh anggota organisasi maka pemimpin yang sebenarnya menjadi tidak berfungsi. Pemimpin seperti itu, pada umumnya merupakan seseorang yang berusaha mengelak atau menghindar dari tanggung jawab sehingga apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan, dengan mudah dan tanpa beban mengatakan bukan kesalahan atau bukan tanggung jawabnya karena bukan keputusannya dan tidak pernah memerintahkan pelaksanaannya.

Bertitik tolak dari nilai-nilai organisasional demikian, sikap seorang pemimpin yang menganut gaya bebas dalam memimpin organisasi dan para bawahannya biasanya adalah sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai. Prakarsanya dalam menyusun struktur tugas para bawahan dapat dikatakan minimum. Kepentingan dan kebutuhan para bawahan itu mendapat perhatian besar karena dengan terpeliharanya kepentingan dan terpuaskannya berbagai kebutuhan para bawahan, mereka akan dengan sendirinya berperilaku positif dalam kehidupan organisasionalnya.

Dengan sikap yang permisif, perilaku seorang pemimpin yang bebas cenderung mengarah kepada tindak tanduk yang memperlakukan bawahan sebagai rekan sekerja, hanya saja kehadirannya sebagai pimpinan diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan hierarki organisasi.

PENUTUP

1. Kesimpulan

(11)

Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga tercipta suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan. jabatannya.

2. Saran

Gaya kepemimpinan Demokratis sangat dianjurkan diterapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan, karena gaya kepemimpinan ini memberikan kesempatan dan suasana, dimana anggota dapat belajar, berinovasi serta berbagai metode kerja yang mungkin dikembangkan oleh mereka menuju pencapaian tujuan.

Upayakan kepemimpinan Otoriter dihindari dalam penyelenggaraan organisasi pemerintahan daerah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan karena akan berdampak buruk bagi organisasi dan menghambat tercapainya tujuan bersama dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Enceng, Dkk. (2013). Kepemimpinan Edisi 2. Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.

Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto. (2010). Komunikasi Organisasi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.

Muharto Toha, Darmanto. (2012) . Perilaku Organisasi. Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.

Rina Martini, Fitriyah, Teguh Juwono. (2013). Sosiologi Pemerintahan Edisi 2. Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.

Yun Iswanto, Adie Yusuf. (2014) . Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2. Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.

Agus Joko Purwanto. (2014) . Teori Organisasi Edisi 2. Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Variabel gaya kepemimpinan (X2) merupakan kemampuan seseorang atau cara pemimpin untuk mempengaruhi orang lain atau bawahan untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi..

Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.dengan

Setelah memahami kebutuhan bawahannya, maka seorang pemimpin akan dapat menentukan cara yang tepat untuk dipakai dalam memotivasi bawahannya agar terciptanya prestasi kerja

Seorang pemimpin harus memiliki suatu program dan prilaku bersama- sama dengan para kariyawannya untuk mengunakan cara atau gaya kepemimpinan tertentu, sehingga kepemimpinan

Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda dalam kepemimpinannya, gaya tersebut secara tidak langsung melekat pada sifat dan perilaku setiap

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan

Gaya kepemimpinan merupakan cara pemimpin mempengaruhi pegawai untuk dapat bekerja lebih baik lagi dalam rangka mencapai tujuan organisasi karena pada hakikatnya

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah diuraikan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin