• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier dibedakan dari kemampuan bahasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier dibedakan dari kemampuan bahasa."

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMIOTIK SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH PROGRAM LINIER DIBEDAKAN DARI

KEMAMPUAN BAHASA

SKRIPSI

Oleh :

Suci Yongki Setyowati

NIM D94213120

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ANALIS IS S EMIOTIK S IS WA DALAM PEMECAHAN MAS ALAH PROGRAM LINIER DIBEDAKAN DARI KEMAMPUAN BAHAS A

Oleh:

S uci Yongki S etyowati

ABS TRAK

Semiotik memegang peranan penting dalam mendukung kesuksesan memecahkan masalah matematika. Dalam matematika segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda, simbol dan relasi antara simbol-simbol disebut semiotik. Dalam penelitian ini semiotik berarti kemampuan dalam produksi tanda yang meliputi proses simbolisasi, proses pengkodean dan proses pemaknaan sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara terperinci mengenai kemampuan semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier yang dibedakan dari kemampuan bahasa.

Penelitian ini adalah p enelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 6 siswa, masing-masing 2 siswa yang memiliki kemampuan bahasa tinggi, 2 siswa yang memiliki kemampuan bahasa sedang dan 2 siswa yang memiliki kemampuan bahasa rendah. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan melakukan pemberian tes kemampuan bahasa. Untuk memperoleh data penelitian, keenam subjek diberikan Tes Pemecahan M asalah Program Linier kemudian subjek diwawancarai untuk menggungkap semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier yang mencakup proses simbolisasi, pengkodean dan pemaknaan. Peneliti menguji kredibilitas dan kevalidan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan bahasa tinggi mampu melakukan ketiga proses tersebut. Sehingga informasi yang disampaikan dari hasil pemecahan masalah menjadi sebuah informasi yang bermakna. Siswa dengan kemampuan bahasa sedang kesulitan pada proses simbolisasi dan pemaknaan. Akibatnya informasi yang disampaikan belum lengkap. Sedangkan siswa dengan kemampuan bahasa rendah kesulitan dalam ketiga proses tersebut. Sehingga siswa belum mampu untuk menyampaikan informasi dari hasil pekerjaannya.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI……….…………iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………...……iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………..…….v

KATA PENGANTAR……….………vi

ABSTRAK………...………..vii

DAFTAR ISI……….………viii

DAFTAR TABEL………..………….ix

DAFTAR GAMBAR……….………...x

DAFTAR BAGAN………..xi

DAFTAR LAMPIRAN………..xii

BAB I PENDAHULUAN………....1

A. Latar Belakang………....1

B. Rumusan Masalah………..6

C. Tujuan Penelitian.. ……….6

D. Manfaat Penelitian………..7

E. Batasan Masalah………....…….7

F. Definisi Operasional………...……7

BAB II KAJIAN PUSTAKA………...……9

(8)

B. Pemecahan Masalah………..…………19

C. Kemampuan Bahasa………..…………22

D. Program Linier………...………31

E. Semiotik Dalam Pemecahan Masalah Program Linier………..32

BAB III METODE PENELITIAN………...37

A. Jenis Penelitian………37

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….37

C. Subjek Penelitian………37

D. Prosedur Penelitian………..…………39

E. Teknik Pengumpulan Data……….40

F. Instrumen Penelitian………40

G. Teknik Analisis Data………...………41

BAB IV HASIL PENELITIAN………45

A. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Tinggi………...46

B. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Sedang……….92

C. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Rendah………136

BAB V PEMBAHASAN………..174

A. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Tinggi………...174

B. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Sedang………….…178

C. Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Siswa Kemampuan Bahasa Rendah………183

(9)

BAB VI PENUTUP………189

A. Simpulan………189

B. Saran ……….189

DAFTAR PUSTAKA……….191

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya identik dengan perhitungan menggunakan angka, simbol dan rumus-rumus. Selain itu, pembelajaran matematika juga mengajarkan siswa untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika di sekolah mampu membuat siswa memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang berguna, dan meyakini usaha yang tekun dan ulet dalam mempelajari matematika akan membuahkan hasil.1

Tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum 2013 terangkum dalam 4 (empat) kompetensi inti yaitu kompetensi sikap spritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Kompetensi sikap spritual dalam pembelajaran matematika ditunjukkan dengan sikap menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Kompetensi sikap sosial ditunjukkan dalam bentuk sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. Selanjutnya kompetensi pengetahuan matematika meliputi dasar-dasar bilangan, aljabar, geometri, statistika dan peluang. Sedangkan kompetensi keterampilan matematika meliputi keterampilan menggunakan konsep matematika dalam pemecahan masalah, mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi dan menyajikan data hasil pengamatan dan melakukan percobaan menemukan peluang empirik.2

1Erman Suherman, dkk: “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi Revisi)”

. (Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI, 2003)), 89.

2 Sri Wardhani, “Analisis SI dan SKL untuk Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

(11)

2

Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics tahun 2000 yang menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).3 Sejalan dengan berbagai tujuan pembelajaran matematika tersebut, salah satu standar kemampuan matematis yang ditetapkan oleh NCTM adalah kemampuan dalam pemecahan masalah. Hal tersebut juga termuat dalam kompetensi inti kurikulum 2013 yaitu kompetensi keterampilan matematika yang memuat keterampilan menggunakan konsep matematika dalam pemecahan masalah. Jika dilihat dari uraian di atas, maka pemecahan masalah merupakan tujuan yang penting dalam pembelajaran matematika. Namun kenyataan di lapangan berdasarkan hasil observasi Gordah menunjukkan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai proses utama.4

Hal tersebut terlihat dari hasil Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) sebuah studi yang diselenggarakan oleh International Association for theEvaluation of Educational Achievement (IEA), pada tahun 2007 yang mengukur kemampuan matematika siswa dalam pemecahan masalah, menempatkan matematika Indonesia pada peringkat 36 dari 49 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor siswa yaitu 397, sedangkan rerata skor internasional adalah 500. Skor yang diperoleh tersebut berada signifikan di bawah rerata skor internasional.5 Berdasarkan hasil tersebut dilakukan

3Adhar Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

SMP”, Jurnal Penelitian Pendidikan , 12: 2, (Universitas Pendidikan Indonesia,Oktober, 2012), 2.

4

Ramdhani Sendi, Tesis : “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematka”.(Universitas Pendidikan Indonesia, 2012), 2.

5Effendi Adhar, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

(12)

3

analisis penyebab rendahnya skor capaian Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa siswa lebih mampu mengerjakan soal penerapan dibandingkan soal pengetahuan. Kesulitan yang rata-rata dialami siswa adalah pada soal pemecahan masalah pada bidang geometri, statistika dan lain-lain. Siswa masih sangat kesulitan mengerjakan soal-soal yang didesain dan disajikan dengan bentuk yang berbeda atau tidak rutin dikerjakan siswa Indonesia. Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih sangat rendah.6

Menurut Yonandi rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut disebabkan lemahnya kemampuan dalam menghubungkan konsep matematika.7 Lemahnya kemampuan tersebut dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap simbol maupun tanda sehingga menyebabkan kemampuan dalam menghubungkan serta mengaitkan konsep dalam pemecahan masalah masih sangat rendah. Pemahaman terhadap simbol, tanda serta representasinya akan mengarahkan pada perencanaan dan penyelesaian dari masalah tersebut.8

Rendahnya pemahaman terhadap simbol juga disebabkan kemampuan pemahaman bahasa matematika yang kurang. Selain berperan sebagai alat berpikir, matematika juga berperan sebagai bahasa, yang sering disebut sebagai bahasa simbol. Sebagai bahasa tentu saja bahasa matematika juga memiliki fungsi yang sama seperti bahasa pada umumnya, yaitu penamaan (naming atau labelling). Contoh penamaan dalam matematika adalah sebagai berikut, sebanyak empat buah kelereng yang disusun dinamai

dengan ”empat” dan disimbolkan dengan ”4,” jadi ”empat” buah kelereng tersebut dirujuk dengan menggunakan simbol ”4.”

Sebagai fungsi bahasa, yakni transmisi informasi, matematika juga dapat digunakan untuk transmisi informasi. Tetapi sebagai

6 , Zetra Gustimal,“analisis kemampuan siswa, model the trends for internstional”. Jurnal

primary pogram studi guru sekolah dasar fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Riau, 3: 1 (April 201), ISSN :2303-151,37

7

Ramdhani Sendi, Tesis : “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematka”.(Universitas Pendidikan Indonesia, 2012), 2.

8Siti Inganah - Subanji, “Semiotik Dalam Proses Generalisasi Pola”.KNPMV, Himpunan

(13)

4

bahasa, matematika juga harus memiliki ciri dari matematika itu sendiri, yakni menggunakan logika dan istilah yang digunakan memenuhi kesepakatan atau terdefinisi dengan jelas. Selain bahasa yang tertuang dalam bentuk notasi, dalam matematika terdapat banyak pernyataan-pernyataan yang dipandang sebagai simbol. Oleh karena itu, matematika dapat dipandang sebagai alat komunikasi dalam pemecahan suatu masalah.9

Dalam matematika segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda, simbol dan relasi antara simbol-simbol disebut semiotik. Semiotik meliputi semua tanda yang bersifat visual dan verbal. Semua tanda ini bisa diterima oleh seluruh indera manusia ketika tanda atau simbol ini membentuk suatu kode yang secara sistematis menyampaikan informasi pada aktivitas manusia.10 Oleh karena itu semiotik dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam matematika. Dalam hal ini semiotik melihat pada

“kesamaan” dan “relasi” dari tanda maupun simbol yang ada dalam setiap persoalan. Secara garis besar semiotik akan mempengaruhi kemampuan dalam pemecahan suatu masalah. Seperti dikutip dalam Lemke:

semiotics helps us understand how mathematics functions as a tool for problem-solving in the real world, and how this function may have played a key role in the historical evolution of mathematics. A semiotic perspective helps us understand how natural language, mathematics, and visual representations form a single unified system for meaning-making.

Semiotik membantu kita memahami tentang bagaimana peran matematika sebagai alat untuk pemecahan masalah di dunia nyata, dan bagaimana fungsi ini memainkan peran kunci dalam perkembangan sejarah matematika. Selain itu semiotik juga membantu dalam pemahaman representasi visual serta pembentukan suatu makna.11

9 Dewi Izwita, “Profil Keakuratan Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Ditinjau

dari Perbedaan Jender”. Jurnal Didaktik Matematika, 1: 2, ( September,2014), 1.

10 Siti Inganah - Subanji, Op.Cit.,431.

11Lemke, “Mathematics In The Middle : Measure, Picture, Gesture, Sign, And Word “

(14)

5

Salah satu materi pada mata pelajaran matematika yang berkaitan erat dengan tanda dan simbol adalah program linier. Dalam materi ini siswa dituntut untuk bisa memahami bentuk

“kesamaan” dan “relasi” yang telah ditemukan, yang dapat dijadikan untuk pemecahan masalah melalui obyektifikasi semiotik. Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisit menjadi tujuan pembelajaran matematika.12 Tidak dapat dipungkiri bahwa program linier merupakan materi yang masih dianggap sulit oleh siswa. Indikator yang digunakan dalam ujian nasional terkait program linier adalah menentukan penyelesaian sistem pertidaksamaan linier dua variabel, membuat model matematika dari masalah program linier, menentukan nilai optimum dari fungsi objektif sebagai penyelesaian dari program linier.13 Berdasarkan survei ke beberapa siswa di suatu lembaga bimbingan belajar diperoleh informasi bahwa dari 10 siswa yang diberikan soal mengenai materi program linier, hasil pengerjaan yang diberikan sangat bervariatif. Terdapat 4 siswa yang dapat mengerjakan dengan benar, namun beberapa siswa berhenti pada pertengahan pengerjaan. Mereka mengaku kesulitan memahami bacaan dan memodelkan ke dalam bentuk matematika.

Kesulitan dalam pemecahan masalah tersebut disebabkan pemahaman bahasa matematika yang kurang. Oleh karena itu semiotik memegang peranan penting dalam pemecahan masalah program linier. Pembangunan rantai semiotik merupakan salah satu langkah dalam pemecahan masalah.14 Selain itu dalam proses pembelajaran, guru juga berperan dalam pengembangan rantai semiotik. Namun semiotik yang ada dalam diri siswa inilah yang menjadi kunci dalam pemecahan suatu permasalahan. Karena

12

Yuli Tatag Eko Siswono, tesis“Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah dan Pemecahan Masalah Matematika “(Jurusan Matematika FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Juli , 2007), 2.

13

Khusnul, tesis “Analisis Kesulitan Siswa Dalam Memecahkan Masalah Materi Program Linier Ditinjau Dari Kemampuan Memahami Bacaan Siswa Kelas XI SMA MTA Surakarta ” (Jurusan Matematika FKIP, Universitas Sebelas Maret, 2017),1.

14 Alessandra Maria-Bartolini Maria G , “Semiotic Mediation in the Mathematics

(15)

6

kemampuan semiotik yang berbeda-beda dari setiap siswa mengakibatkan pemecahan suatu masalah yang berbeda pula.

Dari uraian latar belakang di atas peneliti ingin meneliti semiotik yang terjadi dan dibentuk oleh siswa selama proses pemecahan masalah pada materi program linier yang dibedakan dari kemampuan bahasa. Aspek semiotik yang dimaksud meliputi kemampuan pemaknaan, penerjemahan dan koding. Dalam penelitian ini peneliti ingin membedakan dari kemampuan bahasa. Hal tersebut dilatarbelakangi karena semiotik berkaitan dengan studi linguistik sehingga kemampuan bahasa akan mempengaruhi semiotik dalam pemecahan masalah. Aspek bahasa yang dimaksud yaitu kemampuan membaca. Sehingga peneliti mengambil judul penelitian “ Analisis Semiotik Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Dibedakan dari Kemampuan Bahasa”. Diharapkan hasil penelitian ini nanti dapat dijadikan referensi pengajaran untuk menumbuhkan kemampuan semiotik siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana semiotik siswa dengan kemampuan bahasa tinggi dalam pemecahan masalah program linier?

2. Bagaimana semiotik siswa dengan kemampuan bahasa sedang dalam pemecahan masalah program linier?

3. Bagaimana semiotik siswa dengan kemampuan bahasa rendah dalam pemecahan masalah program linier?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan semiotik siswa dengan kemampuan bahasa tinggi dalam pemecahan masalah program linier. 2. Untuk mendeskripsikan semiotik siswa dengan kemampuan

bahasa sedang dalam pemecahan masalah program linier. 3. Untuk mendeskripsikan semiotik siswa dengan kemampuan

(16)

7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi berupa gambaran mengenai semiotik siswa dengan kemampuan bahasa tinggi dalam pemecahan masalah program linier pada setiap proses semiotik yang mencakup kemampuan dalam proses simbolisasi, pengkodean dan pemaknaan.

2. Memberikan informasi berupa gambaran mengenai semiotik siswa dengan kemampuan bahasa sedang dalam pemecahan masalah program linier pada setiap proses semiotik yang mencakup kemampuan dalam proses simbolisasi, pengkodean dan pemaknaan.

3. Memberikan informasi berupa gambaran mengenai semiotik siswa dengan kemampuan bahasa rendah dalam pemecahan masalah program linier pada setiap proses semiotik yang mencakup kemampuan dalam proses simbolisasi, pengkodean dan pemaknaan.

E. Batasan Masalah

Agar pembahasan masalah dari penelitian ini tidak meluas ruang lingkupnya, peneliti membatasi permasalahan pada materi program linier khususnya dalam menyelesaikan sistem pertidaksamaan linier dua variabel. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 3 hal antara lain aspek tanda khususnya diambil pada sub bagian simbol (simbolisasi), pengkodean dan pemaknaan. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIA dan penelitian dilakukan di MAN 2 Madiun.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu dijelaskan beberapaistilah yang didefinisikan sebagai berikut :

(17)

8

meliputi proses simbolisasi, proses pengkodean, dan proses pemaknaan sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi.

2. Masalah matematika adalah soal yang tidak dapat dijawab langsung oleh siswa karena pada titik awal belum diketahui aturan yang dapat digunakan untuk mendapat jawabannya dan siswa merasa tertantang untuk menyelesaikannya.

3. Pemecahan masalah matematika adalah suatu suatu usaha yang dilakukan siswa untuk menemukan solusi dari suatu masalah matematika yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimilikinya.

4. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, yaitu : (1) pemahaman terhadap permasalahan (2) perencanaan penyelesaian masalah (3) melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah; dan (4) melihat kembali penyelesaian. Langkah-langkah pemecahan masalah ini kemudian disebut heuristik.

5. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud untuk berkomunikasi secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain.

6. Semiotik dalam pemecahan masalah program linier terkait dengan kemampuan dalam menggubah masalah kehidupan sehari hari ke dalam simbol matematika (simbolisasi), pengkodean dan pemaknaan.

7. Simbolisasi yang berkaitan dengan semiotik dalam pemecahan masalah program linier adalah proses pengubahan tanda yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari hari ke dalam simbol matematika.

8. Pengkodean (encoding) dalam pemecahan masalah program linier adalah proses menyatakan suatu informasi ke dalam bentuk tertentu yang berbeda dengan bentuk asal.

(18)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Semiotika

1. Semiotika

Secara etimologi, istilah semiotik dan semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.15 Semiotika yang didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna.16

Tinarbuko mengungkapkan bahwa semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda, mampu mengetahui bagaimana tanda tersebut berfungsi dan menghasilkan makna. Tanda tidak terbatas pada benda melainkan juga sebuah isyarat atau gerak tubuh manusia. Sebagai metode kajian semiotika telah memperlihatkan kekuatannya di dalam berbagai bidang seperti antropologi, sosiologi, politik, kajian media, cultural studies.17 Akan tetapi pengertian ilmu dalam semiotika tidak dapat disejajarkan dengan ilmu alam yang menuntut ukuran-ukuran matematis yang pasti untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai suatu kebenaran tunggal. Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai sifat kepastian, ketunggalan dan objektivitas, melainkan dibangun oleh

“pengetahuan” yang lebih terbuka bagi aneka interpretasi, diketahui bahwa logika interpretasi bukanlah logika

15

Seto Indiwan, Semiotika komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Edisi 2, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), 7.

16 Kris Budiman , Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta

:Jalasutra, 2011), 3.

17 Servience in lumine veritati. “ Semiotika Visual “. Open Dictionary Wikipedia, diakses

(19)

10

matematis, yang hanya mengenal kategori benar atau salah. Tiga studi utama dalam semiotika yang menarik untuk dipelajari. Pertama, semiotika dalam tanda yaitu studi tentang tanda yang mampu menyampaikan makna. Kedua, kode adalah studi yang mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat budaya. Ketiga, kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja, di mana tanda terkait dengan manusia yang menggunakannya.18

2. Semiotik

Semiotik merupakan teori filsafat umum yang berkaitan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi semua tanda yang bersifat visual dan verbal. Semua tanda ini bisa diterima oleh seluruh indera manusia ketika tanda atau simbol ini membentuk suatu kode yang secara sistematis menyampaikan informasi pada aktivitas manusia.19 Logika semiotik adalah logika di mana interpretasi tidak diukur berdasarkan salah atau benarnya, melainkan derajat kelogisannya. Dalam pembelajaran semiotika, terdapat konsep-konsep yang dapat dipahami sebagai dasar penelitian semiotik.20

Dua tokoh pelopor metode semiotik yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Menurut Saussure semiotik disebut semiologi. Saussure mendasarkan semiologi pada anggapan bahwa perbuatan dan tingkah laku manusia akan membawa sebuah makna, serta makna suatu tanda bukanlah makna bawaan melainkan dihasilkan lewat sistem tanda yang dipakai dalam kelompok orang tertentu. Sedangkan Peirce, berpendapat bahwa penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda, artinya manusia hanya mampu bernalar melalui tanda. Jika kita mengikuti Charles S.Pierce maka semiotik tidak lain daripada sebuah nama

18 Siti Inganah - Subanji, “Semiotik Dalam Proses Generalisasi Pola”.KNPMV, Himpunan

Matematika Indonesia, (Juni, 2013), 430

19 S Siti Inganah - Subanji, Op.cit., hal 431.

20 Servience in lumine veritati. “ Semiotika Visual “. Open Dictionary Wikipedia, diakses

(20)

11

lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda- tanda”(the formal doctrine of signs).21

Sementara itu, bila kita mengikuti Charles Morris , seorang filsuf yang juga menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda, semiotika pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan (branches of inquiry) yakni sintaktik, semantik, dan pragmatik . Sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) adalah suatu cabang penyelidikan semiotika yang

mengkaji “ hubungan formal di antara satu tanda dengan tanda -tanda yang lain”. Semantik (semantics) adalah suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda-tanda dengan objek-objek yang diacunya”. Bagi Morris, yang dimaksudkan dengan designata adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu. Pragmatik (pragmatics) adalah suatu cabang penyelidikan semiotika yang

mempelajari “ hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakainya”. Pragmatik secara khusus berurusan dengan aspek-aspek komunikasi, khusunya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.22

Jadi semiotik dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam produksi tanda yang meliputi proses simbolisasi, proses pengkodean dan proses pemaknaan sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi.

3. Komponen Dasar Semiotik

Semiotik merupakan teori filsafat umum yang berkaitan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi semua tanda yang bersifat visual dan verbal. Konsep-konsep dasar semiotika adalah tanda/simbol, kode, makna dan mitos.

21 Kris Budiman , Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta

:Jalasutra, 2011), 3.

22

(21)

12

a. Tanda

Menurut Saussure tanda (sign) terbagi menjadi tiga komponen yaitu: (1) Tanda (sign) meliputi aspek material (suara, huruf, gambar, gerak, bentuk). (2) Penanda (signifier) adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. (3) Petanda (signified) adalah gambaran mental, pikiran, dan konsep. Petanda adalah aspek mental dari bahasa. Ketiga unsur tersebut harus utuh, tanpa salah satu unsur, tidak ada tanda yang dapat dibicarakan bahkan tidak dapat dibayangkan. Jadi, petanda (signified) merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh penanda (signifier) serta, hubungan antara signified dan signifier disebut hubungan simbolik yang akan menghasilkan makna.

Contoh hubungan dari tanda, penanda dan petanda adalah melambaikan tangan untuk memanggil seseorang. Unsur tanda dalam melambaikan tangan adalah gerakan tangan memanggil, sedangkan unsur petanda adalah ucapan yang disampaikan untuk memanggil seperti “hai kesinilah” dan unsur petandanya adalah maksud dari lambaian tangan yaitu bertujuan untuk memanggil seseorang. Tanda dalam kehidupan manusia terdiri dari berbagai macam, antara lain tanda gerak atau isyarat, tanda verbal yang dapat berbentuk ucapan kata, maupun tanda non verbal yang dapat berupa bahasa tubuh. Tanda isyarat dapat berupa lambaian tangan, di mana hal tersebut bisa diartikan memanggil, atau angukan kepala dapat diterjemahkan sebagai tanda setuju. Sedangkan tanda verbal dapat diimplementasikan melalui huruf, dan angka. Selain itu, dapat pula berupa gambar seperti rambu-rambu lalu lintas.

(22)

13

untuk membuat kursi besar dibutuhkan 3 triplek dan 2 kayu. Jika lemari kecil dijual seharga Rp 250.000,00 per unit dan kursi besar dijual seharga Rp 400.000,00 per unit, maka agar penjualannya mencapai maksimum, berapa banyak masing-masing barang harus dibuat?

Tanda dibedakan menjadi 2 yaitu tanda verbal dan visual. Dari soal tersebut dapat kita ambil contoh tanda verbal yakni berupa soal cerita yang menginginkan keuntungan maksimum yang ditulis dengan kalimat (bukan simbol matemtaika). Selain itu grafik juga merupakan contoh dari tanda verbal.

Gambar 2.1

Representasi Daerah Himpunan Penyelesaian dari Permasalahan Program Linier23

Dalam wawasan Peirce, tanda–tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, antara lain: ikon, indeks dan simbol. Hubungan butir-butir tersebut oleh Peirce digambarkan sebagai berikut:

(23)

14

Bagan 2.1

Pembagian Tanda

Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya, atau disebut juga tanda sebagai bukti (petunjuk). Contoh indeks :

4

Gambar 2.2

Representasi Daerah Hipunan Penyelesaian dari Sistem Pertidaksamaan24

24

bahanbelajarsekolah.blogspot.co.id diakses pada senin 28 oktober 2016

Signs(Tanda)

Ikon

Index

(24)

15

Indeks merupakan sesuatu yang menunjuk kepada sebab akibat. Contoh indeks dalam semiotik adalah marka jalan, lampu lalu lintas. Sedangkan dalam matematika, khusunya pada materi program linier tanda” ≥” dan “ ≤ “ merupakan salah satu contoh dari indeks, karena tanda tersebut akan mempengaruhi pada daerah penyelesaian suatu permasalahan program linier (menunjukkan sebab akibat).25

Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.26 Contoh dari simbol : “ ”, “≥”, “β”, “%”, “1”. Simbol baik berupa angka maupun huruf melambangkan suatu bilangan. Bilangan dapat dikenai operasi: penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, perpagkatan maupun penarikan akar. Oleh karena itu, lambang operasi hitung dapat dikenakan pada konstanta maupun variabel.27

Ikon, indeks dan simbol merupakan perangkat hubungan dasar antara bentuk, objek, dan konsep. Saat objek melihat bentuk maka munculah suatu konsep. Proses ini merupakan proses kognitif yang terjadi dalam memahami suatu iklan. Dalam iklan, kita menemukan simbol-simbol seperti keris (simbol kesaktian), meja makan (simbol keakraban keluarga). Tabel berikut ini dapat memperjelas perbedaan makna dari istilah ikon, simbol dan indeks:

25

Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 19.

26 Ibid hal 20

27Kusaeri, Kusaeri. PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK DENGAN MENGGUNAKAN

(25)

16

Tabel 2.1

Perbedaan Ikon, Indeks dan Simbol

Tanda Ikon Indeks Simbol

Kode adalah cara pengkombinasian tanda, yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya. Pengkodean (encoding) dalam pemecahan masalah program linier adalah kegiatan untuk menyatakan suatu informasi ke dalam bentuk tertentu yang berbeda dengan bentuk asal. Kode-kode menurut Barthes dibagi menjadi lima kisi-kisi kode yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan.28

Penjelasannya sebagai berikut: (1). Kode hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, kode hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? apa yang terjadi? halangan apakah yang muncul? bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain (2) Kode semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Dengan kata lain kode

28

(26)

17

semantik untuk hal tersebut adalah tanda-tanda yang yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminin, kebangsaan, kesukuan, dan loyalitas (3) Kode simbolik yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, dan skizofrenia (4) Kode narasi atau proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan, dan narasi atau antinarasi (5) Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anomin, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, dan legenda.

c. Makna

Dalam kehidupan manusia terdapat banyak makna dan secara tidak sadar, terkadang manusialah yang menggunakan makna tersebut. Spradley dalam Tinarbuko mengungkapkan bahwa semua makna budaya diciptakan menggunakan simbol-simbol yang menunjuk pada peristiwa atau objek. Simbol melibatkan tiga macam hubungan tanda. Pertama, hubungan tanda dengan dirinya sendiri atau disebut hubungan simbolik atau hubungan internal. Kedua, hubungan tanda dengan tanda lain dalam uatu sistem yang disebut hubungan paradigmatik. Ketiga, hubungan tanda dengan tanda lain dari satu struktur yang disebut hubungan sintagmatik atau hubungan eksternal. Pemaknaan yang berkaitan dengan semiotik dalam pemecahan masalah program linier adalah upaya untuk menyematkan (memberikan) maksud atau esensi akan sesuatu yang bertujuan untuk melahirkan suatu konsep tersendiri. Berikut adalah contoh pemaknaan dalam matematika :

(27)

18

seminimal mungkin. Berikut contoh makna yang tercantum pada sebuah pertidaksamaan :

4

Dari pertidaksamaan tersebut makna yang terkandung adalah variabel x dan y tidak bisa melebihi 24 atau hasil penjumlahan variabel x dan y maksimal adalah 24.

4. Tanda (simbol, kode) dan Proses Semiotik

Simbol baik berupa angka maupun huruf melambangkan suatu bilangan. Bilangan dapat dikenai operasi: penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, perpagkatan maupun penarikan akar. Oleh karena itu, lambang operasi hitung dapat dikenakan pada konstanta maupun variabel. Semua konstanta dan variabel atau gabungannya menyatakan bentuk aljabar. Seperti halnya bilangan, bentuk aljabar dapat juga dilakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian.29 Simbol yang berkaitan dengan semiotik dalam pemecahan masalah program linier adalah tanda yang berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol tersebut dapat berupa notasi (simbol matematika) maupun verbal. Dalam penelitian ini bahasa verbal dipandang sebagai sebuah simbol yang mengandung suatu makna.

Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengetahui cara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan.30 Suatu tanda atau representamen merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal atau kapasitas. Hal tersebut tertuju kepada seseorang artinya di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen atau mungkin suatu tanda yang

29 Kusaeri, Disertasi “Pengembangan Tes Diagnostik Dengan Menggunakan Model DINA

Untuk Mendapatkan Informasi Salah Konsepsi Dalam Aljabar” (Prodi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012),47.

30 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta :

(28)

19

lebih terkembang. Tanda yang tercipta disebut interpretan. Tanda yang menggantikan sesuatu disebut objek-nya. Relasi di antara representamen, objek dan interpretan ini membentuk sebuah struktur riadik.

Interpretan

Representamen Objek

Bagan 2.2 Proses Semiotik31

B. Pemecahan Masalah Matematika

Setiap masalah perlu ditemukan pemecahannya. Bagi siswa pemecahan masalah perlu dipelajari. Hal ini diharapkan agar siswa terampil memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep-konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana pemecahan masalah dan mengorganisasikan pengetahuan yang dimiliki. Seseorang akan menggunakan proses pemecahan masalah apabila ia menginginkan tujuan tertentu. Sementara tujuan itu tidak dijumpai atau harus dicari dan diusahakan pada saat itu. Dengan kata lain, pemecahan masalah paling sedikit melibatkan proses berpikir dan seringkali harus dilakukan dengan penuh usaha atau cognitive effotful.32

Robert menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.33 Sedangkan menurut Suharna pemecahan masalah adalah proses mencari dan menemukan jalan keluar terhadap

31

Kris Budiman , Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011 ), 73-74.

32 Rudis Andika Nugroho, Skripsi: “Proses Berpikir Siswa SMP dengan Kecerdasn

Linguistik dan Logis Matematis dalam Memecahkan Masalah Matematika”. (Surabaya: UNESA, 2013),19-20.

33

(29)

20

suatu masalah atau kesulitan.34 Krulik dan Rudnik mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari situasi yang tidak rutin.35 Dahar dan Dees mendefinisikan kegiatan pemecahan masalah sebagai kegiatan manusia dalam menerapkan konsep-konsep dan aturan aturan yang diperoleh sebelumnya.36 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah matematika adalah suatu usaha yang dilakukan siswa untuk menemukan solusi dari suatu masalah matematika yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimilikinya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu:37 (1) Pengalaman awal. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, (2) Latar belakang Matematika. Kemampauan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, (3) Keinginan dan motivasi. Dorongan yang kuat dari dalam diri siswa (internal), seperti menumbuhkan

keyakinan saya ”BISA”, maupun eksternal, seperti diberikan

soal-soal menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah, (4) Struktur masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar., kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

34Rudis Andika Nugroho, Op.Cit., hal 6.

35Stephan Krulik and Jesse A. Rudnick, The new sourcebook for teaching reasoning and

problem solving elementary school (Needham Heights: allyn & Bacon, 1995), 4.

36

Hamzah Upu, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003), 31.

37Isnaini Abdullah, Tesis: “Proses Berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah

(30)

21

Menurut Polya dalam memecahkan masalah matematika terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.38

Proses yang harus dilakukan para siswa dari keempat langkah tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:39 (1) Pada tahap memahami masalah, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam memahami masalah ini. Pertanyaan tersebut antara lain: a) Apakah yang diketahui dari soal? b) Apakah yang ditanyakan soal? c) Apakah saja informasi yang diperlukan? d) Bagaimana akan menyelesaikan soal?. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal, (2) Pada tahap merencanakan penyelesaian, pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Dalam pemecahan masalah, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah ini, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi tersebut berkaitan dengan permasalahan, (3) Pada tahap menyelesaikan masalah, siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesain soal sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan matematika akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan tahap ini, (4) Pada tahap melakukan pengecekan kembali, langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika. Langkah ini penting

38 Erman Suwangsih – Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika (Bandung: UPI PRESS,

2006), 84.

39 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung:

(31)

22

dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang mencakup empat langkah penyelesaian, yaitu : (1) pemahaman terhadap permasalahan (2) perencanaan penyelesaian masalah (3) melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah; dan (4) melihat kembali penyelesaian.

C. Kemampuan Bahasa

1. Bahasa dan Kemampuan Berbahasa

Bahasa adalah sistem dari komunikasi, dimana kata-kata dan berbagai bentuk kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan. Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur . Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajak berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi.

Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengetahuan bahasa. Bloch dan Trager mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.

(32)

23

bergaul satu sama lain. Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh sekumpulan aturan tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain.

Empat komponen dari bahasa a) Fonologi: sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem adalah bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti; b) Semantik: mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat; c) Tata Bahasa (grammar) : struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat; d) Pragmatik: aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-peraturan yang mendasari penggunaan bahasa. Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain.40

40 Fatimah enung, .Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung.Pustaka Setia,

(33)

24

2. Keterampilan Bahasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas dan bahasa adalah kecakapan seorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Keterampilan berbahasa merupakan hal yang penting bagi seorang pelajar khususnya, karena dengan menguasai keterampilan berbahasa seseorang akan lebih mudah dalam menangkap pelajaran dan memahami suatu maksud.41

Tarigan membagi keterampilan berbahasa meliputi empat aspek. Empat aspek tersebut, yaitu : (a) keterampilan menyimak; (b) keterampilan berbicara; (c) keterampilan membaca; (d) keterampilan menulis 42

Adapun keterampilan berbahasa itu sendiri meliputi: (1) Menyimak dan Berbicara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyimak adalah mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang. Sedangkan berbicara berkata, bercakap, berbahasa. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua secara langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication43

Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat hubungan ini terdapat pada hal-hal berikut: a) Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu, model atau contoh yang disimak serta direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara. b) Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya

41

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, .Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 203.

42 Tarigan-HenryGuntur, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung:

Angkasa,2008), 351.

43 Brooks; Nelson, Language and Language Learning. New York (Harceurt, Brace and

(34)

25

ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang ditemuinya (misalnya, kehidupan desa dan kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya. c) Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup. Hal ini terlihat dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata pola-pola kalimatnya. d) Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit ketimbang kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya. e) Meningkatnya keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang. f) Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak.

Oleh karena itu, sang anak akan tergolong kalau dia mendengar serta menyimak ujaran-ujaran yang baik dan benar dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain. g) Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya sang anak mempergunakan bahasa yang didengar serta disimaknya.44

(2) Menyimak dan membaca

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Menyimak dan membaca mempunyai persamaan, kedua-duanya bersifat menerima45, perbedaannya menyimak menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari kegiatan menulis. Tujuan menyimak

44 Dawson; Mildred A. (et.al.), Guiding Language Learning. ( New York: Harcourt. Brace

& World, Inc, 1963), 29.

45

(35)

26

dan membaca a) mempergunakan cuplikan-cuplikan yang mengandung kata-kata yang bersajak b) untuk memperkenalkan bunyi-bunyi, kata-kata, atau ide-ide baru kepada penyimak c) menyimak secara terperinci agar dapat menginterpretasikan ide pokok dan menanggapinya secara tepat d) memahami kalimat penunjuk itu terjadi dalam posisi yang beraneka ragam.46

(3) Berbicara dan Membaca

Berbicara ialah bentuk komunikasi dengan menggunakan media bahasa, berbicara merupakan proses penuangan gagasan dalam bentuk ujaran- ujaran.47

(4) Ekspresi Lisan dan Ekspresi Tulis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ekspresi merupakan pengungkapan atau proses menyatakan maksud dan gagasan perasaan. Kata lisan diartikan sebagai lidah, kata-kata yang diucapkan dan berkenaan dengan kata yang diungkapkan. Kata tulis merupakan huruf (angka dan sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat dan sebagainya). Jadi dapat diketahui bahwa ekspresi lisan adalah pengungkapan yang diimplementasikan melalui perkataan maupun ungkapan secara langsung. Kemudian ekspresi tulis adalah pengungkapan yang di implementasikan melalui mediumisasi huruf ataupun angka (tulisan), yang dimaksud mediumisasi disini yaitu proses mengolah huruf atau angka menjadi suatu informasi yang digunakan untuk berinteraksi.

Pada dasarnya komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat sekali hubungannya karena keduanya mempunyai banyak kesejajaran bahkan kesamaan, antara lain: a) Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis, sedangkan kosa kata,

46 Anderson: Paul S.:. “Language Skill in Elementary Education” (New York: Macmillan

Publishing Co., Inc, 1972), 76.

47 Dawson; Mildred A. (et.al.):. “Guiding Language Learning” ( New York: Harcourt.

(36)

27

pola-pola kalimat, serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya. b) Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar, biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa didahului diskusi lisan. Akan tetapi, dia masih perlu membicarakan ide-ide rumit yang diperolehnya dari tangan kedua. Bila seorang anak harus menulis suatu uraian, menjelaskan suatu proses ataupun melaporkan suatu kejadian sejarah (yang secara pribadi belum pernah dialaminya), maka dia mengambil pelajaran dari suatu diskusi kelompok pendahuluan. Dengan demikian, dia dapat mempercerah pikirannya, mengisi kekosongan, memperbaiki inpersi atau kesan-kesan yang keliru, serta mengatur ide-idenya sebelum dia menulis sesuatu. c) Aneka perbedaan pun terdapat antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Ekspresi lisan cenderung kearah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetapi, tetapi biasanya lebih kacau serta membingungkan ketimbang ekspresi tulis. Sebaliknya, komunikasi tulis cenderung lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa, dan jauh lebih teratur dalam penyajianide-ide sang penulis biasanya telah memikirkan dalam setiap kalimat sebelum ia menulis naskahnya. d) Membuat catatan serta merakit bagan atau kerangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong para siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengaran.48

Menyimak dan membaca berhubungan erat sebagai alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan erat dalam hal mengekspresikan makna. Seorang mahasiswa membuat catatan ketika dia menyimak atau membaca. Seorang pembicara menafsirkan respon pendengar

48 Dawson; Mildred A. (et.al.):. “Guiding Language Learning” ( New York: Harcourt.

(37)

28

terhadap suaranya sendiri. Dalam percakapan, jelas terlihat bahwa berbicara dan menyimak hamper-hampir merupakan proses yang sama.49

3. Fungsi Bahasa

Anak-anak melakukan percakapan untuk melatih fungsi bicaranya sekaligus melatih diri dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode stagnasi, dimana anak dihadapkan pada kesulitan dalam penguasaan bahasanya dan kemajuan anak sangat lambat sekali. Menurut Karl Buhler ada beberapa dorongan yang menyebabkan anak ingin berbahasa, yaitu : a) Kungabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan) yaitu ada dorongan yang merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan batinnya, yaitu pikiran, kemauan, harapan, fantasi sendiri dan lain-lain kepada orang lain. b) Auslosung (pelepasan) yaitu ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil dari peniruan. c) Dorstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan).

Anak ingin mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya. Sis Heyster menyatakan bahwa fungsi bahasa itu adalah: a) Bahasa sebagai alat penyatuan isi jiwa. Misalnya ketika anak berkelahi dengan temannya dan anak tersebut melapor pada gurunya b) Bahasa sebagai peresapan (untuk mempengaruhi orang lain) c) Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya di dalam belajar anak kurang paham dan mempunyai pendapat yang lain, anak mengeluarkan pendapatnya serta disampaikan kepada guru.50

Menurut Holliday bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut : a) Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk

49 Anderson: Paul S.:. “Language Skill in Elementary Education” (New York: Macmillan

Publishing Co., Inc, 1972), 79.

50 Fatimah enung, .Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung.Pustaka Setia,

(38)

29

mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makanan, minuman dan sebagainya b) Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku c) Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan, pemikiran antara seseorang dan orang lain d) Fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai, mengungkap fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya e) Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata) f) Fungsi representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.51

Sedangkan menurut Desmon Morris dalam mengemukakan empat fungsi bahasa, yaitu : a) Pertukaran keterangan dan informasi (information talking) b) Bahasa yang terarah pada diri sendiri, hal ini sama dengan fungsi bahasa ekspresif yaitu mood talking c) Sebagai ujaran, untuk kepentingan ujaran sebagimana fungsi estetis (exploratory talking), dan d) Tuturan yang sopan, diungkapkan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar sosial dan menghindari pertentangan (grooming talking). Selain dari fungsi bahasa yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya, antara lain penelitian mengenai kemampuan berbahasa. Leonard Bloomfield menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam bukunya yang berjudul Language. Leonard Bloomfield mengatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), di mana manusia itu dibesarkan. Seperti kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuan manusia.

Konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabula rasa. Teori ini tidak bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep linguistik generatif dari Noam Chomsky. Hipotesis Noam Chomsky mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh empirisme)

51

(39)

30

yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia, sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam pada diri manusia).52

Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia. Chomsky menyatakan bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa seorang anak. Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua. 53

Chomsky tidak menolak teori behaviouris secara total, ia mengakui peran serta alam dalam membentuk potensi bawaan ini. Bila bayi yang dilahirkan di Jepang dibawa dan dibesarkan di Indonesia, ia akan menguasai bahasa serta tata bahasa Indonesia, dan begitu juga dengan bayi-bayi lainnya. Oleh karena itu, Chomsky meyakini bahasa potensial yang ada pada setiap manusia sebagai bahasa universal. Teori linguistik Chomsky lebih humanis daripada teori behaviouris. Aliran behaviourisme menganggap manusia sebagai patung yang diukir oleh sang arsitek bernama lingkungan, atau bagaikan robot yang sudah diatur sedemikian rupa oleh ilmuwan penciptanya.54

52 Ibid dhal 102

53 Effendi agus, Revolusi Kecerdasan Abad 21 (Bandung.: Alfabet, 2005), 141. 54

(40)

31

D. Program Linier

Materi yang akan diujikan adalah kemampuan semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier yang meliputi pemodelan matematika beserta penyelesaiannya, dan membuat soal serta membaca grafik dari program linier. Berikut gambaran mengenai materi program linier:

Suatu permasalahan dikatakan sebagai masalah program linier jika memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) Terdapat tujuan permasalahan yang dapat dinyatakan sebagai fungsi tujuan ; 2) Harus ada alternatif pemecahan masalah yang membuat fungsi tujuan mencapai optimum (keuntungan yang sebanyak-banyaknya, pengeluaran yang sekecil-kecilnya, dan sebagainya); 3) Sumber-sumber yang tersedia dalam jumlah yang terbatas, seperti bahan mentah terbatas dan modal terbatas.55 Berikut contoh soal dari permasalahan program linier.

Suatu pabrik farmasi menghasilkan dua jenis kapsul obat flu yang diberi nama Fluin dan Fluon. Tiap-tiap kapsul memuat tiga unsur (ingredient) utama dengan kadar kandungannya tertera dalam tabel. Menurut dokter, seseorang yang sakit flu akan sembuh jika dalam tiga hari (secara rata-rata) minimal menelan 12 grain aspirin, 74 grain bikarbonat dan 24 grain kodein. Jika harga Fluin Rp.500,00 dan Fluon Rp.600,00 per kapsul, bagaimana rencana (program) pembelian seseorang pasien flu (artinya berapa kapsul fluin dan berapa kapsul Fluon harus dibeli) supaya cukup untuk menyembuhkannya dan meminimumkan ongkos pembelian total?

Tabel 2.2 Kandungan Unsur (dalam grain)

Unsur Banyak grain per kapsul

Fluin Fluon Aspirin 2 1 Bikarbonat 5 8 Kodein 1 6

55 Sunardi dkk, Matematika SMA/MA Kelas XII Program Imu Pengethuan Alam ( Jakarta :

(41)

32

Masalah program linier memiliki nilai optimum (maksimum atau minimum) terkait dengan eksistensi daerah penyelesaian. Oleh karena itu terdapat empat kondisi pada penyelesaian program linier : 1) Tidak memiliki daerah penyelesaian; 2) Memiliki daerah penyelesaian tunggal (fungsi sasaran hanya memiliki nilai maksimum atau hanya memiliki nilai minimum); 3) Memiliki daerah penyelesaian ganda (fungsi sasaran memiliki nilai maksimum dan minimum); 4) Kendala yang berlebihan (redundant).56

Dari uraian di atas program linier tidak terlepas dari pemodelan matematika. Model matematika merupakan terjemahan dari suatu masalah menjadi bahasa matematika (bentuk matematika) sehingga agar lebih sederhana dan mudah dipahami.57

E. Semiotik Dalam Pemecahan Masalah Program Linier

Penelitian ini mendeskripsikan tentang kemampuan semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier. Kemampuan yang dimaksud mencakup pemahaman, penalaran siswa terhadap tanda dan simbol, relasi antar tanda dan simbol tersebut. Pembentukan simbol atau tanda maupun representasi pada mulanya dilakukan dengan tujuan komunikasi. Namun, karena obyek matematika selalu terkait simbol atau tanda dan representasinya, maka sistem semiotik dapat digunakan untuk menganalisis penalaran dan aktivitas matematika dalam pemecahan masalah program linier. Proses berpikir yang terjadi pada anak salah satunya dimediasi oleh tanda. Radford menyatakan bahwa proses berpikir tidak hanya mediated by tetapi juga located in body, artifacts, and signs. Oleh karena itu semiotik sangat sesuai jika digunakan sebagai dasar dalam menganalisis penalaran ataupun proses berpikir matematika pada siswa.

56 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Buku Ajar Matematika

SMA/MA Kelas XI K13 (Jakarta, 2014), 18.

57 Sunardi dkk, Matematika SMA/MA Kelas XII Program Imu Pengethuan Alam ( Jakarta :

(42)

33

Ernest dalam Siti Inganah menyatakan bahwa:

A semiotic perspective of mathematical activity provides a way of conceptualising the teaching and learning of mathematics driven by a primary focus on signs and sign use. In providing this viewpoint it offers an alternative to psychological perspectives that focus exclusively on mental structures and functions”.58

Pernyataan Ernest ini menunjukkan bahwa perspektif semiotik dalam aktivitas matematika menyediakan cara konseptual pembelajaran matematika yang fokus utamanya adalah tanda dan penggunaan tanda/simbol. Sudut pandang ini juga merupakan perspektif psikologis yang menekankan fungsi dan struktur mental. Dengan demikian semiotik merupakan salah satu kajian penting untuk analisis penalaran maupun proses berpikir dalam aktivitas matematika. Tabel berikut menunjukkan kemungkinan semiotik siswa dalam pemecahan masalah program linier.

Tabel 2.3

Kemungkinan Semiotik Siswa Dalam Pemecahan Masalah Program Linier

Simbol Menuliskan

masalah ke dalam notasi matematika atau simbol

matematika Pengkodean Membuat situasi

masalah berupa pertidaksamaan,

58 Siti Inganah - Subanji, “Semiotik Dalam Proses Generalisasi Pola”.KNPMV, Himpunan

(43)

34

model matematika, pemisalan atau representasi yang diberikan untuk

menuliskan hal yang diketahui

dan tidak

diketahui.

Pemaknaan Memahami

maksud dan tujuan dari suatu masalah, apa yang diminta pada soal. 2. Perencanaan

penyelesaian masalah

Simbol Menuliskan

simbol rumus matematika yang

merepresentasik an aturan fungsi dalam masalah program linier Pengkodean Mengkaitkan

kemungkinan daerah himpunan penyelesaian dengan sistem pertidaksamaan

Pemaknaan Memahami

makna dari sitem

pertidaksamaan yang dibuat 3. Pelaksanaan

perencanaan

Simbol Menuliskan

(44)

35

penyelesaian masalah

matematika atau simbol

matematika ke dalam bentuk grafik Pengkodean Menentukan

daerah penyelesaian dari suatu grafik berdasarkan sistem

pertidaksamaan yang dibentuk

Pemaknaan Mengaitkan

hubungan antara notasi atau simbol matematika, sistem

pertidaksamaan dengan daerah himpunan penyelesaian

4. Pengecekan kembali penyelesaian masalah

Simbol Menuliskan

simbol verifikasi (pengecekan) fungsi tujuan yang

merepresentasik an permintaan pada masalah

Pengkodean Memeriksa

(45)

36

masalah.

Pemaknaan Menyatakan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan gambaran mengenai semiotik siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan program linier. Data yang dideskripsikan tentang data proses simbolisasi, data proses koding dan data proses pemaknaan. Data yang dideskripsikan berdasarkan hasil tugas pemecahan masalah pada materi program linier dan wawancara yang diberikan kepada sejumlah siswa yang dijadikan subjek penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 MADIUN pada bulan April semester genap tahun ajaran 2017‒2018.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI berjumlah 6 anak yang terdiri 2 anak berkemampuan bahasa tinggi, 2 anak berkemampuan bahasa sedang dan 2 anak berkemampuan bahasa rendah. Alasan peneliti mengambil 2 subjek dari masing-masing tingkat kemampuan bahasa adalah sebagai bahan perbandingan dari tiap tingkat kemampuan yang sama. Pemilihan subjek didasarkan pada hasil tes bahasa. Tes kemampuan bahasa ini dilakukan oleh peneliti dengan mengambil soal dari Ujian Nasional Bahasa Indonesia. Siswa yang memenuhi kriteria penilaian akan dijadikan sebagai subjek penelitian. Analisis kemampuan bahasa diutamakan pada aspek membaca. Arikunto menjelaskan langkah-langkah mengelompokkan siswa dalam kemampuan tinggi, sedang, dan rendah sebagai berikut:59

59

Gambar

Tabel 2.3 Kemungkinan Semiotik Siswa Dalam Pemecahan
grafik  Pengkodean Menentukan
Tabel 3.1 Kriteria pengelompokkan siswa berdasarkan nilai kemampuan
Tabel 4.1 Daftar Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

c) Mata air artesis terjadi Mata air artesis terjadi karena adanya tekanan karena adanya tekanan dari akuifer tekan melalui dari akuifer tekan melalui ‘outcrop’ atau bukaan di

Berdasarkan tujuan pengembangan media pembelajaran berupa Bahan Ajar Berbasis Website Untuk Mata Kuliah Workshop Instalasi Penerangan Listrik di Jurusan Teknik

Walkable environments will vary based on different site conditions; therefore the Kansas City region has been chosen to explore how trail systems can affect walkability

Pokok Masalah Belum Seragamnya Kalender Hijriyah Di Indonesia Banyak orang mengira bahwa sumber keragaman penentuan awal Ramadan dan hari raya hanya perbedaan antara

Sejak disahkannya awig-awig di Lombok Utara pada tanggal 19 Maret 2000, telah terjadi pelanggaran sebanyak tujuh kali, dari ketujuh pelanggaran yang terjadi, hanya dua

1. Diketahui bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 adalah 60,24 %. Pada pertemuan 1 tidak dilakukan tes evaluasi. Sedangkan

Penyimpanan pada suhu ruang Penyimpanan pada suhu. Setelah direbus ulang Setelah

Untuk merancang Concept Art Karakter Film Animasi 2D “Smaradhana” yang diadaptasi dari cerita Panji Asmarabangun pada Wayang Topeng Malang secara menarik, sehingga dapat