• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

SITI NURHASANAH

0905561

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED

SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN

PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP

Oleh

Siti Nurhasanah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Siti Nurhasanah 2013

Universitas Pendidikan indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN

KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP

Oleh : Siti Nurhasanah

NIM. 0905561

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Dr. Setiya Utari M.Si NIP. 196707251992032

Pembimbing II,

Dr. Selly Feranie M.Si NIP. 197411081999032

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

(4)

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE

PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN

KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP

Siti Nurhasanah, NIM. 0905561, Pembimbing I: Dr. Setiya Utari, M.Si, Pembimbing II: Dr. Selly Feranie, M.Si, Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI

ABSTRAK

Penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) untuk Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa SMP” ini dilatarbelakangi oleh rendahnya penguasaan konten materi fisika siswa SMP di sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran ISR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experiment dengan desain one group pretest posttest design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII salah satu SMP di kota Bandung yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan tes penguasaan konten materi fisika berupa soal-soal berbentuk pilihan ganda yang dilakukan pada saat sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran ISR. Analisis data yang dilakukan adalah dengan cara menghitung skor gain yang dinormalisasi. Dari hasil analisis data diperoleh skor rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,630. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa SMP setelah diterapkan model pembelajaran ISR berada pada kategori sedang.

Kata kunci : model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR), penguasaan konten materi.

ABSTRACT

(5)

ii

(6)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Struktur Organisasi ... 4

BAB II MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA ... 6

A. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri ... 6

B. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri ... 7

C. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri ... 11

D. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri ... 12

E. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) ... 13

F. Literasi Sains ... 17

G. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa .... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Metode Penelitian ... 23

B. Desain Penelitian ... 23

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

D. Definisi Operasional ... 25

E. Instrumen Penelitian... 26

F. Teknik Pengumpulan Data ... 26

G. Prosedur Penelitian... 27

H. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 29

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa ... 36

B. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR ... 38

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Lampiran A Perangkat Pembelajaran 2. Lampiran B Uji Coba Instrumen 3. Lampiran C Instrumen Penelitian 4. Lampiran D Analisis Hasil Penelitian 5. Lampiran E Dokumentasi Penelitian 6. Lampiran F Format Isian

7. Lampiran G Surat-Surat Penelitian 8. Lampiran H Studi Pendahuluan

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di masa mendatang. Siswa perlu dibekali kompetensi tinggi untuk menyiapkan dirinya di masa depan. Komisi tentang Abad ke- 21 (Commission on Education for the “21” Century) dalam Trianto (2010:5) merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan pendidikan yaitu learning to learn, learning to be, learning to do, dan learning to be together. Kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke- 21 ini memuat bagaimana siswa menggali informasi yang ada di sekitarnya, mampu menempatkan diri, mengambil tindakan dan memunculkan ide-ide kreatif, serta sebagai makhluk sosial mampu menghargai dan bekerja sama dengan orang lain.

Kompetensi abad ke- 21 yang sesuai dengan kebutuhan global seperti yang diuraikan diatas adalah literasi sains menurut PISA-OECD (Program for International Student Assessment-Organisation for Economic Cooperation and Development). Literasi sains didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan tentang perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003:133).

(9)

bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan konten materi fisika dimana kemampuan tersebut merupakan salah satu aspek literasi sains. Dari 30 soal konten materi fisika yang diujikan diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 67,7 (lampiran H). Dari hasil studi pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa penguasaan konten materi fisika siswa SMP masih rendah.

Berdasarkan paparan permasalahan diatas, diperlukan suatu inovasi model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konten materi fisika siswa. Pembelajaran fisika tidak cukup sekedar menguasai konsep dan fakta saja, tetapi juga sebaiknya mempelajari berbagai proses / gejala alam melalui kegiatan penemuan. Belajar dari kegiatan penemuan lebih efektif karena lebih memudahkan siswa menerima dan memahami informasi yang diberikan serta melibatkan siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran. Trianto (2010: 152) mengemukakan bahwa pembelajaran sains menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat yang dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan. Model pembelajaran bersifat penemuan / penyelidikan inilah yang disebut inkuiri.

Bruner mengungkapkan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan pembelajaran inkuiri menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Ratna, 1989: 103).

(10)

maksudnya siswa diajarkan strategi membaca selama 15-20 menit setiap minggunya, sedangkan home science reading program maksudnya siswa diberi tugas membaca satu buku sains setiap minggunya. Tugas membaca ini tidak hanya penting untuk meningkatkan pengetahuan siswa tetapi juga melatihkan strategi membaca yang sudah diajarkan.

Melalui model pembelajaran ISR ini, siswa dapat membangun pengetahuan sains secara luas dan tidak terbatas karena siswa diberi kebebasan dalam mendapatkan pengetahuan sains dari berbagai buku sumber atau dari berbagai jenis media informasi terkait materi yang sudah ditetapkan. Tugas membaca ini melatihkan siswa untuk membaca komprehensif dalam memahami sains dan bertujuan membekali pengetahuan yang cukup bagi siswa untuk berinkuiri pada saat kegiatan pebelajaran berlangsung. Namun, pada kenyataannya tugas membaca ini tidak memungkinkan bagi siswa karena kondisi perpustakaan yang belum memadai. Oleh karena itu, pada penelitian yang dilakukan penulis di salah satu SMP di Kota Bandung memodifikasi tugas membaca dengan memberikan sebuah artikel / bacaan dan alamat web terkait bacaan tersebut yang disertai beberapa pertanyaan.

Dari uraian diatas, maka penelitian ini diberi judul “Penerapan Model

Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) Untuk

Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa SMP”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah tingkat penguasaan konten materi fisika siswa SMP setelah diterapkannya model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)?”

Rumusan masalah di atas diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(11)

2. Bagaimana tingkat penguasaan konten materi fisika siswa pada setiap aspeknya setelah diterapkannya model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)?

Menurut Sugiono (2008: 38), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dan penguasaan konten materi fisika siswa SMP.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu:

1. Meningkatkan setiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa SMP. 2. Memperoleh gambaran tentang profil membaca siswa SMP.

3. Mengetahui implementasi model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dengan penerapan model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) ini diharapkan dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif dalam meningkatkan penguasaan konten materi fisika siswa SMP.

E. Struktur Organisasi

Adapun rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan

a. Latar Belakang

b. Identifikasi dan Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian

(12)

e. Struktur Organisasi

2. Bab II Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dan Kaitannya dengan Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

a. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri b. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri c. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri e. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)

f. Literasi Sains

g. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

3. Bab III Metode Penelitian a. Metode Penelitian b. Desain Penelitian

c. Populasi dan Sampel Penelitian d. Definisi Operasional

e. Instrumen Penelitian f. Teknik Pengumpulan Data g. Prosedur Penelitian

h. Teknik Analisis Instrumen Penelitian i. Teknik Pengolahan Data

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa b. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR

c. Pembahasan Hasil Penelitian 5. Bab V Kesimpulan dan Saran

(13)

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING

(ISR) DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PENGUASAAN

KONTEN MATERI FISIKA SISWA

Pembelajaran sains tidak cukup sekedar menguasai teori saja, tetapi juga dapat menerapkan teori tersebut dalam kehidupan nyata. Sehingga, alangkah lebih baik jika siswa belajar sains dari pengalaman, karena pengalaman yang dialami siswa akan tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Pengalaman ini dapat diperoleh siswa melalui pembelajaran yang bersifat penemuan / inkuiri dengan melakukan kegiatan penyelidikan / penelitian terhadap suatu permasalahan. Penemuan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Kunandar, 2008).

Pembelajaran bersifat penemuan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan berperan aktif dalam memecahkan masalah, membuat keputusan, serta memperoleh keterampilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Schlenker (1991) dalam Joyce et.al (2009) bahwa “latihan penyelidikan akan meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuan, produktivitas dalam berpikir kreatif, dan keterampilan-keterampilan dalam memproses informasi.” Sehingga siswa tidak hanya belajar konsep dan fakta saja, melainkan mereka mempelajari berbagai proses yang terlibat dalam pemantapan konsep dan fakta.

A. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri

(14)

model pembelajaran yang lebih menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar. Dalam pembelajaran inkuiri, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi (Woolfolk, 1997: 317) (dalam Trianto, 2010: 80).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, jadi model pembelajaran inkuiri adalah suatu model yang menuntut siswa untuk lebih aktif dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan untuk menemukan sendiri suatu konsep dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu kegiatan diskusi. Inkuiri memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif bagi siswa. Siswa belajar menjadi seorang ilmuan dimana mereka diberi kesempatan untuk menyelidiki dan mencari jawaban sendiri.

B. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri menurut Wenning (2011) sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi masalah untuk dijadikan penyelidikan. 2. Jika tepat:

a. Menggunakan pola pikir induktif dalam merumuskan hipotesis secara logis dan didukung oleh fakta-fakta.

b. Menggunakan pola pikir deduktif dalam membuat prediksi dari hipotesis. c. Merancang prosedur eksperimen untuk menguji hipotesis.

3. Menghubungkan eksperimen sains, observasi atau simulasi untuk menguji hipotesis:

a. Mengidentifikasi sistem eksperimen.

b. Mengidentifikasi dan menjelaskan variabel secara operasional. c. Mengaitkan suatu ekperimen kontrol atau observasi.

(15)

a. Menganalisis data guna menemukan kecenderungan dan keterkaitannya. b. Merancang dan menginterpretasikan suatu grafik.

c. Mengembangkan sebuah prinsip dengan induksi atau hukum berdasarkan bukti yang menggunakan metode grafik atau model matematika lainnya. 5. Mampu mengaplikasikan perhitungan statistik dalam pengolahan data untuk

mengambil kesimpulan:

a. Menggunakan teknologi dan matematika selama kegiatan penyelidikan. b. Mengaplikasikan metode statistik untuk membuat prediksi dan menguji

keakuratan hasil pengamatan.

c. Menggambarkan kesimpulan yang tepat berdasarkan bukti.

6. Dapat menjelaskan secara logis hasil eksperimen jika data yang diinginkan tidak didapat:

a. Memformulasikan sebuah hipotesis pilihan / alternatif atau model jika perlu.

b. Mengidentifikasi dan mengkomunikasikan sumber kesalahan eksperimen yang tidak bisa dihindari.

c. Mengidentifikasi kemungkinan alasan untuk hasil yang tidak tetap seperti sumber kesalahan atau kondisi yang tidak terkontrol.

7. Menggunakan teknologi yang ada, melaporkan / mempresentasikan, menunjukkan, dan mempertahankan hasil pengamatan kepada orang lain yang ahli secara teknis dan profesional.

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang diterapkan oleh penulis dalam penelitian disesuaikan dengan kondisi subjek penelitiannya yaitu siswa SMP. Adapun rincian langkah-langkah pembelajaran inkuiri di kelas sebagai berikut: 1. Orientasi

(16)

terangsang untuk berpikir memecahkan masalah dengan diberi pertanyaan-pertanyaan arahan dari guru.

2. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu permasalahan. Guru membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya. Permasalahan yang disajikan adalah permasalahan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan jawabannya. Permasalahan dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Proses mencari jawaban inilah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri.

3. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan yang harus dimiliki siswa yaitu menebak atau mengira-ngira dari suatu permasalahan. Ketika siswa sudah mampu membuktikan hipotesisnya, maka akan sampai pada posisi yang dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih lanjut. 4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses ini memerlukan motivasi yang kuat, ketekunan, dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran guru dalam langkah ini adalah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Hipotesis berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

(17)

Langkah terakhir adalah merumuskan kesimpulan. Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kompetensi merumuskan kesimpulan sangat penting dimillki siswa. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru menunjukkan data yang relevan pada siswa sehingga hasil dari kegiatan inkuiri mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

C. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri

Carl J. Wenning dalam tulisannya yang berjudul Level of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry process menyatakan bahwa tahapan inkuiri terdiri dari delapan macam yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, guided inquiry lab, bounded inquiry lab, free inquiry lab, pure hypothetical inquiry, dan applied hypothetical inquiry (Wenning, 2005). Berikut ini penjelasan dari kedelapan macam tahapan tersebut. 1. Discovery Learning

Discovery learning merupakan bentuk paling fundamental dalam pembelajaran inkuiri yang didasarkan pada pendekatan ”Eureka! I have found it!”. Pada tahap ini, pembelajaran inkuiri tidak berfokus dalam menemukan penerapan pengetahuan, tetapi membangun konsep dan pengetahuan dari pengalaman.

2. Interactive Demonstration

Interactive Demonstration berarti guru menyajikan pembelajaran sains melalui kegiatan demonstrasi yang melibatkan siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan kepada siswa yang bertujuan untuk menghadirkan respon-respon seperti prediksi, penjelasan lebih lanjut, dan menarik kesimpulan.

3. Inquiry Lesson

(18)

interaktif. Selain itu, dalam tahapan ini bimbingan guru lebih banyak diberikan secara langsung menggunakan strategi pertanyaan. Guru membantu siswa selama proses eksperimen berlangsung dimana siswa belajar mengidentifikasi jenis-jenis variabel, dan mengontrol variabel-variabel tersebut.

4. Guided Inquiry Lab

Pada pendekatan inkuiri bentuk ini, guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. 5. Bounded Inquiry Lab

Tahap selanjutnya yaitu bounded inquiry lab, dimana siswa merancang dan mengadakan eksperimen tanpa banyaknya panduan dari guru, tidak sebanyak pada tahap guided inquiry lab. Pada tahap ini siswa dilatih menyelesaikan permasalahan secara mandiri meski masih mendapat panduan dari guru.

6. Free Inquiry Lab

Pada tahap ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan merancang prosedur. Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Ada kemungkinan siswa mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Namun, pendekatan ini jarang diterapkan karena membutuhkan kemampuan yang lebih dari siswa.

7. Pure Hypothetical Inquiry

(19)

pembuktian dari hukum-hukum sebelumnya atau pembuktian dari kesalahan hukum-hukum tersebut sehingga memunculkan teori-teori baru.

8. Applied Hypothetical Inquiry

Pada tahap ini menempatkan siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata. Siswa harus membangun sebuah masalah untuk memformulasikan hipotesisdari fakta-fakta, kemudian memberikan argumen yang logis untuk mendukung hipotesis mereka.

D. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

Beberapa keunggulan dan kelemahan pembelajaran inkuiri menurut Hanafiah dan Suhana (2012: 79) sebagai berikut.

1. Keunggulan

a. Membantu siswa untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif.

b. Siswa memperoleh pengetahuan secara mandiri sehingga dapat memahami dan menyimpan pengetahuan yang diperolehnya dalam memori jangka panjangnya.

c. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar siswa untuk belajar lebih giat lagi.

d. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.

e. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada siswa dengan peran guru yang terbatas.

2. Kelemahan

a. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

(20)

c. Guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan PBM gaya lama maka dengan pembelajaran inkuiri akan mengecewakan.

d. Proses dalam pembelajaran inkuri terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan sikap dan keterampilan bagi siswa.

E. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)

Model pembelajaran inkuiri banyak dikembangkan dalam penelitian, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhihui Fang dan Youhua Wei (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion. Penelitian ini mengkombinasikan antara model pembelajaran inkuiri dengan strategi membaca. Model pembelajarannya dinamakan Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR). Strategi membaca diperlukan guna memudahkan siswa dalam mempelajari sains khususnya mata pelajaran fisika.

Model pembelajaran ISR terdiri dari dua komponen reading infusion yaitu reading strategy instruction dan home science reading program. Reading strategy instruction ini berupa strategi membaca yang diajarkan oleh guru kepada siswa. Sedangkan home science reading program, siswa ditugaskan untuk membaca buku terkait materi yang ditentukan setiap minggunya. Tugas membaca ini bertujuan untuk melatihkan kemampuan memahami bacaan siswa setelah strategi membaca diajarkan. Namun, pada kenyataannya tugas membaca ini tidak memungkinkan bagi siswa karena kondisi perpustakaan yang belum memadai. Oleh karena itu, pada penelitian yang dilakukan penulis di salah satu SMP di Kota Bandung memodifikasi tugas membaca dengan memberikan sebuah artikel / bacaan dan alamat web terkait bacaan tersebut yang disertai beberapa pertanyaan.

(21)

mengajarkan strategi membaca kepada siswa selama 15-20 menit. Reading task ini bertujuan membekali siswa agar memiliki pengetahuan yang cukup untuk berinkuiri. Sehingga ketika proses pembelajaran dengan inkuiri, diharapkan siswa sudah siap berinkuiri. Setelah proses pembelajaran selesai, guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk membuat proyek sains melalui LKS yang sudah disiapkan. Proyek sains dibuat sebagai tugas kelompok yang dikerjakan di rumah. Sehingga setiap kelompok dapat berkreasi membuat proyek sains karena sumber informasi yang digunakan untuk mendukung dalam proses pembuatannya bisa dari internet, buku, dan sebagainya.

Cara membaca seseorang mempengaruhi apa yang didapat dari hasil membacanya itu. Maka strategi membaca dipandang penting dalam pembelajaran sains, karena siswa diajarkan bagaimana cara membaca komprehensif sehingga strategi ini membantu siswa dalam menentukan konsep-konsep inti dari sumber yang dibacanya. Menurut Zhihui et.al (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion menyatakan:

On one hand, science is an organized human activity that seeks knowledge about the natural world in a systematic way. It requires the use of scientific methods for observing, identifying, describing, and experimentally investigating the natural phenomenon. On the other hand, science is also a form of discourse that involves the use of language, particularly written language. Scientists use language in conducting scientific inquiries and in constructing theoretical explanations of the natural phenomenon. They also use language to communicate scientific knowledge, principles, procedures, and reasoning to others.”

(22)

dalam meningkatkan atau menambah vocabulary (perbendaharaan kata) dan comprehension (pemahaman) mengenai konsep-konsep fisika.

Strategi membaca yang dijadikan rujukan oleh penulis yaitu Collaborative Strategic Reading (CSR) menurut Janette Klingner. Berikut adalah gambar alur perencanaan strategi membaca CSR.

Gambar 2.1 Perencanaan Strategi Membaca CSR (Klingner, 2010)

Berdasarkan gambar 2.2 diatas, strategi membaca CSR terbagi kedalam tiga bagian yaitu:

a. Sebelum Membaca

Preview (pendahuluan)

Berdasarkan gambar 2.2 terdapat dua komponen preview yaitu brainstorm dan predict. Brainstorm berarti menunjukkan apa yang sudah diketahui siswa mengenai topik yang akan dibaca. Sedangkan predict berarti memprediksikan apa yang akan siswa dapatkan dari hasil membaca topik tersebut.

(23)

mengaktifkan pengetahuan dasar siswa mengenai topik bacaan, mempelajari bacaan selama yang mereka bisa dalam waktu singkat, membantu siswa membuat prediksi mengenai apa yang akan mereka pelajari, menumbuhkan minat siswa dalam bacaan yang diberikan dan mengajak siswa untuk membaca aktif dari awal. b. Selama Membaca

Click and clunk (permasalahan)

Tujuan dari click dan clunk yaitu siswa dapat memonitor sejauhmana pemahaman membaca mereka, mengidentifikasi ketika mempunyai kesulitan /

permasalahan dalam memahami bacaan, menggunakan strategi “fix-up” untuk menemukan solusinya, mengidentifikasi dan menjelaskan strategi yang hendak digunakan dan alasan menggunakan strategi tersebut.

Strategi “fix-up” terdiri dari 1) mengulangi bacaan yang sulit dimengerti dan mencari ide pokok untuk membantu kita memahaminya, 2) membaca kembali bacaan sebelum dan sesudah mencari petunjuk (clue), 3) mencari petunjuk di awal bacaan, akar kata, dan di akhir bacaan, 4) memisahkan kalimat menjadi bagian-bagian kata yang lebih kecil yang bisa dimengerti.

Get the Gist (buat intisari)

Siswa mempelajari untuk mendapatkan intisari dengan mengidentifikasi

ide pokok dari setiap bagian paragraf. Tujuan dari “get the gist” ini yaitu mengajarkan siswa untuk mengemukakan kembali gagasan penting dari bacaan dengan menggunakan kata-kata sendiri sebagai bukti bahwa mereka sudah paham mengenai apa yang mereka baca, dan meningkatkan daya ingat siswa terhadap apa yang sudah dipelajari. Untuk mendapatkan intisari dari bacaan, siswa perlu mengidentifikasi siapa atau apa yang paling penting dari setiap paragraf, mengemukakan ide pokok mengenai siapa atau apa dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri, dan membuat intisari sesingkat mungkin dalam beberapa kalimat.

c. Setelah Membaca

Wrap-Up (penutup)

(24)

pokok setiap bagian bacaan. Tujuan dari tahap ini yaitu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan daya ingat siswa mengenai apa yang mereka baca.

F. Literasi Sains

Definisi literasi sains secara harfiah berasal dari bahasa inggris, “literacy

berarti melek huruf dan “science” berarti ilmu pengetahuan. Pembaharuan pendidikan sains di Australia (Curriculum Corporation, 1994), Canada (Council of Ministers of Education, Canada, 1997), New Zealand (Ministry of Education, 1993), Inggris (Department of Education, 1995), dan Amerika serikat (National Research Council, 1996) mempromosikan suatu standar definisi literasi sains sebagai kemampuan dan kebiasaan pemikiran yang diperlukan untuk membangun pemahaman sains, menerapkan ide-ide kreatif pada permasalahan yang nyata dan isu-isu yang melibatkan sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan, serta menginformasikan dan mengajak orang lain untuk mengambil tindakan berdasarkan ide-ide ilmiah tersebut (Hand, Prain, & Yore, 2001).

Salah satu indikator keberhasilan siswa menguasai berpikir logis, berpikir kreatif, dan teknologi dapat dilihat dari penguasaan konten materi yang merupakan salah satu ranah literasi sains yang didefinisikan oleh PISA. Literasi sains didefinisikan PISA (2009) sebagai berikut.

 Pengetahuan dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah dan menggambarkan kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah.

 Mengutamakan karakteristik ilmiah sebagai suatu bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan.

 Bagaimana sains dan teknologi membentuk materi, intelektual, dan kebudayaan lingkungan kita.

 Kesediaan untuk ikut serta dalam memecahkan isu-isu yang berkaitan dengan sains dan memberikan ide-ide ilmiah sebagai kesadaran masyarakat.

(25)

menuntut orang agar

dipengaruhi

oleh

Gambar 2.2 Kerangka Penilaian Sains PISA 2009 (OECD, 2009: 130)

Berdasarkan kerangka diatas, aspek literasi sains terdiri dari konteks, pengetahuan (konten), sikap dan kompetensi (proses) sains. Namun, pada penelitian ini aspek yang dijadikan bahan penelitian dibatasi hanya pengetahuan saja atau penguasaan konten materi fisika. Berikut ini penjelasan dari setiap aspek tersebut.

1. Konteks

Konteks berarti kemampuan dalam mengenali situasi kehidupan yang melibatkan pengetahuan sains dan teknologi. Sebuah aspek penting dari penilaian literasi sains PISA adalah melibatkan sains dalam berbagai situasi untuk menghadapi isu-isu ilmiah, pilihan metode dan representasi berdasarkan situasi yang disajikan. Penilaian dibingkai tidak hanya terbatas pada lingkungan atau kehidupan di sekolah saja, tetapi juga situasi kehidupan umum. Berikut ini disajikan tabel yang berisikan komponen-komponen konteks sains (PISA, 2009).

(26)

Tabel 2.1 Penilaian Konteks Sains (PISA, 2009)

Aspek Personal Sosial Global

Kesehatan

sumber energi yang dapat diperbarui dan tidak asal usul dan struktur alam semesta

2. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu. Pengetahuan ini mengacu pada konsep-konsep inti sains yang digunakan untuk memahami fenomena alam dan menjelaskan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Berikut penjelasan tentang kedua hal tersebut.

a. Ilmu Pengetahuan

(27)

1) Relevansi dalam situasi kehidupan nyata: pengetahuan ilmiah berbeda dalam tingkatan yang berguna dalam kehidupan pribadi.

2) Pengetahuan yang dipilih mewakili konsep-konsep penting dan memiliki utilitas abadi.

3) Pengetahuan yang dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan siswa usia 15 tahun.

b. Pengetahuan Tentang Ilmu

PISA mengklasifikasikan pengetahuan tentang ilmu kedalam dua kategori yaitu penyelidikan ilmiah (scientific inquiry) dan penjelasan ilmiah (scientific explanation). Penyelidikan ilmiah yang dimaksud adalah merumuskan pertanyaan ilmiah, merumuskan tujuan, bereksperimen, mengambil data, mengolah data, dan menyimpulkan hasil eksperimen. Sedangkan penjelasan ilmiah artinya penyelidikan harus berdasarkan teori, merepresentasi data, berimajinasi dan logis, konsisten, berdasarkan bukti, pengetahuan terkini, menghasilkan pengetahuan baru, metode & teknologi baru, serta mengarahkan pada pertanyaan & penyelidikan baru.

3. Sikap

Sikap berarti sejauhmana sikap siswa dalam merespon sains. Sikap menunjukkan minat dalam mempelajari ilmu pengetahuan, dukungan terhadap penyelidikan ilmiah dan motivasi untuk bertindak secara bertanggungjawab terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Pada penelitian ini, sikap ilmiah tidak diteliti dikarenakan sulit untuk mengukur sikap setiap siswa.

4. Kompetensi

Penilaian sains PISA 2009 dalam aspek kompetensi yang dimaksud adalah mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Berikut penjelasan dari setiap kompetensi tersebut. a. Mengidentifikasi Pertanyaan Ilmiah

(28)

b. Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah

Kompetensi ini mencakup mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan. Kompetensi ini melibatkan pengenalan dan identifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang sesuai.

c. Menggunakan Bukti Ilmiah

Kompetensi yang dimaksud yaitu menginterpretasikan informasi ilmiah, menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah, memilih dari alternatif-alternatif kesimpulan yang terkait bukti yang diberikan, memberikan alasan untuk setuju atau menolak kesimpulan yang ditarik dari data yang tersedia, mengidentifikasi asumsi-asumsi yang dibuat dalam mencapai kesimpulan, serta membuat refleksi berdasarkan implikasi sosial dari kesimpulan ilmiah.

G. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam

Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

Model pembelajaran ISR merupakan kombinasi antara pembelajaran inkuiri dan strategi membaca. Zhihui et.al (2010:264) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion menyatakan “...combining reading and science instruction has the potential to improve science reading comprehension and science content learning, helping promote the development of science literacy.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kombinasi antara pengajaran sains dan membaca memiliki potensial dalam meningkatkan pemahaman membaca teks sains dan pembelajaran konten sains, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan penguasaan konten materi siswa. Oleh karena itu pembelajaran inkuiri yang mengajarkan strategi membaca komprehensif menjadi perlu untuk diterapkan.

(29)

(Nanang dan Cucu, 2012: 77). Melalui kegiatan berinkuiri, siswa memperoleh pengetahuan dari pengalaman-pengalaman belajar selama pembelajaran berlangsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap aspek konten yaitu ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu terlatihkan dalam pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR). Berikut ini dipaparkan hubungan sintaks atau tahapan model pembelajaran ISR dengan penguasaan konten materi fisika siswa.

Tabel 2.2 Hubungan Sintaks Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dengan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

Tahapan Model Pembelajaran

ISR Aktivitas Pembelajaran

Aspek Penguasaan

Siswa mengolah data dan menganalisis data

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan rancangan penelitian yang menggambarkan prosedur atau langkah-langkah kegiatan penelitian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wirartha (2006: 76) bahwa metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur untuk memperoleh pemecahan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Pada penelitian ini subjek penelitian yang diteliti hanya satu kelas dan tidak ada kelas kontrol, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-Experiment.

Metode Pre-Experiment bertujuan untuk memperoleh data dengan memanipulasi variabel-variabel yang sulit dikontrol. Penelitian yang dilakukan di dalam kelas tidak memungkinkan mengontrol semua variabel karena antar variabel dapat saling mempengaruhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan suatu metode penelitian yang dapat memanipulasi semua variabel dan karakteristik subjek yang diteliti. Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah metode Pre-Experiment, dimana metode ini menggunakan rancangan yang memungkinkan dapat mengendalikan situasi yang ada.

Metode Pre-Experiment ini pernah digunakan oleh Bozdoğan dan Yalçin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Determining the Influence of a Science Exhibition Center Training Program on Elementary Pupils’ Interest and Achievement in Science.

B. Desain Penelitian

(31)

tidak ada kelompok kelas kontrol, maka desain penelitian yang digunakan ialah one group pretest-posttest design. Pretest dilaksanakan sebelum subjek penelitian diberi perlakuan dan posttest dilaksanakan setelah subjek penelitian diberi perlakuan. Desian penelitian ini pernah digunakan oleh Bozdoğan dan Yalçin (2009). Berikut merupakan tabel desain penelitian one group pretest posttest design (Sugiono, 2008: 111).

Tabel 3.1 Tabel One Group Pretest Posttest Design

Keterangan:

S1 = pretest (tes awal),

X = treatment (perlakuan) dengan menerapkan model pembelajaran ISR, S2 = posttest (tes akhir).

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam metode penelitian, kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi masalah sasaran penelitian (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 151). Sedangkan sampel adalah suatu contoh dari populasi atau sebagian dari populasi yang diharapkan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 155). Oleh karena itu sampel yang diambil dari populasi sebaiknya representatif (mewakili).

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP negeri di Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII. Sedangkan sampel yang dijadikan dalam penelitian adalah salah satu kelas VII di sekolah tersebut yang terdiri dari 33 siswa. Kelas VII ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sengaja menyesuaikan dengan tujuan penelitian (Purwanto, 2012:257). Kelas VII ini memiliki kemampuan tingkat kognitif yang sedang dibandingkan dengan kelas VII lainnya.

Pretest Treatment Posttest

(32)

D. Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti harus didefinisikan secara operasional, yaitu definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (di observasi), sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain (Narbuko dan Achmadi, 2009: 61).

Beberapa istilah perlu didefinisikan agar diperoleh penegasan-penegasan serta gambaran yang jelas dan tepat yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian sebagai berikut.

1. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)

Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) merupakan suatu model pembelajaran ilmiah bersifat inkuiri (penemuan) yang dikombinasikan dengan strategi membaca (reading infusion). Strategi membaca yang dijadikan rujukan oleh penulis yaitu Collaborative Strategic Reading (CSR) menurut Janette Klingner. Model pembelajaran ISR menurut Zhihui Fang dan Youhua Wei terdiri dari dua komponen reading infusion yaitu reading strategi instruction dan home science reading program. Sedangkan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan saat pembelajaran di kelas adalah inquiry lesson. Model ini bertujuan membantu siswa dalam memproses informasi yang dimiliki atau dari input menjadi output yang berguna untuk memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mengukur keterlaksanaan pembelajaran dengan model ISR dilakukan observasi terhadap kegiatan guru menggunakan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran berdasarkan RPP yang dirancang.

(33)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat untuk memperoleh data hasil penelitian. Arikunto (2006) mengungkapkan bahwa instrumen penelitian digolongkan menjadi dua macam yaitu instrumen tes dan non tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan dan variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan untuk memperoleh data penguasaan konten materi fisika siswa berbentuk soal pilihan ganda yang memuat aspek ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu. Tes ini dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan setelah perlakuan.

2. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes ini adalah gambaran aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan diterapkannya model pembelajaran ISR. Instrumennya berupa lembar observasi partisipasi pengamat yaitu dengan menggunakan tanda checklis pada kolom susunan aktivitas serta terdapat kolom yang memuat saran-saran observer selama proses pembelajaran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian (Riduwan, 2012: 69). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah tes dan observasi.

1. Tes

Menurut Arikuto (1997: 30), “tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program”. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa soal pilihan ganda yang memuat setiap penguasaan konten materi fisika.

2. Observasi

(34)

jawaban tersebut. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui terlaksana atau tidaknya model pembelajaran ISR. Lembar observasi ini diberikan kepada observer yang merupakan rekan-rekan mahasiswa.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:

a. Tahap Studi Pendahuluan

1. Melakukan studi pendahuluan dengan manganalisis nilai LKS dan LDS siswa selama pembelajaran di kelas.

2. Melakukan studi literatur mengenai teori yang melandasi penelitian. 3. Merumuskan masalah penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan. 4. Menyusun proposal penelitian.

b. Tahap Perencanaan

1. Melakukan studi kurikulum SK dan KD mata pelajaran fisika mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian.

2. Menyusun perangkat pembelajaran berupa RPP dan bahan ajar sesuai dengan model pembelajaran ISR.

3. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi kisi-kisi soal dan format observasi keterlaksanan model pembelajaran.

4. Membuat surat ijin penelitian.

5. Mengkonsultasikan dan men-judgment instrumen penelitian kepada dua dosen fisika dan satu guru mata pelajaran fisika.

6. Mengujicobakan instrumen penelitian yang telah di-judgment.

7. Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian, kemudian menentukan soal yang layak untuk dijadikan insrumen penelitian.

c. Tahap Pelaksanaan

1. Memberikan pretest kepada sampel penelitian.

(35)

3. Memberikan posttest kepada sampel guna mengetahui peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran ISR.

d. Tahap Akhir

1. Mengolah data hasil pretest dan posttest.

2. Menganalisis peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa. 3. Memberikan kesimpulan dan saran.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Studi literatur tentang model

pembelajaran ISR dan komponen literasi sains

Mempelajari SK dan KD mata pelajaran fisika Studi pendahuluan

melalui analisis LKS dan LDS siswa

Menyusun instrumen penelitian Menyusun artikel &

kerangka proyek sains

Menyusun perangkat pembelajaran

Judgement

Analisis uji

coba instrumen Revisi

Penentuan sampel

Pretest Treatment / Pembelajaran ISR

Posttest

Analisis data

Kesimpulan

(36)

H. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Analisis terhadap instrument perlu dilakukan untuk menguji apakah instrumen yang dibuat dapat dikatakan baik dan memenuhi persyaratan. Instrumen dapat dikatakan baik atau memenuhi syarat dapat dipertanggungjawabkan dari segi validitasnya, reliabilitasnya, taraf kesukarannya, daya pembedanya objektivitasnya, praktikabilitasnya dan ekonomisnya (Muslich, 2010: 92).

a. Validitas

Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut (Sudijono, 20007: 182). Sebutir item dapat dikatakan memiliki validitas tinggi atau dinyatakan valid, jika ada korelasi positif yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya. Untuk mengetahui validitas item dari suatu tes dapat menggunakan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Dalam penelitian ini, besarnya koefisien kolerasi antara dua variabel dirumuskan:

  

Nilai rxy yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan validitas butir soal dengan menggunakan kriteria pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Butir Soal

(37)

(Arikunto, 2009: 75) b. Reliabilitas

Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila instrument tersebut dapat menghasilkan pengukuran yang ajeg. Keajegan / ketetapan di sini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Nunnaly (1970), Allen dan Yen (1979) dan Anastasi (1986) menyatakan bahwa reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa reliabilitas merupakan tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari dua pengukuran terhadap hal yang sama. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini menggunakan metoda belah dua (split half) awal - akhir. Reliabilitas tes dapat dihitung dengan menggunakan perumusan Spearman dan Brown:

= 2

(1+ ) ………. (3.2)

(Sudijono, 2007: 216) dengan: = koefisien reliabilitas tes secara total (tt = total test)

= koefisien korelasi product moment antara separo (bagian pertama) tes, dengan separo (bagian kedua) dari tes tersebut (hh = half-half).

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

0.800 – 1.000 Sangat tinggi 0.600 – 0.800 Tinggi 0.400 – 0.600 Cukup 0.200 – 0.400 Rendah 0.000 – 0.200 Sangat Rendah

(38)

c. Daya Pembeda

Menurut Sudijono (2007: 385) mengemukakan bahwa daya pembeda adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke rendah. Kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Kemudian daya pembeda dihitung dengan menggunakan rumus:

=

− ... (3.3)

(Surapranata, 2006: 31) dengan : D = indek daya pembeda item satu butir soal tertentu

∑ A = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas

∑ B = Jumlah peserta tes yang menjawab pada kelompok bawah n = Jumlah peserta tes (kelompok atas atau kelompok bawah) Untuk menginterpretasikan nilai Daya Pembeda yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:

Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda

Nilai DP Interpretasi

Bertanda negative Sangat Buruk DP < 0.20 Buruk 0.20 < DP < 0.40 Cukup 0.41 < DP < 0.70 Baik 0.70 < DP < 1.00 Baik Sekali

(Sudijono, 2007: 389)

(39)

Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut (Sudijono, 2007: 370). Jika suatu soal dijawab benar oleh seluruh peserta tes, maka ditinjau dari sudut psikometris soal tersebut tidak baik karena soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang siswa untuk mempertinggi usaha pemecahan masalah. Demikian pula sebaliknya jika suatu soal dijawab salah oleh hampir seluruh peserta tes, maka soal tersebut juga tidak baik karena akan membuat siswa putus asa dan tidak semangat untuk mencoba lagi. Dalam mengembangkan soal, sebaiknya tingkat kesukaran meningkat dari soal-soal yang mudah sampai pada soal-soal yang sukar serta tingkat kesukaran butir-butir soal tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Indeks kesukaran item dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Dubois, yaitu:

p =

� � ... (3.4)

(Surapranata, 2006: 12) dengan : p = Indeks tingkat kesukaran

∑x = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar Sm = Skor maksimum

N = Jumlah peserta tes

Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Nilai p Interpretasi

P < 0.3 Sukar 0.3 ≤ P ≤ 0.7 Sedang P > 0.7 Mudah

(Surapranata, 2006: 21)

(40)

syarat tersebut biasanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang memungkinkan dilakukan oleh peneliti itu sendiri.

Adapun rekapitulasi hasil analisis uji coba instrumen ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen

No Validitas

Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda Reliabilitas Ket. Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0,423 Cukup 0,861 Mudah 0,278 Cukup 0,808 Sangat

(41)

soal yang sedikit direvisi. Rekapitulasi distribusi soal untuk setiap aspek penguasaan konten materi ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.7 Distribusi Soal Setiap Aspek Penguasaan Konten Materi Aspek Penguasaan Konten Materi Nomor Soal Jumlah

Soal Total

I. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data ini menggunakan perhitungan data statistik. Pengolahan data ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaraan ISR dan peningkatan setiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa.

1. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Keterlaksanaan model pembelajaran ini dikembangkan dari hasil lembar observasi yang telah diisi oleh observer. Setiap kolom yang berisikan fase pembelajaran, jika terlaksana diberikan tanda checklist (√) yang bernilai skor satu, dan jika tidak terlaksana maka kolom dikosongkan sebagai tanda skor nol. Data yang diperoleh dari lembar observasi diolah dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase yang dihitung dengan menggunakan rumus:

% � � ��

=

� � � � � �

� � × 100% ... (3.5)

Setelah data dari lembar observasi diolah, kemudian diinterpretasikan dengan mengadopsi kriteria persentase seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

(42)

KM (%) Kriteria

75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

(Budiarti dalam Yudhayana, 2010: 40) (dalam Hakim, 2012) 2. Analisis Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

a. Pemberian Skor

Semua jawaban pretest dan posttest siswa diberi skor. Skor yang diberikan untuk jawaban benar adalah satu, sedangkan untuk jawaban salah adalah nol. Skor total dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.

b. Menghitung Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest

Nilai rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun posttest dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

� = ΣX

� ………. (3.6)

(Susetyo, 2010: 34) dengan : � = nilai rata-rata skor pretest maupun posttest

X = skor tes yang diperoleh setiap siswa N = banyaknya data

c. Menghitung Rerata Skor Gain yang Dinormalisasi

Besarnya skor gain yang dinormalisasi ditentukan dengan persamaan yang dirumuskan oleh Hake (1998):

= % � −% �

100−% � ... (3.7)

dengan: = Rerata skor gain yang dinormalisasi Sf = Skor posttest

Si = Skor pretest

Skor gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kategori peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa.

Tabel 3.9 Kategori Skor Gain yang Dinormalisasi

Rentang <g> Kategori

(43)

0.3 < (<g>) ≤0.7 Sedang (<g>) ≤ 0.3 Rendah

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasannya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian tersebut, penulis menguraikan secara berurutan mengenai peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa, keterlaksanaan model pembelajaran ISR dan pembahasan hasil penelitian.

A. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

Dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, diperoleh data skor tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang kemudian digunakan sebagai data untuk menghitung skor gain yang dinormalisasi. Rekapitulasi hasil analisis pretest dan posttest ditunjukkan dalam bentuk Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa

Rata-rata skor pretest (%) Rata-rata skor posttest (%) Rata-rata gain (%)

44,19 78,41 34,22

Apabila Tabel 4.1 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.

(45)

Sedangkan nilai gain ternormalisasinya sebesar 0,630 yang berada pada kategori sedang. Aspek pengetahuan konten materi yang diukur meliputi penyelidikan ilmiah dan penjelasan ilmiah yang ditunjukkan seperti pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika

Aspek Rata-Rata Skor

Penyelidikan Ilmiah 33,98 79,22 45,24 Penjelasan Ilmiah 58,48 76,97 18,48

Apabila Tabel 4.2 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.

Gambar 4.2 Diagram Peningkatan Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika Sedangkan nilai gain ternormalisasi pada peningkatan tiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Skor Gain Ternormalisasi Peningkatan Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika

Aspek Skor Gain Ternormalisasi Kategori

Penyelidikan Ilmiah 0,682 Sedang Penjelasan Ilmiah 0,342 Sedang

(46)

B. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR

Model Pembelajaran ISR merupakan kombinasi antara pembelajaran inkuiri dengan strategi membaca. Pembelajaran ISR ini seperti pembelajaran inkuiri pada umumnya namun diberi reading infusion. Terdapat dua komponen reading infusion, yaitu reading strategy instruction dan home science reading program. Berikut ini disajikan mengenai keterlaksanaan model pembelajaran ISR

yang terdiri dari reading infusion dan pembelajaran di kelas. 1. Reading Infusion

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, model pembelajaran ISR diterapkan selama tiga pertemuan. Sebelum pertemuan pertama, sampel diberi tes awal (pretest) untuk mengetahui pengetahuan dan kemampuan awal siswa, sekalian siswa diajarkan strategi membaca komprehensif CSR selama kurang lebih 15 - 20 menit sesudah pretest. Pengajaran strategi membaca ini merupakan komponen dari reading strategy instruction. Setelah itu, siswa diberi reading task ke-1 (pemuaian zat padat) sebagai aplikasi dari strategi membaca yang harus dikumpulkan pada pertemuan pertama nanti.

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian treatment / perlakuan selama tiga kali pertemuan. Di akhir pertemuan pertama, siswa diberi reading task ke-2 (pemuaian zat cair), dan di akhir pertemuan kedua siswa diberi reading task ke-3 (pemuaian gas). Reading task ini merupakan komponen dari home science reading program.

Untuk mengetahui keterlaksanaan reading infusion, berikut disajikan tabel dan grafik profil membaca siswa setelah diterapkannya strategi membaca komprehensif CSR.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Skor Kemampuan Memahami Bacaan

Artikel Skor Kemampuan Memahami Bacaan (%)

Reading Task 1 69,70

Reading Task 2 64,14

(47)

Apabila Tabel 4.4 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.

Gambar 4.3 Diagram Profil Kemampuan Memahami Bacaan

2. Pembelajaran Inkuiri

Materi yang dijadikan topik pembelajaran pada penelitian ini adalah pemuaian. Materi pemuaian dirancang untuk tiga pertemuan, pertemuan pertama mengenai pemuaian zat padat, pertemuan kedua mengenai pemuaian zat cair dan pertemuan ketiga mengenai pemuaian gas. Materi tersebut disampaikan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri di setiap pertemuannya. Keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri ini dilihat dari lembar observasi yang diisi oleh observer (rekan mahasiswa).

Pada proses KBM atau kegiatan tatap muka di kelas, diterapkan model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri yang dikembangkan disesuaikan dengan kondisi sampel penelitian, yaitu salah satu kelas VII pada salah satu SMP di Bandung. Oleh karena itu, jenis pembelajaran inkuiri yang diterapkan saat di kelas adalah inquiry lesson yang dikembangkan Wenning, dimana pembelajaran ini siswa lebih banyak menerima arahan atau bimbingan dari guru.

Dari kegiatan pelaksanaan penelitian ini didapatkan data berupa skor pretest dan posttest, serta data observasi keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri. Dari data observasi keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri ini dapat

(48)

dianalisis persentase keterlaksanaan model tersebut. Observer menilai relevansi aktivitas model pembelajaran inkuiri pada RPP dengan aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran. Relevansi aktivitas guru dan siswa ini menggambarkan seberapa jauh ketercapaian susunan model pembelajaran inkuiri selama proses pembelajaran di kelas. Seperti yang telah dipaparkan pada Bab III, setiap indikator yang muncul pada kegiatan pembelajaran di kelas diberi skor satu dan indikator yang tidak muncul diberi skor nol. Adapun rekapitulasi dari hasil pengolahan data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri

Pertemuan Persentase

Keterlaksanaan (%) Kriteria

1 91,91 Hampir seluruh kegiatan terlaksana 2 91,91 Hampir seluruh kegiatan terlaksana 3 88,15 Hampir seluruh kegiatan terlaksana Rata – rata 90,66 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

Adapun rincian persentase tiap fase kegiatan pembelajaran inkuiri selama di kelas sebagai berikut.

Tabel 4.6 Persentase Keterlaksanaan Tiap Fase Model Pembelajaran Inkuiri

Fase Kegiatan Pembelajaran Inkuiri

Persentase Keterlaksanaan Tiap Pertemuan (%)

1 2 3

Orientasi 80,00 80,00 73,33

(49)

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 diketahui bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa sebelum dilakukan pembelajaran pretest yaitu 44,19; sementara setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ISR skor rata-rata posttest-nya meningkat menjadi 78,41. Jika dilihat dari skor gain yang dinormalisasinya, maka terdapat peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa setelah pembelajaran dengan model pembelajaran ISR yang termasuk pada kategori sedang dengan rata-rata skor gain yang dinormalisasi 0,630. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhihui Fang dan Youhua Wei, dalam jurnalnya tersebut diungkapkan kemampuan literasi sains yang didalamnya terdapat aspek penguasaan konten siswa meningkat setelah diterapkannya model pembelajaran ISR.

Selain itu, berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa penguasaan konten materi fisika pada aspek penyelidikan ilmiah dan penjelasan ilmiah meningkat setelah diterapkannya model pembelajaran ISR dengan skor gain yang dinormalisasi sebesar 0,682 (penyelidikan ilmiah) dan 0,342 (penjelasan ilmiah). Pada aspek ini siswa dilatih untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan ilmiah, merumuskan tujuan, berhipotesis, melakukan percobaan / pengukuran / pengamatan, menjelaskan fenomena berdasarkan bukti ilmiah, dan merepresentasikan data. Dari skor gain yang dinormalisasi dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam penyelidikan ilmiah lebih tinggi daripada penjelasan ilmiah.

(50)

1. Keterlaksanaan Reading Infused

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.3 dapat dianalilis bahwa profil kemampuan siswa dalam memahami bacaan masih rendah terutama pada reading task ke-3 mengenai pemuaian gas. Adapun faktor yang menyebabkan profil kemampuan siswa dalam memahami bacaan rendah yaitu dikarenakan penyampaian dan pengajaran strategi membaca CSR yang dilakukan hanya sekali di awal pertemuan saja. Padahal sebaiknya strategi membaca CSR diajarkan secara rutin minimal seminggu sekali pada setiap materi baru, seperti yang dilakukan oleh Zhihui Fang dan Youhua Wei (2010) dalam penelitiannya. Hanrahan (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Bridging the Literacy Gap: Teaching the Skills of Reading and Writing as They Apply in School Science mengungkapkan bahwa pengajaran keterampilan membaca sangat penting dilakukan karena dapat memperbanyak vocabulary mengenai konsep-konsep sains yang belum dimengerti oleh siswa.

Selain penyampaian dan pengajaran strategi membaca CSR yang dilakukan hanya sekali di awal pertemuan saja, faktor lain yang menyebabkan profil kemampuan memahami bacaan siswa rendah dikarenakan terdapat prosedur yang dilakukan penulis tidak utuh. Dalam jurnal diungkapkan bahwa setiap minggunya guru IPA bekerja sama dengan para ahli atau guru bahasa untuk menentukan satu strategi membaca berdasarkan topik / konsep / teks yang akan dibaca siswa. Selain itu, profil kemampuan membaca siswa ditentukan oleh dua kategori yaitu vocabulary (kosakata) dan comprehension (pemahaman). Setiap kategori tersebut mempunyai ketentuan atau rubrik tertentu untuk menyatakan sejauhmana kemampuan membaca siswa.

2. Keterkaitan Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri di Kelas

(51)

tahapan di akhir pembelajaran tidak terlaksana. Sehingga penerapan model pembelajaran ISR selama di kelas kurang sempurna.

3. Penggunaan Aspek Literasi Sains Siswa SMP

Pengujian terhadap kemampuan literasi sains siswa banyak dilakukan oleh para ahli. Salah satunya melalui studi internasional PISA yang mengelompokkan dimensi literasi sains menjadi empat yaitu dimensi konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains. Studi PISA ini diujikan untuk siswa berumur 15 tahun yang menempati posisi SMP kelas IX atau SMA kelas X. Padahal, subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP yang rata-rata berumur 13 tahun. Sehingga ada ketidaksesuaian dari soal yang disusun merujuk pada ranah PISA diujikan kepada siswa SMP kelas VII. Sehingga tidak heran dari hasil penelitian yang diperoleh kurang memuaskan.

Sebaiknya pengujian literasi sains siswa dalam kasus penelitian ini mengacu pada TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa SMP. Studi yang dikoordinasikan The International Association for the Evaluation of Educational Achievement di Belanda ini dilakukan setiap empat tahun, yakni tahun 1995, 1999, 2003, 2007, dan 2011. Soal-soal di TIMSS meskipun sederhana tapi menuntut kemampuan bernalar yang tinggi. Jadi untuk menguji kemampuan literasi sains siswa SMP lebih cocok menggunakan ranah yang ada di TIMSS.

Gambar

Gambar 2.1 Perencanaan Strategi Membaca CSR (Klingner, 2010)
Gambar 2.2 Kerangka Penilaian Sains PISA 2009 (OECD, 2009: 130)
Tabel 2.1 Penilaian Konteks Sains (PISA, 2009)
Tabel 2.2 Hubungan Sintaks Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Anak sudah cukup mampu menyesuaikan diri bila menerima tugas yang baru, bercerita mengenai keluarganya, ikut serta dalam permainan kelompok, menyesuaikan diri dengan

Menurut Nasution (1999), perencanaan produksi adalah suatu perencanaan taktis yang bertujuan untuk memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui tampilan Latent membrane peotein-1 (Lmp-1) dengan Karsinoma sel skuamosa rongga

Skripsi ini diberi judul “PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) SEBAGAI REGULATOR DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TERHADAP PEMBERIAN KREDIT KEPADA

Keempat, isi atau muatan Pancasila yang disosialisasikan kepada warga dapat digunakan untuk membangun identitas atau jatidiri bangsa, oleh karena Pancasila diakui

diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 12 Agustus 2011 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran