• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Brand

2.1.1. Sejarah Brand

Dianggap ”Si Nomor Satu” lumrah menjadi keinginan tiap pribadi.

Bahkan sejak jaman nenek moyang, kompetisi dan pengukuhan identitas seolah sudah menjadi bumbu kehidupan manusia.

Dimulai pada jaman Yunani dan Romawi, saat itu kemampuan baca dan tulis masih rendah. Penjaga toko memiliki ide untuk menggantung gambar barang yang dijual di atas toko. Gambar itu diharapkan menjadi shortcut pembeda identitas sebagai ganti sebuah nama toko. Dilanjutkan pada abad pertengahan, para pematung memberi cap sidik ibu jarinya atau goresan tanda tertentu pada bagian bawah patung tanah liat yang masih basah. Guratan itu digunakan sebagai perlindungan identitas terhadap kemungkinan duplikasi. Puncaknya pada tahun 1300, tanda resmi dicapkan pada perak untuk pertama kalinya (”Defining”).

Seiring dengan peresmian itu, di Amerika Selatan, peternak mulai menggunakan cara serupa. Stempel plat besi panas dicapkan pada badan sapi sebagai tanda kepemilikan. Tujuannya murni untuk bisnis. Agar pembeli tidak salah dalam mengidentifikasi sapi milik siapa yang memiliki kualitas lebih baik.

Saat itulah istilah brand -yang berasal dari kata Norwedia Kuno ”brandr”- mulai digunakan. Istilah yang berarti membakar tersebut dipakai karena penggunaan stempel tersebut ialah dengan cara dibakar (Blackett 1).

Waktu terus bergulir. Revolusi industri akhirnya pecah. Cara produksi dan distribusi berubah dari customize berubah menjadi massal. Media massa mulai terbentuk dan timbul jurang pemisah antara produsen dan konsumen. Kondisi ini menuntut keberadaan sebuah nama merek (brand). Baik untuk menunjukkan konsumen akan kualitas suatu produk, juga untuk membedakan satu manufaktur dengan kompetitornya.

Saat ini keberadaan brand sudah dilegalkan secara hukum dan mencapai level yang lebih tinggi lagi. Setiap hari, ada ribuan pesan melintas memenuhi benak konsumen. Pasar menjadi semakin ribut, kacau, sesak dan kompetitif.

(2)

Brand dituntut bukan hanya untuk memenuhi faktor yang terlihat (tangible) seperti brand identity, tapi juga faktor yang tidak terlihat (intangible) seperti kepuasan secara emosional.

Terdapat 6 era sejarah perkembangan brand berdasarkan urutan waktunya (Tjiptono 30):

a. Sebelum tahun 1870 (Era Branding Awal)

Sebagian besar produsen masih membuat produk tanpa nama merek. Branding hanya berupa tanda tertentu untuk identifikasi, misalnya tanda di guci Yunani dan Romawi kuno, tanda tukang perak, tanda pada hewan ternak, dll.

b. Tahun 1870 - 1914 (Era Manufaktur)

Brand bertumbuh pesat karena pemanufaktur difasilitasi kemajuan teknologi komunikasi (telegraf dan telepon), transportasi (kereta api), proses produksi, pengemasan produk, periklanan, dan perubahan UU merek dagang di Amerika. Konsumen mulai menggunakan merek sebagai sinyal kualitas sewaktu memutuskan pilihan di antara produk yang dihasilkan oleh berbagai produsen yang berbeda.

c. Tahun 1915 - 1929 (Era Merek Nasional)

Merupakan era keemasan merek pemanufaktur, dimana mayoritas telah mapan secara regional maupun nasional. Pemasaran merek ditangani oleh para manajer spesialis fungsional dan eksekutif biro periklanan. Merek yang sukses mulai menstimulasi berkembang biaknya praktik imitasi dan pembajakan UU merek dagang baru yang diberlakukan.

d. Tahun 1930 - 1949 (Era Store Brands)

Store brands muncul dan berkembang sebagai alternatif yang lebih murah seiring dengan semakin sensitifnya konsumen terhadap harga akibat resesi dunia pada dekade 1930-an (The Great Depression). Kekuatan distribusi beralih dari pemanufaktur ke pengecer. Biaya periklanan dituding sebagai biang keladi penyebab mahalnya harga produk. Dimulailah sistem manajemen merek pertama, dimana seorang manajer merek khusus ditugaskan untuk bertanggung jawab atas kesuksesan finansial sebuah merek individual. Akan tetapi, sistem baru ini tidak banyak diikuti oleh perusahaan-perusahaan.

(3)

e. Tahun 1950 - 1985 (Era Manajer Merek)

Seiring dengan membaiknya ekonomi pasca Perang Dunia II, permintaan akan merek pemanufaktur kembali bertumbuh. Hal ini diikuti dengan meningkatnya pendapatan personal, membanjirnya produk baru hingga semakin maraknya pertumbuhan iklan televisi. Adopsi sistem manajer merek meluas hampir di semua perusahaan di Amerika. Ini adalah asal mula business team, program manager, brand sales manager dan category manager.

f. Tahun 1985 – sekarang (Era Brand As A Concept)

Terjadi pergeseran paradigma dari brand sebagai tambahan produk menjadi brand sebagai konsep. Merek mulai dicantumkan dalam neraca sejumlah perusahaan dan mulai dikenal kata ekuitas merek bagi pemasar. Kekuatan dalam saluran distribusi beralih ke konsumen seiring dengan maraknya pemakaian internet di seluruh dunia. Lebih lanjut, sebuah brand yang sukses bahkan dapat menjadi aset perusahaan yang memiliki nilai nominal seharga bilyunan dolar! Status brand termahal di dunia saat ini dimiliki oleh Coca Cola. Dalam waktu 118 tahun sejak berdiri, saat ini nilai mereknya sudah bertumbuh mencapai angka US$ 70 billion. Harga tersebut sangat luar biasa bila dibandingkan dengan nilai aset fisik perusahaan yang ’hanya’

sepertiganya, yakni US$ 24.5 billion (Ries, ”The Origin” 18).

2.1.2. Pengertian Brand

Terdapat berbagai definisi dari brand. Menurut kamus Oxford American yang diterbitkan tahun 1980, arti brand sebagai kata benda ialah sebuah nama dagang, sesuatu yang khusus dibuat sebagai sebuah tanda untuk identifikasi yang dibuat dari plat besi panas. Dan sebagai kata kerja, brand diartikan sebagai memberi cap dengan plat besi panas atau melabeli nama dagang (Blackett 1).

Sekarang, arti brand semakin meluas. Dalam bukunya Brand Tattos, Karen Post mengatakan:

Brand bukan hanya sebuah logo, tagline yang menarik, atau iklan yang menjual. Lebih dari itu, ia adalah jumlah dari seluruh aspek penawaran yang meliputi semua kontak poin antara perusahaan dan pelanggan (2).

(4)

Interbrand, sebuah agensi branding multinasional terkemuka juga menambahkan definisi brand sebagai:

Suatu perpaduan dari atribut, nyata dan abstrak, yang disimbolkan melalui sebuah nama dagang, yang, apabila dikelola dengan tepat, dapat menghasilkan nilai dan pengaruh ( para 1)

Di Indonesia sendiri, brand diterjemahkan sebagai merek. Menurut Undang- Undang Merek nomor 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono 2).

Walaupun artinya meluas, namun secara harafiah brand tetap diartikan sebagai sumber dari suatu produk atau pembeda sebuah produk dari produk lainnya. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau layanan di benak konsumen (Soehadi 2). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keputusan berbelanja yang sering dipengaruhi oleh sebuah brand.

2.1.3. Macam-Macam Brand

Dulu, brand digunakan untuk membedakan keramik dan sapi. Namun dengan kegunaannya sebagai penambah value, saat ini brand sudah merambah bidang-bidang yang lain. Berikut ialah macam-macam brand yang ada di pasaran (Landa 14-16; Post 11):

a. Company Brand/ Corporate Brand

Merupakan brand yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Kadang, brand perusahaan juga dapat menjadi brand berbagai produk yang dijual oleh perusahaan tersebut.

Contoh: Private Label Brand.

b. Ingredient Brand

Merupakan bahan pembentuk produk yang dijadikan nilai jual.

Contoh: NIKEAIR (sepatu nike yang bagian bawahnya diisi gas bertekanan)

(5)

c. Organization Brand

Organization brand biasanya merupakan organisasi non profit. Adanya sebuah brand akan membantu organisasi dalam membentuk citra positif dalam mensukseskan program-programnya.

d. Service Brand

Merupakan branding di bidang jasa dan pelayanan.

Contoh: FedEx yang menyediakan servis di bidang transportasi, informasi, international trade support dan rantai supplier.

e. Event Brand

Pada tahun 1877, penonton yang menonton tenis hanya beberapa ratus orang saja dalam setiap pertandingannya. Saat ini, seiring dengan dibentuknya brand even turnamen Wimbledon, lebih dari 500.000 orang memadati lapangan pada saat pertandingan. Jumlah itu belum termasuk milyaran orang di seluruh dunia yang juga menontonnya lewat media massa.

f. Destination Brand

Lokasi juga dapat di-brand-kan dengan menciptakan dan mengkomunikasikan identitas bagi suatu lokasi yang bersangkutan. Kota, negara bagian, dan negara masa kini telah aktif dikampanyekan melalui periklanan, direct mail, dan perangkat komunikasi lainnya (Keller 30). Keseluruhan strategi dan proses ini dikenal sebagai destination branding. Sebuah tempat yang memiliki brand lebih memberi alasan bagi para turis untuk datang. Branding bahkan dapat membantu mempromosikan pariwisata, memicu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di tempat tersebut.

Contoh: Malaysia “Truly Asia”, Yogyakarta “Jogja Never Ending Asia”

g. Program Brand

Merupakan penambahan identitas pada program penawaran suatu produk.

Program yang diberi brand dapat memperoleh loyalitas konsumen, menaikkan volume penjualan dan pembelian ulang.

Contoh: Southwest Airlines dengan program “Southwest Rapid Rewards”

untuk mempromosikan penerbangannya.

(6)

h. Certification Brand

Sertifikasi yang diberi merek menaikkan nilai janji yang ditawarkan dan memberi status penerimanya.

Contoh: TOEFL Certificate.

i. Publication Brand

Publikasi merupakan koneksi dengan konsumen, karenanya juga harus diberi nilai tambah dengan brand.

Contoh: Seth Godin –pengarang buku bestseller multinasional- tidak hanya mempublikasikan buku yang bagus, namun diikuti dengan brand publikasi yang bagus, yaitu Purple Cow. Pada peluncuran bukunya, buku tersebut dikemas menarik dalam sebuah kotak susu dengan pola sapi ungu.

j. Membership or Club Brand

Merupakan identitas yang untuk sebuah klub atau keanggotaan.

k. Personal Brand

Seperti produk di supermarket yang harus diberi merek agar terlihat menonjol di lingkungan yang penuh sesak, konsep yang sama juga bisa diterapkan untuk memasarkan diri sendiri.

Contoh: Donald Trump memberi awalan Trump sebagai nama awalan setiap propertinya, misalnya Trump Towers.

l. Team Brand

Merupakan pemberian merek untuk sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah kegiatan atau hubungan yang sama.

Contoh: Manchester United Team m. Digital Brand

Brand yang digunakan oleh media digital, biasanya berupa web, CD, mobile devices, dan piranti digital lain. Khusus untuk web, lazim disebut juga dengan istilah cyberbranding.

Contoh: Yahoo!

n. Environment Brand

Diformulasikan untuk diaplikasikan pada lingkungan berbentuk 3 dimensi untuk bermacam-macam tujuan. Environment Brand melibatkan indra

(7)

manusia, seperti indra penglihatan, mood, sensory, dan persepsi yang diciptakan oleh lingkungan.

Contoh: Barnes & Noble bookstores di Amerika. Selain menyediakan buku bermutu dan pegawai yang smart dan ramah, mereka juga menghadirkan suasana bersahabat dari harumnya kopi beraroma dan kursi kulit empuk yang disediakan untuk pengunjung (“Environment”).

2.1.4. Manfaat dan Pengaruh Brand

Brand sangat bermanfat bagi konsumen maupun bagi produsen. Bagi produsen diantaranya ialah (Keller 20):

a. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing sebagai alat simbolis untuk memproyeksikan citra diri. Brand menjanjikan diferensiasi yang mampu menciptakan kecenderungan dan menjadikan produk bernilai ‘premium’.

b. Bentuk proteksi hukum terhadap properti intelektual fitur atau aspek produk yang unik. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights).

c. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa memilih dan membelinya lagi lain waktu dengan mudah. Loyalitas merek menghasilkan predictability permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk bagi perusahaan lain dalam memasuki pasar.

d. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

e. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian kesediaan dan pencatatan akuntansi.

Sedangkan, bagi konsumen manfaatnya ialah (Temporal 19-30):

a. Memberi pilihan konsumen untuk produk dengan tangible benefits serupa.

b. Sebagai shortcut yang menyederhanakan pengambilan keputusan.

c. Menawarkan jaminan kualitas, sehingga menurunkan resiko bagi konsumen.

(8)

d. Membantu ekspresi diri (self expression).

e. Menawarkan persahabatan dan kesenangan.

2.1.5. Elemen Identitas Brand

Elemen identitas brand merupakan makna fundamental bagi pengenalan dan pengakuan konsumen akan suatu brand tertentu. Terdapat karakteristik berkesinambungan dalam memilih elemen identitas brand yang ideal (Keller 175- 180, Wheeler 14-33):

a. Meaning and Value

Harus mencerminkan visi perusahaan, bersifat deskriptif dan persuasif, sesuai dengan produk yang ditawarkan dan target market. Sebuah brand yang memiliki arti yang relevan dan inspiratif mampu menumbuhkan rasa bangga dan dedikasi pada perusahaan.

b. Authenticity, Differentiation and Protectability

Harus mampu mengekspresikan kepribadian dari perusahaan yang unik, original dan berbeda dari yang lain. Selain itu juga harus protectable, baik dari sisi hukum maupun sisi kompetitif.

c. Memorability

Harus mudah untuk dikenali dan diingat kembali, sehingga mampu mencapai brand awareness.

d. Likability

Asosiasi yang dibentuk oleh brand elements tidak selalu berhubungan dengan produk. Karenanya, elemen yang dipilih seharusnya ‘kaya’ secara image verbal dan visual, menyenangkan baik secara emosional maupun estetis.

e. Transferability and Flexibility

Mampu diaplikasikan pada berbagai kategori produk, selain itu juga harus mampu melintasi batasan geografis dan budaya.

f. Coherence and Commitment

Brand experiences harus dirasakan di semua aspek brand touchpoints oleh konsumen. Karena Sebuah identitas yang menarik tidaklah menjamin kesuksesan. Diperlukan komitmen dan kualitas dalam mengelola aset dan membangun sebuah brand.

(9)

g. Adaptability and Sustainability

Harus bersifat fleksibel dan dapat terus diperbaharui (updateable), sehingga mampu bertahan melewati waktu. Salah satu caranya adalah dengan redesign.

Gambar di bawah ini ialah contoh logo yang sudah bertahan hampir 1 abad lamanya yang berevolusi dengan perubahan minimal.

Gambar 2.1. Evolusi Logo BP

Sumber: Davis, Melissa. More Than A Name: An Introduction To Branding.

(Switzerland: AVA Publishing SA, 2005), p 24

Tidak mudah memenuhi seluruh kriteria tersebut. Ditambah pertimbangan bahwa nilai dalam pemilihan berhubungan erat dengan brand personality. Proses desain atau redesign elemen identitas brand dapat diartikan konsumen sebagai perluasan lini produk, kenaikan harga, sebuah inovasi produk baru, atau berbagai persepsi lain, karena itu elemen identitas brand sangat penting. Berikut akan dijelaskan elemen identitas brand yang terdiri dari brand strategy, positioning, brand architecture, brand names, tagline dan brandmarks.

2.1.5.1. Brand strategy

Agar sasaran sebuah brand dapat tercapai, dibutuhkan strategi yang tepat, yang disebut sebagai brand strategy. Oleh Interbrand, brand strategy diartikan sebagai sebuah rencana perkembangan sistematis bagi sebuah brand untuk

(10)

memungkinkan brand tersebut mencapai sasaran-sasaran yang telah disetujui (para 8).

Gambar 2.2. Bagan Proses Brand Strategy Sumber: Wheeler, Alina, Designing Brand Identity,

(New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2003), p. 73 (telah diolah kembali)

Gambar di atas menunjukkan proses brand strategy yang dimulai dari pemahaman. Faktor yang harus dipahami antara lain visi, proporsi nilai, misi, kebudayaan, target konsumen, segmentasi, persepsi stakeholders, servis, produk, infrastruktur, strategi marketing, kompetisi, tren, harga, distribusi, hasil, penelitian, lingkungan, ekonomi, sosial politik, dan analisa SWOT. Kesemuanya itu bisa didapat dengan wawancara dengan pihak manajemen, pekerja, konsumen dan para ahli pengamat juga dengan banyak mengobservasi keadaan dan literatur (Wheeler 72).

Lalu, faktor tadi harus diklarifikasi untuk mendapatkan nilai inti yang mendasari atribut merek dan situasi kompetisinya. Setelah itu barulah dapat memutuskan ’posisi’ persaingan dalam kategori bisnis dengan membentuk diferensiasi dan proposisi nilai.

Vision Mission Values

Value Proposition Culture Target market Segments

Stakeholder perceptions Services

Products Infrastructure

Competitive Advantage Core Values

Brand Attribute

Differentiation Value proposition

Business category

Central Idea Unifying Concept

Key Messages Voice & Tone

BIG IDEA

Brand Essence Positioning

Clarifying Understandin

g

Narrowing The Focus

Marketing Strategy Competition Trends Pricing Distribution Research Environment Economic Sociopolitical SWOT

(11)

Setelah itu akan didapatkan sebuah pernyataan bagaimana sebuah brand didefinisikan oleh benak konsumen, baik berupa secara rasional maupun emosional berupa brand essence. Brand essence yang paling kuat berakar pada sebuah kebutuhan fundamental konsumen. Contoh yang paling tepat adalah:

Volvo = safety (Ries, ”The 22” 160). Brand Volvo menawarkan keuntungan tangible utama berupa ‘keamanan mengemudi’, dan keuntungan intangible berupa

‘rasa aman’, yang merupakan salah satu kebutuhan setiap manusia.

Dari brand essense bisa dirumuskan big idea. Biasanya big idea dapat dirumuskan dalam 1 kalimat saja. Terkadang big idea juga dapat menjadi tagline.

Contoh: Apple dengan Think Different, eBay dengan The World’s Online Marketplace (Wheeler 73-75).

2.1.5.2. Positioning

Positioning adalah melakukan sesuatu bukan terhadap brand atau produk, tetapi terhadap pikiran calon konsumen, yakni bagaimana menempatkan brand atau produk tersebut di benak calon konsumen. Melakukan positioning atau repositioning dapat melibatkan perubahan brand elements, namun bukan perubahan brand secara holistik. Positioning dapat diartikan sebagai menjadi yang pertama masuk pada pikiran audience (Ries, ”Positioning” 3-5, 39-40). Dalam melakukan positioning, sebaiknya dipahami betul siapa konsumen yang dituju, dan bagaimana mereka berperilaku. Positioning harus diawali dengan segmenting yang jelas dan targetting yang dinamis. Segmenting adalah suatu strategi untuk memahami struktur pasar. Targetting adalah bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar (Kasali 73-149, 369-412).

Tujuan utama positioning adalah memberitahukan pada audience bahwa sebuah brand berbeda dan lebih baik dari kompetitornya, kemudian berusaha memperoleh sebuah posisi dalam benak konsumen. Karena itu brand positioning harus diwujudkan melalui brand experience, yang kemudian dapat membentuk atau memperkuat brand image.

(12)

2.1.5.3. Brand Architecture

Brand architecture didefinisikan sebagai establishes corporate relationships between parent and subsidiaries / affilities, among subsidiaries / affilities, with products, and services (Surya 36) atau penetapan hubungan perusahaan, antara induk dan cabang-cabang, antar cabang-cabang, dengan produk dan jasa.

Brand architecture banyak berperan dalam pengambilan keputusan brand strategy ketika induk perusahaan melakukan perluasan lini, karena dalam melakukan perluasan lini semua brand memiliki batas. Empat model brand architecture yang sering digunakan adalah (Wheeler 38-39):

a. Monolithic

Hanya menggunakan brand induk. Brand induk biasanya merupakan brand yang sudah kuat dan sudah dipersepsikan dengan benar dan jelas di benak konsumen. Apabila ada ekstensi biasanya hanya dengan menambahkan definisi generik di belakang nama induk.

Contoh: Starbucks, FedEx, Hewlett-Packard, The Body Shop, Virgin, dll.

b. Sub brand

Menggunakan brand induk dan brand name baru untuk subsidiari produk atau servisnya. Brand induk mendominasi dan lebih terkenal.

Contoh: Sony – Walkman, Nike – Air Jordan c. Endorsed

Ada sinergi pemasaran antara induk dan anaknya. Menggunakan brand name baru, namun tetap mencantumkan brand induk, karena ada keuntungan yang didapat dengan mencantumkan induknya.

Contoh: Microsoft – Power Point, US Navy – Navy Seals d. Pluralistic

Menggunakan brand name yang benar-benar baru dan lepas dari brand induknya. Biasanya induknya mempunyai sederetan produk yang terkenal.

Setiap ’anak’ produk atau servis mempunyai fokus sendiri. Nama induknya mungkin dikenal atau tidak dikenal oleh konsumen.

Contoh: Marriot – Ritz Carlton, Phillip Morris Companies – Tang

(13)

Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga tidak ada pendekatan yang salah dan benar dalam brand architecture. Setiap perusahaan harus memilih pendekatan yang paling tepat dengan kebutuhannya.

2.1.5.4. Brand Names

Brand names merupakan pilihan terpenting karena sering berhubungan dengan tema inti atau asosiasi terhadap produk. Nama brand bisa didasarkan pada sejumlah aspek, yaitu (Tjiptono 4):

a. Nama Orang

Bisa nama pendiri, pemilik, manajer, mitra bisnis atau orang lain yang diasosiasikan dengan produk. Misalnya: Teh Botol Sosro, Sampoerna, dll.

b. Nama Tempat (geographic brand names)

Bisa tempat asal ditemukannya, dikembangkannya maupun tenpat dijualnya produk atau jasa yang bersangkutan. Misalnya: Jakarta Post, Hotel Solo, dll.

c. Nama Ilmiah (invented scientific names)

Nama penciptaan yang biasanya dari bahasa Yunani atau Latin. Misalnya:

Gramophone, Cuticura Soap, dll.

d. Nama Status (status names)

Misalnya: Crown Piano, Diamond Dies, dll.

e. Nama Baik (“Good Association” names)

Nama yang diasosiasikan baik. Misalnya: Sunlight Soap, Ivory Soap, dll.

f. Nama Artifisial

Nama yang tidak mengandung makna khusus. Misalnya: Kodak, dll g. Nama Deskriptif

Nama yang menggambarkan manfaat atau aspek kunci pokok. Misalnya: Obat Gosok Tjap Onta, dll.

h. Nama Angka (alpha numeric brand names)

Nama yang mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit maupun tertulis. Misalnya: Tiga Roda, Dji Sam Soe, dll.

Nama merek juga dapat diambil dari istilah asing ataupun singkatan khusus.

Selain itu, pada periode 1914-1941, banyak merek dagang di Indonesia yang

(14)

mengunakan logo-based brand, yaitu nama merek yang didasarkan pada logo yang merupakan gambar tertentu, misalnya singa, jeruk, dll.

Pembagian lain dikemukakan oleh Landor, sebuah konsultan branding terkemuka interensional. Landor memilah brand name menjadi enam kriteria umum (“Brand Naming”):

1. Descriptive, menggambarkan fungsi secara langsung, biasanya tidak dapat didaftarkan.

Contoh: Singapore Airlines.

2. Suggestive, mensugesti keuntungan atau fungsi.

Contoh: Bank Mandiri.

3. Compounds, kombinasi dua atau lebih kata, seringkali tidak terduga.

Contoh: FedEx (Federal Express).

4. Classical, berdasarkan bahasa latin, yunani atau sansekerta.

Contoh: Nike.

5. Arbitrary, kata-kata nyata tanpa hubungan jelas dengan perusahaan.

Contoh: Apple.

6. Fanciful, kata-kata yang diperkaya (coined words), tapi tidak memiliki arti yang jelas.

Contoh: Yahoo!

Brand name berhubungan erat dengan bahasa, dan bahasa berevolusi secara dinamis. Karena itu, pemilihan brand name seharusnya didukung dengan riset konsumen (consumer research).

Dalam proses riset konsumen dan pemilihan nama brand, harus disadari bahwa selalu ada kemungkinan munculnya asosiasi negatif dari sebuah nama dalam suatu negara atau bahasa atau budaya lain (Keller 189-190).

2.1.5.5. Tagline

Tagline adalah frasa singkat yang mengkomunikasikan informasi mengenai brand secara deskriptif dan persuasif. Tagline biasanya mempunyai life span yang lebih singkat dari identitas visual. Tagline sering juga disebut dengan

(15)

slogan. Slogan yang berbentuk musikal disebut Jingle. Syarat tagline yang baik (Wheeler 42-43):

a. Pendek, unik

b. Harus berbeda dengan kompetitor

c. Mencakup brand essence dan positioning d. Mudah diucapkan dan diingat

e. Tidak memiliki konotasi negatif f. Bisa dilindungi secara hukum g. Dapat memancing respon emosional

Ada beberapa tipe tagline diantaranya ialah:

a. Imperative

Mengkomandokan suatu kegiatan, biasanya dimulai dengan kata kerja Contoh: Apple ”Think Different”

b. Descriptive

Mendeskripsikan servis, produk atau janji.

Contoh: Ernst & Young ”From Thought To Finish”, GE “We bring good things to life”

c. Superlative

Memposisikan sesuatu terbaik di kelasnya Contoh: BMW ”The Ultimate Driving Machine”

d. Provocative

Memprovokasi pikiran, seringkali berupa kalimat pertanyaan

Contoh: Cingular Wireless ”What do you have to say?”, Philips “Let’s make things better”

e. Specific

Menunjukkan kepemimpinan di suatu kategori secara spesifik.

Contoh: Cisco Systems ”Empowering the internet generation”, eBay “Happy Hunting”

(16)

2.1.5.6. Brandmarks

Menurut glossary buku More Than A Name karangan Melissa Davis, brandmarks didefinisikan sebagai ”The mark or marque that identifies the brand.

Also known as the logo…” (10). Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sebuah tanda yang mengidentifikasi suatu merek, dikenal juga sebagai logo. Dari huruf sampai simbol, dari kata-kata hingga visualisasi gambar, brandmarks terus berkembang dan berevolusi.

Logotype Wordmark Marks Pictorial Abstract/ Symbolic

Including Letterforms

Character

Typographic Non Typographic Literal

Word Driven Conceptually Simple

Symbolic Image Driven Conceptually Complex

Gambar 2.3. Topology of Marks and Logotypes Sumber: Wheeler, Alina, Designing Brand Identity, (New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2003), p. 44-45

Gambar di atas ialah diagram konsep penggolongan brandmarks. Garis merah menunjukkan pertemuan antara brandmarks yang berupa huruf dan gambar. Dari diagram diatas brandmarks dikategorikan menjadi 5 golongan (Wheeler 46-53):

a. Wordmarks merupakan logo dari tipografi nama atau singkatan nama perusahaan. Tipografi diolah untuk merepresentasikan esensi perusahaan

Gambar 2.4. Contoh Wordmarks

Sumber: Wheeler, Alina, Designing Brand Identity, (New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2003), p. 47

(17)

b. Letterform marks menggunakan huruf yang diolah membentuk simbol. Huruf didesain unik dengan kombinasi elemen desain untuk merepresentasikan suatu makna dan kepribadian.

Gambar 2.5. Contoh Letterform marks Sumber: Wheeler, Alina, Designing Brand Identity, (New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2003), p. 49

c. Pictorial marks merupakan logo berupa gambar yang bisa dikenali secara visual membentuk figur tertentu. Figur yang dipilih biasanya mewakili nilai atau brand attributes.

Gambar 2.6. Contoh Pictorial marks Sumber: Wheeler, Alina, Designing Brand Identity, (New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2003), p. 49

d. Abstract marks ialah logo yang dapat menimbulkan berbagai kesan tergantung persepsi khalayak.

Gambar 2.7. Contoh Abstract marks

(18)

e. Emblems ialah logogram yang menyatu dengan logotypenya secara visual membentuk emblem.

Gambar 2.8. Contoh Emblems

Sumber: (Starbucks Homesite, 13 Maret 2007) http://www.starbucks.co.uk

2.2. Copycat Brand 2.2.1. Pengertian Copycat

Menurut Mirriam Webster Dictionary Online, copycat didefinisikan sebagai sesuatu yang mengadopsi atau mengimitasi kelakuan atau perbuatan dari sesuatu yang lain atau bisa juga berarti sebuah imitasi dari suatu perbuatan atau produk (“Copycat”).

The American Heritage, Dictionary of English Language mengemukakan hal yang serupa pula. Copycat diartikan sebagai sesuatu yang mendekati pengimitasian atau mengulangi suatu perbuatan atau kemunculan sesuatu. Dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang mengikuti sesuatu yang lain atau mereproduksi ulang secara mirip (“Copycat”).

Secara garis besar, dapat disimpulkan istilah copycat berarti perbuatan meniru, baik sebagian ataupun keseluruhan dengan disengaja. Proses peniruannya dapat terjadi pada orang atau barang.

2.2.2. Definisi lain yang semakna dengan Copycat

Selain copycat, ada definisi-definisi lain yang memiliki arti yang mirip dengan kata tersebut, diantaranya ialah:

(19)

a. Me Too

Kamus MSN Encarta Online mendefinisikannya sebagai,“ 1. Copied from somebody else: using products, methods, or policies. 2. Trying to emulate others or seeking to follow a trend” (“Me Too”). Dalam bahasa Indonesia berarti mengopi orang lain, baik melalui produk, metode, atau kebijakan. Bisa juga berarti mencoba untuk mengemulasi yang lain atau untuk mengikuti tren yang ada. Kata emulate atau emulasi sendiri didefinisikan sebagai ”Emulate”:

1. Try to be equal with somebody or something […] that is successful or admired 2. Compete successfully with somebody or something: to be successful in comparison with somebody or something else 3. Also a special term in computer which means to modify or to imitate another computer system: to modify a computer system so that it appears to behave like another computer system, and can thereby accept data and run programs that are designed for the system being emulated

Dalam bahasa Indonesia berarti mencoba untuk menyamai seseorang atau sesuatu yang sukses atau dikagumi. Bisa juga diartikan sebagai kesuksesan persaingan dengan sesuatu atau seseorang dalam suatu perbandingan tertentu.

Kata ini juga merupakan kata khusus dalam bidang komputer yang berarti memodifikasi atau mengimitasi sistem komputer yang lain supaya komputer berperilaku sama seperti sistem komputer yang lain, sehingga dapat menerima data dan menjalankan program yang didesain untuk sistem yang telah diemulasi tersebut.

b. Pengikut/ Follower

Pengikut berasal dari kata ikut yang berarti melakukan sesuatu sebagaimana dikerjakan orang lain (Tim Penyusun Kamus 370). Follower memiliki kata yang sama dengan kata imitator yang berarti seseorang atau sesuatu yang mengkopi atau mengimitasi sesuatu yang lain (“Follower”).

c. Plagiat

Plagiat berarti pengambilan karangan (pendapat, dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat, dsb) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang atas nama dirinya sendiri; jiplakan. Orang yang

(20)

mengambilnya disebut plagiator. Penjiplakan yang melanggar hak cipta disebut plagiarisme (Tim Penyusun Kamus 775).

d. Imitasi

Imitasi berarti tiruan; bukan yang asli. Orang yang meniru disebut imitator (Tim Penyusun Kamus 373).

e. Duplikasi

Duplikasi berarti perangkapan atau perulangan. Sedangkan salinan atau tembusan yang serupa benar dengan aslinya disebut duplikat (Tim Penyusun Kamus 247).

f. Counterfeit

Menurut Kamus MSN Encarta Online berarti, “ forged: made as a copy of something, especially money, in order to defraud or deceive people. Or false: pretended in order to deceive somebody” (“Counterfeit”). Yang berarti membuat salinan dari sesuatu, terutama uang untuk menipu orang. Kata ini berati juga kepalsuan yang ditujukan untuk menipu orang lain. Forge merupakan istilah bahasa Inggris yang berarti, “make illegal copy of something: to make or produce an illegal copy of something so that it looks genuine, usually for financial gain” (“Forge”). Berarti membuat salinan yang ilegal dari sesuatu, membuat atau mereproduksi sesuatu yang terlihat sama seperti aslinya, biasanya berkaitan dengan uang.

g. Pirate

Kamus MSN Encarta Online mendefinisikannya sebagai (”Pirate”):

1. […] Somebody using copyright material without permission: somebody who duplicates or uses copyright or patented material illegally or without authorization. 2. Somebody involved in illegal broadcasting: somebody who takes part in or manages the unauthorized or illegal broadcasting.

Berarti sesorang yang menggunakan hak cipta dari suatu material tanpa ijin.

Seseorang yang menduplikasi atau menggunakan hak cipta atau hak paten tanpa ijin yang legal. Seseorang yang terlibat dalam penyiaran ilegal.

(21)

2.2.3. Asal Mula Copycat Brand

Belum diketemukan tanggal historis secara pasti, sebenarnya kapan fenomena copycat brand ini muncul. Namun ada beberapa bukti yang menunjukkan hal ini bahkan sudah terjadi sejak berabad-abad silam.

Jejak paling awal ialah pada tahun 1915, di mana tahun tersebut merupakan era keemasan merek pemanufaktur, dimana mayoritas telah mapan secara regional maupun nasional. Saat itu, Merek yang sukses mulai menstimulasi berkembang biaknya praktik imitasi dan pembajakan Undang-Undang merek dagang baru yang diberlakukan (Tjiptono 30).

Di Indonesia sendiri, ada bukti historis yang menyatakan pada awal tahun 1980an sudah dimulai praktik copycat brand pada label bungkus makanan wingko (“Pada Mulanya”).

Gambar 2.9. Gambar Bungkus Wingko I dan Copycat I Sumber: (Aspal Blogdrive Homesite, 19 Februari 2007)

<http://aspal.blogdrive.com/archive/cm-4_cy-2007_m-4_d-4_y-2007_o-8.html

(22)

Dapat dilihat pada gambar di balik, pada mulanya adalah Loe Soe Siang, dengan nama Indonesia D. Muljono punya ide membuat label bungkus wingko. Ilustrasi yang digunakan ialah kereta api batubara. Dicantumkan pula lokasi penjualannya dan namanya. Ia menggunakan ilustrasi kereta yang waktu itu identik dengan modernisasi dan kecepatan. Selain itu ada alasan kedua lebih sederhana, yaitu wingko tersebut dijual di stasiun kereta api Tawan. Hasilnya?

Wingko terjual laris dan gambar kereta api seakan menjadi teaser yang mengingatkan konsumen terhadap wingko yang dijual di stasiun tersebut.

Tak lama munculah kompetitor, yaitu Ny. Lies. Ia menjual wingko yang diberi label sangat serupa secara visual dengan label wingko pertama. Ilustrasinya kereta api juga tetapi ditambahi kata "expres". Sudah pasti yang dimaksudkan adalah "lebih cepat dari kereta lama" mungkin juga lebih "modern". Mengingat pada waktu itu, pasfoto kilat, bus cepat, mie instan, dan kopi instan lagi tren.

Gambar 2.10. Gambar Copycat II dan Redesign Wingko I Sumber: (Aspal Blogdrive Homesite, 19 Februari 2007)

<http://aspal.blogdrive.com/archive/cm-4_cy-2007_m-4_d-4_y-2007_o-8.html

(23)

Lalu muncul lagi Ny. H Nafiah. Dengan Kereta Api Senja Utama, lagi-lagi kecepatan dan modernitas turut diusung. Dengan harga yang sedikit lebih mahal (Rp 150,-), ia juga meramaikan perwingkoan di Semarang.

Pak D. Muljono rupanya gerah melihat para kompetitornya telah meniru idenya, diperbaiki secara visual pula. Ia berpikir untuk melakukan desain ulang dengan mengganti nama D. Muljono dengan Loe Soe Siang dan kereta api batubaranya dengan kereta diesel dan jet.

Perkembangan ini adalah perkara yang menarik. Mengapa bapak D.Mulyono kembali ke nama Tionghoanya? Banyak alternatif jawaban. Salah satunya adalah sejak tahun 60-an sampai sekarang, keturunan Tionghoa banyak memakai nama Indonesia disamping nama Tionghoanya. Mungkin sekali dikarenakan pada waktu itu terjadi G 30 S/PKI, walhasil etnis Tionghoa secara beramai-ramai mengganti namanya.

Gambar 2.11. Gambar Wingko II

Sumber: (Aspal Blogdrive Homesite, 19 Februari 2007)

<http://aspal.blogdrive.com/archive/cm-4_cy-2007_m-4_d-4_y-2007_o-8.html

Tapi ada yang menarik lagi dari lomba cepat, modern dan enak ini.

Ternyata pemilik yang lain lagi, N.N Meniko tidak melihat kecepatan dan modernitas kereta api sebagai sesuatu yang perlu dipacu lagi sehingga menjadi kereta tenaga nuklir misalnya. N.N Meniko justru merepresentasikan sebuah

(24)

Setoom Mini. Jauh lebih kuno dari kereta batubara. Rupanya romantisme dirasa lebih melekat kepada "enak" sehingga lebih menjual sebagai "sudah dari jaman dahulu juga udah enak" dan tidak perlu modernitas sebagai katrol merek.

2.2.4. Bentuk-Bentuk Copycat

Dalam buku Managing Imitation Strategies, Steven Schnaars menyebut produk kembar sebagai imitasi atau copies dan membaginya ke dalam 4 besar kategori (“Buku”):

a. Counterfeits / Product Pirates

Counterfeits adalah produk 'kembar' yang memakai merek dagang yang sama seperti aslinya. Ini adalah usaha 'perampokan'. Murni ilegal. Sering disebut dengan pemalsuan merek atau bajakan.

b. Knockoffs / Clones

Lebih sering terjadi pada produk legal. Tidak adanya pendaftaran HKI atas produk pendahulu atau asli, memungkinkan hal ini terjadi. Walaupun sama secara mendasar seperti produk asli, tetapi dengan harga yang lebih murah dan tanpa merek yang mahal.

c. Design Copies / Trade Dress

Desain kembar menjual gaya dan desain dari produk populer pesaing. Dalam kasus dimana desain memegang peranan penting dari produk, desain kembar meniru kloningan. Tetapi jika desain tidak begitu diutamakan dalam produk, desain kembar berdasarkan kepada inovasi teknologi yang unik.

Desain kembar lalu mengkombinasikan aspek inovasi dan peniruan.

d. Creative Adaptations

Mengambil produk yang telah ada, lalu meningkatkan atau mengadaptasikan ke segmen produk yang baru.

2.2.5. Motivasi Copycat

Schnaars mengungkapkan paling tidak terdapat 2 alasan orang mencoba membuat produk tiruan (”Buku”):

(25)

a. Playing Catch Up

Mengejar ketertinggalan. Produsen gagal menemukan produk baru yang inovatif lalu membuat produk dari produsen lain yang dianggap lebih menguntungkan.

b. Watchful Waiting

Biasanya karena perekonomian memburuk, produsen menunggu saat yang tepat untuk meluncurkan produk yang sebenarnya sudah ada lama dipasaran dari produsen pionir namun kurang promosi. Ketika saatnya tepat, produsen meluncurkan produk "baru" dengan iklan besar-besaran, walaupun sebenarnya tidak baru.

Strategi kamuflase sebenarnya merupakan bagian dari strategi imitasi yang dijalankan oleh follower. Seperti dikatakan oleh Theodore Levitt dalam artikelnya

“Innovative Imitation”, strategi imitasi produk barangkali bisa menjadi strategi yang lebih menguntungkan daripada strategi inovasi. Selain membutuhkan biaya yang besar dalam pengembangan produk, biaya distribusi, strategi inovasi juga membutuhkan kemampuan dalam mengedukasi pasar. Belum lagi ditambah dengan ancaman tidak dapat mengalahkan pertarungan image di benak konsumen dengan si market leader. Akibatnya, kebanyakan follower memilih untuk menjalankan strategi imitasi. Strategi imitasi bukan sekadar membuat produk baru yang sama, tetapi seringkali juga menjalankan strategi distribusi dan promosi yang sama. Bahkan packaging pun dibuat mirip. Walaupun tetap tidak bisa memenangkan persaingan dengan market leader, namun setidaknya strategi ini mampu meraup keuntungan yang cukup tinggi karena tidak membutuhkan biaya pengeluaran untuk inovasi produk (Cselle, para. 10).

Seperti halnya dunia pemasaran yang selalu dikaitkan dengan perang, kamuflase juga mengambil filosofi dari strategi berperang. Kamuflase adalah strategi menyamarkan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dalam pemasaran, para pemasar pun mempergunakan istilah yang sama untuk menyamarkan produk mereka dengan lingkungan sekitar, terutama ketika bertarung di pasar modern.

Market leader sudah pasti memiliki tumpukan produk yang banyak di rak-rak retailer. Sebagai produk yang laku mereka akan memperoleh kesempatan untuk

(26)

menempati ruang yang lebih besar ketimbang merek lain. Akibatnya, rak-rak tersebut akan didominasi oleh warna dan desain kemasan dari si market leader. Di sinilah kesempatan bagi sang follower baru untuk menyamarkan produk mereka.

Ada beberapa keuntungan yang ingin mereka raih dengan melakukan cara-cara seperti ini, yaitu (”Strategi”):

a. Agar si konsumen salah membeli produk. Mereka berharap si konsumen dapat berbalik menyukai produk si follower setelah salah membeli.

b. Agar si konsumen dapat melakukan perbandingan harga sebelum melakukan pembelian. Keuntungan jenis kedua ini diperoleh ketika si konsumen akhirnya tersadar sebelum melakukan pembelian. Packaging yang mirip bisa menciptakan persepsi bahwa isinya sama dalam soal rasa dan kualitas.

Konsumen yang price sensitive kemudian akan memilih merek follower karena umumnya follower menawarkan harga yang lebih rendah.

c. Agar si konsumen berpikir bahwa produknya adalah turunan atau masih satu

“saudara” dengan merek lain. Umumnya sebuah perusahaan memiliki warna korporat tertentu yang secara konsisten diterapkan pada setiap merek dan merek turunannya. Persepsi si konsumen akan kualitas merek market leader akan tertular pula pada merek yang melakukan strategi kamuflase. Mereka pun kemudian membeli merek yang “mengaku” saudara ini.

Jika si konsumen tidak membeli, keuntungan paling mudah didapat adalah pembentukan awareness. Terutama jika produk tersebut mempergunakan merek yang mirip-mirip. Karena, tidak hanya dalam soal packaging, strategi kamuflase pun bisa diterapkan secara sengaja maupun tidak sengaja pada merek. Akari dan Akira, Sony dan Suny, Aqua dan Aquaria, Oreo dan Rodeo adalah contoh bagaimana sebuah merek berhadapan dengan merek lain yang sering membuat konsumen silap mata. Apalagi jika merek tersebut mempergunakan logo dengan bentuk dan huruf yang sama dengan merek lain.

Kebingungan konsumen memang menjadi alasan paling dasar dari strategi kamuflase. Itulah sebabnya kamuflase sering dikatakan sebagai strategi merek yang kurang percaya diri. Biasanya kamuflase dilakukan oleh merek-merek yang

(27)

tidak punya dana kampanye cukup besar atau bahkan tidak melakukan kampanye sama-sekali.

Tapi apakah hanya follower yang melakukan strategi kamuflase? Tidak juga. Market leader pun bisa terpancing melakukan strategi kamuflase. Terutama jika mereka merasa kurang percaya diri menghadapi lawan mereka. Hal seperti ini dilakukan oleh Indomie yang merasa terusik dengan kehadiran Mie Sedaap.

Mempergunakan fighting brand-nya, Supermi, Indofood kemudian mengeluarkan Supermi Sedaaap. Tujuannya memang ingin membuat kebingunan konsumen di tingkat outlet. Diharapkan si konsumen akan terkecoh, sekalipun Supermi mempergunakan huruf “a” yang lebih panjang (sedaaap).

Masalahnya, strategi kamuflase sering disalahartikan pemasar dengan penjiplakan dan pembajakan merek atau hak intelektual lainnya. Memang, kamuflase cenderung berada di daerah abu-abu di mana jika si pemasar tidak hati- hati akan terjebak pada penjiplakan dan pembajakan. Merek yang merasa terusik dan merasa dirugikan akan melakukan tuntutan. Sudah banyak kasus merek berakhir di pengadilan, lantaran masalah ini. Sekalipun begitu, apakah benar konsumen bisa terkecoh dengan strategi kamuflase? Beberapa riset yang pernah dilakukan ternyata tidak mendukung peran strategi kamuflase. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Murray Tong, profesor dari Guelph University Canada menunjukkan bahwa memang ada konsumen yang akan terkecoh, tetapi sebagian besar ternyata tidak mengalami hal yang sama. Penelitian yang dilakukan Murray ini berupaya membuktikan adanya estimasi belebihan dari survei yang dilakukan pengadilan di Kanada, bahwa konsumen banyak yang terkecoh membeli merek yang mirip merek terkenal karena nama, packaging atau tampilannya. Di Kanada selama 15 tahun ada 80 kasus merek yang terganggu oleh merek semacam ini.

Survei Murray ini berlangsung di ritel-ritel dan dilakukan pada delapan produk yang paling sering dibeli seperti pasta gigi, deterjen, sabun, dan lain-lain.

Hasilnya, hanya sedikit sekali konsumen yang benar-benar salah membeli.

Frekuensi ini jauh sekali dari hasil yang diklaim oleh pengadilan Kanada. Murray bahkan mengatakan kasus-kasus yang dibawa oleh merek-merek terkenal ke pengadilan sebenarnya hanya akal-akalan saja untuk memproteksi diri mereka dari kehadiran merek-merek baru yang berusaha masuk ke pasar mereka.

(28)

Tuntutan terhadap merek yang lumayan banyak pernah dilakukan oleh Contessa Food Product di AS terhadap 12 merek yang menjual udang dengan kemasan yang mirip-mirip produk udang yang dijual Contessa. Perusahaan ini pun mengalami perlawanan yang tidak mudah. Strategi kamuflase memang tidak mudah dihadapi oleh market leader. Mungkin hanya perasaan kurang percaya diri saja yang menyebabkan mereka takut terhadap strategi kamuflase. Padahal sudah terbukti strategi kamuflase lebih banyak dilakukan oleh merek-merek yang secara market share masih sangat kecil. Mereka juga merupakan merek-merek yang kurang percaya diri.

2.2.6. Contoh Aplikasi Copycat Brand di Indonesia 2.2.6.1. Copycat Corporate Colour

Dalam soal reputasi, nama Blue Bird di kalangan pengguna taksi di Jakarta memang tidak terkalahkan. Banyak pengguna taksi yang lebih memilih untuk menunggu lebih lama ketimbang naik taksi yang lain. Terkadang mereka tidak acuh jika datang taksi merek lain menghampiri. Sudah banyak bukti, naik taksi Blue Bird memang dijamin lebih aman, pelayanannya baik, dan jauh dari praktek permainan harga argo yang tidak sesuai standar.

Tentu saja perilaku pengguna taksi semacam ini bikin gerah pengusaha taksi yang lain. Kendaraan yang lebih bagus dan pengemudi yang sopan kenyataannya tidak menjamin bahwa taksi mereka dilirik calon penumpang.

Merek, sekali lagi berbicara banyak dalam soal ini. Asosiasi merek yang sudah telanjur melekat kuat di mata masyarakat akhirnya membuat para pemain lain, terutama pemain baru menjadi sulit bergerak.

Akhirnya, mau tidak mau, dan diakui atau tidak, mereka harus menjalankan camouflage marketing alias berlomba-lomba mirip market leader.

Jadi jangan kaget jika Anda salah naik taksi di Jakarta. Menyangka naik Blue Bird, ternyata bukan. Soalnya, banyak merek taksi yang mengecat beberapa body mobilnya persis dengan warna Blue Bird.

Taksi President misalnya, dulu terkenal sebagai merek taksi yang memiliki persepsi buruk di mata masyarakat Jakarta. Sopir taksi ini terkenal tidak sopan, mengemudi seenaknya, main borongan (tidak pakai argo), dan kendaraannya

(29)

banyak yang tua. Walaupun sekarang sudah mengganti namanya menjadi Prestasi dan memiliki armada yang baru, namun tetap tidak mampu menghapuskan persepsi tersebut di masyarakat. Makanya, taksi ini pun kemudian mengganti warna taksinya menjadi biru, warna khas dari Blue Bird. “Yang penting penumpang naik taksinya dulu, baru mereka dapat merasakan bahwa sopir taksi Prestasi sebenarnya banyak yang baik,” kata seorang supir taksi Prestasi. Hal yang sama baru-baru ini juga dilakukan pada taksi Simpati yang juga mengecat warna armadanya sama dengan taksi dari grup Blue Bird.

Strategi kamuflase barangkali menjadi jalan pintas yang ampuh untuk bisa mencuri perhatian konsumen. Konsumen yang sedang terburu-buru bisa terjebak untuk membeli produk lain. Strategi semacam ini, menurut pengamat pemasaran Bambang Bhakti, pernah dilakukan oleh So Klin ketika pertama kali masuk ke pasar. Mereka memiliki kemasan yang warnanya hampir sama dengan Rinso untuk mengecoh konsumen. Setelah mereknya sudah lumayan eksis, So Klin kemudian mengganti kemasannya (”Strategi”).

2.2.6.2. Copycat Name

Beberapa tahun lalu AMDK Aquaria dari Semarang dituntut sang pemimpin pasar, Aqua, dengan alasan persaingan tak sehat alias mencoba meniru.

Mengapa? Karena merek, desain dan warna Aquaria dinilai sangat mirip Aqua, sehingga harus diubah menjadi Aguaria.

Baik paten maupun trademark seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi siapa pun yang ingin mencatatkan merek baru atau temuan baru. Namun, kenyataannya, sering dilanggar. Seperti kejadian tahun 1992, nama obat maag Promag, ditiru merek lain dengan nama Formaag. Namun, apa akibatnya?

Ternyata, setiap Formaag beriklan, justru yang makin laku adalah Promag karena konsumen cenderung tidak bisa membedakan kedua merek di atas, apalagi warnanya sama. Formaag gencar beriklan, tapi karena di warung yang ada hanya Promag karena produk baru cenderung terbatas ketersediannya akhirnya konsumen tetap saja membeli Promag.

Kasus lain terjadi pada minuman energi. Wings meluncurkan minuman energi yang diberi nama Enerjos, yang mirip Extra Joss (PT Bintang Toejoe).

(30)

Seperti tradisi Wings, ia selalu agresif membombardir pasar dengan iklan-iklan yang sangat gencar. Tanpa gentar dengan lawannya yang sudah matang, Wings tanpa pandang bulu menantang pemimpin pasar. Jika biasanya pendatang baru masuk pasar dengan menghindar, menciptakan kategori atau kolam baru atau niche market, Wings punya cara berbeda. Baginya, organic growth seperti itu kuno dan terlalu teoritis.

Akan tetapi, bagaimana menyangkut masalah penamaan Enerjos yang mirip Extra Joss? Bukankah hukum trademark juga mengatur bahwa persamaan pada bunyinya juga sebagai usaha persaingan tidak sehat?

Menurut Simon Jonathan, CEP Brandmaker, secara pemasaran, seharusnya akan terjadi hal sama seperti kasus Promag dan Formaag karena Extra Joss lebih dulu penetrasi dan ketersediaan barangnya cukup memadai, maka mestinya semakin sering Enerjos beriklan, Extra joss makin laku. Masalahnya, Enerjos adalah milik Wings yang punya senjata pamungkas melawan pesaing- pesaing kakap. Mereka biasanya tidak sekadar meniru. Mereka punya 8 strategi masuk pasar, yaitu (Jonathan, para. 6-9):

a. Masuk di pasar yang sudah terlihat besar (bukan potensial)

b. Membuat produk dengan kualitas cukup baik, lalu ditambah kelebihan produk c. Memanfaatkan merek domain atau pelesetannya

d. Harga lebih murah

e. Berhadiah untuk trial purchase f. Distribusi merata

g. Komunikasi gencar. Yang penting, memasuki benak konsumen setiap hari h. Napas panjang

Dengan kenyataan seperti itu, Extra Joss pantas kuatir. PT Bintang Toedjoe harus ekstra hati-hati. Pasalnya, model distribusi PT Sayap Mas (Grup Wings) pasti lebih baik; efisiensi expense mereka lebih besar bonusnya. Wings keluar 100 dapat 200, sementara Extra Joss keluar 100 dapat 150. Begitu pula, hadiah, karena backbone profit mereka dapat dari tempat produk lain yang masih seperusahaan. Sementara, justru Extra Joss adalah backbone Bintang Toedjoe yang setengah terbuka karena 100% dimiliki Dankos Tbk. Inilah fenomena

(31)

pemasaran yang menarik dicermati. Brand ownership bisa jadi bukan jaminan kemenangan di pasar

2.2.3.3. Copycat Ilustrasi

Gambar 2.12. Gambar Contoh Copycat Ilustrasi Sumber: (Aspal Blogdrive Homesite, 19 Februari 2007)

<http://aspal.blogdrive.com/archive/cm-4_cy-2007_m-4_d-4_y-2007_o-8.html

Kemasan di atas merupakan 2 bungkus agar-agar yang bisa ditemui di pasaran. Ilustrasi waletnya mirip dan ilustrasi agar-agarnya ternyata sama persis.

Bukan tidak mungkin konsumen akan salah mengidentifikasi.

Hal serupa pernah dilakukan oleh produsen garam CV Panci Mas di Banjarmasin yang produknya mirip dengan garam cap dua kapal produk PT Susanti Megah, Surabaya. Yang membedakan merek atau cap produk garam meja yang dihasilkan oleh CV Panci Mas dengan milik SM adalah gambar kapal dikemasan tersebut. Kalau CV Panci Mas menggunakan cap dua kapal sedangkan garam produk SM hanya gambar satu kapal layar. Pemiliknya mengatakan hal tersebut untuk mendapatkan pasar dan menarik minat konsumen. PT Susanti Megah lalu menggugat CV Panci Mas lewat salah satu media. Namun CV Panci Mas keberatan kalau harus merubah seluruh merek karena khawatir pemasaran garamnya menjadi sepi (“Tiru”).

(32)

2.2.3.4. Copycat Kemasan

Gambar 2.13. Gambar Contoh Copycat Kemasan Sumber: (Aspal Blogdrive Homesite, 19 Februari 2007)

http://aspal.blogdrive.com/archive/cm-4_cy-2007_m-4_d-4_y-2007_o-28.html

Kemiripan yang sering ditemui pada kemasan biasanya diikuti pula dengan kemiripan pada aspek lain, misalnya pada warna, nama atau ilustrasi.

2.3. Tinjauan Visual Desain 2.3.1. Warna

Warna sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu, karena warna dapat membangkitkan emosi, mengekspresikan kepribadian, dan

(33)

menciptakan suatu identitas tertentu (Wheller 84-88). Warna dapat memberikan reaksi umum, yaitu perhatian, minat dan pengaruh (gengsi) yang merupakan bagian kesinambungan terhadap nilai penjualan (Whelan 24).

2.3.1.1. Definisi warna

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Warna ialah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya (Tim Penyusun Kamus 1125).

Warna ialah hasil pengamatan yang diterima oleh penglihatan kita yang bergantung pada 3 faktor penting. Pertama ialah kondisi lighting dimana warna ditampilkan karena kombinasi cahaya lampu dan cahaya natural matahari sangat mempengaruhi pantulan yang akan ditangkap oleh mata. Kedua, Karakter spektral dari objek. Karakter spektral ialah kemampuan dari suatu zat untuk menyerap, memantulkan dan mentransfer cahaya. Yang terakhir ialah persepsi kita tentang warna. Orang yang buta warna biasanya memiliki kesulitan membedakan warna merah dan hijau.

Sejak lama para ilmuwan telah mengalihkan perhatian mereka kepada warna. Ilmuwan fisika berpendapat bahwa warna bersumber dari cahaya yang secara ilmiah dapat diukur. Ilmuwan kimia juga menambahkan bahwa campuran warna ialah pigmen yang dipantulkan oleh cahaya ke mata manusia. Sedangkan, Para ahli ilmu jiwa melihatnya dari sudut pandang misteri bagaimana otak menginterpretasikan warna (Darmaprawira 10).

2.3.1.2. Sejarah Warna

Manusia telah memiliki minat terhadap warna sejak zaman prasejarah.

Manusia yang masih primitif membuat gambar berwarna di dinding dan langit gua. Warna tersebut diperoleh dari bahan yang didapat dari alam .Teori warna pertama dikemukakan pada Abad IV sebelum masehi. Aristoteles berargumen bahwa warna primer yang utama ialah biru dan kuning. Lebih lanjut, ia mengasosikan warna dengan 4 elemen, yakni air, tanah, air dan api. Para pekerja seni mengadopsi teori ini selama lebih dari 2000 tahun hingga pada tahun 1672,

(34)

Newton mengemukakan teori warnanya yang masih dipakai hingga sekarang (Wright, para.3).

Sir Isaac Newton berpendapat bahwa semua warna bila digabung akan menjadi cahaya putih. Cahaya putih merupakan ikatan sinar atom yang bisa diukur dan dilihat melalui prisma gelas. Ia menemukan 7 warna pelangi yang disebut dengan spektrum warna, yang terdiri dari atom merah, jingga, kuning, hijau, biru, indigo dan ungu (Darmaprawira 10; Morton, para. 1).

Gambar 2.14. Spektrum Warna Newton

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Pada tahun 1800an, J.W. Van Goethe menyelidiki laras warna dan pengalaman rasa terhadap warna. Ia membagi warna dalam warna panas (merah, jingga, kuning) dan warna dingin (ungu, biru, hijau). Dilanjutkan pada abad 19, William Oswald menyusun teori warna secara praktis dengan mengintroduksi tanda dengan abjad dan angka deret abu-abu (pelandaian putih ke hitam). Di abad yang sama, Munsell memperkenalkan nada dan kunci nada dalam penggunaannya dalam desain, menguraikan masalah klasifikasi dalam warna. Ia memberikan angka-angka dalam warna, menunjukkan adanya perbedaan nada dan khroma sehingga antara warna 1 dengan lainnya dapat dibedakan. Dalam teorinya, Munsel mengklasifikasikan warna berdasarkan hue, nada (value), dan khroma. Hue ialah kualitas atau sifat khas dari warna, sehingga dapat dibedakan antara warna satu dengan lainnya. Nada ialah jenjang gelap terangnya suatu warna. Hal ini disebabkan dalam warna tersebut mengandung sejumlah hitam atau putih.

Sedangkan khroma menunjukkan deret intensitas dari warna, dalam hal ini pigmen dari warna. Contoh: dua warna merah yang sama mungkin dapat pula

(35)

bernada sama, akan tetapi dalam penampilannya berbeda yang 1 merah kuat dan yang lainnya merah lemah karena beda jumlah pigmen warnanya (”Albert”).

Gambar 2.15. Lingkaran Warna Munsell

Sumber: (Virtual Color Museum Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colorsystem.com/projekte/Grafik/31mun/x03mun.htm

2.3.1.3. Teori Warna

Di teori warna lama, terdapat 3 pigmen warna dasar yang tidak bisa dicampur atau dibentuk oleh manapun kombinasi dari yang lain warna. Warna tersebut disebut warna dasar dan terdiri dari warna biru, merah, dan kuning.

Gambar 2.16. Lingkaran Warna Primer

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Warna sekunder diperoleh dari campuran warna-warna primer. Warna sekunder terdiri dari warna hijau, jingga, dan ungu.

(36)

Gambar 2.17. Lingkaran Warna Sekunder

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Warna tersier merupakan campuran warna primer dan sekunder, yaitu kuning- jingga, merah-jingga, merah-ungu, biru-ungu, biru-hijau, dan kuning-hijau.

Gambar 2.18. Lingkaran Warna Tersier

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Prinsip warna terbagi dalam 2 jenis, yaitu laras dan kontras. Yang laras ialah warna analogous, yaitu tiga yang warna berdampingan pada suatu 12 warna yang mewarnai roda warna, seperti kuning hijau, kuning, dan kuning jingga.

Umumnya salah satu dari ke tiga warna mendominasi. Dan yang kontras ialah warna komplementer, split komplementer, double split komplementer, dan triad.

Gambar 2.19. Contoh skema warna analogous

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

(37)

Warna komplementer adalah dua yang warna secara langsung berkebalikan satu sama lain, seperti hijau dan merah dan merah-ungu dan kuning-hijau. Pada ilustrasi di atas, ada beberapa variasi kuning-hijau di daun-daun dan beberapa variasi merah-ungu di anggrek. Warna berlawanan ini menciptakan kontras maksimum dan stabilitas maksimum (Morton, para. 3-11).

Gambar 2.20. Contoh skema warna komplementer Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007)

http://www.colormatters.com/colortheory.html

2.3.1.4. Sistem warna

Terdapat beberapa sistem warna yang biasanya sebagai panduan oleh desainer, diantaranya ialah (Greenwald dan Luttropp 88-90):

a. Pantone Color System

Merupakan sistem pemilihan warna secara spesifik yang paling umum digunakan oleh para desainer grafis di Amerika. Sistem ini terdiri dari warna- warna spesifik yang memiliki nomor tertentu. Melihat warna Pantone di monitor atau inkjet print tidaklah akurat, untuk memilih warna Pantone harus menggunakan buku khusus. Warna ini hanya bisa digunakan untuk bidang solid, tidak digunakan untuk mencetak foto berwarna.

b. CMYK

Menggunakan untuk 4 separasi warna primer, yaitu cyan, magenta, yellow dan black. Sistem ini bisa digunakan untuk mencetak foto berwarna atau gambar full color. Prosesnya menggunakan sistem raster yang tergantung pada jenis kertas. Merupakan metode yang paling umum dan sering digunakan oleh percetakan.

(38)

c. Hexachrome

Hexachrome ialah proses percetakan 6 warna yang dikembangkan oleh Pantone Inc. Warna yang digunakan ialah cyan, magenta, yellow dan black ditambah dengan 2 warna tambahan. Warna tambahan tersebut ialah vivid orange dan green. Dengan separasi 6 warna, proses ini sanggup menjanjikan 90% keakuratan terhadap Pantone color. Biaya sistem ini lebih mahal dari sistem CMYK namun sanggup menghasilkan hasil yang berkualitas tinggi apabila dibutuhkan keakuratan warna.

d. RGB

RGB merupakan singkatan dari Red, Green dan Blue. Sistem ini biasanya digunakan untuk monitor komputer dan TV. Biasanya, monitor yang berbeda memiliki variasi warna RGB yang tidak sama pula.

e. Web-Safe Colors

Merupakan bagian dari warna spektrum RGB. Walaupun sebenarnya monitor dapat menampilkan banyak warna, namun hanya digunakan 216 macam warna web saja. Alasannya, monitor disetel dalam resolusi 256 warna, baik untuk Mac atau PC. Dan dari 256 warna tersebut hanya 216 saja yang tampilan warnanya sama di Mac dan PC.

2.3.1.5. Psikologi Warna

Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan kesan tertentu. J. Linchoten mengemukakan warna mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya akan bermacam-macam benda. Berikut ialah macam-macam warna dengan potensi kesan yang mungkin ditimbulkannya (Darmaprawira 45; Roostantinah 147-149):

a. Hitam

Sebagai warna tertua (gelap). Hitam sering dipersepsikan sebagai kegelapan, sebagai simbol kejahatan, sesuatu yang dramatis, dan kemisteriusan. Namun juga elegan, tegas, formal, mewah, dan maskulin.

(39)

b. Putih

Sebagai warna yang paling terang, putih melambangkan kepolosan, kejujuran dan kemurnian, memberikan perlindungan, ketentraman dan kenyamanan.

Memiliki karakter positif, cemerlang, ringan, dan sederhana.

c. Abu-abu

Merupakan warna pencampuran hitam dan putih. Paling netral, diasosiakan sebagai penengah, dan dapat menciptakan kesan serius. Melambangkan ketenangan, kesopanan, kesederhanaan, dan intelegensia. Memiliki sifat negatif yaitu keragu-raguan.

d. Merah

Merah ada di frekuensi cahaya yang paling rendah yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Merah bersifat menarik perhatian orang, ekspansif (meluas), dominan, berkuasa, aktif, dan hidup. Dari semua warna, merah ialah warna terkuat dan paling menarik perhatian, juga bersifat agresif. Warna ini diasosiasikan sebagai darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan, cinta, dan kebahagiaan. Di Cina, merah diasosisikan sebagai warna keberuntungan.

e. Merah Keunguan

Warna ini mempunyai karakteristik mulia, anggun, kaya, bangga (sombong) dan mengesankan. Warna ini disukai oleh raja-raja jaman lampau.

f. Merah jambu

Merupakan corak warna yang hangat dan emosional namun juga lembut dan menenangkan. Melambangkan kasih sayang dan perasaan cinta namun juga bisa berarti kekanak-kanakan.

g. Kuning

Merupakan warna cerah yang melambangkan perdamaian, kesenangan, kelincahan dan keceriaan. Kuning merupakan kumpulan 2 fenomena penting dalam kehidupan manusia, yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari di angkasa dan emas sebagai kekayaan di bumi. Kuning ialah lambang intelektual dan memiliki pengertian mendalam dalam hubungan antar manusia.

(40)

h. Oranye

Warna bersahabat yang sering dikaitkan dengan kreativitas.

i. Biru

Biru adalah warna langit dan sering pula digunakan untuk melambangkan laut.

Warna ini berkarakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai. Goethe menyebutnya sebagai warna yang mempesona. Biru melambangkan kesucian harapan dan kedamaian.

j. Hijau

Merupakan warna yang menyejukkan. Secara tidak sadar warna yang banyak dijumpai pada daun ini dapat mengurangi stres. Dibandingkan dengan warna lain, warna hijau relatif lebih netral. Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif, lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan dan keabadian. Dalam penggunaan biasa, hijau mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, pertumbuhan, kehidupan, kelahiran kembali, dan kesuburan. Sifat negatif dari hijau ialah warna yang tidak disukai anak-anak, serta diasosiasikan warna penyakit dan racun.

k. Indigo

Indigo ialah warna diantara biru dan ungu.

l. Ungu

Karakteristik warna ini ialah sejuk, negatif, khidmat, dan mempunyai karakter murung. Melambangkan dukacita, suci, dan lambang agama.

Warna bisa jadi sesuatu yang kita anggap biasa. Namun demikian, dengan warna kita bisa menimbulkan berbagai macam kesan dan perasaan kita sebagai manusia pada obyek. Terlebih lagi, dengan warna kita dapat memahami karakter pribadi seseorang bahkan kondisi psikologis seseorang pada saat tertentu, apakah sedang gembira, sedih, atau bahkan yang lainnya.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari respon individu terhadap warna- warna tertentu akan berbeda-beda, walau dapat dicatat bahwa secara umum terdapat banyak kesamaan antar individu dengan individu lain dalam memberikan respon. Perbedaan ini tidak terlepas dari sejumlah pengalaman pribadi yang mungkin membentuk pola penghayatan individu, selain juga pengaruh dari

(41)

lingkungan masyarakat dimana individu tersebut berada. Bagi orang islam atau orang irlandia, maka warna hijau tua tentunya mempunyai makna tersendiri dibanding warna-warna lain. Demikian pula warna merah putih memiliki arti tersendiri bagi rakyat Indonesia. Namun, terlepas dari makna-makna simbolis yang dikenakan terhadap warna teretntu oleh masyarakat atau kelompok tertentu, umumnya reaksi orang terhadap warna mengikuti pola yang sebenarnya sudah dapat diperkirakan sebelumnya.

Ada beberapa patokan umum bila hendak menggunakan warna untuk mempengaruhi perasaan individu, yaitu (Roostantinah 149-150):

a. Warna dingin seperti biru yang tenang, dapat dilihat dari pemandangan lautan luas, mempunyai pengaruh rasa segar, tenang bagi yang gugup, dan menjernihkan pikiran yang jenuh. Hijau yang bisa didapat dari pemandangan gunung juga mempunyai pengaruh perasaan tenang. Orang yang stres biasanya disarankan rekreasi ke gunung.

b. Warna tanah atau pasir dapat menimbulkan kesan hangat dan aman sehingga akan bermanfaat bagi mereka yang sehari-harinya berada dalam kondisi tegang dan butuh untuk relaks.

c. Warna kuning sering digunakan untuk warna cat rumah, mempunyai efek pintar atau kecerdasan. Dalam tradisi adat istiadat untuk menyambut kelahiran bayi juga dilaksanakan upacara pecah kelapa gading dan memasang hiasan janur kuning yang bermakna kelahiran lancar dengan anak yang cerdas. Tetapi menurut Adriana B. Knijn, penggunaannya juga harus hati-hati karena warna kuning bersifat stimulans dan bisa menyebabkan kelelahan dan depresi.

d. Warna merah mempunyai efek power atau kekuatan sehingga warna merah dalam penyembuhan sering dimanfaatkan untuk pemulihan tenaga. Warna merah ini juga dimitoskan sebagai pemberani.

e. Warna-warna cerah lain, seperti yang ada pada bunga atau buah berperan besar untuk membesarkan hati wanita yang sedang kesal, sedih atau patah semangat.

(42)

Yang perlu diperhatikan lagi, bagaimana warna bertindak dalam hubungan dengan warna yang lain dan bentuk adalah suatu area teori warna kompleks (Morton 13-16). Bandingkan efek kontras dari latar belakang warna yang berbeda untuk kotak merah yang sama di bawah ini.

Gambar 2.21. Perbandingan Warna Merah

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Merah terlihat lebih mencolok dengan latar belakang hitam dan sedikit banyak lebih tidak jelas terhadap latar belakang yang putih. Dengan latar jingga, warna merah hampir tidak jelas sama sekali, sedang dengan biru-hijau memperlihatkan suatu warna yang kontras. Kotak merah tersebut juga terlihat lebih besar bila menggunakan latar belakang hitam, padahal ukuran sesungguhnya sama.

Gambar 2.22. Perbandingan cara baca warna 1

Sumber: Morton, J.L. (Color Matters Homesite, 22 Maret 2007) http://www.colormatters.com/colortheory.html

Segi empat panjang warna ungu yang kecil pada sisi kiri nampak mempunyai suatu warna merah-ungu yang lebih muda bila dibandingkan kepada segiempat panjang warna ungu yang kecil pada sisi kanan. Padahal kedua-duanya warna yang sama. Ini mempertunjukkan bagaimana tiga warna dapat dirasa seperti

Referensi

Dokumen terkait

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled

(3) Berdasarkan harga referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka tarif Bea Keluar untuk Kelapa Sawit dan turunannya adalah sebagaimana tercantum dalam kolom 5 Lampiran II

Pengembangan ICT Center berimplikasi langsung terhadap keterjaminan jaringan pendidikan nasional (JARDIKNAS) yang sangat bermanfaat dalam perkembangan TIK di

Berdasarkan pengajaran, pembinaan dan pengarahan yang diberikan gembala kepada jemaat maka 100% jemaat memahami doktrin keselamatan, 100% jemaat sudah mulai hidup

Desain perancangan ini menghubungkan antar kantor cabang karang anyar dan kantor pusat yang terletak di rambutan (gambar 2), menghubungkan kedua device/router

Dengan menekan DISC BURN (hlm. 17) pada Handycam Station, anda dapat menyimpan gambar yang direkam pada camcorder anda ke disk pada komputer anda.. x Meng-import gambar yang

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak rnenggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis

(1) Jika merek yang didaftarkan menurut pasal 7 pada keseluruhannya atau pada pokoknya sama dengan merek orang lain yang berdasarkan pasal 2 mempunyai hak atas merek tersebut