33 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Penelitian ini untuk mengetahui kadar logam berat tembaga (Cu) dan besi (Fe) pada sumber mata air umbul brajan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 titik sampel air pada sumber mata air umbul brajan di Desa Gempol Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Titik 1 pada air yang keluar dari pipa dan titik 2 pada air yang tertampung dipermukaan tanah. Penetapan kadar logam berat tembaga (Cu) dan besi (Fe) pada sumber mata air umbul brajan dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
1. Hasil Uji Kuantitatif Logam Berat Tembaga (Cu) pada Sumber Mata Air Umbul Brajan
a. Hasil kurva baku dari uji kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
Kurva baku Cu untuk uji kuantitatif tembaga pada sumber mata air umbul brajan ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kurva Standar Tembaga (Cu)
b. Hasil uji kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Hasil analisis kuantitatif Cu pada sumber mata air umbul brajan secara Spektrofotometri Serapan Atom ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kadar Tembaga (Cu) pada Sumber Mata Air Umbul Brajan Sampel Replikasi
Volume Sampel (mL)
Absorbansi Kadar (mg/L)
Rata- rata ±
SD Air yang
keluar dari pipa
I 100 0,5100 0,2995
0,3766
± 0,1410
II 100 0,4956 0,2910
III 100 0,9177 0,5393
Air yang tertampung dipermukaan
tanah
I 100 0,4731 0,2778
0,2800
± 0,0019
II 100 0,4788 0,2811
III 100 0,4789 0,2812
y = 0,0017x + 0,0008 R² = 0,9979
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
0 5 10 15
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Tembaga (Cu)
Absorbansi Linear (Absorbansi)
2. Hasil Uji Kuantitatif Logam Berat Besi (Fe) pada Sumber Mata Air Umbul Brajan
a. Hasil kurva baku dari uji kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
Kurva baku Fe untuk uji kuantitatif besi pada sumber mata air umbul brajan ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Kurva Standar Besi (Fe)
b. Hasil uji kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Hasil analisis kuantitatif Fe pada sumber mata air umbul brajan secara Spektrofotometri Serapan Atom ditunjukkan pada Tabel 4.2.
y = 0,04x + 0,118 R² = 0,9971
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
0 5 10 15
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Besi (Fe)
Absorbansi Linear (Absorbansi)
Tabel 4.2 Kadar Besi (Fe) pada Sumber Mata Air Umbul Brajan Sampel Replikasi
Volume Sampel (mL)
Absorbansi Kadar (mg/L)
Rata- rata ±
SD Air yang
keluar dari pipa
I 100 1,21233 0,0273
0,1959
± 0,1464
II 10 1,19427 0,2690
III 10 1,28367 0,2914
Air yang tertampung dipermukaan
tanah
I 100 1,28060 0,0290
0,2013
± 0,1492
II 10 1,26157 0,2858
III 10 1,27470 0,2891
B. PEMBAHASAN
Mata air adalah lokasi pemusatan keluarnya air tanah yang muncul di permukaan tanah, karena terpotongnya lintasan aliran air tanah oleh fenomena alam. Sumber mata air sebagai salah satu air yang di konsumsi tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu haruslah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Kresic dan Stevanovic, 2012).
Penelitian ini untuk mengetahui kadar logam berat tembaga (Cu) dan besi (Fe) pada sumber mata air umbul brajan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 titik sampel air pada sumber mata air umbul brajan di Desa Gempol Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Titik 1 pada air yang keluar dari pipa dan titik 2 pada air yang tertampung dipermukaan tanah.
Penetapan kadar logam berat tembaga (Cu) dan Besi (Fe) pada sumber mata air umbul brajan dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Pada tahap preparasi sampel, bahan-
bahan organik yang ada dalam sampel harus di destruksi terlebih dahulu.
Fungsi dari destruksi adalah untuk memutus ikatan antara senyawa organik dengan logam yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan destruksi basah karena pada umumnya destruksi basah dapat dipakai untuk menentukan unsur-unsur dengan konsentrasi yang rendah, dengan adanya proses destruksi tersebut diharapkan yang tertinggal hanya logam-logamnya saja. Pada penelitian kali ini, zat pengoksidasi yang utama adalah HNO3, hal ini dikarenakan sifat Tembaga (Cu) dan Besi (Fe) yang dapat larut dalam HNO3. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Asam nitrat yang sedang pekatnya dengan mudah melarutkan tembaga :
3Cu + 8HNO3 → 3Cu2+ + 6NO3- + 2NO ↑ + 4H2O
Asam nitrat pekat, dingin, membuat besi menjadi pasif. Dalam keadaan ini, ia tak bereaksi dengan asam nitrat encer dan tak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga. Asam nitrat 1 + 1 asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi (III) :
Fe + HNO3 + 3H+ → Fe3+ + NO ↑ + 2H2O
Sampel yang telah didestruksi kemudian dilarutkan dengan HNO3
70% pekat dalam labu takar 250 mL, agar didapatkan kadar Cu dan Fe yang lebih pekat, karena kadar Cu dan Fe yang terdapat dalam sampel cenderung sedikit. Kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 42
yang berfungsi untuk mencegah pengotor yang tidak larut, agar tidak masuk dalam larutan uji. Kemudian larutan uji diukur serapannya dengan Spektrofotometer Serapan Atom (Iman, 2018).
Panjang gelombang yang digunakan yaitu 248,3 nm untuk analisis Fe, dan 324,7 untuk analisis Cu, karena pada panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang yang paling kuat menyerap garis untuk transisi elektronik dari tingkat dasar ke tingkat eksitasi. Grafik kurva baku menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi pula absorbansi (Iman, 2018). Dari data absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam persamaan kurva kalibrasi y = bx + a. Konsentrasi sampel yang diperoleh dalam satuan mg/L, dan hasil perhitungan didapatkan konsentrasi sampel dalam satuan mg/L. Kurva kalibrasi dibuat dari baku induk Cu 1000 ppm dan Fe 1000 ppm, kemudian diencerkan ke 100 ppm dan 10 ppm. Setelah itu dibuat menjadi 6 konsentrasi deret baku yaitu 1,0 ; 2,0 ; 4,0 ; 6,0 ; 8,0 dan 10,0 ppm.Pembuatan baku standar ini dibuat agar dalam pengukuran menggunakan instrumen tidak melampaui batas linieritas dari instrumen. Sehingga diperoleh kurva standar Tembaga (Cu) seperti pada Gambar 4.1 dan kurva standar Besi (Fe) seperti pada Gambar 4.2.
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata kadar Tembaga (Cu) yang diperoleh pada sumber mata air umbul brajan pada sampel air yang keluar dari pipa yaitu sebesar 0,3766 mg/L, sedangkan pada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah yaitu 0,2800 mg/L.
Dapat disimpulkan bahwa kadar Tembaga (Cu) yang diperoleh dari kedua sampel tersebut masih memenuhi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh PerMenKes No.492/Menkes/Per/IV/2010 untuk kualitas air minum yaitu 2 mg/L untuk kadar maksimal tembaga (Cu).
Hasil penelitian bahwa rata-rata kadar Cu pada sampel air yang keluar dari pipa lebih tinggi daripada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar Cu pada sampel air yang keluar dari pipa kemungkinan besar diakibatkan oleh adanya logam Cu yang tersimpan di dalam tanah karena tanah juga mengandung tembaga dalam jumlah besar. Tembaga paling banyak ditemukan sebagai endapan, di endapan air atau partikel tanah. Secara alamiah tembaga masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan atau atmosfer, dan air hujan. Dan kadar Cu pada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah lebih rendah dikarenakan air yang menyembur keluar dan jatuh ke permukaan tanah kemungkinan besar logam tembaga tersebut mengendap di tanah sehingga kadar Cu pada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah lebih rendah.
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata kadar Besi (Fe) yang diperoleh pada sumber mata air umbul brajan pada sampel air yang keluar dari pipa yaitu sebesar 0,1959 mg/L, sedangkan pada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah yaitu 0,2013 mg/L. Dapat disimpulkan bahwa kadar Besi (Fe) yang diperoleh dari kedua sampel tersebut masih memenuhi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh
PerMenKes No.492/Menkes/Per/IV/2010 untuk kualitas air minum yaitu 0,3 mg/L untuk kadar maksimal Besi (Fe).
Hasil penelitian bahwa rata-rata kadar Fe pada sampel air yang keluar dari pipa lebih rendah daripada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah. Umumnya kandungan besi pada air dalam tanah lebih besar dibandingkan dengan air yang tertampung di permukaan tanah, hal ini disebabkan karena lingkungannya yang tertutup, air dalam tanah mempunyai kandungan oksigen lebih kecil. Akan tetapi baik air dalam tanah maupun air yang tertampung di permukaan tanah dapat mempunyai kandungan unsur besi dalam bentuk feri (Fe3+) dalam jumlah yang besar jika airnya bersifat asam dengan pH lebih kecil dari 4. Air dalam tanah umumnya kandungan besi yang terdapat dalam bentuk fero (Fe2+) dari fero bikarbonat Fe(HCO3)2 dan ketika air dalam tanah diambil dari lapisan pembawa air (akuifer) secara cepat atau lambat ion fero bereaksi dengan oksigen bebas dari udara membentuk feri (Fe2+) dari feri hidroksida Fe(OH)3. Menurut Joko (2015), tingginya kadar Fe pada sampel air yang tertampung dipermukaan tanah disebabkan karena rendahnya pH air yang ≤ 7 yang dapat melarutkan logam termasuk besi, kenaikan temperatur air akan menyebabkan meningkatnya derajat korosif, adanya campuran gas-gas terlarut dalam air yaitu O2, CO2, H2S yang akan bersifat korosif, dan adanya bakteri yang secara biologis tingginya kadar besi dipengaruhi oleh bakteri besi yaitu bakteri yang dalam hidupnya membutuhkan makanan dengan mengoksidasi besi sehingga larut.
Hasil penelitian ini ditemukan kadar logam Cu dan Fe, meskipun masih dibawah ambang batas PerMenKes No.492/Menkes/Per/IV/2010.
Namun harus diwaspadai efek jangka panjang jika terus mengkonsumsi air pada sumber mata air umbul brajan tersebut. Jika air ini dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka panjang, kadar logam tembaga (Cu) dan besi (Fe) akan mengendap di dalam tubuh dan menyebabkan keracunan. Efek jangka panjang pada kadar logam tembaga (Cu) dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa tidak enak di lidah yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Tembaga akan diserap melalui usus dan dialirkan ke pembuluh darah menuju hati. Dalam sel hati sebagian tembaga akan dibuang ke sirkulasi empedu. Sebagian yang lain akan berikatan dengan protein ceruloplasmin dan dialirkan ke pembuluh darah sistemik. Dan jika keracunan kronis Cu dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit ini adalah terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak, dan demyelination serta terjadi
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea. Penumpukan tembaga di kornea mata dapat menyebabkan katarak (Irianti dkk, 2018).
Efek jangka panjang pada kadar logam besi (Fe) dalam jumlah besar dapat menimbulkan efek negatif pada tubuh yaitu gangguan pencernaan dan gangguan pada kulit. Air yang mengandung besi dikonsumsi dengan jumlah yang banyak dapat merusak dinding usus.
Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, kadar Fe yang lebih dari 2 mg/L akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata
dan kulit. Pada Hemokromotasis primer besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah yang berlebih. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lainnya yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes.
Hemookromatis sekuder terjadi karena tranfusi yang berulang-ulang
dalam keadaan ini besi masuk ke dalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yang ditranfusikan dan kelebihan besi ini tidak diekskresikan.
Cara untuk mengurangi kandungan logam berat tembaga dan besi pada air dalam tanah atau air yang tertampung dipermukaan tanah, bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu untuk logam Fe menggunakan metode filtrasi multi-media yaitu suatu bentuk perlakuan untuk memisahkan padatan yang terlarut di dalam air. Metode ini digunakan untuk menurunkan kadar logam besi dalam air. Pada proses ini filtrasi dengan media kerikil, arang tempurung kelapa, dan pasir. Dan untuk logam Cu dengan cara pengendapan. Atau dengan cara lain untuk mengurangi kadar tembaga dan besi bisa dengan mengolahnya terlebih dahulu air sebelum meminumnya agar kadar Cu dan Fe yang masuk ke dalam tubuh tidak menumpuk terlalu banyak.
Penelitian lain mengenai kadar Cu dan Fe pada air dalam tanah dan air dipermukaan tanah yang dilakukan oleh Sihotang (2018), yaitu hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa diperoleh hasil kadar besi (Fe) dan tembaga (Cu) dalam air tanah dan air dipermukaan tanah yaitu
untuk hasil kadar besi (Fe) pada sampel air tanah yaitu 0,008 mg/L; 1,984 mg/L; 0,631 mg/L sedangkan pada sampel air dipermukaan tanah yaitu 0,030 mg/L; 0,030 mg/L; 0,066 mg/L. Dan hasil kadar Cu pada sampel air tanah yaitu 0,008 mg/L; 0,008 mg/L; 0,008 mg/L sedangkan pada sampel air dipermukaan tanah yaitu 0,008 mg/L; 0,008 mg/L; 0,008 mg/L. Dari hasil penelitian ini kadar besi (Fe) dan tembaga (Cu) pada air tanah dan air dipermukaan tanah masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan oleh PerMenKes No.492/Menkes/Per/IV/2010.
Berdasarkan data tersebut kadar Cu dan Fe pada suber mata air umbul brajan yang diperoleh tidak melebihi kadar maksimum yang sudah ditetapkan. Bila kadar tembaga dan besi melewati batas maksimum maka akan dapat menimbulkan warna kuning kecoklatan dan bau amis serta dapat membentuk kerak pada pipa distribusi sehingga mengganggu estetika dari penggunaan air. Meskipun tembaga dan besi diperlukan oleh tubuh tetapi dalam dosis besar dapat mengakibatkan rasa mual dan dapat merusak dinding usus. Dengan demikian air pada sumber mata air umbul brajan ini aman untuk di konsumsi. Akan tetapi, selain kedua parameter tersebut masih ada lagi parameter lainnya yang harus di uji kadar nya untuk menentukan kelayakan air pada sumber mata air umbul brajan untuk di konsumsi secara keseluruhan, misalnya kadar COD, BOD, analisa mikroba dan kadar-kadar logam-logam lainnya yang mungkin terdapat di dalamnya.