• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Terhadap Thermal Transient Motor Induksi Pada Keadaan Block Rotor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Terhadap Thermal Transient Motor Induksi Pada Keadaan Block Rotor"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

STUDI TERHADAP THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI

PADA KEADAAN BLOCK ROTOR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh

ASYER RIMBUN WANA HUSODO NABABAN

070402107

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI TERHADAP THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI

PADA KEADAAN BLOCK ROTOR

Oleh:

ASYER RIMBUN WANA HUSODO NABABAN

070402107

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Ir. PANUSUR SM. L. TOBING

NIP : 194911231976031002

Diketahui Oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro F.T. USU

Ir. Surya Tarmizi Kasim,M.Si

NIP : 19540531986011002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATEA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang

berjudul :

STUDI TERHADAP THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI PADA KEADAAN BLOCK ROTOR.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan

untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya

Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua, kakak dan ketiga adik saya yang tidak pernah berhenti memberi

dukungan, semangat dan doanya kepada saya dengan segala pengorbanan

dan kasih sayang yang tidak ternilai besarnya.

2. Bapak Ir. Panusur S.M.LTobing, sebagai dosen pembimbing tugas akhir

saya yang telah memberikan bimbingan dan yang sangat besar bantuannya

dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, selaku Dosen Wali penulis dan Ketua

Departemen Teknik Elektro yang banyak memberikan bantuan atas

kebijakan kebijakan yang membantu penulis dalam penyelesaian Tugas

(4)

4. Bang Isroy Tanjung sebagai Staff Administrasi Laboratorium Konversi

Energi Listrik,Fachmi Syawali selaku Asisten Laboratoruium yang telah

menyediakan waktunya untuk pengambilan data di laboratorium, dan Kak

Mintanur (Kak Ani) yang banyak memberikan bantuan dalam kelancaran

proses menuju penyelesaian studi penulis.

5. Bapak Ir.Eddy Warman dan Bapak Ir.Satria Ginting sebagai dosen yang

telah banyak membimbing penulis serta seluruh Staff Pengajar dan

Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.

6. Teman-teman seperjuangan di Elektro yaitu Rocky, Ramcheys,

Francisco-cimet, Harapan, Rumonda, Jon, Tony, Niko, Maria dan yang lainnya yang

tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, atas kebersamaan dan

dukungan yang diberikan. Nama kalian akan selalu terpatri dalam hati

sanubari penulis.

Penulis meyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya.

Kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini sangat

penulis harapkan.

Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012

(5)

ABSTRAK

Motor induksi adalah motor yang umumnya digunakan dalam

perindustrian karena penggunaan dan perawatannya yang lebih sederhana,

pemasangannya yang tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari motor sinkron.

Dalam pengoperasian motor induksi timbul beberapa rugi rugi antara lain rugi

rugi dielektrik / joule, rugi rugi besi, rugi rugi beban sasar, dan rugi rugi mekanis.

Rugi rugi inilah yang menimbulkan panas pada motor induksi.

Dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba mengangkat fenomena thermal

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 1

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 Umum ... 5

2.2 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa ... 6

2.2.1 Gambaran Umum Motor Induksi Tiga Fasa ... 6

2.2.2 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa ... 10

2.3 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa ... 13

2.3.1 Rangkaian Ekivalen Stator ... 13

2.3.2 Rangkaian Ekivalen Rotor ... 15

2.4 Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi ... 19

(7)

2.4.2 Efisiensi ... 22

2.5 Klasifikasi Desain Motor Induksi ... 24

BAB III THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI PADA KEADAAN BLOCK ROTOR 3.1 Umum ... 26

3.2 Mekanisme Timbulnya Panas pada Motor Induksi ... 27

3.3 Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus ... 29

3.4 Kapasitas Panas dan Panas Spesifik ... 32

3.5 Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar ... 33

3.5.1 Jenis Pendinginan ...34

3.5.2 Transfer Panas Pada motor Induksi ...34

3.5.3 Temperatur Lingkungan Pengoperasian Motor Induksi....38

3.5.4 Isolasi pada motor induksi...38

3.5.5 Pengaruh Panas Terhadap isolasi motor...40

3.5.6 Kenaikan Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar...44

3.5.7 Panas Pada Motor Pada Saat Starting...46

3.5.8 Kenaikan Panas Pada Saat Block Rotor...46

3.5.9 Lamanya Waktu Block Rotor yang aman...49

3.6 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ... 50

3.6.1 Pengujian Tahanan Stator...50

3.6.2 Pengujian Block Rotor...52

(8)

BAB IV PERCOBAAN THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI PADA KEADAAN BLOCK ROTOR

4.1 Umum ... 56

4.2 Peralatan Yang Digunakan ... 57

4.3 Percobaan Menentukan Parameter Motor induksi Tiga phasa ... 59

4.3.1 Pengukuran Tahanan Stator (DC test ) ... 59

4.3.1.1 Rangkaian Percobaan ... 59

4.3.1.2 Prosedur Percobaan ... 59

4.3.1.3 Data Hasil Percobaan ... 60

4.3.1.4 Analisa Data ... 60

4.3.2 Percobaan Pengukuran Tahanan Rotor (DC test ) ... 61

4.3.2.1 Rangkaian Percobaan ... 61

4.3.2.2 Prosedur Percobaan ... 62

4.3.2.3 Data Hasil Percobaan ... 62

4.3.2.4 Analisa Data ... 63

4.3.3 Percobaan Hubung Singkat ( block rotor ) ... 63

4.3.3.1 Rangkaian Percobaan ... 63

4.3.3.2 Prosedur Percobaan ... 64

4.3.3.3 Data Hasil Percobaan ... 65

4.3.3.4 Analisa Data ... 65

4.3.4 Percobaan Beban Nol ... 67

4.3.4.1 Rangkaian Percobaan ... 67

4.3.4.2 Prosedur Percobaan ... 68

(9)

4.3.4.4 Analisa Data ... 68

4.4 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi ... 70

4.5 Percobaan Pengukuran Thermal Transient Motor Induksi ... 73

4.5.1 Rangkaian Percobaan ... 73

4.5.2 Prosedur Percobaan ... 73

4.5.3 Data Hasil Percobaan ... 74

4.5.4 Analisa Data ... 75

4.6 Analisa Thermal Transient Motor Induksi Dalam Waktu Tertentu ... 77

4.6.1 Perhitungan Thermal Transien Motor Induksi Pada Keadaan Normal ... 78

4.6.2 Perhitungan Thermal Transien Motor Induksi Pada Keadaan Block Rotor ... 79

4.6.3 Perhitungan Thermal Transien Motor Induksi Setelah 10 detik Block Rotor dilepas ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.5.1 Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC ... 40

Tabel 3.5.2 Batas temperatur maksimal yang diijinkan pada motor induksi berdasarkan standar IEC 60034-18-1 ... 43

Tabel 3.6.1 Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor ... 53

Tabel 4.3.1 Data Hasil Percobaan Tahanan DC pada stator ... 60

Tabel 4.3.2 Data Hasil Percobaan Tahanan DC pada rotor ... 62

Tabel 4.3.3 Data Hasil Percobaan Hubung Singkat ... 65

Tabel 4.3.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol ... 68

Tabel 4.4.1 Data Hasil Percobaan Pengukuran Thermal Transient motor Induksi ... 74

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 Potongan Motor Induksi ... 7

Gambar 2.1.2 Stator Motor Induksi. ... 8

Gambar 2.1.3 (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ... 9

Gambar 2.1.4 Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan ... 9

Gambar 2.1.5 (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai ... 10

Gambar 2.2.1 Kaidah Tangan Kanan (Right Hand Rule) ... 12

Gambar 2.3.1 Rangkaian Ekivalen Stator Motor Induksi ... 14

Gambar 2.3.2 Rangkaian Ekivalen Pada Rotor Motor Induksi ... 16

Gambar 2.3.3 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Phasa ... 17

Gambar 2.3.4 Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi ... 17

Gambar 2.3.5 Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi ... 18

Gambar 2.3.6 Rangkaian Ekivalen Lain Dari Motor Induksi ... 19

Gambar 2.4.1 Diagram Aliran Daya Motor Induksi ... 22

Gambar 2.5.1 Karakteristik Torsi-Kecepatan Motor Induksi Pada Berbagai Disain ... 25

Gambar 3.2.1 Loop Hysteresis ... 28

Gambar 3.3.1 . Arus yang mengalir pada sebuah tahanan...29

Gambar 3.3.2 Elektron – elektron bebas yang berpindah dari satu atom ke atom lainnya... 30

(12)

Gambar 3.5.2 Konduksi pada sebuah slot konduktor motor induksi ... 35

Gambar 3.5.3 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi. ... 39

Gambar 3.5.4 Kurva umur isolasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasikan diatas batas temperatur kelas isolasi ... 42

Gambar 3.6.1 Rangkaian Pengujian Tahanan Stator Arus Searah motor Induksi ... 50

Gambar 3.6.2 Rangkaian Rotor Ditahan Motor Induksi ... 52

Gambar 3.6.3 Rangkaian pengujian beban nol motor induksi ... 54

Gambar 4.3.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Stator ... 59

Gambar 4.3.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Rotor ... 61

Gambar 4.3.3 Rangkaian Percobaan Hubung Singkat ... 64

Gambar 4.3.4 Rangkaian Percobaan Beban Nol ... 67

Gambar 4.4.1 Rangkaian Percobaan Pengukuran Thermal Transient motor Induksi ... 73

(13)

ABSTRAK

Motor induksi adalah motor yang umumnya digunakan dalam

perindustrian karena penggunaan dan perawatannya yang lebih sederhana,

pemasangannya yang tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari motor sinkron.

Dalam pengoperasian motor induksi timbul beberapa rugi rugi antara lain rugi

rugi dielektrik / joule, rugi rugi besi, rugi rugi beban sasar, dan rugi rugi mekanis.

Rugi rugi inilah yang menimbulkan panas pada motor induksi.

Dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba mengangkat fenomena thermal

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Motor induksi tiga phasa adalah motor listrik yang paling banyak

digunakan dalam industri. Apabila dioperasikan dalam selang waktu tertentu

maka akan timbul panas pada motor induksi. Panas tersebut dapat menimbulkan

kerusakan kerusakan pada motor induksi.

Prediksi distribusi panas pada motor induksi sangat diperlukan terutama

untuk desain motor. Prediksi tersebut dibutuhkan untuk mengevaluasi mesin agar

disesuaikan pada kelas thermal mana untuk disesuaikan rancangannya, untuk

menetapkan interval pelumasan bantalan, dan untuk memeriksa apakah aliran

udara dari sistem pendingin sudah sesuai dengan kondisi operasi normal motor.

Panas Transien (Thermal Transient) menyatakan suhu atau kuantitas

thermal lainnya yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu.

I.2 TUJUAN PENULISAN

Mempelajari tentang panas transien (thermal transient) dari pengoperasian

motor induksi pada saat block rotor dari waktu ke waktu yang hasilnya dapat

dipergunakan untuk evaluasi desain motor, evaluasi pelumasan pada motor, dan

evaluasi proses pendinginan dari sistem pendingin pada motor induksi.

(15)

Agar tujuan penulisan ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus

pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas,maka penulis membatasi

permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Tidak membahas penurunan rumus.

2. Tidak membahas perubahan suhu setelah suhu motor berada di titik

jenuh.

3. Tugas akhir ini dilakukan dalam rangka studi bukan aplikasi

pemodelan secara langsung.

I.4 METODOLOGI PENULISAN

1. Studi Literatur

Dalam studi literatur akan dipelajari tentang motor induksi dan hal-

hal yang berkaitan.

2. Studi Bimbingan

Dalam hal ini penulis melakukan diskusi tentang topik tugas akhir

ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak

Departemen Teknik Elektro

3. Pengumpulan data data yang berhubungan dengan Tugas Akhir

Mengumpulkan data data motor induksi dan data pendukung

(16)

I.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Sistematika pembahasan Tugas Akhir ini disusun sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bagian ini berisi mengenai latar belakang masalah,

tujuan penulisan, pembatasan masalah dan

sistematika penulisan

BAB II : MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

Bagian ini menjelaskan tentang motor induksi tiga

phasa secara umum yaitu konstruksi motor, prinsip

kerja dan mekanisme perpindahan panas pada motor

induksi tiga phasa.

BAB III : THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI

PADA KEADAAN BLOCK ROTOR

Bagian ini menjelaskan tentang pengertian thermal

transien secara umum dan gejala transien yang

menyebabkan thermal pada keadaan rotor terkunci.

BAB IV : PERCOBAAN THERMAL TRANSIENT MOTOR

(17)

Bab ini berisikan percobaan untuk menjelaskan

tentang thermal transient motor induksi pada

keadaan block rotor.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bagian yang merupakan kesimpulan

dan saran yang berkaitan dengan pembahasan studi

terhadap thermal transien motor induksi pada

(18)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

2.1. Secara Umum

Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk

menjalankan alat-alat tertentu atau membantu manusia dalam menjalankan

pekejaannya sehari-hari, terutama dalam bidang perindustrian

Umumnya motor listrik yang digunakan dalam perindustrian terbagi atas

dua jenis, yaitu Motor DC ( Direct Current ) dan Motor AC ( Alternating Current

).Motor AC terdiri dari motor sin kron dan motor asinkron ( motor induksi ).

Karakteristik dari motor DC, yaitu :

• Torsi tinggi pada kecepatan rendah

• Kemampuan pada beban lebih lebih baik

• Lebih mahal dibandingkan dengan motor AC

• Pada daya yang sama ukuran fisik lebih besar daripada motor AC

• Memerlukan perawatan dan perbaikan lebih rutin

Karakteristik dari motor induksi, yaitu :

• Kecepatan konstan

• Lebih murah dibandingkan motor DC

• Arah putaran dapat dibalik dengan menukarkan dua dari tiga line daya

utama pada motor.

• Sederhana, kuat, dan konstruksinya kuat

Pada Tugas Akhir ini memilih menggunakan motor induksi AC karena

(19)

Motor induksi AC dapat bekerja pada sistcm tegangan suplai satu phasa

maupun sistem tegangan suplai tiga phasa. Daya motor induksi satu phasa kurang

dari 3 HP dan biasanya digunakan pada lokasi dimana tidak terdapat tegangan

suplai tiga phasa. Selain itu pada daya yang sama ukuran fisik dari motor satu

phasa lebih besar dibandingkan dengan motor tiga phasa. Sedangkan daya motor

induksi tiga phasa dapat lebih dari beberapa ribu HP, ukuran fisiknya lebih kecil

daripada yang satu phasa, dan umumnya yang digunakan adalah daya kurang dari

50 HP.

Tugas Akhir ini menggunakan motor induksi tiga phasa karena

mempergunakan tegangan suplai tiga phasa dari PLN.

Berdasarkan rotor dari motor induksi terdapt dua jenis motor, yaitu motor

sangkar bajing ( squirrel-cage motor ) dan motor rotor-lilitan ( woundrotor

induction motor ). Yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini adalah motor

sangkar bajing karena murah, mudah perawatannya, sederhana, kuat, dan

keandalannya tinggi.

2.2. Pinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

2.2.1. Gambaran Umum Motor Induksi Tiga Fasa

Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama

dengan motor listrik jenis lainnya. Pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu

stator, adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan rotor,

bagian dari motor yang bergerak. Rotor letaknya terpisahkan dari stator dengan

adanya celah udara ( gap ) yang besarnya dari 0,4 mm sampai 4 mm, tergantung

(20)

Penampang potongan motor induksi tiga phasa ditunjukkan pada Gambar

2.1.1

Gambar 2.1.1 Potongan motor induksi

2.2.1.1. Stator

Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan

terdiri dari beberapa bagian. Penampang dari stator motor induksi sangkar bajing

ditunjukkan pada Gambar 2.1.2

(21)

Inti stator lapis-lapis plat baja beralur yang didukung dalam rangka stator

yang terbuat dari besi tuang atau plat baja yang dipabrikasi. Lilitan lilitan

diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120". Lilitan phasa ini bisa tersambung

delta (A ) ataupun star ( Y ).

2.2.1.2. Rotor

Berdasarkan jenis rotor nya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yang juga akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu

rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel cage rotor).

Jenis rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang

merupakan bayangan dari belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor

belitan biasanya terhubung Y, dan masing-masing ujung dari tiga kawat belitan

fasa rotor tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat pada poros rotor

(gambar 2.1.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui

sikat (brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.1.4), dengan

menggunakan sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.

(a) (b)

Gambar 2.1.3. (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan

(22)

Gambar 2.1.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan

Dari gambar 2.1.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring

dan sikat hanyalah sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal

resistance). Keberadaan tahanan luar disini berfungsi pada saat pengasutan yang

berguna untuk membatasi arus mula yang besar. Tahanan luar ini kemudian secara

perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana kecepatan motor

bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai

kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa

tahanan luar sehingga rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar

tupai.

Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang

konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor

terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor

yang mengitarinya (perhatikan gambar 2.1.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi

disatukan untuk membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor)

dimasukan ke dalam slot dari inti rotor untuk membentuk serangkaian konduktor

yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri dari sederetan batang-batang

(23)

dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring)

atau disebut juga dengan end ring.

(a) (b)

Gambar 2.1.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai

2.2.2. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan

tiga fasa seimbang, maka akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa

stator dan akan menghasilkan fluksi bolak-balik . Amplitudo fluksi per fasa yang

dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan fluks resultan (medan

putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan kecepatan

sinkron :

ns = 120 f/p ………

(2.1)

dimana,

ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm)

f = frekuensi sumber daya (Hz)

p = jumlah kutub motor induksi

Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl

(24)

konduktor-konduktor belitan rotor yang diam (perhatikan gambar 2.2.1). Hal ini

terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar

dengan konduktor rotor yang diam, yang disebut juga dengan slip (s).

s =��−��

�� ………. (2.2)

Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada

konduktor-konduktor rotor.

Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin

ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada

konduktor-konduktor rotor. Karena konduktor-konduktor-konduktor-konduktor rotor yang mengalirkan arus

ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator, maka akan

terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor-konduktor rotor. Hal ini

sesuai dengan hukum gaya lorentz yaitu bila suatu konduktor yang dialiri arus

berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan

mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar :

F = B.i.l.sin θ ……… (2.3)

dimana,

F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton)

B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)

i = besar arus pada konduktor (A)

l = panjang konduktor (m)

θ = sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik

Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari

(25)

Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah

tangan kanan (right-hand rule) seperti pada gambar 2.2.1. Kaidah tangan kanan

menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari tengah

menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan

arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.

Gambar 2.2.1. Kaidah Tangan Kanan (Right Hand Rule)

Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan

menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar

daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran

medan putar stator.

Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila

kecepatan medan putar lebih besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr).

Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar

(ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah nol. Hal ini

menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada

arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat

(26)

2.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah

transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama

dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena

pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada

transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk

menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi

dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua

parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai

nilai-nilai perfasa.

2.3.1 Rangkaian Ekivalen Stator

Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan

sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang Ē1 di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator ��1berbeda dengan ggl lawanĒ1sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator �̅1(�1+��1), sehingga dapat

dinyatakan dengan persamaan :

��1 = Ē1+�̅1(�1+��1)………(2.4)

dimana,

��1 = tegangan terminal stator (Volt)

Ē1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt) �̅1 = arus stator (Ampere)

(27)

Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator �̅1 terdiri dari dua komponen. Komponen pertama �̅2 adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor. Komponen lainnya

yaitu �̅0, arus �̅0 ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi inti �̅0 yang sefasa dengan Ē1 dan komponen magnetisasi �̅ yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal 90° dari Ē1. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.3.1

berikut ini.

Gambar 2.3.1. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi

2.3.2. Rangkaian Ekivalen Rotor

Reaktansi yang didapat karena sebanding dengan frekuensi rotor

dan slip. Jadi X2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi

bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.

Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi

slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan,

tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik

(28)

adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator

dan rotor adalah:

E2s = sE1 ………...…….(2.5)

Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang

dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga

efektif

I2s= I2 ………...(2.6)

Dengan membagi persamaan (2.5) dengan persamaan (2.6) didapatkan:

=

Didapat hubungan antara persamaan (2.6) dengan persamaan (2.7), yaitu

=

Dengan membagi persamaan (2.8) dengan s, maka didapat

Dari persamaan (2.9) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.

Dari persamaan (2.5) dan (2.9) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada

rotor sebagai berikut :

s

(29)

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka

dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing

fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.

1

Gambar2.3.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Phasa

Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar

2.3.3 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga

fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

1

(30)

1

Gambar 2.3.5. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi Dimana:

X'2= a2X2

R'2= a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering

disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan

pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan

demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan

normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus

peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena

reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc

dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.

1

(31)

2.4. Aliran daya dan Efisiensi Motor Induksi 2.4.1. Aliran Daya

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang

diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin)

dirumuskan dengan

Pin = 3V1I1cosθ ( Watt ) ………..;………...( 2.11 )

dimana :

V1 = tegangan sumber (Volt)

I1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada

poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi

listrik antara lain :

1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :

2. rugi – rugi variabel, terdiri dari :

 rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I12. R1 ( Watt ) ……..……….….……….( 2.13 )

(32)

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt ) …..……….………..( 2.14 )

Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan :

Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt ) ……….…………( 2.15 )

Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian

ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh

karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan :

Pcu = 3. I22.

S

R2

( Watt ) ……….……….………..( 2.16 )

Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya

input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya

mekanik.

tembaga dengan daya pada celah udara :

Ptr = s. Pcu ( Watt ) ……….…………( 2.19 )

Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih

dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya

mekanik dapat juga ditulis dengan :

(33)

Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam

bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga

daya keluarannya :

Pout = Pmek – Pa&g – Pb ( Watt ) ………...………( 2.21 )

Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan

dalam bentuk slip yaitu :

Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s.

Gambar 2.4.1 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa :

Energi listrik konversi Energi mekanik

Gambar 2.4.1. Diagram Aliran Daya Motor Induksi

2.4.2. Efisiensi

Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik

yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan

daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

(34)

Pin = 3 . V1. I1. Cos………( 2.24

)

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung

pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk

menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu

dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

dimana :

Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt )

Ptr = rugi – rugi tembaga rotor ( Watt )

Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt )

Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban

nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi –

rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan

sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.

2.5. Klasifikasi Desain Motor Induksi

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam

empat kelas yakni disain A,B,C, dan D.

1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai

ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan

yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani

(35)

Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A,

akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked

rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam

aplikasi industri. Slip motor ini ≤ 5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang

paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan,

dan peralatan – peralatan mesin.

3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari

dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban

seperti konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi

dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpaoverload dalam jumlah

besar. Arus startnya rendah, slipnya ≤ 5 %.

4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan

beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 -13 % ),

sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan

perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya :

elevator, crane, dan ekstraktor. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat

dilihat pada gambar 2.5.1.

(36)

BAB III

THERMAL TRANSIENT MOTOR INDUKSI PADA KEADAAN BLOCK ROTOR

3.1. Umum

Thermal pada motor induksi atau lebih dikenal sebagai panas pada motor

induksi merupakan bagian penting yang perlu dibahas. Pada motor induksi panas

biasa nya diakibatkan oleh rugi rugi yang terjadi pada sistem dalam motor

induksi. Sumber panas yang paling utama adalah rugi rugi pada konduktor yaitu

berasal dari konduktor yang dialiri arus pada kumparan stator dan pada rotor.

Sedangkan panas yang timbul pada inti, casing stator, udara di permukaan motor

maupun bagian yang lainnya merupakan hasil dari transfer panas yang dihasilkan

rotor maupun belitan stator dengan cara konduksi, konveksi, maupun radiasi. Pada

motor induksi rotor sangkar bagian yang perlu diperhatikan dalam hubungannya

dengan panas adalah bagian stator, karena pada bagian stator terdapat belitan yang

memiliki batas ketahanan terhadap temperatur yang jauh lebih rendah

dibandingkan pada rotor.

Gejala Transien atau peralihan merupakan perubahan nilai tegangan atau

arus maupun keduanya baik sesaat maupun dalam jangka waktu tertentu dari

kondisi steady state. Penyebabnya dapat dari lingkungan atau faktor eksternal

seperti tingkat pembebanan, dan dapat juga dari perlakuan terhadap sistem itu

sendiri atau faktor internal seperti rugi rugi. Dalam hal ini, transien didefinisikan

sebagai perilaku rangkaian diantara keadaan tunak (steady state), yaitu keadaan

(37)

3.2. Mekanisme Timbulnya Panas pada Motor Induksi

Mekanisme utama untuk timbulnya panas dalam motor listrik induksi pada

umumnya terbagi dalam empat grup yang terkait secara langsung ke tempat

terjadinya panas tersebut, yaitu Rugi Rugi Joule (Joule Losses), Rugi rugi besi

(iron Losses), Rugi rugi beban sasar (Stray Load Losses), dan Rugi Rugi mekanik

(Mechanical Losses).Masing masing bentuk dari konversi energi dari listrik ke

energi panas dapat diperjelas lebih rinci dibawah ini:

a. Joule Losses ( Rugi Rugi Joule)

Mekanisme ini sesuai dengan konversi dari energi listrik ke energi

panas di media konduksi listrik. Jenis rugi rugi ini secara langsung

berkaitan dengan resistansi konduktor dan perubahan kuadrat arus

,yaitu : Pj = R x I². Konversi energi dari efek joule dalam motor

induksi sangkar tupai terjadi di stator (gulungan tembaga) dan di

batang aluminium sangkar tupai.

b. Iron Losses (Rugi Rugi Besi)

Kerugian ini terjadi karena konversi energi listrik menjadi panas

pada besi. Kerugian ini dapat dibedakan dalam Rugi rugi Hysteresis

dan Arus Eddy. Rugi rugi arus eddy merupakan rugi rugi joule yang

terjadi pada besi karena aliran arus listrik induksi. Rugi rugi histeresis

(38)

magnetik dengan medan magnet dan urutan besarnya sesuai dengan

area loop hysteresis dalam induksi listrik versus medan magnet.

Seperti pada gambar 2.3.1.

Gambar 3.2.1. Loop Hysteresis

c. Stray load losses ( Rugi Rugi Beban Sasar)

Rugi rugi beban sasar adalah kerugian kecil dalam operasi

motor listrik dan penjumlahannya sangat sulit. Rugi rugi tersebut

termasuk kerugian akibat efek kulit, frekuensi tinggi, antara lain yang

tidak diketahui atau tidak mudah diukur.

d. Mechanical losses (Rugi rugi Mekanis).

Rugi rugi ini terdiri dari konversi energi mekanik menjadi energi

panas akibat gesekan mekanik dan rugi rugi

viskositas. Termasuk kerugian pada bearings dan rugi rugi kipas

pendingin. Kerugian kipas pendingin adalah karena

energi mekanik yang diperlukan untuk meniup udara di

atas permukaan motor,

termasuk konversi energi kinetik kerja udara, aliran

(39)

3.3. Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus

Untuk dapat memahami kenaikan panas pada belitan stator maka terlebih

dahulu kita memahami hubungan antara arus yang mengalir pada suatu konduktor

dengan panas yang dihasilkan konduktor tersebut.

Arus adalah kecepatan muatan yang mengalir melalui suatu permukaan tertentu.

Arus listrik timbul karena adanya aliran elektron. Arus listrik diluar sumbernya

mengalir dari kutub positif ke kutub negatif dan di dalam sumbernya dari kutub

negatif ke kutub positif. Jadi aliran arus listrik adalah kebalikan dari arah aliran

elektron

Persamaan arus dirumuskan pada persamaan 3.3.1. :

�= ∆�

∆� ( Ampere) (3.3.1)

Dimana :

∆� = Muatan yang berubah (Coulomb)

∆� = Perubahan Waktu (sekon)

Jika aliran muatan berubah setiap waktu, maka arus juga akan berubah

setiap waktu, untuk waktu yang sesaat maka persamaan untuk arus menjadi:

�= ��

�� (3.3.2)

(40)

Pada Gambar 3.3.1 dapat dilihat bahwa terdapat beda potensial pada

rangkaian tersebut, sehingga menyebabkan timbulnya medan listrik dalam

konduktor maupun tahanan pada rangkaian tersebut, medan listrik tersebut akan

menyebabkan timbulnya gaya listrik. Akibat adanya gaya listrik, maka

elektron-elektron bebas pada konduktor tersebut akan berpindah dari satu atom ke atom

lainnya, dimana elektron bebas tersebut akan bergerak berlawanan arah jarum jam

yaitu dari terminal d menuju c. Jadi dapat dikatakan bahwa arus adalah perubahan

muatan positip dalam setiap waktu akibat elektron-elektron bebas yang berpindah

dari satu atom ke atom lainnya.

Gambar 3.3.2 menunjukkan elektron-elektron bebas yang bepindah dari

satu atom ke atom lainnya.

Gambar 3.3.2 Elektron-elektron bebas yang berpindah dari satu atom ke atom lainnya

Pada saat elektron-elektron bebas tersebut berpindah ke atom-atom lainnya

maka elektron-elektron tersebut akan mengalami kehilangan sebagian energi

potensial listrik (electrical potential energy). Hal ini terjadi karena pada saat

elektron-elektron bebas tersebut berpindah dari satu atom ke atom yang lainnya

(41)

atom-atom tersebut. Hal ini mengakibatkan akan dibangkitkan energi dalam pada

tahanan R seiring dengan meningkatnya gerakan vibrasi atom-atom pada tahanan

R akibat perpindahan elektron-elektron bebas tersebut, yang mana energi tersebut

akan mengakibatkan kenaikan temperatur pada tahanan.

Besar energi potensial listrik yang hilang pada tahanan R dapat diketahui

melalui persamaan 3.3.3:

∆� ∆� =

∆�

∆��=�.� (3.3.3)

Dimana:

I = Arus yang mengalir pada resistor

V = Beda potensial diantara c dan d

Kehilangan sebagian energi potensial listrik pada saat arus melalui tahanan

sama dengan energi yang dalam dibangkitkan pada resistor tersebut. Besarnya

daya yang menunjukkan energi dalam yang dibangkitkan pada resistor tersebut

dirumuskan dalam:

�= �.� (3.3.4)

Karena besarnya tegangan pada resistor sebanding dengan arus yang

mengalir dikali dengan tahanan maka energi dalam yang dibangkitkan pada

resistor menjadi:

�= ��.�= �

� =�.� (Watt) (3.3.5)

Karena energi dalam yang dibangkitkan pada resistor menyebabkan

(42)

dibangkitkan pada tahanan tersebut. Untuk selang waktu tertentu besarnya energi

panas yang dibangkitkan pada tahanan tersebut adalah:

�=�.�= ��.�.� Joule (Watt.s) (3.3.6)

Dimana:

H = Energi panas yang dibangkitkan (Joule)

I = arus yang mengalir di tahanan tersebut (Ampere)

t = selang waktu (sekon)

R = Besarnya resistansi dari tahanan tersebut (Ohm)

3.4. Kapasitas Panas dan Panas Spesifik

Kapasitas panas dapat diartikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk

menaikkan temperatur dari suatu benda dengan berat tertentu. Besar energi yang

dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda dengan massa tertentu

dirumuskan dengan:

�=�.∆� (Joule) (3.4.1)

Dimana:

Q = Energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule)

C = Kapasitas Panas (Joule/ºC)

ΔT = Perubahan suhu (ºC)

Besarnya kapasitas panas bergantung terhadap panas spesifik dan berat

benda tersebut. Jadi besarnya energi yang diperlukan untuk menaikkan temperatur

suatu benda dengan berat tertentu dapat diketahui dengan persamaan 3.4.2:

�=�.∆� = �.�.∆� (Joule) (3.4.2)

(43)

Q = Energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule)

m = Berat benda (kg)

ΔT = Perubahan suhu (ºC)

c = panas spesifik (Joule/kg.ºC)

Dari Persamaan 3.3.6 dan 3.4.2 dapat diketahui bahwa besarnya energi

panas pada suatu konduktor yang dialiri arus sebanding dengan energi panas (H)

yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda (Q), yang dapat

dirumuskan dengan persamaan 3.4.3 :

��..= ..�� (3.4.3)

3.5. Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar

Pada motor induksi rotor sangkar, panas yang biasanya ditinjau adalah

bagian stator. Hal ini disebabkan karena pada bagian stator memiliki batasan

terhadap temperatur yang lebih rendah dibandingkan rotor.

Kenaikan panas pada motor induksi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:

a. Jenis pendinginan.

b. Transfer panas.

c. Temperatur lingkungan tempat motor berada.

d. Dan beban yang dipikul motor yang mana beban tersebut berpengaruh terhadap

(44)

3.5.1. Jenis Pendinginan

Hampir secara keseluruhan jenis pendinginan motor induksi menggunakan

pendingin udara dengan metode pendinginan udara tidak langsung atau yang biasa

disebut indirect air cooling. Disebut pendinginan tidak langsung karena

konduktor pada belitan tidak berhubungan langsung dengan udara pendingin yang

dikarenakan kehadiran isolasi pada belitan.

3.5.2. Transfer Panas Pada motor Induksi

Panas yang dihasilkan oleh belitan stator tidak akan tinggal pada belitan,

akan tetapi panas yang dihasilkan akan di buang (didisipasikan) ke bagian-bagian

lain dari mesin tersebut, salah satu proses pembuangan panas tersebut adalah

melalui transfer panas. Transfer panas pada motor induksi bergantung kepada

besarnya panas yang dihasilkan belitan, konstruksi dari motor, dan metode

pendinginan motor.

Transfer panas pada motor induksi dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konduksi,

konveksi dan radiasi.

(45)

a. Konduksi

Pada konduksi, energi panas mengalir dari belitan stator ke isolasi slot

kemudian ke inti stator. Demikian juga pada rotor, panas mengalir dari konduktor

rotor ke inti rotor dan kemudian ke tangkai rotor. Gambar 3.5.2 menunjukkan

proses konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi.

Gambar 3.5.2 Konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi.

Besarnya energi panas yang ditransfer pada proses konduksi sesuai dengan

persamaan 3.5.1:

Q = q. l. A (Joule) (3.5.1) Dimana:

Q = panas yang dihasilkan per unit volume (W/m3)

A = luas area slot (m2)

(46)

Untuk tinjauan satu slot seperti pada Gambar 3.5.2 maka besarnya nilai q dapat

ditentukan dengan persamaan 3.5.2:

�= −�.��Ѳ (3.5.2)

sedangkan untuk secara keseluruhan slot maka besarnya nilai q ditentukan dengan

persamaan 3.5.3:

�=�(−�.�Ѳ) (3.5.3)

Dimana:

K = konduktivitas thermal (W/m.ºC)

�Ѳ = Ѳ1- Ѳ2 (ºC)

Ѳ1 = temperatur belitan di dalam slot (ºC)

Ѳ2 = temperatur inti stator (ºC)

�Ѳ = perbedaan temperatur antara belitan di dalam slot dengan inti stator.

b. Konveksi

Pada konveksi, energi panas mengalir antara permukaan rangka stator

dengan udara sekitar motor. Panas yang di transfer melalui konduksi dapat

dirumuskan pada persamaan 3.5.4:

�����= �.�.�Ѳ (Watt) (3.5.4)

Dimana:

Qconv = besarnya Energi panas yang di transfer (Watt)

�Ѳ = perbedaan Temperatur antara permukaan rangka stator denganudara

(47)

A = luas permukaan yang berhubungan dengan udara (m2)

H = koefisien konveksi panas (W/m2. ºC)

c. Radiasi

Pada radiasi, transfer energi panas terjadi antara bagian motor yang

menghasilkan panas dengan benda disekeliling motor yang menyerap panas.

Energi panas yang diradiasikan dari stator ke benda disekeliling motor yang

menyerap panas dirumuskan dengan persamaan 3.5.5:

����= �.�.�.����−���� (Watt) (3.5.5)

Dimana:

� = Konstanta Boltzman = 5,67. 10−8�/(�2.�4) � = emissivitas

A = luas daerah radiasi

3.5.3. Temperatur Lingkungan Pengoperasian Motor Induksi

Temperatur lingkungan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan,

karena itu mempengaruhi disisipasi panas (pembuangan panas) yang juga

mempengaruhi temperatur motor.

Sesuai dengan standar IEC 60034-1, hampir secara keseluruhan motor di

rancang bekerja dengan temperatur lingkungan yang tidak melebihi 40ºC.

Temperatur lingkungan yang tinggi akan menyebabkan panas pada motor induksi

lebih besar dibandingkan dengan pada saat motor induksi bekerja pada temperatur

(48)

Persamaan 3.5.4 menunjukkan bahwa apabila temperatur lingkungan

motor semakin tinggi maka besar Δθ akan semakin kecil, sehingga panas yang

didisipasikan (dibuang) melalui konveksi akan semakin kecil, sehingga panas

yang tinggal di dalam belitan stator akan semakin besar.

3.5.4. Isolasi pada motor induksi

Fungsi utama dari isolasi adalah memisahkan komponen yang memiliki

potensial listrik yang berbeda. Untuk lebih jauhnya, isolasi berguna untuk

meningkatkan kemampuan dari struktur belitan, mempengaruhi panas antara

belitan dengan lingkungan sekitar, dan juga melindungi belitan dari tekanan luar

seperti debu, kelembapan dan reaksi kimia.

Secara umum isolasi pada motor induksi dibagi dua kategori utama yaitu

isolasi groundwall dan isolasi konduktor. Fungsi isolasi groundwall adalah

memisahkan komponen-komponen motor sehingga tidak terjadi hubungan

galvanis antara satu sama lainnya.

Sebagai contoh isolasi groundwall digunakan untuk memisahkan belitan

stator dengan inti stator. Sedangkan isolasi konduktor digunakan untuk

memisahkan masing-masing konduktor pada belitan.

Gambar 3.5.3 menunjukkan konduktor dari belitan stator pada sebuah slot yang

(49)

Gambar 3.5.3 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi

Isolasi konduktor merupakan bagian yang paling mendapat perhatian dari

keseluruhan isolasi pada motor induksi. Hal ini dikarenakan isolasi ini merupakan

bagian yang bersentuhan langsung dengan sumber panas yaitu konduktor stator

dan merupakan bagian isolasi yang paling tipis.

Isolasi konduktor biasanya berupa lapisan yang terbuat dari bahan

thermoset atau thermoplastik seperti imide, polyester with

polyamide-imide ataupun polyamide-imide polymer.

Isolasi belitan stator dapat dibagi berdasarkan kemampuan untuk bertahan

dalam temperatur tinggi tanpa menimbulkan kerusakan. Tabel 3.5.1 menunjukkan

kelas isolasi motor berdasarkan standard IEC.

Tabel 3.5.1. Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC

Kelas Isolasi Batas Temperatur

A 105 ºC

B 130 ºC

F 155 ºC

(50)

Batas temperatur pada tabel merupakan temperatur maksimal dari isolasi belitan

stator dengan umur kerja 20.000 jam. Artinya isolasi belitan akan dapat bertahan

selama 20.000 jam apabila temperatur belitan sama dengan temperatur yang ada

pada tabel. Selang waktu tersebut merupakan durasi yang singkat, hal ini

dikarenakan motor dirancang untuk bekerja dengan waktu yang lebih lama

sehingga dalam pengoperasiannya, motor dijaga untuk bekerja dibawah

temperatur tersebut.

3.5.5. Pengaruh Panas Terhadap isolasi motor

Energi panas menimbulkan kenaikan temperatur, sehingga apabila energi

panas yang dihasilkan dari belitan stator besar maka akan menimbulkan kenaikan

temperatur yang tinggi

Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada belitan stator adalah karena

temperatur belitan yang tinggi. Motor yang dioperasikan dengan temperatur tinggi

akan menimbulkan tekanan termal yang tinggi yang dapat mengakibatkan

berkurangnya umur dari isolasi belitan stator.

Pengurangan umur isolasi akibat panas (Thermal Aging) bergantung

kepada material isolasi dan lingkungan tempat pengoperasian.

Pada motor induksi yang berpendingin udara dengan isolasi terbuat dari

bahan thermoset atau thermoplastik, pengurangan umur isolasai akibat panas pada

dasarnya disebabkan oleh reaksi oksidasi kimia. Hal ini dikarenakan, pada

temperatur yang cukup tinggi, ikatan kimia bahan isolasi dengan komponen

(51)

rusak disebabkan adanya getaran (vibrasi) yang disebakan panas, peristiwa ini

disebut juga dengan pemotongan ikatan kimia.

Ketika pemotongan ikatan kimia terjadi, maka oksigen akan mengisi

ikatan kimia yang rusak, sehingga menyebabkan rantai polimer penyusun isolasi

akan lebih pendek dan lebih lemah. Secara makro maka isolasi akan lebih rapuh

dan daya mekanis yang lebih kecil. Untuk selang waktu yang lama atau untuk

temperatur yang sangat tinggi maka dapat menyebabkan isolasi menjadi meleleh

ataupun terbakar.

Umur isolasi motor induksi akibat temperatur tinggi dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan Arrhenius seperti ditunjukka pada persamaan

3.5.6:

�=�.����.� (3.5.6)

Dimana:

L = Umur isolasi (jam)

A = konstanta

Ea = energy aktivasi

T = Temperatur absolut (ºC)

R = Konstanta gas universal (8,314 x 10-3kJ mol-1K-1)

Persamaan 3.5.6 hanya berlaku apabila isolasi motor dioperasikan pada

temperatur tertentu yang cukup tinggi yaitu diatas batas temperatur kelas isolasi,

apabila dioperasikan dibawah temperatur tersebut maka pengurangan umur isolasi

(Thermal Aging) tidak akan terjadi karena getaran (vibrasi) akibat panas pada

(52)

Gambar 3.5.4 menunjukkan kurva umur isolasi motor induksi untuk

masing-masing kelas apabila dioperasikan diatas batas temperatur kelas isolasi.

Gambar 3.5.4 Kurva umur isolasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasikan

diatas batas temperatur kelas isolasi.

Batas temperatur dari masing-masing kelas isolasi pada Tabel 3.5.1

merupakan batas temperatur yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan

umur (thermal aging) pada isolasi motor. Sehingga apabila temperatur belitan

melebihi batas temperatur pada tabel maka akan menyebabkan terjadinya

pengurangan umur dari isolasi belitan stator.

Berdasarkan standar IEC 60034-18-1 batas temperatur maksimal yang

diijinkan pada motor induksi yang tidak menyebabkan pengurangan umur secara

cepat sehingga isolasi stator tidak mengalami kerusakan dapat dilihat pada Tabel

(53)

Tabel 3.5.2 Batas temperatur maksimal yang diijinkan pada motor induksi

berdasarkan standar

IEC 60034-18-1

Kelas Isolasi Batas Temperatur Maksimal

A 170ºC - 180 ºC

B 195 ºC - 205 ºC

F 220 ºC - 230 ºC

H 245 ºC - 255 ºC

3.5.6. Kenaikan Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar

Pada saat motor induksi beroperasi dengan besar arus nominal sampai

dengan dua kali arus nominal, maka panas yang dihasilkan pada motor induksi

dipengaruhi banyak hal yaitu transfer panas, jenis pendinginan, dan temperatur

lingkungan. Hal ini dikarenakan arus yang mengalir pada belitan stator tidak

menghasilkan panas yang besar, selain itu sebagian panas yang dibuang

(didisipasikan) melalui transfer panas masih sebanding dengan panas yang

dihasilkan sehingga belitan tidak akan mencapai temperatur yang tinggi.

Akan tetapi apabila motor induksi beroperasi diatas dua kali arus nominal,

maka panas yang dihasilkan dapat naik secara cepat, hal ini disebabkan panas

yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada saat dialiri arus nominal selain itu

panas yang didisipasikan tidak sebanding dengan panas yang dihasilkan sehingga

apabila berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan temperatur belitan

menjadi tinggi.

Besarnya energi panas total pada stator motor induksi merupakan

(54)

panas yang dibuang melalui transfer panas. Sehingga panas pada belitan stator

dirumuskan dengan persamaan 3.5.7.

������� = (�.��.�.�)− ��������� (3.5.7)

Dimana:

Qtotal = Panas belitan stator (Watt)

I = Arus yang mengalir pada belitan stator (Ampere)

R = Tahanan belitan stator per phasa (Ohm)

t = selang waktu (sekon)

Qtransfer = Total Panas yang ditransfer (Watt)

Karena belitan stator merupakan konduktor yang memiliki berat, maka

besarnya panas pada belitan stator yang dihubungkan dengan berat belitan stator

dapat dirumuskan dengan persamaan 3.5.8 yaitu:

������� =�.�.∆� (3.5.8)

Dimana:

Qtotal = Panas belitan stator (Watt)

W = berat total belitan stator (kg)

δ = Panas spesifik (spesific heat) material belitan stator ataupun rotor

(Watt.s/Kg. ºC)

ΔT = Perubahan temperatur (kenaikan temperatur) (ºC)

Dari persamaan 3.5.8 dapat dihitung kenaikan temperatur pada belitan stator

apabila dialiri arus untuk selang waktu tertentu, yang dirumuskan dengan

(55)

∆�= �������

.� (ºC) (3.5.9)

Apabila energi panas yang dihasilkan besar, maka akan menghasilkan

kenaikan temperatur yang besar. Temperatur belitan yang melebihi batasan

temperatur kelas isolasi motor, akan menyebabkan berkurangnya umur dari isolasi

belitan tersebut. Selain itu temperatur belitan yang tinggi dapat menyebabkan

kerusakan permanen pada isolasi belitan stator.

3.5.7. Panas Pada Motor Pada Saat Starting

Terlepas dari metode starting yang digunakan atau beban yang dipikul

motor, apabila motor di start maka akan menimbulkan panas baik di rotor maupun

stator. Semakin lama waktu start maka akan semakin besar panas yang

ditimbulkan.

Panas pada stator pada saat starting dapat dirumuskan sebagai berikut:

�= ����.�.� (Watt.s) (3.5.10)

Atau :

�= �.� .� (Watt.s) (3.5.11)

Dengan mengasumsikan persamaan 3.5.10 ke 3.5.11 diperoleh:

����.�.�� = �.� .�

Besarnya kenaikan suhu pada saat starting adalah:

�= ����.�.��

.� ((ºC) (3.5.12)

Dimana:

W = Berat belitan stator ataupun rotor (Kg)

Δ = Panas spesifik (spesific heat) material belitan stator ataupun rotor

(56)

� = Kenaikan Temperatur (ºC)

R = Tahanan belitan stator per phasa (Ohm)

�� = Lamanya waktu starting (sekon)

3.5.8. Kenaikan Panas Pada Saat Block Rotor

Pada saat motor induksi berada dalam keadaan block rotor maka arus yang

disuply ke motor induksi dapat mencapai lima kali arus nominal. Dalam keadaan

block rotor maka keseluruhan daya yang disuply ke motor akan diubah menjadi

panas, hal ini akan menyebabkan kenaikan temperatur yang sangat cepat

dibandingkan pada saat motor bekerja pada beban penuh. Sehingga komponen-

komponen motor seperti isolasi, konduktor belitan stator, inti, konduktor rotor

akan mengalami kenaikan temperatur yang sangat cepat. Karena kenaikan

temperatur berlangsung cepat, sehingga dalam waktu tertentu dapat menyebabkan

kerusakan seperti:

a. Memperpendek umur isolasi.

b. Merusak isolasi belitan.

c. Merusak sambungan antar konduktor pada belitan.

d. Menyebabkan kumparan stator terbakar.

Besarnya daya masukan pada motor pada saat block rotor bergantung

kepada tegangan supply, dan rancangan parameter dari motor tersebut.

Panas pada stator pada saat terjadi block rotor dapat dirumuskan dengan

persamaan 3.5.13:

(57)

Dimana:

Hbr = Panas yang ditimbulkan pada saat block rotor (Watt)

��� = Arus block rotor (Ampere)

�1 = Tahanan belitan stator per phasa dan Tahanan Rotor (Ohm)

Untuk selang waktu tertentu maka hubungan panas pada saat block rotor dengan

energi yang dibutuhkan untuk menaikkan panas dapat dilihat pada persamaan

3.5.14:

���.���= �.� (3.5.14)

dimana :

��� = Lamanya block rotor (sekon)

C = Kapasitas panas dari belitan stator (Watt.s/m.ºC)

= W.δ

δ = Panas spesifik dari belitan (Watt.s/kg.m ºC)

W = Berat belitan stator (kg)

θ = Kenaikan Temperatur (ºC)

Dari Persamaan 3.5.13 dan 3.5.14 dapat diketahui lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk menyebabkan kenaikan temperatur dengan nilai tertentu, yaitu

pada Persamaan 3.5.15

���= (Ѳ��.�)�..�� (sekon) (3.5.15)

(58)

Dalam penentuan lamanya waktu block rotor yang aman yang perlu

diperhatikan adalah kelas isolasi motor, tegangan supply, temperatur belitan

sebelum terjadi block rotor, dan parameter motor.

Besarnya tegangan supply dan parameter motor menentukan besarnya arus yang

mengalir pada saat block rotor. Sedangkan kelas isolasi dan temperatur belitan

sebelum terjadi block rotor menentukan kenaikan temperatur yang diijinkan.

Untuk menentukan panas spesifik dari belitan, bergantung kepada material

dari konduktor belitan, hampir secara keseluruhan motor menggunakan belitan

terbuat dari tembaga sehingga nilai panas spesifik (δ) adalah: 380 Watt.s/kg.m ºC.

Karena lamanya block rotor yang aman berlangsung dalam waktu yang

singkat maka menyebabkan panas yang didisipasikan terlalu kecil. Hal tersebut

mengakibatkan panas yang dihasilkan akibat block rotor hampir secara

keseluruhan digunakan untuk menaikkan temperatur pada belitan itu sendiri.

Sehingga panas yang didisipasikan motor induksi pada saat block rotor adalah

sebesar 15% dari panas yang dihasilkan belitan stator, hal ini berdasarkan

ketentuan IEC 60079-7 yang menyatakan bahwa panas yang digunakan untuk

menaikkan temperatur belitan stator pada saat motor induksi dalam keadaan block

rotor adalah 85% dari panas yang dihasilkan arus yang mengalir pada belitan

stator. Sehingga lamanya waktu block rotor yang aman dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan 3.5.16 yaitu:

���= (Ѳ��.�)�...

�,�� (sekon) (3.5.16)

dimana:

θ = Kenaikan Temperatur Yang diijinkan (ºC)

(59)

δ = Panas spesifik dari belitan (Watt.s/kg.m ºC)

R1 = Tahanan belitan stator per phasa (Ohm)

Ibr = Arus pada saat block rotor

tbr = Lamanya Waktu block rotor yang aman

3.6. Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan,

dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.

3.6.1. Pengujian Tahanan Stator

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator ( primer ) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga

suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada

kondisi operasi normal ( resistansi kumparan merupakan fungsi suhu ).

Gambar 3.6.1. Rangkaian Pengujian Tahanan Stator Arus Searah Motor Induksi

Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 3.6.1a) maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi

sebesar 2R1, sehingga :

AS AS

I V

(60)

atau

Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 3.6.1b), maka arus akan

mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen

terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total :

1

Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada

kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak –

balik yang dapat menimbulkan efek kulit ( skin effect ) yang mempengaruhi

besarnya nilai R1.

3.6.2. Pengujian Block Rotor

Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta

(61)

P1

Gambar 3.6.2. Rangkaian Rotor Ditahan Motor Induksi di mana :

fr = frekuensi rotor; fj = frekuensi jaringan listrik; fuji = frekunsi uji

Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu

nilai–nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah

frekuensi dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor

harus dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan

dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat

panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan

frekuensinya dapat disetel atau diatur ( adjustable ).

IRT ( jala – jala ) =

Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar :

(62)

XRT' = X1' + X2' (3.6.7)

di mana :

R1 dan R2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor.

X'1 dan X'2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi

uji.

Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi

operasi normal adalah :

XRT =

Tabel 3.6.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor. Disain Motor X1 X2

Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun

lamanya dan dijadikan standar NEMA (National Electrical Manufacturers

Association ).

(63)

Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan beban nol, beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan

gesekan. Adapun rangkaian pengujian beban nol adalah sebagai berikut :

P1

Gambar 3.6.3. Rangkaian pengujian beban nol motor induksi

Dari data instrumen ukur dapat ditentukan parameter – parameter ( per fasa ) :

Zbn =

Reaktansi magnetisasi ( Xm ) dapat dicari jika reaktansi primer X1 diketahui.

Ibn ( jala – jala ) =

Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ( ≤ 0,001 ), sehingga :

R2

maka I2 pada percobaan ini diabaikan.

R2

Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi

(64)

Pts = I12 . R1 .………..………...( 3.6.11

)

di mana I1 di sini sama dengan Ibn ( fasa ) dan R1 dicari lewat pengujian tahanan

stator arus searah.

Dan persamaan daya :

Pin( bn ) = Pts + .………....………...(

3.6.12)

Prot = Pi + Pa & g + rugi lain – lain……...…………...

………..(3.6.13)

di mana :

Prot = daya yang hilang akibat adanya putaran ( Watt ).

Pi = rugi inti ( Watt ).

Pa & g = rugi angin dan gesekan ( Watt )

BAB IV

Gambar

Gambar 2.1.1 Potongan motor induksi
Gambar 2.1.3.  (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan
Gambar 2.1.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan
Gambar 2.1.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merubah besarnya torsi awal yang dihasilkan motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan agar dapat menggerakkan beban dan arus awal yang dihasilkan kecil, maka dapat

Arus ini akan menimbulkan ggm ( gaya gerak magnet) pada belitan stator. Gaya gerak magnet tersebut menghasilkan fluks yang berputar sehingga tercipta medan putar pada belitan

Waktu berhenti motor induksi belitan stator hubung bintang konfigurasi A, B dan E dengan pengereman dinamik berkurang jika arus injeksi dc, tegangan belitan stator

Pada saat motor induksi tiga fasa rotor sangkar diberikan beban nol, arus yang ditarik besar karena belitan stator harus menyuplai arus magnetisasi, berarti

Pada saat belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar

Arus bocor total yang terkumpul pada frame motor merupakan jumlahan dari beberapa komponen yaitu arus bocor dari belitan stator, dari arus bearing dan arus bocor dari rotor.

Prinsip kerja motor induksi 3 phasa berdasarkan induksi elektromagnetis, yakni bila belitan stator diberi sumber tegangan 3 phasa maka arus akan mengalir pada

Pada stator terdapat susunan kawat yang dimasukkan kedalam alur untuk menerima belitan stator dari motor akan membawa belitan menurut jenis motornya misalkan