• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar)."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memper oleh Gelar Sar jana pada FISIP UPN “Veter an” J awa Timur

Oleh:

INDRIANA SAPRITA NPM. 08 43010 182

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK J URUSAN ILMU KOMUNIKASI

(2)

Disusun Oleh: INDRIANA SAPRITA

NPM. 08 43010 182

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 14 Juni 2012

Menyetujui,

Mengetahui, DEKAN

Dr a . Ec. Hj. Supar wati, M.Si NIP. 195507181983022001 PEMBIMBING UTAMA

Dr s. Syaifuddin Zuhr i, M.Si NPT. 370069400351

Tim Penguji: 1. Ketua

J uwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1 2. Sekretaris

Dr s. Syaifuddin Zuhr i, M.Si NPT. 370069400351

3. Anggota

Dr s. Kusnar to, M.Si

(3)

ABSTRAK

INDRIANA SAPRITA. PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar)

Perhatian penelitian ini adalah bagaimana persepsi remaja Surabaya terhadap tayangan Korean Wave sebagai budaya populer di Indosiar berdasarkan banyaknya tayangan bernuasa Korea di televisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman remaja mengenai tayangan Korean Wave, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi remaja agar mau melestarikan budaya Indonesia.

Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori S-O-R. Dari analisis data diketahui bahwa persepsi remaja terhadap tayangan Korean Wave adalah positif dilihat dari penerimaan Korean Wave oleh remaja. Hasil penelitian menyatakan bahwa drama Korea menjadi tayangan Korean Wave yang paling sering dilihat dan disukai oleh remaja karena memiliki kualitas bagus dan ciri khas menarik dan.

ABSTRACT

INDRIANA SAPRITA. SURABAYA’S TEENAGERS PERCEPTIONS TO KOREAN WAVE IMPRESSION IN INDOSIAR (Qualitative Descriptive Study about Surabaya’s Teenagers Perceptions to Korean Wave Impressions as an Popular Culture in Indosiar).

This research interest is how Surabaya’s teenagers perceptions to Korean Wave impression as an popular culture in Indosiar based on lots of Korean Wave impression nuance in television. Purpose of this research is to gain an understanding of teenagers about Korean Wave impression, which can be used to influence teenagers to have a will to perserve Indonesian culture.

(4)

rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer Di Indosiar).

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Rektor UPN ”Veteran” Jawa Timur. 2. Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur. 3. Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN

“Veteran” Jawa Timur.

4. Drs. Syaifuddin Zuhri, M. Si, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga Tercinta, Papa, Mama, Uni atas doa dan dukungannya baik moral maupun materiil.

(5)

Zero, Desi, Lutfi dan juga Ak. Family atas semangat, inspirasi dan motivasinya. Tidak lupa terima kasih juga Laboratorium Ak. UPN Radio. 9. Geng Ceria atas dorongan semangatnya: Eztyo, Nanang, Irul, Donnie yang

tidak pernah lelah bertanya “Kapan skripsi? Kapan sidang? Kapan lulus?” 10. Super Junior Yesung untuk semangat dan isnpirasinya. Gamsahabnida Oppa.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 15

1.4. Manfaat Akademia ... 15

(7)

2.3.Persepsi ... 24

2.3.1.Pengertian Persepsi ... 24

2.3.2.Jenis Persepsi ... 26

2.3.3.Karakteristik Persepsi ... 27

2.3.4.Proses Persepsi ... 28

2.3.5.Persepsi dan Budaya ... 29

2.4. Budaya Populer ... 31

2.4.1.Pengertian Budaya Populer ... 31

2.4.2.Ciri-ciri Budaya Populer ... 37

2.5. Korean Wave ... 40

2.5.1.Pengertian Korean Wave ... 40

2.5.2.Awal Mula Korean Wave ... 42

2.5.3.Produk-produk Korean Wave ... 44

2.6. Remaja ... 47

2.6.1.Pengertian Remaja ... 47

2.6.2.Remaja dan Tokoh Idolanya ... 49

2.7. Pengaruh ... 52

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian ... 56

3.2.Definisi Operasional ... 57

3.2.1. Remaja ... 58

3.2.2. Persepsi ... 59

3.2.3. Korean Wave, Produk-produk Korean Wave, Tayangan Korean Wave ... 60

3.3.Subyek atau Informan Penelitian ... 62

3.4.Lokasi Penelitian ... 63

3.5.Instrument Penelitian ... 64

3.6.Teknik Pengumpulan Data ... 64

3.7.Teknik Analisis Data ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gamaran Umum Objek Penelitian ... 69

4.1.1. Gambaran Umum Surabaya ... 69

4.1.2. Gambaran Umum Remaja ... 70

(9)

4.4.1.Deskripsi Persepsi Remaja Surabaya Terhadap

Korean Wave Secara Um ... 77

4.4.2.Deskripsi Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Produk-produk Korean Wave Secara Umum .... 88

4.4.3.Deskripsi Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Secara Umum ... 101

4.5.Pembahasan ... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 116

5.2.Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(10)

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejak beberapa tahun terakhir, tidakkah masyarakat diherankan dengan

apa yang disajikan berbagai media massa saat ini? Ya, hampir disetiap media

massa di Indonesia baik elektronik maupun cetak menyuguhkan berbagai hal

bernuansa Korea. Hal ini erat kaitannya dengan fenomena Korean Wave yang

sedang terjadi berbagai belahan dunia saat ini.

Gelombang Korea/ Demam Korea/ Korean Wave atau yang lebih dikenal

dengan sebutan Hallyu merupakan istilah buatan yang memiliki makna

pengaruh budaya modern Korea di negara-negara lain di dunia termasuk salah

satunya Indonesia. Istilah-istilah tersebut bukanlah hal yang asing lagi didengar

saat ini. Karena berbagai media massa dan masyarakat di dunia tengah

memperhatikan dan membicarakan fenomena ini yang tanpa sadar ikut

mengkonsumsinya.

Merebaknya Korean Wave di negara-negara di dunia telah menunjukkan

adanya aliran budaya populer dari Korea ke negara-negara tetangganya.

Terlepas dari dampak panjang yang akan terus berlanjut, Korean Wave memang

(11)

dunia pada saat pertukaran informasi terjadi hampir tanpa halangan apa pun,

Korea telah menjejakkan pengaruhnya di seluruh dunia.

Penyebaran budaya populer ini tidak lepas dari peran media massa

terutama media televisi. Televisi merupakan bagian dari salah satu media

komunikasi massa. Televisi yang muncul di masyarakat di awal dekade

1960-an, semakin lama semakin mendominasi komunikasi massa. Sebagai media

massa. televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian pesan

dibandingkan dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi

disampaikan melalui gambar dan suara secara bersamaan (sinkron) dan hidup,

sangat cepat (aktual) terlebih lagi dalam siaran langsung (live broadcast) dan

dapat menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1986: 3).

Televisi biasa juga dikatakan sebagai “kotak ajaib” dunia. Dikarenakan

penyuguhan informasinya sangat menarik dengan menampilkan gambar, suara,

warna dan kecepatan yang menjadi favorit sejak awal penemuannya. Televisi

karena sifatnya yang audiovisual merupakan media yang dianggap paling

efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif.

Di Indonesia saja hampir di setiap stasiun televisi menyuguhkan berbagai

program acara hiburan bernuansa Korea seperti program acara musik, drama

dan film. Drama Korea menjadi produk Korean Wave paling digemari

masyarakat karena penayangannya yang paling sering dari produk-produk

(12)

nasional di Indonesia yang sering menayangkan drama Korea. Salah satunya

adalah Indosiar, sekitar mulai pukul 12.00 hingga 18.00 drama Korea

ditayangkan setiap harinya dari hari Senin hingga Jum’at. Sedangkan, program

acara musik asli Korea Music Bank hanya disuguhkan setiap hari sabtu dan

minggu selama satu setengah jam. Hal ini kemudian diikuti oleh stasiun televisi

lainnya dengan ikut menampilkan drama dan program acara musik di stasiun

televisinya. Untuk drama Korea, stasiun televisi lain yang juga

menayangkannya adalah ANTV dan Bchannel, sedangkan untuk acara musik

adalah ArekTv dan MHTV namun dengan durasi yang tidak sebanyak Indosiar.

Hal ini lah yang mendasari peneliti untuk menjadikan stasiun televisi Indosiar

sebagai subyek penelitian dalam melihat pengaruh Korean Wave sebagai

budaya populer terhadap persepsi remaja Surabaya

Bukan hanya program acara televisi saja, iklan pun tak luput dari

serangan Korean Wave ini. Beberapa tahun terakhir ini masyarakat Indonesia

telah mengenal dan menggunakan merk-merk produk elektornik Korea yang

bahkan menggunakan model Korea asli seperti Samsung yang dibintangi oleh

Hyun Bin dan LG dibintangi oleh Super Junior, lalu berbagai macam merek

transportasi Korea seperti salah satunya Hyundai, bahkan sampai peralatan

rumah tangga seperti magic-jar bermerk Yong Ma, produk kecantikan

contohnya Simis, alat olahraga Double Power yang tidak semua orang

(13)

Seperti yang kita ketahui bahwa manusia tergantung akan adanya

informasi. Dan saat ini media massa memudahkan manusia untuk mengakses

informasi yang berada disekitarnya (lokal, nasional, internasional) dengan lebih

mudah, murah, dan cepat yang berarti media massa secara sadar atau tidak telah

berperan membantu terjadinya aliran budaya populer. Hal ini dikarenakan

melalui media massa lah orang-orang kreatif punya tempat yang tepat. Media

massa dapat memperkaya masyarakat dengan menyebarkan karya kreatif dari

manusia seperti karya sastra, musik, dan film. (Vivian, 2008: 505). Dimana

karya-karya kreatif tersebut termasuk beberapa produk budaya populer.

Bahkan, bisa dikatakan bahwa dengan media massa-lah budaya populer Korean

Wave memasuki semua sudut negara-negara di dunia. Dengan kata lain,

disadari atau tidak, sebagian masyarakat Indonesia sudah terpengaruh dengan

Korean Wave.

Media seringkali menyerap budaya populer untuk kepentingan isi dan

bentuknya. Budaya tersebut tercermin dalam media dan kadang kala

ditampilkan dalam bentuk yang telah disesuaikan oleh rakyat sendiri (Denis Mc

Quail 1991: 38). Hal ini dikarenakan budaya populer mengandalkan unsur

kesenangan dan hiburan, dan salah satu fungsi media massa adalah untuk

menghibur khalayaknya (to entertain).

Pada awalnya kajian tentang budaya populer tidak terlepas dari peran

(14)

Negara itu telah menanamkan akar yang sangat kuat dalam industri budaya

populer, antara lain melalui Music Television (MTV), McDonald, Hollywood,

dan industri animasi mereka (Walt Disney, Looney Toones, dll). Namun,

perkembangan selanjutnya memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil

menjadi pusat budaya populer seperti Jepang, Hongkong, Taiwan, dan kini

Korea Selatan,.

Budaya populer sendiri merupakan efek dari globalisasi. Globalisasi

merupakan fenomena khusus yang bergerak terus dalam masyarakat global dan

merupakan bagian dari proses manusia global itu sendiri. Globalisasi

meleburkan budaya barat dan budaya timur menjadi satu dan tidak akan pernah

terpisah. Hal inilah yang memudahkan Korean Wave sebagai budaya populer

lebih cepat dan mudah menyebar ke seluruh dunia.

Budaya populer berkaitan dengan masalah sehari-hari seperti superstar,

fashion, transportasi, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat dinikmati oleh

semua orang atau kalangan orang tertentu. Menururt Ben Agger, Sebuah

budaya yang akan masuk dunia hiburan maka budaya itu umumnya

menempatkan unsur popular sebagai unsur utamanya. Budaya itu akan

memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai

penyebaran pengaruh di masyarakat (dalam Burhan Bungin, 2009: 100). Hal ini

tidak lepas dari unsur komersialitas media massa, dimana hampir setiap media

(15)

Jika diperhatikan, budaya populer memiliki dua istilah yang

dikombinasikankan menjadi satu yaitu budaya dan populer. Budaya adalah

daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil

dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut (Koentjaraningrat, 1976:28). Sedangkan

populer diambil dari kata pop yang berarti “rendah”, “dasar”, “vulgar”, dan

“masyarakat kebanyakan” pop juga dapat berati “luas” dalam konotasi yang

positif. Berdasarkan arti kata pop yaitu “masyarakat kebanyakan” dan “luas”

maka populer dapat berarti diterima oleh banyak orang, disukai atau disetujui

oleh masyarakat banyak.

Jika kedua istilah tersebut dikombinasikan maka budaya populer adalah

budaya yang diproduksi secara komersial. Budaya populer adalah gaya, style,

ide, perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan budaya arus utama

(mainstream). Dalam perspektif industri budaya, budaya populer merupakan

budaya yang lahir atas kehendak media. Hal ini dikarenakan media telah

memproduksi segala macam jenis produk budaya populer yang hasilnya telah

disebarluaskan melalui jaringan global media hingga masyarakat tanpa sadar

telah menyerapnya.

Di Indonesia sendiri, kebudayaan merupakan salah satu aspek kekuatan

bangsa yang memiliki kekayaan nilai budaya yang beragam, termasuk

keseniannya. Dari kebudayaan jugalah gaya hidup tercipta. Gaya hidup saat ini

(16)

cenderung terserap dalam keperkasaan budaya populer dengan segala

atributnya. Fenomena di atas secara jelas telah menggambarkan bagaimana

budaya pop telah merasuk ke segala lini kehidupan. Penampilan dan gaya

menjadi lebih penting dari pada moralitas sehingga nilai-nilai tentang baik atau

buruk telah lebur dan dijungkirbalikan. Budaya populer merupakan suatu pola

tingkah laku yang disukai sebagian besar masyarakat. Tanda-tanda pesatnya

pengaruh budaya populer ini dapat di lihat pada masyarakat Indonesia yang

konsumtif karena budaya populer menjadikan seseorang tidak sadar mengikuti

apa yang sedang terjadi saat itu. Membeli barang bukan didasarkan kebutuhan

melainkan lebih didasarkan pada image atau prestise.

Jika Korean Wave merupakan produk budaya populer, maka budaya

populer merupakan produk dari globalisasi. Budaya populer yang berkaitan

dengan globalisasi adalah salah satu penyebab tersebarnya korean wave. Hal ini

dikarenakan budaya populer disebut juga sebagai budaya massa, dimana

penyebaran produk budaya populer seperti film dan musik dibantu melalui

media massa.

Selain peran dari media massa, Industri budaya pop Korea takkan seperti

sekarang jika bukan karena basis penggemarnya, karena para penggemar/

kelompok penggemar (fandom) adalah bagian paling tampak dari khalayak teks

dan praktik budaya pop (John Storey, 2007: 157). Dalam waktu singkat telah

(17)

penggemar kemudian membentuk sub-kultur mandiri dan membuat industri

budaya pop Korea tetap hidup sampai sekarang serta menjadi sebuah sub-kultur

yang hadir secara global. Dan umumnya penggemar budaya Korea (Korean

Lovers) adalah remaja. Memang tidak hanya remaja saja yang terkena demam

Korea, bahkan orang tua zaman sekarang juga tidak luput dari fenomena ini.

Tapi yang menjadi pusat perhatian dari fenomena ini adalah para remaja,

mengapa remaja? Karena usia remaja merupakan usia dimana seseorang sedang

dalam proses pencarian jati diri sehingga mudah dipengaruhi. Maka jelas sekali,

para remaja menjadi pusat perhatian dari Korean Wave ini.

Hal ini didasari karena masa remaja merupakan masa transisi (peralihan)

dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Dalam masa ini terjadi perubahan

emosi dan perubahan sosial pada remaja. Masa remaja penuh dengan gejolak,

penuh dengan pengenalan dan petualangan akan hal-hal baru dan masa

pencarian jati diri. Untuk mencari jati diri mereka seorang remaja merasa

tertantang dan tertarik untuk mebuktikan kemampuan intelektualnya. Remaja

dalam masa ini sangat labil dan menjadi mudah terpengaruh akan hal yang

dilihat maupun hal yang terjadi sekitarnya.

Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan tulang

punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Yang disebut remaja

adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam

(18)

segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/ early adolescence (10-13

tahun), remaja menengah/ middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/

late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, Kliegman & Jenson, 2004).

Umumnya, remaja mengidentifikasikan diri pada seseorang yang

dianggap sebagai idola. Ketika remaja mengidolakan seorang tokoh, mereka

akan mengidentifikasikan dirinya pada tokoh tersebut, lalu berusaha untuk

mewujudkan dirinya seperti gambaran tokoh idolanya itu. Caranya dengan

meniru sifat-sifat, kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh tokoh idola itu.

Umumnya tokoh idola yang di identifikasi merupakan orang-orang terkenal,

pandai dan ahli di bidangnya. Tokoh idola tersebut bisa berasal dari tokoh

bintang film, musikus, politikus, negarawan, ilmuwan, ulama, atau sastrawan

dan biasanya merupakan figur yang memiliki karakteristik seperti: tegas,

disiplin, berani, terkenal, cerdas/ pandai, berbakat, berkharisma, berwibawa,

rendah hati, ramah, dan menjadi panutan masyarakat bangsa atau dunia

internasional. Sifat-sifat tersebut kemudian ditiru dan diinternalisasi dalam diri

pribadinya. (Dariyo, 2004: 20). Dan secara disadari atau tidak hal ini

menciptakan sebuah perubahan gaya hidup pada remaja.

Budaya musik pop, majalah, konser, festival, komik, wawancara dengan

bintang pop, film, dan sebagainya, membantu memperlihatkan sekaligus

menjadi bukti pemahaman akan identitas di kalangan kaum muda:

(19)

sana, dan pada saat bersamaan menyediakan wilayah yang penuh ekspresi serta sederet simbol yang melalui simbol itu sikap tersebut bisa diproyeksikan... budaya remaja merupakan sebuah paduan kontradiktif antara yang autentik da yang dimanufaktur: ia adalah area ekspresi diri bagi kaum muda dan padang rumput yang subur bagi provider komersial. (John Storey, 2007: 126)

Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan memetakan khalayak yang

dominant dan negotiated saja, sebab peneliti beranggapan bahwa khalayak yang

menolak (oppositional) tidak akan menjadi objek penelitian karena tidak

memenuhi kategori sebagai penggemar budaya pop Korea (Korean Lovers).

Terpilihnya Surabaya sebagai lokasi penelitian ini adalah dikarenakan

Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya budaya. Setiap budaya

membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang

selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Masyarakat asli Surabaya juga

mudah bergaul dengan gaya bicara yang terbuka. Hal ini memudahkan

masuknya dan diterima adanya budaya baru di Surabaya. Surabaya juga

merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan

Indonesia timur dan hal tersebut lekat merupakan beberapa produk globalisasi.

http://www.surabaya.go.id/ (Situs resmi pemerintah kota Surabaya).

Tidak hanya itu, Surabaya juga merupakan kota selain Jakarta yang sering

dikunjungi oleh artis asal Korea Selatan. Seperti baru-baru ini ramai

dibicarakan mengenai kedatangan Han geng artis asal China yang lebih dahulu

terkenal sebagai artis Korea karena debut awalnya di Korea melalui boyband

(20)

disambut antusias oleh fans yang menyebabkan terjadi keributan. Fans rela

berdesakan hanya untuk melihat idolanya. Bisa disimpulkan betapa besarnya

animo masyarakat dalam menyambut Korean Wave ini.

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=f250e6b8fde05559

bfa1288fd11ac81e&jenis=d41d8cd98f00b204e9800998ecf8427e

Tipe dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Fokus penelitian

ingin melihat bagaimana pengaruh Korean Wave yang saat ini tengah mewabah

di tengah masyarakat diadopsi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi gaya

hidup mereka, baik itu dari segi fashion, selera dalam memilih produk serta

hubungan dengan lingkungan sekitar.

Dalam penelitian kualitatif ini, data utama diperoleh dari peneliti sendiri

yang secara langsung mengumpulkan informasi yang didapat dari subjek

penelitian yaitu Korea Lovers di Surabaya. Penelitian ini dilakukan secara

intensif melalui observasi lapangan, wawancara dengan narasumber, serta

penelaahan melalui literature.

Design dalam tahap pembahasan penelitian ini, akan berisi uraian-uraian

tentang objek yang menjadi fokus penelitian yang ditinjau dari sisi-sisi teori

yang relevan dengannya dan tidak menutup kemungkinan bahwa design

penelitian ini akan berubah sesuai dengan kondisi atau realitas di lapangan.

Yang ingin diteliti dalm penelitian ini adalah bagaimana para remaja

(21)

dari budaya populer dalam gaya hidup mereka. Persepsi diartikan sebagai

proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan

memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data (Sobur, 2003:

451).

Pengaruh erat kaitannya dengan budaya populer, karena tanpa adanya

pengaruh, sebuah budaya tidak akan dikenal dan diikuti. Untuk menjadi sebuah

budaya yang populer Korean Wave harus bisa memppengaruhi cara berpikir

seseorang sehingga orang tersebut mau mengkonsumsi, mengadaptasi budaya

tersebut atau bahkan ikut menyebarkannya. Hal ini dapat dilihat dari arti kata

pengaruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 849) bahwa “pengaruh

adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang”.

Jika diteliti dengan cermat sesungguhnya Korean Wave sendiri tidak

lepas dari pengaruh budaya barat/ western yang lebih dulu menjadi fenomena

budaya populer di dunia, seperti musik pop dan hip-hop yang terlahir di

Amerika namun masyarakat Korea mampu meleburkan budaya barat itu dengan

budayanya tanpa menghilangkan budaya asli Korea dalam mengenalkan

budayanya, misal: perpaduan musik Gukak (musik klasik Korea) dengan

menggunakan alat musik Janggu (alat musik perkusi tradisional Korea)

Gayageum (Harpa Korea) dan Haeguem (Biola Korea) dipadukan dengan biola

elektronik yang menciptakan musik baru yang disebut Fusion Gukak

(22)

girl group asal Korea yang membuat masyarakat dunia tanpa sadar telah lebih

mengenal dan mudah menerima musik tradisonal Korea tersebut. Hal ini

menjadikan musik tradisional Korea lebih mudah dikenal diseluruh dunia dan

Korean Wave menjadi lebih mudah diterima oleh masyarakat dunia yang lebih

dulu sudah terjangkit virus western.

Oleh karena itu jika Korea bisa memajukan budaya aslinya dengan

memanfaatkan budaya western. Mengapa Indonesia tidak melakukan hal yang

sama? Yaitu memajukan budaya asli Indonesia dengan memanfaatkan Korean

Wave.

1.2. Rumusan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas maka peneliti

membuat beberapa pembatasan masalah terlebih dahulu untuk memudahkan

proses penelitian. Adapun beberapa pembatasan masalah dari penelitian ini

adalah: Bagaimana persepsi remaja Surabaya berubah menerima terpaan dan

keberadaan budaya Korea Selatan yang berbeda dengan kebudayaan asli

Indonesia terutama penyebarannya melalui media massa televisi?

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dikemukakan

(23)

Korean wave sebagai produk dari budaya populer erat kaitannya dengan

efek globalisasi, globalisasi sendiri berkaitan erat dengan media massa, dan

salah satu media massa yang paling diminati saat ini adalah televisi. Melalui

media massa televisi yang merangkum beragam informasi menjadi lebih

menarik melalui audio visualnya yang menarik memudahkan Korean wave

lebih mudah dan cepat diterima di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Perkembangan Korean Wave di Indonesia ini mempengaruhi pemikiran dan

sikap masyarakat terhadap budaya ini. Masyarakat cenderung mengikuti budaya

baru ini dan sedikit demi sedikit melupakan budaya aslinya sendiri yaitu budaya

Indonesia.

Mengapa dan bagaimana budaya Korea Selatan saat ini lebih populer dari

kebudayaan asli Indonesia? Hal ini tidak jauh dari peranan media massa dan

remaja. Remaja sebagai generasi penerus budaya bangsa sudah terkikis rasa

nasionalisnya dan menyebabkan tergesernya budaya asli Indonesia oleh budaya

populer Korean Wave ini. Lalu bagaimana remaja-remaja tersebut mempersepsi

Korean Wave ini sehingga mereka mau menerimanya dan mengkonsumsinya.

Bagaimana remaja Surabaya lebih menyukai budaya Korea Selatan dari

budayanya sendiri, mengapa remaja lebih tertarik terhadap budaya Korea

Selatan dari pada budayanya sendiri, budaya Indonesia, bagaimana budaya

Korea ini mempengaruhi gaya hidup remaja di Indonesia yang kemudian dapat

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat pemahaman mengenai

pengaruh budaya Korea Selatan dalam gaya hidup remaja Surabaya. Sebagai

unsur kebudayaan populer di Indonesia, peneliti ingin memeriksa peran Korean

Wave dalam mempengaruhi gaya hidup remaja Surabaya, dan bagaimana

identitas remaja Surabaya diekspresikan melalui pengadaptasian beberapa

kebudayaan korea kedalam gaya hidup mereka. Karena objek utama

penelitiannya adalah kebudayaan, maka studi ini memeriksa unsur kebudayaan

asli Indonesia yang mulai tersaingi dan terlupakan dengan adanya budaya

Korea.

Selain itu tujuan lain penelitian ini adalah menemukan pengalaman dan

alasan-alasan pengadaptasian Korean Wave sebagai budaya populer kedalam

budaya asli (tradisional) Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menilai maksud

pengadaptasian kebudayaan Korea di Surabaya dan ingin mengetahui

bagaimana pendapat masyarakat Surabaya khususnya remaja mengenai Korean

Wave yang mempengaruhi kebudayaan asli Indonesia.

1.4. Manfaat Akademia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian Ilmu

Komunikasi khususnya dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian serupa

(25)

1.5. Manfaat Secara Praktis

Sebagai media ilmiah untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan

teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan lapangan sebenarnya. Diharapkan

hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat dan pemerintahan Surabaya

sebagai sumbangan pemikiran guna meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai budaya populer, peran dan manfaatnya.

Selain itu Manfaat dari penelitian ini adalah agar Korean Wave dapat

dikaji pengaruhnya bagi masyarakat berdasarkan persepsi remaja terhadap

pengaruh Korean Wave saat ini. Bagaimana Korean Wave dapat menarik minat

remaja untuk mau mengkonsumsi dan mengadaptasinya dalam gaya hidup

mereka. Hasil penelitian ini nantinya dapat diterapkan untuk mengembangkan

(26)

2.1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan

kepada khalayak tersebar, heterogen dan menimbulkan media alat-alat

elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan

sesaat. Maka komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan menggunakan

media elektronik khususnya televisi merupakan komunikasi massa (Rakhmat,

1991 : 189).

Menurut Bittner (dalam Ardianto, 2004 : 3), “komunikasi massa adalah

pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang

(mass communication is messages communicated through a mass medium to a

large number of people)”. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa

komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.

Sedangkan menurut Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan

distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang

berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masnyarakat industri

(27)

Melalui defiisi-definisi tersebut diatas, setidaknya terdapat tujuh ciri

komunikasi massa yang menurut Nurudin (2004: 19), yaitu:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

4. Media massa menimbulkan keserempakan

5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis

7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

Menurut Wright dalam Severin - Tankard (2009: 4), komunikasi massa

bisa didefinisikan dalam tiga ciri, yaitu:

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen,

dan anonim.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa

mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya

sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi

yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah

dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

(28)

(media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan

kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan

yang sama dapat diterima secara serentak.

2.2. Televisi

Televisi berasal dari dua kata yaitu tele (bahasa Yunani) yang berani jauh,

dan visi atau videre (bahasa Latin) yang berarti penglrbatan. Dengan demikian.

televisi dengan bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh.

Melihat jauh di sini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di

suatu tempat (studio televisi) dapat dilihat dari tempat "lain" melalui sebuah

perangkat penerima (televisi set) (Wahyudi, 1986 : 49).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 1335), televisi adalah

sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) memalui kabel

atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya

(gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya

kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat

didengar.

Televisi yang muncul di masyarakat di awal dekade 1960-an, semakin

lama semakin mendominasi komunikasi massa. Sebagai media massa. televisi

(29)

media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan melalui gambar

dan suara secara bersamaan (sinkron) dan hidup, sangat cepat (aktual) terlebih

lagi dalam siaran langsung (live broadcast) dan dapat menjangkau ruang yang

sangat luas (Wahyudi, 1986: 3).

Alat-alat audiovisual (televisi) juga membuat suatu pengertian atau

informasi menjadi lebih berarti. Sehingga wajar jika pesan yang disampaikan

televisi diterima dan diartikan berbeda-beda oleh pemirsanya tergantung

kondisi dan situasinya. Ada yang terhibur dan puas dan ada yang tidak. Seperti

yang diungkapkan Wahyudi (1986 : 215), televisi tidak dapat memuaskan

semua orang pada saat bersamaan yang memiliki latar belakang, usia,

pendidikan, status sosial, kepercayaan, paham, golongan yang berbeda-beda.

Televisi dapat membuat orang puas, tidak puas, senang, tidak senang, sedih,

gembira, marah, yang semuanya merupakan hal wajar karena sifat manusia

yang berbeda-beda.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan yaitu bahwa televisi

adalah alat atau benda untuk menyiarkan siaran-siaran yang menawarkan

gambar dan suara sekaligus. Dari siaran televisi ini penonton dapat

mendengarkan dan melihat gambar-gambar yang disajikan, yang memadukan

antara unsur-unsur film sekaligus. Hal ini lah yang menyebabkan televisi

(30)

Televisi biasa juga dikatakan sebagai “kotak ajaib” dunia. Dikarenakan

penyuguhan informasinya sangat menarik dengan menampilkan gambar, suara,

warna dan kecepatan yang menjadi favorit sejak awal penemuannya. Menurut

Ardianto dkk. (2007: 137-140) beberapa faktor dan karakteristik yang menarik

dari televisi sehingga pemirsa mempunyai minat yang sangat tinggi untuk

menontonnya, yaitu:

1. Audio visual

Televisi dapat didengar sekaligus dapat dilihat atau biasa disebut dengan

audiovisual.

2. Berfikir dalam gambar,

pertama adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata-kata

yang mengandung gagasan yang menjadi gambar. Kedua, adalah

penggambaran (picthurization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar

individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna

tertentu.

3. Pengoperasian

Peralatan yang digunakan lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih

(31)

Menurut Dominick yang dikutip oleh Ardianto, dkk (2007: 15-17)

menyebutkan bahwa televisi merupakan alat komunikasi massa yang memiliki

fungsi sebagai berikut:

1. Pengawasan (Survillance)

Fungsi ini terbagi dua, yaitu pengawasan peringatan ketika media massa

menginformasikan tentang ancaman kondisi efek yang memprihatinkan dan

pengawasan instrumental merupakan penyampaian dan penyebaran

informasi memilki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penafsiran (Interpretation)

Televisi tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan

penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.

3. Pertalian (Linkage)

Fungsi ini merupakan penyatuan anggota masyarakat yang beragam,

membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama.

4. Penyebaran Nilai (Transmission of Values)

Dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok yang mereka

tonton.

5. Hiburan (Entertainment)

(32)

Kehadiran televisi begitu berarti bagi masyarakat. Televisi menjadi suatu

kebutuhan dalam ruang publik. Tayangan program acara yang beraneka ragam,

mendapat perhatian dari masyarakat. Tentunya televisi mampu menyampaikan

pesan yang seolah-olah langsung anatara komunikator dengan komunikan.

Melalui televisi masyarakat menjadi tahu berbagai macam informasi.

Televisi telah mampu menembus ruang kehidupan masyarakat. Peranan televisi

selain sebagai alat informasi juga sebagai kontrol sosial, hiburan serta media

penghubung secara geografis yang akan berpengaruh sangat besar terhadap

masyarakat. Secara sadar atau tidak sadar pola kehidupan masyarakat telah

berubah dan dikendalaikan oleh televisi itu sendiri. Banyak jadwal kegiatan

masyarakat berubah diseusaikan dengan jadwal program acara yang mereka

senangi di televisi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media massa televisi berperan sebagai alat

informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah secara geografis. Isi

pesan tayangan televisi bisa diinterpretasikan menurut visi pemirsa serta

dampak yang ditimbulkan juga beraneka ragam. Dengan demikian, televisi

sangat berperan dalam mempengaruhi mental, pola pikir khalayak umum.

Televisi karena sifatnya yang audiovisual merupakan media yang dianggap

(33)

2.3. Persepsi

2.3.1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita

memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari

lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita

(Mulyana, 2001: 167). Persepsi merupakan inti komunikasi karena jika

persepsi tidak akurat, maka komunikasi menjadi tidak efektif.

Persepsi, menurut Rakhmat Jalaluddin (1998: 51), adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Seperti yang dinyatakan Gamble dan Gamble “Persepsi

merupakan proses seleksi, pengaturan dan penginterpretasian data

sensor dengan cara yang memungkinkan kita mengerti dunia kita”.

Dengan kata lain, persepsi merupakan proses dimana orang-orang

mengubah kejadian dan pengalaman eksternal menjadi pemahaman

internal yang berarti (Samovar, Porter, McDaniel, 2010: 222).

Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201)

mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan

dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan

Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses

(34)

Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan

pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi

terjadi kapan saja. Stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini

persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek

dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358).

Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon

terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek,

stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta

diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan

persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991 : 209).

Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs),

pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus

yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi

perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung

menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri

(Gibson, 1986: 54).

Berdasarkan beberapa definisi persepsi diatas maka dapat

disimpulkan bahwa Persepsi merupakan proses pemahaman ataupun

pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus

didapat dari proses penginderaan terhadap objek peristiwa, atau

(35)

Proses kognisi juga dimulai dari persepsi.

Selain itu persepsi juga merupakan proses internal yang

memungkinkan seseorang untuk memilih, mengorganisasikan serta

menafsirkan tanggapan dari lingkungan, dan proses tersebut

mempengaruhi perilaku dan sikap orang tersebut.

2.3.2. J enis Per sepsi

Menurut Mulyana (2001 : 172), pada dasarnya persepsi manusia

terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Persepsi terhadap lingkungan fisik (objek), adalah persepsi manusia

terhadap objek melalui lambang-lambang fisik atau sifat-sifat luar

dari suatu benda. Dapat diartikan bahwa manusia dalam menilai

suatu benda mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Dan persepsi

terhadap objek bersifat status karena objek tidak mempersiapkan

manusia ketika manusia tersebut mempersiapkan objek-objek

tersebut.

b. Persepsi terhadap manusia, adalah persepsi manusia terhadap orang

melalui sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, dan harapan)

dapat diartikan manusia bersifat interaktif karena manusia akan

mempersiapkannya dan bersifat dinamis karena persepsi terhadap

(36)

c. Persepsi terhadap lingkungan sosial, adalah suatu proses bagaimana

seseorang menangkap arti dari objek sosial dan kejadian-kejadian

yang kita alami dari lingkungan kita.

Persepsi terbagi menjadi tiga jenis yaitu, persepsi terhadap

lingkungan fisik, persepsi terhadap manusia, dan persepsi terhadap

lingkungan sosial. Pada penelitian ini, penulis cenderung meneliti

tentang persepsi terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan

Korean Wave merupakan peristiwa fenomena yang terjadi dan

berhubungan dengan lingkungan sosial.

2.3.3. Karakteristik Per sepsi

Menurut Busch dan Houston (1985) yang dikutip oleh Ujang

Sumarwan (2004: 114) karakteristik persepsi dapat didefinisikan

sebagai berikut:

a. Bersifat Selektif, manusia mempunyai keterbatasan dalam hal

kapasitas atau kemampuan mereka dalam proses semua informasi

dari lingkungan. Seseorang pasti berhadapan dengan sub kumpulan

yang terbatas dari objek-objek dan persitiwa-peristiwa yang banyak

sekali dalam lingkungan mereka. Masyarakat cenderung

memperhatikan aspek lingkungan yang berhubungan dengan urusan

(37)

tidak berkaitan dengan urusan pribadi mereka.

b. Terorganisir atau teratur, suatu perangsang atau pendorong tidak

bisa dianggap terisolasi dari perangsang lain.

Rangsangan-rangsangan dikelompokan kedalam suatu pola atau informasi yang

membentuk keseluruhan. Jadi ketika seseorang memperhatikan

sesuatu, perangsang harus berusaha untuk mengatur.

c. Stimulus, adalah apa yang dirasakan, dan arti yang terdapat

didalamnya adalah fungsi dari perangsang atau pendorong itu

sendiri.

d. Subjektif, persepsi merupakan fungsi faktor pribadi hal-hal yang

berasal dari sifat penikmat atau perasa, kebutuhan, nilai-nilai, motif,

pengalaman masa lalu, pola pikir dan kepribadian seseorang dalam

individu memainkan suatu peran dalam persepsi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa karakteristik tertentu dalam membentuk persepsi yaitu bahwa

persepsi bersifat selektif, terorganisir atau teratur, adanya stimulus

untuk dipersepsi dan persepsi bersifat subjektif. Ke empat karakteristik

tersebut sangat erat kaitannya dengan persepsi.

2.3.4. Pr oses Per sepsi

Menurut Sobur (2003: 447), terdapat tiga komponen penting

(38)

1. Seleksi, adalah proses penyaringan alat indera terhadap rangsangan

dari luar, intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga

mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, motivasi, dll.

Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk

mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk

tingkah laku sebagai reaksi.

Dari pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa seleksi

(penyaringan terhadap rangsangan), interpretasi (pengorganisasian

informasi), dan interpretasi dan persepsi (penerjemahan berupa reaksi),

merupakan tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain

dalam membentuk proses persepsi.

2.3.5. Persepsi dan Budaya

Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai

salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita

secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan.

Agama, ideologi, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa sebagai

(39)

terhadap realitas. Dengan demikian persepsi itu terkait oleh budaya

(culture – bound) (Mulyana, 2003: 196).

Kelompok – kelompok budaya boleh jadi berbeda dalam

mempersepsikan sesuatu. Orang Jepang berpandangan bahwa

kegemaran berbicara adalah kedangkalan, sedangkan orang Amerika

berpandangan bahwa mengutarakan pendapat secara terbuka adalah

hal yang baik.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana, 2003:

197) mengemukakan 6 unsur budaya yang secara langsung

mempengaruhi persepsi kita ketika kita berkomunikasi dengan orang

dari budaya lain, yakni:

1. kepercayaan (beliefs), nilai (values), sikap (attitude)

2. pandangan dunia (world view)

3. organisasi sosial (social organization)

4. tabiat manusia (human nature)

5. orientasi kegiatan (activity orientation)

6. persepsi tentang diri dan orang lain (perseption of self and other)

meskipun keenam unsur tersebut dapat dibahas sendiri-sendiri,

pada dasarnya unsur-unsur tersebut saling berkaitan. Kita dapat

(40)

lihat secara fisik, namun sering berbeda dalam memaknai peristiwa

atau objek yang kita lihat.

Jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjelasan diatas bahwa,

budaya mempengaruhi realitas seseorang dan ada hubungan langsung

antara budaya, persepsi dan perilaku. Konsep ini dinyatakan kembali

oleh Chiu dan Hong yang menuliskan, “Bahkan, setiap proses kognitif

dasar, seperti perhatian dan persepsi merupakan hal yang lunak dan

dapat diperoleh melalui pengalaman budaya.” (dalam Samovar, Porter,

Mcdaniel, 2010: 223). Selain itu, budaya dapat mempengaruhi proses

persepsi, karena seperti sebelumnya dijelaskan bahwa persepsi itu

bersifat selektif, terlalu banyaknya stimulus yang bersaing menarik

perhatian pada waktu yang sama mengakibatkan kita hanya menerima

informasi yang berkaitan dengan pengalaman hidup dan pengetahuan

kita, dan salah satunya ditentukan oleh faktor budaya.

2.4. Budaya Populer

2.4.1. Pengertian Budaya Populer

Untuk memahami pengertian “budaya populer” ada baiknya

pahami dulu tentang “budaya”, dan selanjutnya tentang “pop”.

Kemudian untuk mendefinisikan budaya pop kita kombinasikan kedua

(41)

Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa,

sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa

tersebut (Koentjaraningrat 1976: 28).

Budaya berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat,

periode, atau kelompok tertentu” (Williams, 1983: 90). Budaya dalam

definisi ini memungkinkan kita untuk berbicara mengenai

praktik-parktik, seperti liburan, perayaan Hari Lebaran, dan aktivitas pemuda

subkultur sebagai contoh-contoh budayanya. Semua hal ini biasanya

disebut sebagai budaya-budaya yang hidup (lived cultures) atau bisa

disebut sebagai praktik-praktik budaya. Dari definisi ini budaya tidak

selalu memikirkan faktor intelektual dan estetisnya saja, tetapi juga

perkembangan sastra, hiburan, olah raga, upacara religius sebagai

pandangan hidup.

Budaya bisa merujuk pada “karya dan praktik-praktik

intelektual, terutama aktivitas artistik” (Williams, 1983: 90). Budaya

dalam definisi ini memungkinkan kita membahas opera sabun, musik

pop dan komik sebagai contoh budaya pop. Budaya ini biasanya

disebut sebagai teks-teks budaya. Namun ada juga yang memakai

definisi Williams sebelumnya untuk menjelaskan budaya pop. Dengan

kata lain, teks-teks dan praktik-praktik itu diandaikan memiliki fungsi

(42)

peristiwa yang menciptakan makna tentu yang disebut sebagai

“parktik-praktik penandaan” (signifying practices). Dengan

menggunakan definisi ini kita bisa memikirkan beberapa contoh

budaya pop, misal: puisi, novel, balet, opera, dan lukisan.

Sedangkan kata ”pop” diambil dari kata ”populer”. Terhadap

istilah ini Williams memberikan empat makna yakni: (1) banyak

disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya yang dilakukan

untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat oleh

orang untuk dirinya sendiri (Williams, 1983: 237).

Populer juga bisa berarti tentang orang pada umumnya, disukai

orang pada umumnya. “Populer” sering sinonim dengan ‘bagus’ dalam

percakapan biasa, tetapi ini merupakan pembalikan atas konotasi

peyoratif sebelumnya. Dalam bentuk aslinya, populer digunakan untuk

membedakan orang banyak/ kebanyakan (bukan ‘orang pada

umumnya’) dari kelas terdidik, makmur, dan memiliki gelar. Populer

memiliki sinonim: besar, dasar, buruk, tidak diinginkan, umum,

rendah, vulgar, hina, dan murah. (Hartley, 2010: 35). Kemudian untuk

mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah

yaitu ”budaya” dan ”populer”.

Pertama, bahwa budaya pop adalah budaya yang berasal dari

(43)

beranggaapan bahwa budaya pop adalah sesuatu yang diterapkan pada

“rakyat” dari atas. Budaya pop adalah budaya otentik “rakyat”. Budaya

pop seperti halnya budaya daerah merupakan dari rakyat untuk rakyat.

Definisi pop dalam hal ini seringkali dikait-kaitkan dengan konsep

romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan sebagai

sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer (Bernet,

1982: 27). Namun ada satu persoalan dengan pendekatan ini yakni

pertanyaan tentang siapa yang termasuk dalam kategori “rakyat”.

Persoalan lainnya adalah hakikat wacana dari mana asal-usul budaya

itu terbentuk. Tidak peduli berapa banyak kita memakai definisi ini,

fakta membuktikan bahwa rakyat tidak secara spontan mampu

menghasilkan budaya dari bahan-bahan material yang mereka buat

sendiri. Apapun budaya pop itu, yang pasti bahan mentahnya

disediakan selalu secara komersial.

Kedua, Budaya populer terutama adalah suatu budaya yang

diproduksi secara komersial dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa

tampaknya ia akan berubah di masa yang akan datang. Budaya populer

dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan oleh audien pop

pada saat konsumsi dan studi budaya pop terpusat pada bagaimana dia

(44)

Ketiga, untuk mendefinisikan budaya pop adalah dengan

mempertimbangkan budaya tertinggal (rendah). Budaya pop menurut

definisi ini merupakan kategori residual untuk mengakomodasi praktik

budaya yang tidak memenuhi persyaratan budaya tinggi, dengan kata

lain didefinisikkan sebagai budaya ”substandar”. Yang diuji oleh

budaya pop meliputi seperangkat pertimbangan nilai teks atau praktik

budayanya. Misal, kita bisa berpegang pada kompleksitas formal

sebuah budaya pop. Kita juga bisa mempertimbangkan

kebermanfaatan moralnya sebagai metode untuk menerapkan

pertimbangan nilai tersebut. Kritik budaya yang lain bisa juga

menyatakan bahawa pada akhirnya semuanya akan dimasukkan ke

dalam tinjauan kritis terhadap teks atau praktiknya. Namun untuk

menentukan kebermanfaatan suatu cara budaya tidak semudah yang

dipikirkan orang. Salah satu kesulitan besar yang dihadapi adalah

bagaimana caranya menjaga ekslusivitas budaya tinggi. Secara harfiah,

sangat sulit mengesampingkan ekslusivitas audiens suatu budaya

tinggi (Storey, 2003: 11).

Keempat, mendefinisikan budaya pop sebagai “budaya massa”.

Definisi tersebut sangat tergantung pada definisi sebelumnya. Mereka

menyatakan budaya pop adalah ”budaya massa” dengan tujuan

(45)

diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa. Audiensnya

adalah sosok-sosok konsumen yang tidak memilih. Budaya itu sendiri

dianggap hanya sekedar rumusan, manipulatif (misalnya, politik

kanan/kiri yang tergantung pada siapa yang meganalisisnya). Budaya

ini dikonsumsi tanpa berpikir panjang. John Fiske mengungkapkan

”antara 80-90% produk baru gagal walaupun diiklankan dengan

kuat....beberapa film gagal kembali modal meskipun hanya biaya

promosinya sangat besar (Fiske, 1989: 31).

Kelima, Budaya pop dibangun oleh kelas penguasa untuk

memenangkan hegemoni, sembari membentuk oposisi. Dengan

demikian ia terdiri bukan hanya dari pemberlakuan budaya massa yang

sejalan dengan ideologi dominan ataupun budaya oposisional yang

spontan, melainkan sebagai area negosiasi antara keduanya di mana

beberapa tipe budaya yang berbeda dari budaya pop, budaya dominan,

subordinan dan oposisional dengan segenap nilai-nilai dan unsur-unsur

ideologis ”tercampur” dalam suatu perubahan yang bersifat sekuensial

(Bernet, 1986: xv-xvi).

Dari beberapa definisi mengenai budaya, pop, dan budaya

populer maka dapat disimpulkan bahwa secara umum, budaya populer

atau sering disingkat budaya pop merupakan budaya yang ringan,

(46)

sejarahnya, kehadiran budaya populer sangat berkaitan erat dengan

perkembangan pembangunan pada abad ke-19 dan abad ke -20. Pada

abad ke-19, pembangunan aspek media massa, khususnya surat kabar

dan novel mendekatkan jarak yang terpisah antara suatu masyarakat di

belahan dunia yang berbeda sehingga dapat mengakses trend kultur.

Memasuki abad ke-20, penemuan radio, televisi dan komputer

semakin mempercepat penyebaran trend kultur dari belahan dunia

yang satu ke belahan dunia lain.

2.4.2. Ciri-ciri Budaya Populer

Ciri-ciri utama budaya pop adalah keaslian spontan dan

keberadaan yang berlangsung terus dalam kehidupan sosial dengan

wujudnya yang beraneka ragam, misalnya dalam wujud bahasa,

busana, musik, tata cara dan sebagainya (McQuail 1991: 38).

Ciri-ciri budaya populer diantaranya sebagai berikut:

a. Tren, sebuah budaya yang menjadi tren dan diikuti atau disukai

banyak orang berpotensi menjadi budaya populer.

b. Keseragaman bentuk, sebuah ciptaan manusia yang menjadi tren

akhirnya diikuti oleh banyak penjiplak. Karya tersebut dapat

(47)

contoh genre musik pop (diambil dari kata popular) adalah genre

musik yang notasi nada tidak terlalu kompleks, lirik

lagunyasederhana dan mudah diingat.

c. Adaptabilitas, sebuah budaya populer mudah dinikmati dan

diadopsi oleh khalayak, hal ini mengarah pada tren.

d. Durabilitas, sebuah budaya populer akan dilihat berdasarkan

durabilitas menghadapi waktu, pionir budaya populer yang dapat

mempertahankan dirinya bila pesaing yang kemudian muncul tidak

dapat menyaingi keunikan dirinya, akan bertahan-seperti merek

Coca-cola yang sudah ada berpuluh-puluh tahun.

e. Profitabilitas, dari sisi ekonomi, budaya populer berpotensi

menghasilkan keuntungan yang besar bagi industri yang

mendukungnya.

(http://www.slideshare.net/andreyuda/media-dan-budaya-populer)

Menurut Ben Agger pemikiran mengenai budaya popular dapat

dikelompokan menjadi:

1. Budaya dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial

dan mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari.

2. Kebudayaan popular menghancurkan kebudayaan tradisional.

3. Kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi

(48)

4. Kebudayaan popular merupakan budaya yang menetes dari atas

Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang

dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti

mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan

tubuh, dan sebagainya. Menurut Ben Agger Sebuah budaya yang akan

masuk dalam dunia hiburan maka budaya itu umumnya menempatkan

unsur popular sebagai unsur utamanya. Budaya akan memperoleh

kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran

pengaruh di masyarakat (dalam Burhan Bungin, 2009: 100).

Tanda-tanda pesatnya pengaruh budaya populer saat ini dapat di

lihat pada sikap masyarakat yang sangat konsumtif. Membeli barang

bukan didasarkan pada fungsi guna dan kebutuhan tetapi lebih

didasarkan pada image atau prestise. Misal, saat kita sudah memiliki

ponsel sebagai kebutuhan berkomunikasi jarak jauh, namun disaat

yang sama kita melihat iklan di media massa, atau melihat teman kita

memiliki smartphone Blackberry, kita cenderung juga ingin

memilikinya hanya untuk mendapatkan image dari orang-orang

disekitar kita.

Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa budaya populer

memiliki beberapa ciri khas yang membedakaannya dari

(49)

disukai, memiliki keseragaman bentuk karena cenderung diikuti

banyak orang, mudah diadaptasi dan dinikmati, memiliki durabilitas

karena budaya populer mudah muncul dan tenggelam, berpotensi

menghasilkan profit dan bersifat komersial bagi industri yang

mendukungnya.

Selain itu budaya populer memiliki pemikiran bahwa budaya ini

dibangun berdasarkan kesenangan, dapat menghancurkan budaya

tradisional, masalah dalam pemikiran ekonomi kapotalis Marx, dan

budaya populer merupakan budaya yang menetes dari atas.

2.5. Korean Wave

2.5.1. Pengertian Korean Wave

Korean Wave yang bisa juga disebut dengan Hallyu atau dalam

bahasa Indonesia disebut sebagai ‘Gelombang Korea’ adalah istilah

yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea secara global di

berbagai negara di dunia. Umumnya Korean Wave memicu banyak

orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari bahasa Korea dan

kebudayaan Korea (http://id.wikipedia.org/wiki/Hallyu)

The Korean wave—”hallyu” in Korean—refers to a surge in the

(50)

1990s and continuing more recently in the United States, Latin

America, the Middle East, and parts of Europe (Ravina, 2008, p. 1).

The Korean wave portrays an unprecedented frame of Korean popular

culture by the Korean media alongside the line with commercial

nationalism. As a result, the Korean wave is manifested as a regional

cultural trend signifying a triumph of Korean culture (Hyejung,

2007,p. 3).

Gelombang-Korea "hallyu" dalam bahasa Korea mengacu pada

peningkatan visibilitas internasional budaya Korea, mulai di Asia

Timur pada tahun 1990 dan terus baru-baru ini di Amerika Serikat,

Amerika Latin, Timur Tengah, dan sebagian Eropa (Ravina, 2008: 1).

Gelombang Korea menggambarkan sebuah frame belum pernah terjadi

sebelumnya budaya populer Korea oleh media Korea di samping

sejalan dengan nasionalisme komersial. Sebagai hasilnya, Gelombang

Korea dimanifestasikan sebagai tren budaya regional menandakan

kemenangan budaya Korea (Hyejung, 2007: 3). (The Korean Wave:

The Soul of Asia. Lee Sue Jin: 85) (

http://www.elon.edu/docs/e-web/academics/communications/research/vol2no1/09suejin.pdf)

Dapat disimpulkan bahwa Korean Wave merupakan istilah yang

biasa digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena

(51)

kemenangan budaya Korea Selatan di dunia saat ini. Beberapa tanda

Korean Wave adalah fenomena ini memicu untuk dipelajarinya bahasa

dan kebudayaan Korea oleh orang-orang diseluruh dunia.

2.5.2. Awal Mula Korean Wave

Interest in popular Korean culture began to surge in Southeast

Asia in the late1990s, driving foreign interest in things Korean.

Momentum grew after the release of a hit album by the Korean pop

group HOT and the term Hallyu was widely adopted by the Chinese

media. Korean TV dramas began to be exported to China in 1996,

followed by Korean pop songs two years later.

The Korean Wave has continued to spread to Hong Kong,

Vietnam, Thailand, Indonesia, the Philippines, Japan, the US, Latin

America and even Arab countries. Today, Hallyu has come to include

global interest inKorean food, electronics, dramas, music and movies.

This phenomenon has helped to promote the Korean language and

culture around the world, and many more students are learning

Korean as a second language (www.korea.net Korean Culture and

Information Service, 2009).

Ketertarikan akan budaya populer Korea mulai menyebar di Asia

(52)

bernuansa Korea. Korean Wave muncul setelah grup pop Korea H.O.T

merilis album hit mereka dan istilah Hallyu diadopsi secara luas oleh

media Cina. TV drama Korea mulai diekspor ke Cina pada 1996,

diikuti oleh lagu-lagu pop Korea dua tahun kemudian.

Korean Wave terus menyebar ke Hong Kong, Vietnam, Thailand,

Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin dan

bahkan Arab. Saat ini, Korean Wave telah mencakup ketertarikan

global akan makanan Korea, elektronik, musik, drama, dan film.

Fenomena ini telah membantu mempromosikan bahasa dan budaya

Korea di seluruh dunia, dan banyak siswa mempelajari bahasa Korea

sebagai bahasa kedua.

Dari penjelasan diatas, dapat kita pahami bahwa awal mula

Korean Wave muncul di Asia tenggara diwali dari penyebarannya yang

diperbantu oleh pengadopsian istilah Hallyu secara luas oleh media

Cina yang sebelumnya lebih dulu menyerang pasar Asia tenggara

melalui film, musik, dan drama. Penyebaran Korean Wave sendiri

diawali dengan pengeksporan TV drama Korea melalui media Cina

yang kemudian berlanjut merambah ke pengeksporan pasar musik pop

Korea. Hal ini memicu ketertarikan asing untuk mengkonsumsi

Korean wave yang secara tidak langsung ikut membantu

mempromosikan dan memasarkan budaya Korea serta meningkatkan

(53)

2.5.3. Produk-produk Korean Wave

Beberapa produk Korean Wave ini turut membantu dan memiliki

pengaruh besar dalam menyebarkan Korean Wave serta mempengaruhi

pemikiran dan sikap masyarakat di seluruh dunia, antara lain:

a. Drama

Koreans love watching TV dramas, seeing movies and

listening to music. Of the three, TV dramas probably take up the

largest part of their time. Korean TV companies now spend a

hefty budget on dramas. Some of more successful ones are

exported, helped by the influence of Hallyu. The popularity of the

Korean dramas has spread to the Middle East, where "First Love,"

introduced in 1997 and starring Bae Yong-jun, was a big hit.

(www.korea.net Korean Culture and Information Service, 2009).

Orang Korea suka menonton drama TV, melihat film dan

mendengarkan musik. Dari ketiganya, drama TV menjadi yang

paling banyak menyita waktu mereka untuk mengisi waktu

senggang. Perusahaan TV Korea sekarang menghabiskan anggaran

yang besar dan kuat di drama. Beberapa drama yang sukses lebih

banyak diekspor dengan dibantu oleh pengaruh Korean Wave.

Popularitas drama Korea telah menyebar ke Timur Tengah, saat

(54)

Bae Yong-jun, yang menjadi hit.

b. Film

Until the late 1990s, few Korean films were

successful outside the country. "Christmas in August", directed

by Huh Jin-ho and released in 1999, was the first to receive

significant attention in Hong Kong. The next year, "Swiri" sold well

in Japan, Hong Kong and Singapore. In 2002, "My Sassy

Girl" obtained excellent results in Hong Kong, China, Taiwan,

Thailand and Singapore, and Korean film had firmly joined the

Korean Wave.

Sampai akhir 1990-an, beberapa film Korea meraih

kesuksesan di luar negeri. "Christmas in August", Disutradarai oleh

Huh Jin-ho dan dirilis pada tahun 1999, adalah film pertama yang

mendapat perhatian yang signifikan di Hong Kong. Tahun

berikutnya, "Swiri" mendapatkan penjualan yang baik di Jepang,

Hong Kong dan Singapura. Pada tahun 2002, "My Sassy Girl" juga

memperoleh hasil yang sangat baik di Hong Kong, Cina, Taiwan,

Thailand dan Singapura, dan perfilman Korea secara jelas telah

menjadi bagian dari Korea Wave.

c. Musik

Hallyu started out focused on TV dramas, then expanded to

(55)

Wave. Korean pop songs have evolved for nearly a century. "Trot

(from "foxtrot," which influenced its simple beat) is the oldest form

of Korean pop music. It developed in the years before and during

the Japanese occupation. The genre helped to comfort the sorrow of

an oppressed people. In the 1970s, Korea was hit by a wave of

songs sung by long-haired folk singers playing acoustic guitars and

wearing blue jeans. Various new genres (rock, ballads, hip-hop)

came and went through the 1980s and 1990s. In the new

millennium, Korean pop songs became Asian pop songs and the

world pop songs.

Korean Wave mulai berfokus pada drama TV, kemudian

diperluas ke film. Lagu pop Korea saat ini menjadi pemicu utama

Korean Wave. Lagu pop Korea

Gambar

Gambar 1. Teori S-O-R
Gambar 2 Kerangka Berpikir
Tabel 4.1. Identitas Informan

Referensi

Dokumen terkait

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Televisi Sebagai Media Komunikasi, Teori Kebutuhan Terhadap Media Massa, Acara Happy Song di Indosiar, Motif , Remaja,

Mereka mempunyai persepsi bahwa musik campursari adalah musik tradisional yang alat musiknya dipadukan anatar musik diatonis dengan pentatonis, campursari

Dari hasil wawancara peneliti dengan informan ke empat yaitu Bapak Lie diketahui bahwa pada pernyataan ini beliau juga memberikan jawaban yang sama dengan informan lainnya, bahwa

Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah bahwa persepsi remaja Surabaya terhadap layanan streaming tutorial alat musik di Youtube ini para informan

Teori yang digunakan untuk meneliti motif remaja dalam menonton kuis Happy Song di Indosiar adalah teori Uses and Gratifications yang menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan

Dalam penelitian ini permasalahannya adalah bagaimana kebutuhan remaja sehingga memunculkan motif untuk menonton kuis “Happy Song di Indosiar.Tujuan penelitian adalah untuk

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan remaja surabaya

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan informan tambahan pandangan remaja terhadap dirinya sendiri setelah orang tuanya bercerai adalah pada umumnya