• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Body Image Pada Pria Dewasa Awal Yang Bergaya Metroseksual di Pusat Kebugaran "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Body Image Pada Pria Dewasa Awal Yang Bergaya Metroseksual di Pusat Kebugaran "X" Kota Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui body image pada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual kota Bandung dengan faktor-faktor yang memengaruhi body image. Body image adalah bagaimana individu menggambarkan tubuhnya sendiri, serta bagaimana individu percaya orang lain menggambarkan tubuh individu tersebut dengan factor-faktor yang memengaruhi body image. Body image memiliki tiga dimensi yaitu penampilan fisik (appearance), kebugaran (fitness) dan kesehatan (health/illness) serta memiliki empat faktor yang melatarbelakangi body image, yakni cultural socialization, physical characteristic, personality attributes dan interpersonal experience

Alat ukur body image yang berbentuk kuesioner yang di adaptasi dari Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire (MBSRQ). Alat ini dikembangkan pertama kali oleh Thomas F. Cash pada tahun 1989. Jumlah item yang digunakan adalah 45 item yang diambil dari 54 item berdasarkan hasil uji validitas 0,841 dan tingkat reliabilitas tinggi 0.912. Jumlah sampel dalam penelitian ini 50 responden dengan karakteristik pria dewasa awal yang sudah lebih dari setahun bergaya metroseksual di kota Bandung. Sampling yang digunakan adalah snowball sampling.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui body image dari pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di kota Bandung yaitu sebanyak 76% (38 responden) memiliki body image negative dan 24% (12 responden) memiliki body image positif. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di kota Bandung tidak puas dengan memiliki penghayatan bahwa karakter fisik yang dimilikinya kurang menarik dan merasa tidak puas sehingga memiliki body image negatif.

(2)

iv

Universitas Kristen Maranatha Lembar Pengesahan

Lembar Abstrak

Kata Pengantar……… i

Daftar Isi………...iv

Daftar Lampiran………. vii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………..1

1.2 Identifikasi Masalah………....12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………....12

1.3.1 Maksud Penelitian………...12

1.3.2 Tujuan Penelitian………...13

1.4 Kegunaan Penelitian………....12

1.4.1 Kegunaan Ilmiah………... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis………...12

1.5 Kerangka Pemikiran………... 14

1.6 Asumsi Penelitian………...…….…... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 23

2.1 Tinjauan Body Image………..……... 23

(3)

v

Universitas Kristen Maranatha 2.6 Tahap perkembangan Dewasa Awal……….. 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………..……...……...44

3.1. Rancangan Penelitian 44

3.2. Skema Rancangan Penelitian 44

3.3. Variabel dan Definisi Operasional 44

3.3.1. Variabel Penelitian 44

3.3.2. Definisi Operasional 44

3.4. Alat Ukur 45

3.4.1. Alat Ukur Penelitian 45

3.4.2. Alat Ukur Body Image 45

3.4.3. Sistem Penilaian Alat ukur Body Image 46

3.4.4. Gambaran Alat Ukur Body Image 47

3.4.5 Data Demografik 48

3.4.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 49

3.4.6.1 Validitas Alat Ukur 49

3.4.6.2 Reliabilitas Alat Ukur 50

3.5. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel 51

(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha BAB IV

4.1 Gambaran Responden ...54

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ...54

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Pekerjaan ...55

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ...55

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Tinggi Badan ...56

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Berat Badan ...56

4.2 Hasil Penelitian ...57

4.2.1 Gambaran Body image Pria Dewasa Awal yang Bergaya Metroseksual ...57

4.2.2 Tabulasi Silang Body image dengan Dimensi Body image ...57

4.2.2.1 Tabulasi Silang Body image dengan Penampilan Fisik ...57

4.2.2.2 Tabulasi Silang Body image dengan Kesehatan ... 58

4.2.2.3 Tabulasi Silang Body image dengan Kebugaran ...59

4.2.3 Tabulasi Silang Antara Body Image dengan Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perkembangan Body Image ...60

4.2.3.1 Tabulasi Silang Body image dengan Cultural socialization ..60

(5)

vii

Universitas Kristen Maranatha

5.1 Kesimpulan ...66

5.2 Saran ...66

5.2.1 Saran bagi Penelitian Lanjutan ...66

5.2.2 Saran Guna Laksana ...67

Daftar Pustaka

Daftar Rujukan

(6)

viii

Universitas Kristen Maranatha Lampiran 2 Tabel

(7)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Sembilan tahun belakangan ini terdapat gejala dan fenomena menarik dari

gaya hidup dan identifikasi bagi pria dewasa awal di perkotaan. Dalam

perkembangannya, gaya hidup pria dewasa awal di perkotaan modern

berpenghasilan lebih serta sangat peduli kepada penampilan dan citra dirinya.

Kecenderungan kaum pria untuk "mempercantik" penampilan melalui tindakan

bedah kosmetik atau estetik dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Pria yang baru saja memasuki masa dewasa awal (21-40 tahun) memiliki

dua kriteria agar dapat disebut dewasa, yaitu mencapai kemandirian ekonomi dan

kemandirian dalam membuat atau mengambil suatu keputusan. Salah satu kriteria

pada pria agar dapat dikatakan memasuki masa dewasa awal adalah ketika pria

tersebut mendapatkan pekerjaan full-time dan menetap. Selain itu, pria yang

memasuki masa dewasa awal harus dapat berinteraksi dengan lingkungan dan

salah satu cara untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut adalah dengan

bekerja (Santrock, 1995).

Banyak pria yang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan agar dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak lagi bergantung kepada orang lain.

Akan tetapi, untuk memasuki dunia kerja ternyata tidak mudah. Pada saat ini,

banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi oleh pria yang akan bekerja, salah

(8)

Universitas Kristen Maranatha Beberapa tahun lalu, pria yang merawat wajah dan tubuhnya dengan

seksama bisa dicap sebagai gay atau dianggap sebagai kegiatan wanita atau pria

yang kewanita-wanitaan. Dulu orang menganggap pria sejati adalah pria dengan

bulu di wajah yang tak tercukur rapi, rambut awut-awutan, wajah keras dan tubuh

berotot, namun kini pria modern adalah pria yang berwajah klimis dan berpakaian

rapi serta bersepatu mengkilap. Sebenarnya gejala tersebut tidak terlalu

mengejutkan dan tak bisa dibilang mengkhawatirkan. Ketika semua hidup dalam

lingkungan sosial dan dalam hampir semua situasi sosial, penampilan fisik dan

kesan pertama memegang peranan yang amat besar. Kecenderungan tersebut

menyusul munculnya tren atau gaya hidup metroseksual. (www.harianglobal.com,

diakses 21 September 2011).

Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi

dengan lingkungannya (Kottler dalam Sakinah, 2002). Menurut Susanto (dalam

Nugrahani, 2003), gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri

dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak merujuk pada norma

yang berlaku. Gaya hidup berkaitan erat dengan konsumerisme, kapitalisme

bahkan perilaku narsisme. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup

yang berkembang di masyarakat.

Jika melihat pada satu atau dua dekade yang lalu, terkesan abnormal jika

melihat pria menggunakan pakaian-pakaian yang modis, menggunakan peralatan

dandan, pergi ke salon, dan lain sebagainya. Kata-kata sarkas, seperti: bencong,

hingga tuduhan gay dapat muncul kapan saja kepada pria-pria tersebut. Kini,

(9)

Universitas Kristen Maranatha bahkan mereka dianggap sebagai kalangan menengah atas dengan sebutan

eksklusif pria metroseksual (www.wikimu.com, 2009)

Pria metroseksual adalah pria yang memiliki kondisi finansial yang baik

dan sangat perhatian terhadap penampilan diri. Mereka suka meluangkan waktu

untuk melakukan perawatan diri seperti pergi ke salon untuk menikur, pedikur,

creambath, spa dan berolah raga di pusat kebugaran. Mereka juga tidak ragu

untuk menghabiskan berjuta-juta rupiah untuk memperindah penampilan mereka.

Oleh karena itu pakaian, sepatu, bahkan parfum yang mereka gunakan selalu

mengikuti perkembangan zaman. Pria metroseksual banyak ditemui di kota-kota

besar terutama di kota Jakarta dan Bandung (detik.com, 2010).

Pria metroseksual merasa diri harus tampil maksimal untuk dapat diterima

di lingkungannya maupun karena tuntutan pekerjaan. Adapun yang memang

merasa kurang puas dengan keadaan fisik yang dimiliki sehingga banyak yang

menghabiskan 1-2 jam di pagi hari untuk kegiatan rutin dan rela berjam-jam di

salon atau spa di akhir pekan untuk memanjakan diri sebagai kompensasi dari

kerja kerasnya selama hari Senin sampai Jumat. Salah seorang pria metroseksual

yang tergolong pengusaha muda menjelaskan rutinitas kegiatan pagi harinya itu

seperti mandi, olahraga ringan, memilih baju yang sesuai, memakai pelembab

wajah, bedak tipis, pelembab bibir, parfum, dan mengoleskan gel rambut yang

memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Di tas kerjanya pun tidak ketinggalan

bedak, pelembab bibir, penyegar mulut, sikat gigi, parfum serta perlengkapan

bisnisnya. Rata-rata seorang pria metroseksual menghabiskan dana Rp. 2-5 juta

(10)

Universitas Kristen Maranatha baju, parfum, aksesoris serta mendatangi tempat kebugaran.

(http://swa.co.id/priapria-metroseksual, 2010)

Metroseksual merupakan sebuah istilah baru yaitu sebuah kata majemuk

yang berasal dari paduan dua istilah metropolitan dan heteroseksual. Istilah ini

dipopulerkan pada tahun 1994 yang merujuk pada pria (khususnya yang hidup

pada masyarakat post-industry, dengan budaya kapitalis) yang menampilkan

ciri-ciri atau stereotype yang sering dikaitkan dengan pria homoseksual (seperti

perhatian berlebih terhadap penampilan), meskipun dia bukanlah seorang

homoseksual.

Metroseksual pertama kali diusung oleh Mark Simpson, penulis asal

Inggris, pada tahun 1994 di sebuah website. Istilah ini berkembang relatif lambat

dari satu media ke media lainnya sepanjang tahun 1994 sampai awal tahun

2000-an. Tapi ketika Simpson kembali menulis artikel di majalah online Salon.com

mengenai pria metroseksual pada 22 Juli 2002, fenomena ini langsung menggejala

di seluruh dunia. Kemunculan David Beckham sebagai kapten sepak bola Inggris

yang aktraktif dengan gaya metroseksualnya telah menyita perhatian publik dunia,

dan dinilai begitu pas dengan kategori pria metroseksual. Kemunculan Beckham

memang lantas menjadikannya salah satu icon pria metroseksual, sekaligus

membuat metroseksual diterima karena adanya tokoh terkenal yang jadi

panutannya (Salon.com, 2002).

Adanya public figure di Indonesia yang memerhatikan penampilan

menambah jumlah sosok pria yang bergaya metroseksual. Diawali dari

(11)

Universitas Kristen Maranatha branded dan mengikuti perkembangan tren berpakaian. Diikuti dengan

kemunculan generasi muda seperti, Nicholas Saputra, Indra Brugman, Vidi

Aldiano, Indra Bekti, grup band RAN, SMASH tampil dengan gaya berpakaian

yang branded, lebih berani dan variatif. Berbagai cara ditempuh untuk membuat

penampilan semakin menarik dan melakukan perawatan untuk menjaga kesehatan

dan kebugaran tubuhnya seperti, melakukan facial, massage dan fitness

Berbagai usaha dilakukan pria metroseksual untuk mendapatkan tubuh

yang ideal sehingga terlihat menarik seperti dapat menggunakan pakaian yang

sesuai dengan bentuk tubuh, menggunakan alat-alat kecantikan, namun usaha

tersebut belum sepenuhnya dapat memuaskan penampilan mereka. Hal ini sejalan

dengan pendapat Hurlock, 1999 yang menyatakan bahwa meskipun pakaian dan

alat kecantikan dapat digunakan untuk menyembunyikan bentuk fisik yang

dianggap menarik, hal tersebut belum cukup untuk menjamin adanya perasaan

puas terhadap tubuhnya.

Bukan hal yang aneh apabila kebanyakan pria metroseksual menghabiskan

jutaan rupiah untuk tetap menjaga penampilan. Pria metroseksual juga terlihat

segar dan bugar karena rutin menjaga kondisi badannya dengan mengatur asupan

makanan diimbangi dengan berolah raga misalnya, fitness. Pria metroseksual

umumnya menginginkan perut yang tidak berlemak, dan kerutan di wajah sebisa

mungkin dihilangkan. Pria metroseksual seringkali melakukan bedah plastik untuk

mencapai tujuan tersebut. Apabila pria yang terlalu mementingkan penampilan

fisik namun kurang memerhatikan kebutuhan asupan gizinya maka akan

(12)

Universitas Kristen Maranatha disorder atau selalu merasa tidak puas akan bentuk tubuhnya yang dapat

mengakibatkan individu menghabiskan jutaan rupiah untuk melakukan bedah

plastik serta gangguan-gangguan perilaku makan seperti anorexia nervosa dan

bulimia yang justru membuat penampilannya semakin memburuk

(lautan.blogspot.com).

Penampilan yang menarik pada pria metroseksual sebenarnya merupakan

suatu penilaian yang sangat subjektif dari lingkungan terhadap individu tersebut.

Oleh karena itu, untuk lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya, banyak pria metroseksual yang berusaha untuk tampil semenarik

mungkin. Perasaan pria terhadap tubuhnya untuk berpenampilan menarik pada

umumnya karena ketidakpuasan. Hal ini merupakan salah satu pengertian umum

dari body image.

Cash dan Pruzinsky (dalam Thompson, et al, 1999) mengemukakan bahwa

body image adalah sikap yang dimiliki individu yang memasuki masa dewasa

awal terhadap tubuhnya, yang meliputi penampilan fisik, kebugaran dan

kesehatan. Thompson, et al, (1999) juga mengemukakan bahwa body image

adalah representasi internal dan persepsi individu mengenai tubuhnya. Misalnya

ketika individu merasa bahwa tubuhnya itu lengkap atau tidak, atau ketika

individu merasa bahwa tubuhnya itu tinggi atau pendek, gemuk atau kurus. Hal ini

ternyata dapat berpengaruh besar terhadap bagaimana individu menghayati

dirinya dan dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Menurut Cash (2004), negative body image merupakan ketidakpuasan

(13)

Universitas Kristen Maranatha atas tubuhnya atau bagian-bagian tubuhnya disebut dengan kepuasan body image

(Thompson, et al, 1999). Jika individu tidak dapat meraih bentuk tubuh yang

diharapkan, ketidakpuasan terhadap tubuhnya akan meningkat, yang kemudian

berkembang menjadi negative body image (Heinberg dalam Thompson, 1996).

Ketidakpuasan ini dapat menyebabkan individu memiliki harga diri yang rendah,

depresi, kecemasan dan menarik diri dari lingkungan sosial, bahkan mengalami

disfungsi seksual (Cash dan Grant dalam Thompson, 1996).

Powers dan Erickson (2000) mengatakan bahwa dalam suatu penelitian

ditemukan bahwa pria yang mempersepsikan ukuran tubuhnya sebagai rata-rata

akan lebih puas dibandingkan dengan pria yang mempersepsikan tubuhnya

sebagai kurus atau gemuk, tanpa memandang ukuran tubuh yang sebenarnya.

Dalam hal ini persepsi sangat menentukan perasaan seseorang dalam memberikan

label terhadap bentuk tubuhnya. Banyak pula peneliti yang mengatakan kuatnya

tuntutan masyarakat mengenai standar penampilan ideal disebabkan tren yang

berlaku dalam masyarakat yang memengaruhi body image seseorang (Fallon

dalam Thompson, 1996).

Tren metroseksual dengan bentuk tubuh ideal dapat memengaruhi persepsi

pria tentang tubuhnya. Adanya tuntutan untuk selalu tampil menarik dan

mempunyai bentuk tubuh ideal khususnya dalam dunia pekerjaan dapat

memengaruhi pria untuk mencapai bentuk tubuh ideal tersebut (Mazur dalam

Thompson 1996). Banyak pria yang merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka

seiring dengan adanya gambar-gambar di media massa yang memperlihatkan

(14)

Universitas Kristen Maranatha media massa tampaknya sangat berpengaruh dalam menyebarkan image bahwa

untuk berpenampilan, seorang pria metroseksual menaruh perhatian lebih kepada

penampilan fisik, memiliki tinggi badan dan berat badan yang proporsional.

Kegiatan yang dilakukan oleh pria dewasa awal yang bergaya

metroseksual biasanya memiliki aktivitas luar yang bergengsi. Sehingga banyak

pria dewasa awal yang bergaya metroseksual ditemui di kafe-kafe, salon, pusat

perbelanjaan dan klub-klub olah raga. Michael Flocker, penulis "The Metrosexual

Guide to Style" mengatakan gambaran tubuh ideal untuk pria metroseksual abad

ke-21 yang baru adalah yang alami, tegap, dan bugar. Pria berotot hasil suntikan

steroid sudah dianggap basi. Sebaliknya, yang menjadi tren saat ini adalah bentuk

tubuh yang ramping dan sehat.

Beberapa tahun terakhir ini, perhatian terhadap body image pada pria

perlahan mulai menunjukkan peningkatan (Pope, Phillips, dan Olivardia, 2008).

Garner (2007) menyatakan bahwa dalam suatu survei yang diterbitkan oleh

majalah Psychology Today, jumlah pria yang merasa tidak puas dengan bentuk

tubuh mereka meningkat dari 15% pada tahun 1997 menjadi 43% pada tahun

2007 dan lebih banyak pria (38%) yang merasa tidak puas dengan bentuk dan

ukuran dada mereka dibandingkan dengan wanita (34%).

Menurut Kepala Sub-Bagian Bedah Plastik Rumah Sakit ‘X’ di kota

Bandung ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tersebut salah satunya disebabkan

oleh adanya penimbunan lemak dalam tubuh. Tak heran jika kemudian

upaya-upaya membentuk tubuh ideal sebenarnya lebih banyak berkaitan dengan usaha

(15)

Universitas Kristen Maranatha seperti sedot lemak (liposuction), operasi bedah, atau sayatan pada bagian tertentu

tubuh yang dianggap banyak mengandung lemak, pemberian hormon penyusut

lemak, hingga diet makanan anti lemak dan olahraga yang bisa membakar lemak.

Tanpa mengesampingkan bahwa tindakan bedah plastik bagi sebagian pasien pria

dewasa awal yang sudah telanjur memiliki kelebihan lemak atau alasan-alasan

tertentu, tindakan bedah plastik adalah salah satu cara untuk mendapatkan wajah

menarik dan tubuh ideal. Namun, bagi sebagian pria dewasa awal, mendapatkan

wajah menarik dan tubuh ideal tidak saja relatif lebih mudah dan murah, tapi juga

bisa dilakukan sejak dini (www.solusisehat.net, diakses 21 Maret 2008).

Banyak yang dapat dilakukan untuk memiliki tubuh yang ramping dan

sehat, antara lain adalah fitness. Banyak orang yang memiliki kesalahpahaman

terhadap arti kata fitness. Oleh sebagian besar orang, fitnes adalah aktivitas

angkat-angkat besi yang hanya dilakukan oleh pria yang ingin membesarkan

badan. Padahal sebenarnya, definisi dari kata fitness itu sendiri adalah

"kebugaran", fitness juga berarti "lebih dari sekadar sehat". Gaya hidup fitness

pada dasarnya adalah gaya hidup yang melibatkan kegiatan ataupun aktivitas yang

membuat orang menjadi lebih bugar, di mana 3 komponen utama yang perlu

dijalankan secara teratur, seimbang, dan konsisten yakni olah raga, nutrisi dan

istirahat. (Ade Rai - Health Ambassador & Fitness Motivator, November 2006)

Begitu banyak pusat kebugaran di kota Bandung, salah satunya adalah

pusat kebugaran ‘X’ yang didirikan oleh John Franklin pada tahun 2003, dan

mulai beroperasi pada bulan Februari 2004 dengan pembukaan terobosan klub EX

(16)

Universitas Kristen Maranatha Penawaran harga yang tergolong mahal untuk menjadi anggota di pusat

kebugaran ‘X’ membuat para peminatnya berasal dari kalangan menengah keatas

yang lebih mementingkan prestige, life style, dibandingkan dengan tujuan

fitnessnya itu sendiri. memiliki citra sebagai tujuan trendi untuk komunitas kuat,

perkotaan dan metroseksual.

Menjadi anggota di Pusat kebugaran ‘X’ tergolong premium sehingga

konsumennya pun kebanyakan dari kalangan menengah keatas pusat kebugaran

‘X’ menawarkan konsep gaya hidup yang unik, perpaduan pusat kebugaran

dengan suasana hiburan memastikan olahraga berenergi tinggi, memotivasi dan

menghibur. Banyak anggota pusat kebugaran ‘X’ bergabung tidak hanya untuk

berolahraga, namun juga untuk menambah teman, bergabung dalam kelas-kelas,

rileks dan bersantai di lounge dan salon club yang dinamis. Pusat kebugaran ‘X’

berlokasi di dalam pusat perbelanjaan kota Bandung agar para anggota, setelah

berolahraga bisa berbelanja, atau pergi ke bioskop dengan nyaman. Ini membantu

para anggota pusat kebugaran ‘X’ menggabungkan olahraga sehat dengan rutinitas

harian mereka yang sibuk. pusat kebugaran ‘X’ adalah perusahaan kesegaran,

kebugaran, dan kesehatan yang berkembang tercepat di Asia Tenggara dengan

lebih dari 100.000 anggota dan lebih dari 40 klub berlokasi di seluruh Asia

Pusat kebugaran ‘X’ kota Bandung yang dilengkapi lebih dari 300

peralatan dan sekitar 20 pelatih, dan memiliki anggota mencapai 3.500 orang

yang sebagian besar anggota pusat kebugaran ‘X’ yakni kalangan profesional

dengan usia 20-40 tahun. Setiap pekan, lebih dari 150 kelas digelar, seperti yoga,

(17)

Universitas Kristen Maranatha Menurut hasil survei awal yang telah dilakukan melalui wawancara

terhadap 10 pria dewasa awal yang bergaya metroseksual yang menjadi anggota

di pusat kebugaran “X” kota Bandung, 7 diantaranya memiliki penghayatan

bahwa dirinya merasa penting melakukan fitness dan merasa tidak puas dengan

bentuk tubuh yang dimiliki karena mereka menginginkan tubuh ideal guna

meningkatkan kepercayaan diri saat mengenakan pakaian untuk di dunia kerja dan

menarik perhatian lawan jenis. Sedangkan, 3 dari 10 responden pria dewasa awal

yang bergaya metroseksual yang menjadi anggota di pusat kebugaran “X” kota

Bandung menyatakan penghayatan yang dirasa penting dan merasa puas dengan

tubuh yang dimiliki. Mereka mengikuti fitnes guna menjaga kesehatan dan

kebugaran. Selain itu, 6 dari 10 responden yang menjadi anggota di pusat

kebugaran “X” kota Bandung mengatakan bahwa mereka belum puas dengan

penampilan fisik, bentuk tubuh, kekuatan otot, atau stamina yang dimiliki saat ini.

Mereka mengatakan bahwa mereka kurang merasa proporsional antara tinggi

badan dan berat badan, dan mereka merasa bentuk ototnya belum sempurna.

Dari survei di atas dapat diketahui bahwa lebih dari 70% pria dewasa awal

yang bergaya metroseksual yang menjadi anggota di pusat kebugaran “X” kota

Bandung memiliki body image yang negatif karena kebanyakan dari mereka

merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya yang tidak tumbuh otot, dada tidak

bidang, dan kegemukan memuat para pria dewasa awal memiliki rasa tidak

percaya diri, menarik diri, sulit mendapatkan pasangan dan ingin mengubah

bentuk tubunya dengan berolah raga dengan harapan membentuk tubuh dengan

(18)

Universitas Kristen Maranatha yang menjadi anggota di pusat kebugaran “X” untuk memiliki tubuh ideal

seringkali menimbulkan masalah, yang kemudian mendorong pria untuk berusaha

melakukan berbagai cara agar tujuan berpenampilan ideal dapat tercapai.

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai body image pada pria dewasa

awal yang bergaya metroseksual di pusat kebugaran “X” kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

“Bagaimana body image yang dimiliki oleh pria dewasa awal yang

bergaya metroseksual di pusat kebugaran “X” kota Bandung”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui body image pada pria

dewasa awal yang bergaya metroseksual di pusat kebugaran ‘X’ kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran body image

yang meliputi penghayatan positif atau negatif mengenai penampilan fisik

(appearance), kebugaran (fitness), serta kesehatan (health/illness) pada pria yang

(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Kegunaan ilmiah penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagi

ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi klinis mengenai body image pada pria

yang bergaya metroseksual.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai body image

pada pria yang bergaya metroseksual.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Menginformasikan kepada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual

yang menjadi anggota di pusat kebugaran ‘X’ kota Bandung mengenai

penyebab-penyebab body image negatif dan memberikan cara menerima kondisi tubuh apa

adanya, serta mengatasinya dengan metode yang positif seperti mengatur pola

makan dan tidur cukup.

1.5 Kerangka Pemikiran

Penampilan yang menarik pada individu sebenarnya merupakan suatu

penilaian yang subjektif dari lingkungan terhadap individu tersebut. Oleh karena

itu, untuk lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan lingkungannya, banyak

individu khususnya pria dewasa awal yang berusaha untuk tampil semaksimal

mungkin sesuai dengan tuntutan masyarakat terutama terhadap tuntutan dalam

tempatnya bekerja, yang senantiasa mengharuskan untuk berpenampilan menarik.

(20)

Universitas Kristen Maranatha lingkungannya maupun karena tuntutan pekerjaan. Metroseksual adalah sebuah

istilah baru, sebuah kata majemuk yang berasal dari paduan dua istilah:

metropolitan dan heteroseksual. Istilah ini dipopulerkan pada tahun 1994 untuk

merujuk kepada pria (khususnya yang hidup di masyarakat post-industri, dengan

budaya kapitalis) yang menampilkan ciri-ciri atau stereotipe yang sering dikaitkan

dengan pria homoseksual (seperti perhatian berlebih terhadap penampilan),

meskipun dia bukanlah seorang homoseksual. Tuntutan pekerjaan dan lingkungan

kemudian menimbulkan perasaan kepuasan atau ketidakpuasan pada pria yang

bergaya metroseksual tersebut untuk senantiasa berpenampilan menarik.

Terdapat beberapa pengertian mengenai body image yang dikemukakan

oleh para ahli. Menurut Papalia, Olds dan Fieldman (dalam Papalia, 2008) body

image adalah evaluasi mengenai penampilan seseorang. Jade (1999) mengatakan

bahwa body image adalah perasaan subjektif mengenai penampilam dan tubuh.

Cash dan Deagle (dalam Jones, 2002) mendefinisikan body image sebagai derajat

kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk,

dan penampilan umum.

Menurut Cash dan Pruzinsky (2002), body image merupakan sikap yang

dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau

negatif. Body image bagi pria dewasa awal yang bergaya metroseksual merupakan

suatu hal yang penting, karena pada masa dewasa awal pria banyak memiliki

tuntutan, baik dari lingkungan sosial maupun pekerjaan. Tuntutan ini

menimbulkan respon tersendiri bagi pria dewasa awal berupa tingkah laku yang

(21)

Universitas Kristen Maranatha dewasa awal yang bergaya metroseksual sering merasa tidak puas terhadap

penampilan dirinya. Bagaimana perasaan individu mengenai penampilan fisik

inilah yang disebut dengan body image (Valencia, 2008). Body image dapat juga

didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang

mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum (Cash dan Deagle dalam Jones,

2002).

Pada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual ketidakpuasan terhadap

tubuhnya juga timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi dan

berotot (Evans, 2008). Hal ini disebabkan karena adanya figur ideal yang menjadi

panutan yang dapat diperoleh dari faktor luar seperti media atau lingkungan yang

kemudian dapat memengaruhi gambaran ideal akan sosok tubuh seseorang.

Semakin sering melihat sosok tubuh sempurna, maka semakin besar obsesi untuk

bisa seperti model dalam majalah atau para instruktur di pusat kebugaran.

Banyak dari pria dewasa awal berusaha merubah penampilannya sehingga

terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan body image yang ideal

mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan (Davison & Birch

dalam Papalia, 2008). Pada umumnya pria dewasa awal melakukan diet, berolah

raga, melakukan perawatan tubuh, mengkonsumsi suplemen dan lain-lain untuk

mendapatkan berat badan ideal (Dacey & Kenny, 2001). Konsep tubuh yang ideal

pada pria dewasa awal adalah tubuh berisi, berotot, berdada bidang, serta bisep

yang menonjol (McCabe, 2004).

Menurut Cash & Pruzinsky (2004), body image memiliki tiga dimensi

(22)

Universitas Kristen Maranatha terhadap penampilannya dan perasaan menarik atau tidaknya individu atas

dirinya. Jadi jika individu menempatkan penampilan sebagai hal yang penting

bagi dirinya dan ia merasa puas akan penampilannya maka individu tersebut

memiliki penampilan fisik yang tinggi. Selanjutnya adalah dimensi kebugaran

(fitness) yang meliputi perasaan individu terhadap tingkat kebugaran tubuhnya

dan penghargaan individu terhadap kebugrannya dengan secara aktif terlibat

dalam kegiatan fisik untuk mempertahankan dan meningkatkan kebugaran

tubuhnya. Dimensi yang terakhir adalah kesehatan (health/illness) yang

menjelaskan tingkat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap pentingnya

kesehatan, penilaian individu tentang seberapa sehat tubuhnya, dan mengenai

kesadaran individu tentanga tubuhnya bila sedang atau akan sakit serta reaksi

individu terhadap berbagai masalah dan penyakit yang dirasakan oleh tubuh.

Pada dimensi penampilan fisik, pria dewasa awal yang bergaya

metroseksual yang memiliki body image positif akan merasa lebih percaya diri

karena melakukan perawatan rutin seperti pergi ke salon serta mengalokasikan

penghasilannya untuk membeli peralatan untuk perawatan tubuh dan pakaian,

sedangkan yang memiliki body image negatif senantiasa merasa cemas, dan

rendah diri lalu mengubah bentuk fisiknya secara ekstrim seperti melakukan diet

menggunakan obat-obatan, operasi plastik, operasi sedot lemak dan suntik silicon.

Pada dimensi lain yakni kebugaran, pria dewasa awal yang bergaya metroseksual

yang memiliki body image positif merasa dirinya segar dan siap melakukan

aktivitasnya seharian karena rutin berolah raga di pagi hari, mengunjungi pusat

(23)

Universitas Kristen Maranatha body image negatif cepat merasa lelah dan gelisah karena mengonsumsi

obat-obatan penambah stamina dan pola tidur yang tidak teratur. Selain itu pada

dimensi kesehatan pria dewasa awal yang bergaya metroseksual yang memiliki

body image positif tidak mudah lelah dan terkena penyakit karena asupan gizi

cukup dari makanan yang dikonsumsi, sedangkan yang memiliki body image

negatif memiliki kecemasan akan kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan

yang ditampilkan melalui diet ketat untuk menurunkan berat badan dengan cara

membatasi asupan makanan.

Perkembangan body image berjalan sepanjang masa kehidupan dan

dipengaruhi oleh orang yang signifikan serta berperan penting dalam kehidupan.

Dalam hal ini pria yang bergaya metroseksual memiliki faktor-faktor yang

memengaruhi body image. Faktor yang pertama adalah personality attributes yang

meliputi self esteem (self esteem tinggi akan menyebabkan penghayatan yang

positif terhadap tubuh), dan attachment system (kasih sayang dan attachment yang

aman dapat meningkatkan kecenderungan body image yang positif). Selain itu,

nilai dan sikap yang berbasis gender akan lebih mementingkan penampilan

misalnya, perempuan yang mendukung sikap gender tradisional dalam hubungan

mereka dengan laki-laki, lebih mementingkan penampilan, menginternalisasi lebih

banyak standar kecantikan, dan mempunyai asumsi yang lebih maladaptif

mengenai penampilan sendiri.

Physical characteristics yang meliputi keadaan fisik seperti tinggi badan,

bentuk otot, kondisi-kondisi kulit seperti jerawat, cacat yang diperoleh, perubahan

(24)

Universitas Kristen Maranatha metroseksual memiliki masalah di bagian elastisitas kulit dan ketebalan rambut

akan mengurangi rasa percaya dirinya dalam berpenampilan sehingga cenderung

memiliki belief bahwa tubuh mereka tidak sehat dan munculnya body image yang

negatif. Misalnya pria dewasa awal yang bergaya metroseksual memiliki tubuh

gemuk dan memiliki muka yang berminyak serta berjerawat akan memiliki body

image yang negatif. Berbeda dengan pria dewasa awal yang bergaya metroseksual

dengan tubuh berotot serta memiliki wajah yang senantiasa terawat akan memiliki

body image positif.

Selanjutnya adalah cultural socialization, yaitu pesan-pesan dari

lingkungan yang menyisipkan suatu standar atau harapan mengenai penampilan

dan karakter fisik, dan media massa memegang peranan penting dalam hal ini.

Saat pesan-pesan tersebut diinternalisasikan oleh individu, nilai-nilai sosial ini

akan membantu perkembangan sikap-sikap dasar body image yang mempengaruhi

individu dalam menafsirkan dan bereaksi terhadap kejadian sehari-hari melalui

cara-cara tertentu. Konsumsi media yang tinggi dapat memengaruhi body image

pria dewasa awal yang bergaya metroseksual. Isi tayangan pada media sering

menggambarkan bahwa tubuh ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh

yang atletis dan penampilan yang modis, apabila pria dewasa awal yang bergaya

metroseksual tidak memiliki tubuh yang atletis dan penampilan yang modis maka

akan mempengaruhi body image-nya. Pria dewasa awal yang bergaya

metroseksual cenderung tidak puas dengan body image-nya dan mengarah kepada

body image yang negatif apabila tidak memiliki tubuh yang atletis dan penampilan

(25)

Universitas Kristen Maranatha awal yang bergaya metroseksual memiliki tubuh yang atletis dan penampilan yang

modis sesuai yang ditampilkan oleh media maka akan merasa dirinya bugar dan

mengarah kepada body image positif

Faktor yang terakhir adalah interpersonal experience, yaitu penilaian yang

diberikan lingkungan kepada pria dewasa awal yang merupakan umpan balik yang

ikut memengaruhi body image nya. Umpan balik tersebut dapat berupa

harapan-harapan, opini, komunikasi baik verbal maupun non verbal yang disampaikan

dalam interaksi dengan anggota keluarga, teman, orang-orang sebaya lain dan

bahkan oleh orang asing. Apabila pria dewasa awal mendapatkan

harapan-harapan, opini, komunikasi baik verbal maupun non verbal yang negative dari

sekitarnya, menimbulkan perasaan rendah diri dan dapat mengarah pada body

image yang negatif. Misalnya, pria dewasa awal yang bergaya metroseksual

berpenampilan tidak sesuai yang diharapkan oleh lingkungan sekitarnya dan

mendapatkan cibiran serta tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang

terbuka maka akan menimbulkan perasaan rendah diri dan mengarah pada body

image yang negatif. Sebaliknya apabila pria dewasa awal yang bergaya

metroseksual mampu menyelaraskan penampilannya dengan keadaan sosial dan

mendapatkan pujian dari lingkungan sekitar serta mampu berkomunikasi akan

(26)

Universitas Kristen Maranatha Skema 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

Faktor-faktor yang memerngaruhi Body Image

1. Personality attributes 2. Physical Characteristics 3. Cultural Socialization 4. Interpersonal Experience

BODY IMAGE Pria Meroseksual Pria

Metroseksual

 Penampilan fisik

 Kebugaran  kesehatan

(27)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

Setelah menelaah uraian di atas, maka didapatkan asumsi-asumsi sebagai

berikut:

1. Body image terdiri dari tiga dimensi yaitu penampilan fisik (appearance),

kebugaran (fitness) dan kesehatan (health/illness).

2. Setiap pria dewasa awal yang bergaya metroseksual memiliki body image

yang berbeda, yaitu body image positif atau body image negatif.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan melatarbelakangi pembentukan

body image pada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual adalah

cultural socialization, physical characteristics, personality attributes dan

(28)

66

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai

body image pada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di kota Bandung,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di kota Bandung lebih banyak

memiliki body image yang negatif.

2. Pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di kota Bandung yang memiliki

body image negatif cenderung merasa memiliki karakteristik fisik yang kurang

sesuai dengan standar kemenarikan fisik yang berlaku di masyarakat Indonesia.

Dalam hal ini, faktor physical characteristic paling memiliki kecenderungan

keterkaitan dengan body image pria dewasa awal yang bergaya metroseksual di

kota Bandung.

5.2 Saran

5.2.1 Saran bagi Penelitian Lanjutan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran

kepada peneliti selanjutnya untuk:

1. Temuan penelitian ini memerlihatkan sebagian besar pria dewasa awal yang

(29)

Universitas Kristen Maranatha tidak/belum puas dengan penampilan fisik, kesehatan dan kebugarannya secara

menyeluruh, untuk memastikan apakah body image negatif merupakan kekhasan

kaum pria metroseksual, maka sebaiknya di teliti pada populasi yang lebih besar.

2. Mencermati dan mendalami faktor-faktor yang memengaruhi body image negatif,

menggunakan alat ukur yang lebih teruju validitas dan reliabilitasnya

5.2.2 Saran Guna Laksana

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran:

1. Kepada pria dewasa awal yang bergaya metroseksual agar lebih aktif mencari

sumber informasi, tips serta artikel yang tepat untuk merawat dan menjaga

penampilan fisik, kesehatan dan kebugaran bagi pria dewasa awal guna

meningkatkan kepercayaan diri para pria metroseksual dalam rangka mengubah

body image yang negatif menjadi body image yang positif

2. Kepada pusat kebugaran di kota Bandung, supaya dapat memberikan penyuluhan

kepada para anggotanya di pusat kebugarannya untuk melakukan olah tubuh sesuai

kebutuhan dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anggotanya, serta

menghimbau para anggota untuk selalu menerapkan pola hidup sehat yakni

memerhatikan asupan gizi dan cukup tidur. Hal tersebut dilakuan untuk

(30)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Agliata, D., Tantleff-Dunn, S. 2004. The Impact of Media Exposure on Male’s Body Image. Journal of Social and Clinical Psychology. Available online at findarticles.com (diakses Mei 2006)

Cash, T. F; J.R. Ancis; and M.D. Strachan. 1997. Gender Attitudes, feminist identity, and body images among college women. Sex Roles: A journal of research. Available online at www.findarticles.com (diakses, Maret 2007)

Cash, T. F & Pruzinsky, T. 2004. Body Image: A handbook of theory, research, and clinical service. New York: Guilford

Cusumano, D.L., & Thompson, J.K. 1997. Body Image and body shape ideals in magazines : Exposure, awareness, and internalization. Sex Roles , 37, 701-721.

Garner, D. M. 1997. The Body Image Survey. Psychology Today, 23-84.

Hoyt, W.D., & Kogan, L. R. 2001, Agustus. Satisfaction with body image and peer relationships for males and females in a college environment. Sex Roles : A journal of research. Retrieved January 19, 2006.

Jung, J., & Lennon, S.J. 2003, September. Body image, appearance self schema, and media images. Family and Consumer Sciences Research Journal. 32, 1, 27-51.

Nazir., Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pope, H. G., Phillips, K. A. , & Olivardia, R. (2000). The adonis complex : The secret crisis of male body obsession. New York : The Free Press.

Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Thompson, J.K. 1996. Body images, eating disorders, and obesity: An integrative guide for assesment and treatment. Washington, DC: American Psychological Association

(31)

Universitas Kristen Maranatha Tiggemann, M., & McGill, B. 2004, February. The role of social comparison in the effect of magazine advertisements on women’s mood and body dissatisfaction. Journal of social and clinical psychology, 21,1, 23-45

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Ikrarmandiriabadi.

(32)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Trisnati desiana. 2007. Hubungan antara Body Image dengan Kecemasan pada Pria

yang Berlangganan Majalah Men’s Health. Skripi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Padjajaran. http://ucuagustinaprosa.blogspot.com, 2004

http://harianglobal.com Pria pun Ingin Mempercantik diri (diakses 21 Maret 2008)

www.healthyplace.com Eating Disorders: Do Body and Food Issues Differ by Culture?, (diakses 9 Maret 2008)

www.kcm.com Seberapa burukkah aku? (diakses, Oktober 2007)

http://payakumbuhkota.blogspot.com, diakses 2009

http://swa.co.id/2004/03/priapria-metroseksual/

http://wikipedia.org/metroseksual

http://solusisehat.net diakses 21 Maret 2008

http://lautan.blogspot.com

http://cellebrityfitness.com/id

http://www.andriewongso.com/ Memiliki Solusi Sehat, diakses 2010

http://www.duniafitnes.com/featured/

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dengan self esteem pada wanita dewasa awal yang menggunakan skincare, untuk mengetahui peran body image

Agar dapat dijadikan bahan informasi yang kaitannya dengan body image dengan self esteem pada wanita dewasa awal, sehingga dapat memandang secara positif terhadap body image

Faktor kepribadian cukup berpengaruh pada pencapaian status intimacy pria homoseksual status stereotype dengan tipe kepribadian ekstrovert yang aktif tetapi kurang

Universitas Kristen Maranatha interaksi dengan orang lain, misalnya komunitas suku Papua usia dewasa awal yang tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Papua dan ia

Dari 84,01% yang memiliki body image negatif dikelompokkan atas tiga kategori, yaitu 19,23% memiliki body image investment rendah serta body image evaluation

Selain itu, bagi pria dewasa madya Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung dapat mengadakan pertemuan dalam rangka menyesuaikan values yang dimilikinya dengan perkembangan

Untuk mengetahui interaksi sosial pria dewasa awal yang menjadi gay dengan..

Universitas Kristen Maranatha Remaja PPA ‘X’ Bandung mempunyai jadwal yang padat dan rutin di sekolah maupun di PPA ‘X’ Bandung. Kegiatan yang menyibukkan dapat membuat