iv ABSTRAK
EFEK PEMBERIAN MADU TERHADAP WAKTU REAKSI SEDERHANA PADA PRIA DEWASA
Nisa Ulina, 2014. Pembimbing I : Decky Gunawan, dr., M.Kes., AIFO. Pembimbing II : Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA. (K).
Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk munculnya reaksi dari suatu rangsang yang antara lain dipengaruhi oleh pemberian nutrisi yang baik untuk sistem saraf. Madu adalah suatu zat cair manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu yang sejak dulu dipercaya berkhasiat untuk mengurangi perasaan stres dan meningkatkan konsentrasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian madu terhadap waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
Penelitian ini bersifat eksperimental kuasi dengan rancangan pre test dan
post test. Subjek penelitian yaitu tiga puluh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha berjenis kelamin pria dengan rentang usia 18 – 24 tahun, diberikan satu sendok makan madu yang dicampur 100 mL air mineral. Data yang diukur adalah waktu reaksi sederhana yang dicatat dengan alat kronoskop sebelum dan sesudah perlakuan. Data diuji dengan uji t berpasangan dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan rerata waktu reaksi sederhana sesudah mengonsumsi madu terhadap rangsang cahaya warna merah sebesar 49,44%, warna kuning 58,09%, warna hijau 56,47%, warna biru 55,24%, rangsang suara frekuensi tinggi 55,65%, frekuensi rendah 51,34%, dan rangsang taktil tumpul sebesar 57,83% (p<0,01).
Simpulan dari penelitian ini adalah madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
v
ABSTRACT
THE EFFECT OF HONEY TOWARDS THE SIMPLE REACTION TIME ON ADULT MALES
Nisa Ulina, 2014. Supervisor I : Decky Gunawan, dr., M.Kes., AIFO.
Supervisor II : Sylvia Soeng, dr., M.Kes., (PA)
Reaction time is the time needed to react towards a stimulus which could be influenced by good nutrition to nervous system. Honey is a sweet liquid substance naturally produced by honey bees which trusted could reduc stress and and increase concentration.The objective of this study was to determined the effect of honey towards the simple reaction time on adult men.
This research was a prospective experimental and comparative with pre test and post test design. The subject of study was thirty Faculty of Medicine Maranatha Christian University student aged 18 – 24 years who were given one tablespoon honey mixed with 100mL mineral water. Data measured was the simple reaction time that was recorded by chronoscope before and after treatmen. The result showed that simple reaction time was faster after treatment towards red light stimulus about 49,44%, yellow light stimulus 58,09%, green light stimulus 56,47%, blue light stimulus 55,24%, high tune sound stimulus 55,65%, low tune sound stimulus 51,34%, and tactile stimulus 57,83% (p<0,01).
The conclusion was honey was effectively decreased the simple reaction time on adult men.
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
PRAKATA vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.4.1 Manfaat Akademis 2
1.4.2 Manfaat Praktis 2
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian 3
1.5.1 Kerangka Pemikiran 3
1.5.2 Hipotesis Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Waktu Reaksi 6
2.1.1. Definisi Waktu Reaksi 6
2.1.2. Klasifikasi Waktu Reaksi 7
2.1.3. Faktor yang Memengaruhi Waktu Reaksi 8 2.2. Proses Perubahan Stimulus menjadi Respon Motorik 12
2.2.1. Proses Perubahan Stimulus Cahaya menjadi Impuls dalam Susunan
ix
2.2.2. Proses Perubahan Stimulus Suara menjadi Impuls dalam Susunan
Saraf Pusat 15
2.2.3. Proses Perubahan Stimulus Taktil menjadi Impuls dalam Susunan
Saraf Pusat 18
2.2.4. Proses Perubahan Impuls dalam Susunan Saraf Pusat menjadi
Respon Motorik 19
2.3. Formatio Reticularis 20
2.4. Metabolisme Energi Otak 21
2.3.1. Transportasi Zat 21
2.3.2. Metabolisme Glukosa dan Fruktosa 22
2.3.2.1. Metabolisme Glukosa 22
2.3.2.2. Glikolisis dan Fosforilasi Oksidatif 24
2.3.2.3. Metabolism Fruktosa 26
2.3.3. Mikronutrien terhadap Fungsi Kognitif 27
2.5. Madu 28
2.4.1. Produk-Produk Lebah Madu 28
2.4.2. Tahapan Pembentukan Madu 30
2.4.3. Karakteristik Fisik Madu 30
2.4.4. Komposisi Madu 32
2.4.5. Khasiat Madu 33
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 35
3.1. Bahan dan Alat yang Digunakan 35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 35
3.3. Prosedur Penelitian 35
3.4. Rancangan Penelitian 36
3.5. Subjek Penelitian 36
3.6. Variabel Penelitian 37
3.6.1 Variabel Perlakuan 37
3.6.2 Variabel Respon 38
3.6.3 Persiapan Penelitian 38
x
3.8. Aspek Etik Penelitian 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40
4.1 Hasil 40
4.2 Pembahasan 42
4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian 43
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 Simpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil dan Uji t berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada Pria Dewasa untuk Rangsang Cahaya Warna Merah, Kuning, Hijau, dan
Biru 40
4.2 Hasil dan Uji t Berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada Pria Dewasa untuk Rangsang Suara Frekuensi Tinggi dan Rendah 41 4.3 Hasil dan Uji t Berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Skema Hubungan Madu dengan Waktu Reaksi Sederhana 5
2.1 Anatomi Mata 13
2.2 Proses Pembiasan oleh Lensa Mata 13
2.3 Jaras Penglihatan 14
2.4 Anatomi Telinga 15
2.5 Gambaran Telinga Dalam 16
2.6 Jaras Pendengaran 17
2.7 Jaras Taktil 19
2.8 Formatio Reticularis 21
2.9 Glikolisis 25
2.10 Siklus Krebs 26
2.11 Madu 28
4.1 Grafik Perbandingan Rerata Waktu Reaksi Sederhana Seluruh Jenis
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
LAMPIRAN 1 INFORM CONSENT 49
LAMPIRAN 2 LEMBAR KERJA 50
LAMPIRAN 3 DATA PRE TEST DAN POST TEST UJI WAKTU REAKSI
SEDERHANA 51
LAMPIRAN 4 DATA HASIL PENGOLAHAN SPSS 57
LAMPIRAN 5 SURAT KEPUTUSAN KOMISI ETIK PENELITIAN 62
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Saat melakukan presentasi, berpidato, berkampanye, atau kegiatan lain yang berhubungan dengan berbicara di depan khalayak ramai, pembicara dituntut untuk rileks dan tetap berkonsentrasi. Perasaan rileks penting saat berbicara agar kata-kata yang diucapkan dapat didengar dengan jelas dan tetap dibutuhkan konsentrasi yang baik agar dapat memberikan respon yang cepat terhadap rangsang atau stimulus. Interval waktu yang terhitung sejak pemberian atau munculnya stimulus hingga timbul respon yang sesuai dan bersifat disadari (volunteer) disebut waktu reaksi (Houssay, 1955). Beberapa faktor yang memengaruhi waktu reaksi ialah perasaan rileks atau tingkat stres, konsentrasi, dan kadar glukosa darah pada sistem saraf pusat (Kosinski, 2006).
Menurut kebiasaan, orang tua sering memberikan madu pada anaknya untuk meningkatkan konsentrasi. Madu merupakan pemanis alami yang sudah digunakan berabad-abad yang lalu dan dipercaya memiliki banyak khasiat sejak zaman Mesir kuno. Hal tersebut karena madu memiliki kandungan gula campuran, asam amino yang menghasilkan neurotransmitter, dan vitamin B kompleks yang baik untuk saraf dan otak. Campuran fruktosa, glukosa, dan sukrosa pada madu menyebabkan gula darah lebih cepat naik dan jumlahnya dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama dibanding penghasil gula lain. Neurotransmitter adalah enzim yang diperlukan dalam impuls saraf. Sedangkan vitamin B kompleks diperlukan untuk kesehatan saraf dan membantu metabolisme gula.
2
Oleh karena madu dipercaya dapat meningkatkan konsentrasi dan kadar glukosa darah, maka kemungkinan pemberian madu dapat meningkatkan waktu reaksi.
1.2Identifikasi Masalah
Apakah madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria dewasa
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian adalah untuk mengetahui efek asupan nutrisi terhadap waktu reaksi sederhana pada pria dewasa
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek pemberian madu terhadap waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Menambah pengetahuan mengenai khasiat madu dalam memengaruhi waktu reaksi sederhana.
1.4.2 Manfaat Praktis
3
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Perhitungan waktu reaksi sederhana dimulai sejak pemberian rangsang berupa cahaya (warna merah, kuning, hijau, dan biru), suara (frekuensi tingi dan rendah), dan rangsang taktil sampai memberi respon dengan menekan tombol yang disediakan. Rangsang akan ditangkap reseptor lalu informasi tersebut akan diteruskan melalui jaras sensoris ke otak dan diterjemahkan. Kemudian otak akan memberi respon motorik berupa gerakan otot rangka jari tangan untuk menekan tombol (Ganong, 2005).
Faktor-faktor lain yang memengaruhi waktu reaksi adalah makanan, minuman, obat-obatan, alkohol, dan rokok yang dikonsumsi. Contohnya mengonsumsi zat-zat yang memberi efek menenangkan atau relaksasi. Seseorang yang dalam keadaan rileks atau tidak stres mampu berkonsentrasi dengan baik, dan mendapatkan kebutuhan glukosa yang baik akan memiliki waktu reaksi yang lebih cepat (Kosinski, 2009).
Madu memiliki kandungan gula campuran berupa sukrosa, fruktosa, dan glukosa., asam amino, dan Vitamin B kompleks. Sukrosa adalah salah satu bentuk disakarida yang menjadi sumber rasa manis utama pada madu. Sedangkan fruktosa dan glukosa adalah bentuk monosakarida dan menjadi sumber energi yang baik karena memberi efek secara berurutan sehingga dapat mempertahankan kadar glukosa darah. Dalam proses glikolisis, fruktosa lebih cepat diubah menjadi sumber energi dibandingkan glukosa. Setelah semua fruktosa habis digunakan, sumber energi dari glukosa telah siap digunakan. Oleh karena itu, kebutuhan otak dan saraf akan energi dapat terpenuhi dan tercukupi untuk waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan sumber energi dari penghasil gula lain (Suranto, 2009).
4
toleransi terhadap rasa nyeri, menyeimbangkan emosi, dan memberi rasa percaya diri. Fenilalanin menghasilkan neurotransmitter norepinefrin yang bermanfaat dalam fungsi kesadaran dan juga menghasilkan neurotransmitter endorfin yang memberikan rasa bahagia dan cinta. Glutamin menghasilkan neurotransmitter GABA yang memiliki efek relaksasi, tenang, dan fokus. Efek menenangkan dan rileks terebut akan meningkatkan konsentrasi sehingga waktu reaksi akan lebih cepat (Suranto, 2009).
5
Skema 1.1 Skema Hubungan Madu dengan Waktu Reaksi Sederhana
1.5.2 Hipotesis Penelitian
Madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria dewasa Rangsang
Cahaya
Impuls (transmisi) Reseptor Sensoris
(transduksi)
Suara Taktil
Madu
Gula Kompleks
Asam Amino
Vit. B Kompleks
Meningkatkan Fungsi Sistem Saraf Pusat
Otak (integrasi)
Respon Motorik
Menekan Tombol Otot Rangka Jari Tangan
45 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
5.2 Saran
Sebaiknya mengonsumsi madu sebelum melakukan aktivitas yang membutuhkan perasaan rileks dan tetap dapat berkonsentrasi dengan baik
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai efek madu terhadap waktu reaksi sederhana dengan sediaan dan jenis madu yang berbeda.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai efek madu terhadap waktu reaksi sederhana dengan dosis madu yang berbeda.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai efek madu terhadap waktu reaksi sederhana dengan durasi waktu pengamatan lebih lama.
66
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nisa Ulina
Nomor Pokok Mahasiswa : 1110157
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 08 Maret 1992
Agama : Kristen
Alamat : Jalan Setra Indah V No 12, Bandung
Riwayat Pendidikan
Tahun 1998 : Lulus TK Lab School, Jakarta
EFEK PEMBERIAN MADU TERHADAP WAKTU REAKSI
SEDERHANA PADA RIA DEWASA
THE EFFECT OF HONEY TOWARDS THE SIMPLE
REACTION TIME ON ADULT MALES
Nisa Ulina1, Decky Gunawan2, Sylvia Soeng3
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
2
Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
3
Bagian Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No.65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk munculnya reaksi dari suatu rangsang yang antara lain dipengaruhi oleh pemberian nutrisi yang baik untuk sistem saraf. Madu adalah suatu zat cair manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu yang sejak dulu dipercaya berkhasiat untuk mengurangi perasaan stres dan meningkatkan konsentrasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian madu terhadap waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
Penelitian ini bersifat eksperimental kuasi dengan rancangan pre test dan post
test. Subjek penelitian yaitu tiga puluh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha berjenis kelamin pria dengan rentang usia 18 – 24 tahun, diberikan satu sendok makan madu yang dicampur 100 mL air mineral. Data yang diukur adalah waktu reaksi sederhana yang dicatat dengan alat kronoskop sebelum dan sesudah perlakuan. Data diuji dengan uji t berpasangan
dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan rerata waktu reaksi sederhana sesudah mengonsumsi madu terhadap rangsang cahaya warna merah sebesar 49,44%, warna kuning 58,09%, warna hijau 56,47%, warna biru 55,24%, rangsang suara frekuensi tinggi 55,65%, frekuensi rendah 51,34%, dan rangsang taktil tumpul sebesar 57,83% (p<0,01).
Simpulan dari penelitian ini adalah madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria dewasa.
ABSTRACT
Reaction time is the time needed to react towards a stimulus which could be influenced by good nutrition to nervous system. Honey is a sweet liquid substance naturally produced by honey bees which trusted could reduc stress and and increase concentration.The objective of this study was to determined the effect of honey towards the simple reaction time on adult men.
This research was a prospective experimental and comparative with pre test and post test design. The subject of study was thirty Faculty of Medicine Maranatha Christian University student aged 18 – 24 years who were given one tablespoon honey mixed with 100mL mineral water. Data measured was the simple reaction time that was recorded by chronoscope before and after treatmen. The result showed that simple reaction time was faster after treatment towards red light stimulus about 49,44%, yellow light stimulus 58,09%, green light stimulus 56,47%, blue light stimulus 55,24%, high tune sound stimulus 55,65%, low tune sound stimulus 51,34%, and tactile stimulus 57,83% (p<0,01).
The conclusion was honey was effectively decreased the simple reaction time on adult men.
Pendahuluan
Saat melakukan presentasi, berpidato, berkampanye, atau kegiatan lain yang berhubungan dengan berbicara di depan khalayak ramai, pembicara dituntut untuk rileks dan tetap berkonsentrasi. Perasaan rileks penting saat berbicara agar kata-kata yang diucapkan dapat didengar dengan jelas dan tetap dibutuhkan konsentrasi yang baik agar dapat memberikan respon yang cepat terhadap rangsang atau stimulus. Interval waktu yang terhitung sejak pemberian atau munculnya stimulus hingga timbul respon yang sesuai dan bersifat disadari (volunteer) disebut waktu reaksi1. Beberapa faktor yang memengaruhi waktu reaksi ialah perasaan rileks atau tingkat stres, konsentrasi, dan kadar glukosa darah pada sistem saraf pusat2.
Menurut kebiasaan, orang tua sering memberikan madu pada anaknya untuk meningkatkan konsentrasi. Madu merupakan pemanis alami yang sudah digunakan berabad-abad yang lalu dan dipercaya memiliki banyak khasiat
sejak zaman Mesir kuno. Hal tersebut karena madu memiliki kandungan gula campuran, asam amino yang menghasilkan neurotransmitter, dan vitamin B kompleks yang baik untuk saraf dan otak. Campuran fruktosa, glukosa, dan sukrosa pada madu menyebabkan gula darah lebih cepat naik dan jumlahnya dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama dibanding penghasil gula lain. Neurotransmitter adalah enzim yang diperlukan dalam impuls saraf. Sedangkan vitamin B kompleks diperlukan untuk kesehatan saraf dan membantu metabolisme gula.
Beberapa penelitian yang dilakukan dengan pemberian madu membuktikan bahwa madu dapat meningkatkan kewaspadaan, ketelitian, fungsi kognitif, serta memori jangan pendek pada pria dewasa 3,4.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek pemberian madu terhadap waktu reaksi sederhana pada pria dewasa..
Bahan dan Cara
Bahan uji yang digunakan adalah satu sendok makan madu kapuk randu dan 100mL air mineral. Subjek penelitian yang dilibatkan adalah 30 orang pria dengan rentang usia 18-24 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Sehari sebelum dilakukan uji watu reaksi dan diberikan perlakuan, subjek penelitian tidak melakukan aktivitas fisik berat, istirahat dan tidur yang cukup, makan teratur, tidak minum kopi, coklat, teh, rokok, alkohol, dan obat-obatan yang berefek stimulan serta depresan karena dapat mempengaruhi waktu reaksi sederhana.
Pada hari pelaksanaan, tes dilakukan minimal dua jam sesudah makan makanan ringan dan empat jam sesudah makan makanan berat. Subjek penelitian harus istirahat
duduk tenang selama 10 menit sebelum dilakukan tes awal (pre-test) waktu reaksi sederhana. Uji waktu reaksi sederhana dilakukan di Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Tes awal yang diukur berupa waktu reaksi sederhana sejak pemberian rangsang berupa cahaya warna merah, kuning, hijau, biru, rangsang suara frekuensi tinggi dan sedang, dan rangsang taktil hingga pemberian jawaban dalam milidetik. Kemudian subjek penelitian minum satu sendok madu kapuk randu yang telah dilarutkan dalam 100mL air dan ditunggu 15 menit lalu dilakukan uji akhir (post-test) waktu reaksi sederhana dengan rangsang dan cara yang sama dengan
pre-test.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1 Hasil dan Uji t Berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada Pria Dewasa untuk Rangsang Cahaya Warna
Merah, Kuning, Hijau, dan Biru
Warna n Rerata WRS (detik) SD thit p
Tabel 1 menunjukkan hasil rerata waktu reaksi sederhana terhadap rangsang cahaya warna merah, kuning, hijau, dan biru setelah mengonsumsi madu lebih cepat dibandingkan sebelum mengonsumsi
madu. Hasil nilai p menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan antara waktu reaksi sederhana sebelum dan sesudah mengonsumsi madu.
Tabel 2 Hasil dan Uji t Berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada Pria Dewasa untuk Rangsang Suara Frekuensi Tinggi dan
Rendah perbedaan yang sangat signifikan antara waktu reaksi sederhana terhadap rangsang suara dengan frekuensi tinggi dan rendah sebelum
Tabel 3 Hasil dan Uji t Berpasangan Rerata Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada Pria Dewasa untuk Rangsang Taktil Tumpul
Taktil n Rerata WRS (detik) SD thit p
Sebelum Sesudah
Tumpul 30 0,24159 0,13972 0,18548 6,727 0,000** Keterangan :
n : jumlah subjek penelitian ** : sangat signifikan (p<0,01)
Berdasarkan tabel 3 rerata waktu reaksi sederhana terhadap rangsang taktil setelah mengonsumsi madu lebih singkat dibanding sebelum mengonsumsi madu dengan nilai p yang menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan.
Grafik 1 Grafik Perbandingan Rerata Waktu Reaksi Sederhana Seluruh Jenis Rangsang Sebelum dan Sesudah Mengonsumsi Madu
Pada grafik 1 dapat dilihat adanya perbedaan waktu reaksi sederhana sebelum dan sesudah subjek penelitian mengonsumsi madu. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada setiap rangsang yang diberikan, baik rangsang cahaya
warna merah, kuning, hijau, biru, rangsang suara frekuensi tinggi dan rendah, dan rangsang taktil tumpul.
Hasil percobaan efek pemberian madu terhadap waktu reaksi sederhana menunjukkan waktu reaksi 0
0.13596 0.13012 0.13281 0.12599 0.12773 0.12331 0.13972
sederhana setelah mengonsumsi madu lebih singkat dibanding sebelum mengonsumsi madu. Perubahan waktu reaksi sederhana antara sebelum dengan sesudah mengonsumsi madu terhadap rangsang cahaya warna merah sebesar 49,44%, warna kuning 58,09%, warna hijau 56,47%, warna biru 55,24%, rangsang suara frekuensi tinggi 55,65%, frekuensi rendah 51,34%, dan rangsang taktil tumpul sebesar 57,83%.
Menurut teori, rangsang taktil memiliki waktu reaksi paling cepat dibanding jenis rangsang lain, tetapi hasil percobaan menunjukkan rangsang suara memiliki waktu reaksi paling cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan alat yang digunakan pada penelitian.
SIMPULAN
Dari penelitian ini diperoleh simpulan bahwa madu mempercepat waktu reaksi sederhana pada pria
Review on Reaction Time.
3. Matabei, S.C. 2013. Pengaruh
Madu terhadap Peningkatan Kewaspadaan, Ketelitian, dan Fungsi Kognitif.
4. Suryadi, S. 2013. Pengaruh
46
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, K. (2012). Kevin Ahern's Biochemistry. (Oregon State University) Retrieved October 16, 2014, from
http://oregonstate.edu/instruct/bb450/spring13/lecture/glycolysisoutline.ht ml
Aphrodisiology. (2009, March 25). Honey as an Aphrodisiac. Retrieved October 15, 2014, from http://www.aphrodisiology.com/honey
Dash, P. (2013). Chapter 11: Blood Brain Barier and Cerebral Metabolism. (Online Neuroscience The University of Texas) Retrieved October 16, 2014, from http://neuroscience.uth.tmc.edu/s4/chapter11.html
Despopoulos, A., & Silbernagi, S. (2003). Colour Atlas of Physiology (5 ed.). New York: Stuttgart.
Drake, V. (2011). Micronutrient and Cognitive Function. (L. P. Institute, Producer, & Oregon State University) Retrieved October 16, 2014, from http://lpi.oregonstate.edu/ss11/cognitive.html
Endy, P. P. (2010). Respiration in Humans. Retrieved October 16, 2014, from http://simplemore.wordpress.com/2010/12/14/respiration-in-humans/
Ganong, W. F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed.). Jakarta: EGC.
Ganong, W. F. (2005). Review of Medical Physiology (22 ed.). San Fransisco: McGraw-Hill Companies, Inc.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2006). Textbook of Medical Physiology (11 ed.). Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2010). Textbook of Medical Physiology (12 ed.). New York: Elsevier.
Hamad, S. (2007). Terapi Madu. Surabaya: Pustaka Iman.
Haselmo, M. E. (2006). The Role of Acetylcholine in Learning and Memory. Curr
Opin Neurobiol.
Housay, B. (1955). Human Physiology (2 ed.). New York: McGraw-Hill Company.
47
Kosinski, R. J. (2012, December). Retrieved October 15, 2014, from http://biae.clemson.edu/bpc/bp/lab/110/reaction.htm
Lamb, T. e. (2014, February 28). Wellness. Retrieved October 17, 2014, from Sand Run Pharmacy: http://sandrunpharmacy.com/1400/honey-for-coughing-children/
Magistretti, P. J., & Martin J. L. (2000). Brain Energy Metabolism: An Integrated
Cellular Perspective. Neuropsychopharmacology.
Matabei, S. C. (2013). Pengaruh Madu terhadap Peningkatan Kewaspadaan, Ketelitian, dan Fungsi Kognitif.
Molan, P. C. (1998). The Evidance for Honey Promoting Wound Healing. Retrieved April 8, 2014, from
http://bio.waikato.ac.nz/honey/evidance.sthml
Molan, P. C. (2001, November). Honey as a Topical Antibacterial Agent for
Treatment of Infected Wounds. Retrieved April 8, 2014, from
http://www.worldwidewounds.com/2001/november/Molan/honey-as-topical-agent.html
Murray, Robert, K., Daryl, K., Granner, Peter, A., Mayes, Victor, W., Rodwell. (2003). Biokimia Harper (25 ed.). (H. Andry, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ngan, V. (2006). Honey. Retrieved April 8, 2014, from http://dermnetnz.org/treatment/honey.html
Purbaya, J. R. (2002). Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami (1 ed.). Bandung: Pionir Jaya.
Purves, D., Augustine, G. J., Fitzpatrick, D.., Katz, L. C., LaMantia, A. -S., McNamara, J. o., et al. (2001). Neuroscience (2 ed.). Sunderland: Sinauer Associates.
Suranto, A. (2007). Terapi Madu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suranto, A. (2008). Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Suryadi, S. (2013). Pengaruh Madu terhadap Peningkatan Memori Jangka Panjang.
Walji, H. (2001). Terapi Lebah (Daya Kekuatan dan Khasiat Lebah, Madu, dan
48
Wibowo, D. (2008). Neuroanatomi untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang: Bayumedia publishing.
Woodworth, R. S., & Schlosberg, H. (1938). Experimental Physiology Revised. New York: Henry Holt and Company.
Woodworth, R. S., & Schlosberg, H. (1971). Reaction Time in Experimental