• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN

MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL

TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

KASLI DAN UPIK YELIANTI

RINGKASAN

Penelitian tentang Aplikasi Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan dekomposernya dan kerjasamanya dengan CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang telah dilakukan di Kebun Percobaan BPTP Sukarami Solok Sumatera Barat dari bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Percobaan ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan Petak Utama adalah: pemberian CMA (tanpa dan diberi CMA), Anak Petak adalah: jenis pupuk organik terbaik (TKTH, JPTH, TTTH), dan anak-anak petak adalah: dosis pupuk organik (0, 10, dan 15 t/ha). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap variabel tinggi tanaman, ILD, LAB dan LTT. Terdapat interaksi yang nyata antara pemberian FMA dengan dosis pupuk organik dan antara perlakuan FMA dengan pupuk organik terhadap variabel jumlah umbi pertanaman dan bobot segar umbi per tanaman. Hasil umbi terbaik diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH, yaitu sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha), sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA diperoleh hasi tertinggi sebesar 164.45 g/tanaman (9.30 t/ha). Kandungan gizi umbi kentang juga dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA seperti kadar karbohidrat, gula, protein, lemak dan asam askorbat (vitamin C). Kandungan karbohidrat cenderung meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik, sedangkan kandungan gula memperlihatkan bahwa tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik dan perlakuan + FMA dengan 0 t/ha mempunyai kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk organik 10 dan 20 t/ha. Kandungan lemak cenderung menurun sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Untuk kandungan protein menunjukkan bahwa tanpa FMA dan tanpa pupuk organik memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik. Sementara kandungan vitamin C memiliki kecenderungan lebih tinggi sejalan dengan penambahan dosis pupuk organik.

SUMMARY

(2)

fertilizer from cascing of empty bunch palm oil with 20 t/ha is 164.45 g/plant. The nutrititional content of yield showed that carbohydrate and vitamin C were increased as increasing level of organic fertlizer with or without AMF, sugar content. protein, and lipid were decreased as increasing the level of organic fertlizer.

PENDAHULUAN

Kentang (

Solanum tuberosum L.

) merupakan salah satu bahan pangan yang

mempunyai nilai kandungan gizi yang cukup tinggi. Umbi kentang mampu

menyediakan bahan makanan yang bergizi karena kentang mengandung

karbohidrat, protein, vitamin B dan C, serta mineral fosfor, magnesium dan

kalium (International Potato Centre, 1984). Kentang mengandung karbohidrat

sebesar 2.171 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan terigu dan padi

berturut-turut yaitu 981 kg/ha dan 1.548 kg/ha. Di samping sebagai sumber karbohidrat,

kentang juga dapat menunjang diversifikasi pangan, komoditas ekspor

non-migas dan sebagai bahan baku industri.

Di Indonesia pertanaman kentang terdapat di daerah dataran tinggi dengan

kisaran 1.000-3.000 m dpl, dan daerah sentra produksi kentang adalah: Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan

Sumatera Barat serta Jambi (Pitojo, 2004). Secara umum produksi kentang di

Indonesia masih relatif rendah, yaitu 15.3 ton/ha dan produksi kentang di

Sumatera Barat pada tahun yang hanya 12.7 ton/ha (BPS 2003) jika

dibandingkan dengan produksi kentang di negara subtropis seperti USA dan

Belanda yang sudah mencapai 37.4 ton/ha dan 45.1 t/ha (Rubatsky dan

Yamaguchi, 1995). Oleh karena itu, tanaman kentangmerupakan tanaman

hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.

(3)

meningkatkan kualitas tanaman kentang tersebut melalui pengaplikasian pupuk

organik dan FMA sebagai pupuk hayati.

Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik seperti TKKS,

thitonia, dan jerami padi dengan berbagai dekomposer (Trichoderma, cacing

tanah, dan EM-4) dan kerjasamanya dengan FMA dapat dijadikan sebagai salah

satu alternatif pengembalian kesuburan tanah yang murah, hemat, dan ramah

terhadap lingkungan. Pupuk organik dapat berperan ganda, di samping dapat

meningkatkan kesuburan tanah baik secara kimia melalui peningkatan

kandungan bahan organik dan unsur hara tanah, maupun secara fisik melalui

perbaikan struktur tanah, dan secara biologi melalui peningkatan aktivitas

mikroorganisme tanah. Sedangkan FMA dapat membantu tanaman dalam

meningkatkan penyerapan unsur hara dan air.

TKKS, thitonia, dan jerami padi merupakan bahan organik yang

keberadaannya sangat melimpah dan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai

sumber pupuk organik karena banyak mengandung unsur hara baik makro

maupun mikro. Unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg serta hara mikro

seperti ZN, Mn, dan Cu sangat diperlukan oleh tanaman kentang untuk aktivitas

kehidupannya, sehingga dihasilkan umbi kentang yang sehat, bergizi dan proses

budidayanya tidak merusak lingkungan.

(4)

Pengaplikasian pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati pada tanaman

kentang belum banyak informasinya dan diharapkan dapat menanggulangi

penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang semakin hari semakin meningkat

penggunaannya dan keberadaannya pun sulit ditemui (langka). Pada Penelitian

Tahap III Tahun II ini adalah tentang: Aplikasi pupuk organik hasil terbaik dan

kerjasamanya dengan FMA terhadap pertumbuhan dan kuaitas hasil kentang.

Hasil penelitian Tahun II ini diharapkan diperoleh kentang yang memiliki kualitas

yang lebih baik di lapangan yang pada akhirnya dihasilkan umbi kentang yang

sehat, mengandung nilai gizi, dan ramah lingkungan. Rasa juga merupakan

indikator kualitas dan rasa sangat ditentukan oleh kandungan karbohidratnya.

Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik,

dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih enak dan kandungan

karbohidratnya lebih tinggi.

Dalam era pasar bebas, setiap negara harus meningkatkan daya saingnya produk agar dapat berperan dalam perdagangan dunia dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga produk domestik tidak tergeser oleh oleh produk luar negeri.Di era tersebut, produk yang diunggulkan tidak saja dituntut mempunyai potensial hasil yang tinggi tetapi juga penekanan terhadap kualitas produk mutlak diperlukan, sehingga produk yang ditawarkan mampu bersaing di pasaran. Dengan demikian, kentang yang ditawarkan sebagai produk prioritas hortikultura harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan keinginan dan selera berbagai segmen.

Selama ini peningkatan produksi kentang selalu menjadi prioritas utama dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida dengan dosis yang cukup tinggi. Namun, kenyataannya pada saat ini ada kecendrungan preferensi konsumen terhadap hasil tanaman yang dikelola secara alami dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk hayati dengan alasan hasil tanaman tersebut sehat dan proses produksinya tidak mencemari lingkungan.

(5)

enak dan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang aplikasi pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil kentang. Pupuk organik hasil perombakan beberapa bahan organik seperti tandan kosong kelapa sawit, jerami padi, dan thitonia dengan dekomposer dapat menghasilkan pupuk organik yang memiliki kandungan hara baik makro maupun mikro yang cukup tinggi. Di samping itu, pupuk organik tersebut juga mengandung asam-asam organik seperti asam oksalat, asam laktat dan asam asetat serta mengandung ZPT seperti: auksin, sitokinin

dan giberalin yang sangat berguna dalam menunjang pertumbuhan tanaman khususnya tanaman kentang. Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati FMA pada tanaman kentang tentu akan menghasilkan tanaman yang berkualitas, sehat dan mengandung nilai gizi. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk hayati, di samping dapat menguragi penggunaan pupuk kimia dan pestisida juga dapat menjadi solusi dalam penanganan limbah terutama limbah sisa pertanian dan industri.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Penelitian Tahun II ini merupakan penelitian Tahap III yaitu: ”Aplikasi pupuk hayati hasil terbaik yang dikombinasikan dengan FMA sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang”.

(1) Waktu dan Tempat:

Percobaan ini dilakukan di lapangan yaitu di Kebun Percobaan BPTP Sumatera Barat di Sukarami Solok dengan ketinggian tempat sekitar 920 m dpl, dan di laboratorium jurusan Tanah Faperta Unand untuk analisis tanah, tanaman, dan infeksi akar oleh FMA. Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2007 sampai dengan Desember 2008.

(2) Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pupuk organik terbaik (TKCT, JPTH, dan TTTH), FMA, agens hayati (PF dan Bb), bibit kentang varietas Granola, pestisida nabati (daun surian dan daun thitonia), dll. Sedangkan alat yang digunakan adalah: cangkul, meteran, net pagar, tiang, timbangan biasa, timbangan elektrik, termometer, HPLC, pH meter, leaf area meter, dan alat-alat lainnya untuk analisis kimia.

(6)

Penelitian ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan

Petak Utama adalah: pemberian mikoriza: (a1=tanpa FMA dan a2= diberi FMA). Anak Petak adalah: jenis pupuk organik:(b1 = TKCT, b2= JPTH, dan b3= TTTH), dan Anak-anak Petak adalah: dosis pupuk organik: (c1 = 0 t/ha, c2 = 10 t/ha, dan c3 = 20 t/ha). Dengan demikian terdapat 2 x 3 x 3 = 18 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Untuk kombinasi perlakuan 0 t/ha pupuk organik + o FMA = diberi pupuk kimia sesuai dengan rekomendasi, dan 0 t/ha pupuk organik + 10 g/tanaman FMA = diberi pupuk kimia ½ dosis rekomendasi.

(4) Variabel Pengamatan

Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman, panjang akar, luas daun, dan bobot kering tanaman, sedangkan pengamatan terhadap hasil dan kualitas hasil meliputi: jumlah umbi/tanaman, bobot umbi/ tanaman, hasil umbi per petak, serta aspek kualitas meliputi: kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pertumbuhan Tanaman Kentang 1.1 Tinggi Tanaman Kentang

Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai pupuk organik pada berbagai dosis memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang tajam mulai dari umur 4 mst sampai 5 mst, kemudian meningkat secara perlahan sampai pada umur 7 mst dan selanjutnya menurun pada umur ke 8 mst (Gambar 1, 2, dan 3).

(7)

Gambar 2. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH

Gambar 3. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH

(8)

Gambar 4. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT

Gambar 5. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH

Gambar 6. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH

1.2 Indeks Luas Daun (ILD) Tanaman Kentang

(9)

pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9.

Nilai ILD tanaman kentang secara umum meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman sampai mencapai suatu titik pada pertumbuhan vegetatif maksimal dan kemudian akan turun sampai tanaman mengalami kematian. Nilai ILD maksimum dicapai pada saat tanaman berumur 6 mst, namun pada kondisi ini tanaman belum lagi mencapai pertumbuhan vegetatif maksimal. Menurunnya nilai ILD pada saat tanaman kentang berumur 7 mst disebabkan karena tanaman mengalami kematian mudan akibat hujan yang turun terus menerus dengan intensitas yang tinggi.

Gambar 7. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 8. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.

(10)

Gambar 9. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

Terjadinya peningkatan nilai ILD pada tanaman kentang yang diberi perlakuan pupuk organik dengan berbagai dosis tanpa FMA setelah tanaman berumur 5 mst, menunjukkan bahwa tanaman telah mampu menyerap dan menggunakan unsur hara yang disediakan oleh pupuk organik untuk kegiatan fisiologis tanaman yang dimanifestasikan dalam bentuk daun sebagai organ fotosintesis. Peningkatan luas daun tanaman akan meningkatkan juga proses fotosintesis sehingga akan meningkatkan akumulasi bahan kering.

Nilai ILD tanaman kentang yang diberi perlakuan FMA dengan berbagai pupuk organik (TKCT, JPTH, dan TTTH) dengan dosis yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10, 11, dan 12.

Gambar 10. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik pada berbagai dosis.

(11)

Gambar 12. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

Berdasarkan Gambar 10, 11, dan 12, terlihat bahwa puncak pertumbuhan daun sebagai organ fotosintesis terjadi pada umur 5 dan 6 mst untuk berbagai perlakuan pemberian beberapa pupuk organik dengan berbagai dosis dengan dan tanpa FMA. Hal ini ditandai dengan tingginya nilai ILD tanaman kentang pada saat tanaman berumur 5 dan 6 mst, kemudian menurun pada umur 7 mst. Turunnya nilai ILD pada saat tanaman berumur 7 mst tersebut disebabkan karena hujan yang turun secara terus menerus selama beberapa hari dengan intensitas yang cukup tinggi. Kondisi yag demikian tidak disukai oleh tanaman kentang, sehingga tanaman mengalami kematian muda. Hal ini sejalan dengan pendapat Zaag (1981), yang menyatakan bahwa tanaman kentang ini tidak tahan terhadap genangan air, karena itu umbi akan mudah busuk dan mudah terserang penyakit.

1.3 Laju Asimilasi Bersih (LAB) Tanaman Kentang

(12)

Gambar 13. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 14. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 15. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

(13)

organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 17. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 18. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

Tingginya nilai LAB pada minggu ke 4-5 mst disebabkan karena adanya peningkatan luas daun yang signifikan, selanjutnya terjadi penurunan nilai LAB pada minggu ke 6 sampai minggu ke 7 disebabkan karena daun sebagai organ fotosintesis tidak lagi bertambah akibat adanya curah hujan yang tinggi sehingga tanaman mati muda.

1.4 Laju Tumbuh Tanaman (LTT) Tanaman Kentang

(14)

Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang berbeda (Gambar 22, 23, dan 24). Pada Gambar 22 terlihat bahwa nilai LTT tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (50% pupuk kimia) pada umur tanaman 4-5 mst, kemudian nilai LTT turun sampai tanaman berumur 6-7 mst. Pola pertumbuhan yang hampir sama juga terjadi pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH (Gambar 23). Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst dan naik lagi pada umur 6-7 mst. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH (Gambar 24).

Gambar 19. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 20. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.

(15)

Gambar 21. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

Gambar 22. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 23. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 24. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.

Secara umum semua perlakuan baik dengan dan tanpa pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang memiliki nilai LTT yang tinggi pada saat tanaman berumur 4-5 mst, Kemudian turun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Tingginya nilai LTT pada umur 4-5 mst ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman mengalami peningkatan yang ditandai dengan bertambahnya jumlah luas daun yang sejalan dengan bertambahnya laju asimilasi tanaman yang akan terakumulasi dalam bentuk berat kering tanaman.

(16)

Pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap jumlah umbi per tanaman memperlihatkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik pada dosis yang berbeda. Akan tetapi, pengaruh interaksi terlihat pada perlakuan pemberian FMA dengan jenis pupuk organik dan FMA dengan dosis pupuk organik terhadap jumlah umbi per tanaman (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah umbi per tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa

pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA

Pupuk hayati Pupuk organik Dosis (t/ha)

0 10 20

- FMA

TKCT 10.00 a

A 5.33 aB 6.67 aB

JPTH 8.33 a

A

8.67 b A

6.00 a A

TTTH 9.33 a

A 8.67 bA 9.00 bA

+ FMA

TKCT 8.00 a

A 9.00 bB 6.67 aA

JPTH 6.67 a

A 9.00 bB 7.67 aA

TTTH 7.33 a

A

7.67 a A

6.67 a A

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan huruf besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(17)

pemberian FMA dengan pupuk organik, dimana pupuk organik dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman dalam bentuk tersedia, sedangkan FMA dapat membantu pelepasan unsur hara terutama P yang berada dalam keadaan terikat dengan adanya enzim fosfatase, sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman dan dapat digunakan dalam pembentukkan umbi.

2.2 Bobot segar umbi per tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian FMA dan pupuk organik dengan berbagai taraf terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman. Pengaruh jenis dari pupuk organik juga tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar umbi per tanaman, sedangkan pemberian FMA dan dosis pupuk organik secara mandiri memberikan pengaruh yang signifikan. Rata-rata bobot segar umbi per tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Bobot segar umbi kentang/tanaman yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA

Pupuk hayati Pupuk organik Dosis (t/ha)

0 10 20

- FMA

TKCT 120.50 a

A

132.22 a A

135.89 a A

JPTH 120.00 a

A 134.69 aA 150.78 aB

TTTH 127.78 a

A 143.00 aA 165.72 bB

+ FMA

TKCT 136.78 a

A 157.11 aA 164.45 bB

JPTH 139.89 a

A

148.55 a A

141.78 a A

TTTH 131.89 a

A 153.11 aA 158.55 aA Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%.

(18)

pemberian dosis yang berbeda memberikan respons yang berbeda pua terhadap bobot umbi kentang per tanaman. Pada perlakuan tanpa pemberian FMA dan tanpa pupuk organik (100% pupuk kimia sesuai rekomendasi) memberikan respon bobot umbi kentang per tanaman yang tidak signifikan, demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan tanpa pupuk organik (50% pemberian pupuk kimia sesuai rekomendasi) juga menunjukkan obot umbi per tanaman yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan tanpa dan dengan pemberian FMA dengan pemberian berbagai pupuk organik 10 t/ha juga memberikan bobot umbi kentang per tanaman yang juga tidak berbeda secara nyata. Tetapi, perlakuan tanpa pemberian FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH memberikan bobot umbi per tanaman yang berbeda sangat nyata, yaitu: 165.72 g/tanaman setara dengan 9.38 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian FMA, bobot umbi kentang per tanaman yang diberi pupuk organik TTTH sebanyak 20 t/ha memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik lainnya dengan dosis yang sama. Hal yang hampir sama juga ditujukkan oleh pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT sebanyak 20 t/ha juga memberikan bobot umbi segar kentang pertanaman yang tertinggi, yaitu: 164. 45 g/tanaman atau setara dengan 9.30 t/ha.

(19)

TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Unsur N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan daun sebagai organ fotosintesis, sehingga dapat mengakumulasi fotosintat dalam jumlah yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Sedangkan unsur hara P juga sangat dibutuhkan untuk pembentukan energi dalam bentuk ATP yang digunakan dalam berbagai aktivitas metabolisme dalam sel tanaman.

3. Kualitas Hasil Umbi Kentang

Rata-rata kandungan gizi umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan bahwa terdapat variasi dalam kandungan gizi umbi kentang.

Tabel 3. Kandungan gizi (%) umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA

No Perlakuan Air KH Gula Lemak Protein Abu Serat

kasar

Vit.C

1. -FMA+0t/haTKCT 82.67 8.07 0.48 0.32 4.07* 1.30* 0.54 15.17 2. -FMA+10t/ha TKCT 82.21 8.40 0.39 0.32 3.27 1.08 0.56 15.40 3. -FMA+20t/ha TKCT 81.68 8.94 0.36 0.40* 3.84 1.18 0.56 17.20 4. -FMA+ 0t/ha JPTH 82.36 7.78 0.65* 0.39* 4.45* 1.26* 0.87 17.29 5. -FMA+10t/ha JPTH 80.18 8.56 0.61 0.20* 3.46 1.03 0.93 17.20 6. -FMA+20t/ha JPTH 82.12 9.00* 0.58 0.24 2.89 0.71 0.83 19.47 7. -FMA+ 0t/ha TTTH 82.39 8.05 0.64 0.38* 3.20 0.88 1.11 19.73 8. -FMA+10t/ha TTTH 82.46 8.58 0.44 0.27 3.20 0.42 1.00 21.94 9. -FMA+20t/ha TTTH 83.76 9.71* 0.35 0.16 3.17 0.77 0.84 23.27 10. +FMA+ 0t/ha TKCT 83.01 8.33 0.47 0.35 2.94 0.74 0.40 12.62 11. +FMA+10t/ha TKCT 82.39 9.45* 0.41 0.38* 2.90 1.08 0.34 18.49 12. +FMA+20t/ha TKCT 81.84 8.67 0.43 0.27 3.45 1.19 1.41* 19.50 13. +FMA+ 0t/ha JPTH 82.66 8.71 0.59 0.32 3.48 1.17 0.70 14.61 14. +FMA+10t/ha JPTH 82.29 8.23 0.42 0.19 3.68 1.15 1.07 16.54 15. +FMA+20t/ha JPTH 82.43 7.96 0.27 0.13 3.89 1.31* 0.62 16.69 16. +FMA+ 0t/ha TTTH 83.68 7.94 0.55 0.16 3.09 0.63 1.21 17.21 17. +FMA+10t/ha TTTH 81.99 8.45 0.53 0.22 2.95 0.64 1.52* 17.57 18. +FMA+20t/ha TTTH 83.06 9.51* 0.45 0.23 3.55 0.61 0.63 19.29

(20)

memperlihatkan perbedaan yang tidak begitu mencolok, yaitu berkisar antara 80.18 – 83.76%. Hasil analisis kandungan air umbi kentang ini lebih tinggi dari hasil yang diperoleh Sularso, (1998), yaitu 72-80%. Tingginya kandungan air umbi kentang ini dapat disebabkan karena selama pertumbuhan tanaman kentang banyak mendapatkan air hujan. Curah hujan yang begitu tinggi, menyebabkan tanaman kurang begitu baik pertumbuhannya.

Pada tabel di atas terlihat bahwa kandungan karbohidrat dari umbi kentang akibat dari perlakuan pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai taraf dengan tanpa pemberian FMA terdapat variasi diantara perlakuan. Kandungan karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk organik titonia sebanyak 20 t/ha, yaitu 9.71% dan 9.51% tanpa dan dengan pemberian pupuk hayati FMA. Hasil analisis terhadap kandungan karbohidrat umbi kentang ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Sularso, (1998) yaitu berkisar antara 12.40-17.80%. Secara umum terlihat kecenderungan peningkatan kandungan karbohidrat dengan meningkatnya dosis dari pupuk organik. Menurut Soelarso ( 1997) bahwa kentang yang ditanam pada tanah yang subur menyebabkan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Hasil penelitian ini terlihat bahwa kandungan karbohidrat umbi kentang yang diberi pupuk organik meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik.

Kandungan gula dari umbi kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kandungan gula. Pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) mempunyai kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. demikian juga halnya perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (50% pupuk kimia) juga mempunyai kandungan gula yang tinggi dibandingkan dengan 10 dan 20 t/ha pupuk organik.

(21)

dengan berbagai pupuk organik terlihat bahwa peningkatan kandungan protein sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Solearso, (1998) yaitu berkisar antara: 0.056%-0.11%, Hal ini dapat disebabkan karena pupuk organik banyak mengandung unsur hara N yang merupakan penyusun utama dari komponen protein.

Kandungan vitamin C (asam askorbat) dari hasil penelitian ini secara umum memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kadar vitamin C seiring dengan peningkatan dosis dari pupuk organik. Semakin tinggi dosis pupuk organik maka semakin tinggi pula kandungan vitamin C dari umbi kentang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggert dan Kahrmann (1984) yang menyatakan bahwa kandungan asam askorbat pada sistem budidaya secara organik lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya anorganik (konvensional).

Aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA memberikan respon pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang yang berbeda. Peningkatan dosis pupuk organik dengan dan tanpa FMA dapat meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pupuk organik dengan dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman, indeks luas daun, laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman. 2. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis

(22)

3. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap kualitas hasil tanaman kentang.

2. Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang kajian kualitas pupuk organik yang dihasilkan dengan berbagai perbandingan antara bahan organiknya dengan dekomposer serta kajian efek residu setelah diaplkasikan ke tanaman. Pupuk organik yang dihasilkan diharapkan juga dapat diaplikasikan ke tanaman kentang dengan varietas yang lain dan tempat atau lokasi yang berbeda sehingga diperoleh suatu kestabilan hasil atau dapat juga diujicobakan pada tanaman lain sehingga diperoleh suatu gambaran hasil yang mantap sebagai acuan rekomendasi aplikasinya di lapangan. Pupuk organik hasil penelitian ini juga nantinya dapat diberi pengayaan dengan berbagai agens hayati seperti Trichoderma, FMA, Pseudomonad flouresen, dll sebagai pengganti pestisida untuk dapat diaplikasikan dalam pertanian organik dan dikemas secara bersih dan steril sehingga dapat dikomersilkan. Jika memungkinkan produk pupuk organik ini dapat dipatenkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, 1999. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslittanak. Ahmad, F. 1993. Daur Biogeokimia Produk Sisa Organik. Pidato Pengukuhan

sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 23 Januari 193.

Anonim, tt. Kentang (Solanum tuberosum L.). http: //warintek-progresio.or.id/by rans. Balai Proteksi Tanaman. 2003. Kolega, Media Informasi dan Komunikasi Warga BPT

Sumatera Barat, Padang, Februari 2003.

BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia. http//www.bps.go.id

Brata, K. 1999. The Introduction of Earthworms as Biological Tilage Agent for the Improvement of Soil Physical and Chemical Properties in Upland Agriculture. Proc. Seminar Toards Sstainable Agriculture in Humid Tropics Facing 21 Century. Bandar lampung, Indonesia. September 27-28, 1999. Chan, F. , Suwandi, dan E.L. Tobing. 1982. Penggunaan Abu Tandan Kelapa Sawit

sebagai Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis No. 56 tahun 1982. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar. Eggert, F.P. and C.L. Kahrmann. 1984. Respons of Three Vegetable Crops to

(23)

Technology and Its Role in Sustainable Agriculture. ASA Special Publication Number 46.

Gusmini. 2003. Pemanfaatan Pangkasan Thitonia (Thitonia diversifolia) sebagai Bahan Subsitusi N dan K pupuk Buatan untuk Tanaman Jahe (Zingiber

oficinae Rocks) pada Ultisol. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana

Universitas Andalas, Padang.

Hakim, N. 2001. Kemungkinan Penggunaan Thitonia diversifolia sebagai Sumber Bahan Organik dan dan Nitrogen. Laporan Penelitian Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek dan Nuklir (P3IN) Universitas Andalas, Padang.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Madyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 421 hal.

Hermawan, S. D., Cikman, L. Rochmalia, D.H. Gunadi dan Y. Away, 1999. Produksi Kompos Bioaktif TKKS dan Efektivitasnya dan Mengurangi Dosis Pupuk Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII. Prosiding Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek, Bogor 5-6 Mei 1999.

Husin, E.F. 1992. Perbaikan Beberapa Sifat Tanah Podzolik dengan Pemberian Pupuk Hijau sesbanian rostrata dan Inokulasi Mikoriza Vascular serta Efeknya terhadap Serapan Hara dan Hasil Tanaman Jagung. Disertasi Doktor Universitas Padjadjaran Bandung, 1999.

_______. 2002. Pemakaian Pupuk Hayati Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman di Sumatera Barat. Makalah Seminar Peranan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kerjasama AMI Wilayah Riau dengan Fak. Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru, 23 Desember 2002.

_______., M. Rahman, T. Habazar, A. Syarif, Burhanudin, dan Z. Zakir. 2003. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula sebagai Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Effisiensi Pemupukan dan Hasil Tanaman pada Lahan Kritis. Laporan Proyek Riset Unggulan Kemitraan Kementerian Ristek dan PT. Sang Hyang Seri dengan Lembaga Penelitian Unand, Padang.

International Potato Centre. 1984. Potato for Developping World. CIP. Lima, Peru. 150 p.

Jama, B.A., C.A. Palm, R.J. Buresh, A.I. Niang, C. Gachego, G. Nziquheba, and B. Amadalo. 2000. Thitonia diversifolia as a green Manure for Improvement of Soil Fertility in Western Kenya. A Review Agroforestry Systems. Kenya. Khalil, S., T.E Loynachan and M.A. Tabatai. 1999. Pllants Determinant 0f Mycorrhizal

Dependency in Soybean. Agron J. 91:135-141.

Lee, K.E. 1985. Earthworms: Their Ecology and Relationship with Soil and land Use. Academic Press, Sydney dalam Tian, G., J.A. Olimah, G.O. Adeoye, and B.T. Kang.. 2000. Regeneration of earthworm Populations in a Degraded Soil by Natural and Planted Fallows under Humid Tropical Conditions. Soil Sci. Am. J, 54: 222-228 (2000).

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London. 474p.

Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Priyadi., R. 1993. Teknologi Effective Microorganisms-4 (EM-4) dalam Budidaya Pertanian Akrab Lingkungan. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies, Jakarta.

(24)

Safir, G.R. 1980. Vesicular Arbuscular Mychorrhizal and Crop Productivity. In. The Biology of Crop Productivity. Edited by P.S. Carlson, Academic Press, New York.

Sanchez, P.A., and B.A. Jama. 2000. Soil Fertility Replenishment Takes off in east and Southern Africa. A Review from Western Kenya.

Simanjuntak, A.K. dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah, Sumber Daya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 hal.

Soelarso, B. 1997. Budidaya Tanaman Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Tjitrosoepomo. G. 1992. Botani Tumbuhan Tingkat Tinggi. Gadjahmada Press. Yogyakarta.

Wieserma, S.G. 197. Effect of Stem Density on Potato Production. Interbational Potatoes Center. Tech. Inf. Bull.1:4-16.

Yanti Mala. 1994. Seleksi dan Penggunaan Galur Trichoderma untuk Meningkatkan Laju Pengomposan Jerami Padi. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai                  dosis pupuk organik TKCT
Gambar 2. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan                   berbagai dosis pupuk organik JPTH
Gambar 4. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan                   berbagai dosis pupuk organik TKCT
Gambar 7, 8, dan 9.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proporsi Struktur modal dan struktur aset serta nilai perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan komponen-komponen berupa total liabilitas, ekuitas, aset lancar,

Dalam penelitian ini konsentrasi 100 ppm menghasilkan bobot yang paling optimal (0.0231 mg) karena metionin dapat menyebabkan xylogenesis pada eksplan, sedangkan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa novel Menggapai Matahari karya Adnan Katino memiliki nilai pendidikan rohani berupa nilai pendidikan

Warna daun sangat berpengaruh pada pemberian pupuk, semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan maka warna daun yang diperoleh sangat hijau akan tetapi

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijogo dengan Dewi Saroh (adik kandung Sunan Giri). Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya,

d. Diperlukan adanya kerjasama dengan LSM-LSM Indonesia untuk ikut lebih aktif dalam mempromosikan HAM. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, 2) mentalitas penegak hukum

NAEYC (National Association for the Education of Young Children) memberikan rekomendasi bentuk dan metode pengajaran membaca pada anak Taman Kanak–kanak, yaitu berupa bentuk

Hal ini diperkuat oleh pernyataan DiPaola dan Hoy bahwa, sekolah dengan derajat citizenship yang tinggi lebih efektif dan memiliki prestasi siswa yang lebih