• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN PERILAKU BERWIRAUSAHA PASCA PROGRAM PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT (PKM) PADA PESERTA KURSUS MENJAHIT DI LKP DRESS MAKING KOTA CIMAHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBENTUKAN PERILAKU BERWIRAUSAHA PASCA PROGRAM PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT (PKM) PADA PESERTA KURSUS MENJAHIT DI LKP DRESS MAKING KOTA CIMAHI."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN PERILAKU BERWIRAUSAHA PASCA PROGRAM PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT (PKM) PADA PESERTA

KURSUS MENJAHIT DI LKP DRESS MAKING KOTA CIMAHI

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah

Oleh:

Inri Suryani Pantow

NIM : 1201530

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Pembentukan Perilaku Berwirausaha Pasca

Program Pelatihan Kewirausahaan

Masyarakat (PKM) Pada Peserta Kursus

Menjahit Di LKP Dress Making Kota Cimahi

Oleh Inri Suryani Pantow

S.Pd Universitas Negeri Manado, 2006

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana UPI

© Inri Pantow 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)
(5)

banyak terjadi penganguran. Salah satu upaya pemerintah dalam upaya mengatasi masalah tersebut melalui pendidikan dan pelatihan kewirausahaan masayarakat(PKM). Namun Pada kenyataanya peserta PKM tidak semua peserta berhasil berwirausaha, oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti upaya apa yang dilakukan oleh peserta pelatihan untuk dapat membuka usaha.Tujuanya yaitu: (1)Untuk melihat kompetensi berwirausaha pasca PKM,(2)Bagaiamana langakah-langkah pembentukan perilaku berwirausaha yang di lakukan,(3)Faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan prilaku berwirausaha,(4)Bentuk perubahan perilaku berwirausaha pasca program PKM.

Adapun teori dalam penelitian ini adalah teori tentang perubahan perilaku mengemukakan beberapa cara dalam membentuk perilaku. Untuk membentuk perilaku berwirausaha dilakukakan melalui kemandirian belajar. Dalam kemandirian belajar ada beberapa hal yang menjadi indikator pelaksanaan kemandirian belajar seperti yang di. Selanjutnya dalam membentuk perilaku ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dan dan juga penghambat.

Penelitian ini menggunakan Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian Mix Method reaserch, dengan metode penelitian menggunakan model sequential explanatory, dimana menggunakan penelitian quantitatif pada tahap satu, dan penelitian kuantitatif pada tahap dua dengan penelitian kualitatif lebih di prioritaskan. Tekink pengumpulan data pada tahap 1 dengan analisis hasil post test peserta pelatihan, tahap II mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan data yang di peroleh dari hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Tempat penelitian ini di laksanakan di LKP Dress Making kota Cimahi, dengan subyek penelitian 3 orang peserta pelatihan (R1,R2, dan R3) dan trianggulasi data meliputi, penyelenggara program, keluarga peserta pelatihan/rekan kerja.

(6)

The lack of human resources and imbalance distribution of education in Indonesia cause the problems of unemployment. One of the attempts government has done to address the problems is entrepreneurship training and development for people. Unfortunately, only a few participants can succeed after such a training and development program. Thus, it is important to find out what efforts the participants should do after the training and development program that they are able to be successful entrepreneurs. The objectives of this research were: (1) To find out participant's competencies after entrepreneurship training and development program; (2) To find out the patterns shaping entrepreneurial behaviors; (3) To find out both supporting and refuting factors shaping entrepreneurial behaviors; (4) To find out the indicators of entrepreneurial behaviors after training and development program.

The theory employed in this research was the behavior change theory which explains some ways to shape behaviors. To shape entrepreneurial behaviors, people need independent learning. Regarding behavior formation theory, there are supporting and refuting factors. The formation of entrepreneurial behaviors can be clearly seen from the changes in participants’ life after the training and development program.

This research employed mix method approach using sequential explanatory in which using quantitative approach at the first stage and qualitative approach at the second stage. In this research, qualitative approach was more dominant than the other one. At the first stage, data collecting technique employed was participants' post test result after the program. At the second stage, data collecting techniques employed were interview, observation, document analysis. The site of the research was LKP Dress Making Kota Cimahi. Three respondents were chosen purposely who were initiated R1, R2, and R3. Head of LKP Dress-Making, respondents' family, and respondents' partners were also involved to triangulate the data.

(7)

DAFTAR ISI

E. Struktur Organisasi Tesis ... 15

BAB II Kajian Pustaka A. Hakikat Kursus Dan Pelatihan ... 16

B. Konsep Pelatihan Kecakan Hidup ( Life Skills) ... 36

C. Konsep Kewirausahaan ... 48

D. Perubahan Perilaku ... 59

E. Hakekat Belajar Dan Kemandirian Belajar ... 65

F. Kerangka Pemikiran ... 80

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain penelitian ... 81

B. Prosedur Penelitian ... 85

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 85

D. Teknik Pengumpulan Data ... 86

E. Teknik Analisis data ... 90

BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lembaga Dan Program PKM ... 92

B. Hasil Penelitian ... 99

(8)

BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi

A. Kesimpulan ... 170

B. Implikasi ... 173

C. Rekomendasi ... 173

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dan strategis dalam

mewujudkan SDM yang bermutu. Di era persaingan global ini pendidikan dituntut

untuk mampu menciptakan manusia yang berkualitas. Pendidikan menjadi dambaan

setiap warga negara, namun pada realisasinya masih banyak masyarakat yang tidak

dapat mewujudkannya. Pendidikan dapat di tempuh dengan berbagai macam cara,

jenis, dan sifatnya. Salah satu cara untuk meningkatkan sumberdaya manusia melalui

program pendidikan dan pelatihan.

Pengembangan sumberdaya manusia dirasakan perlu dilakukan melalui

berbagai kegiatan-kegiatan untuk terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas.

Terkait dengan hal ini pemerintah melalui berbagai kebijakan pendidikan yang di

keluarkannya baik melalui jalur formal, nonformal maupun informal (UU RI NO 20

Tahun 2003).

Pendidikan merupakan bagian terpenting dan integral dari pembangunan

nasional yang memiliki nilai dan kekuatan strategis dalam pengembangan

sumberdaya manusia baik melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal atau

yang lebih di kenal dengan sistem persekolahan dan maupun pendidikan nonformal

atau leih di kenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS). Dalam kenyataanya,

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah di indonesia tidak hanya Kementerian

Pendidikan Nasional melainkan oleh kementerian lain bahkan di selenggarakan pula

oleh lembaga-lembaga ataupun organisasi kemasyarakatan.

Pendidikan merupakan salah satu program pembinaan yang mampu mencetak

manusia agar memiliki kedewasaan dalam menjalani kehidupannya dalam kaitannya

dengan pendidikan, UU Sisdiknas No 20 pasal 1 tahun 2003 menjelaskan sebagai

berikut:

(10)

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan memiliki

kedudukan yang penting dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan

memiliki kedewasaan. Pendidikan juga memiliki peranan hakiki dalam pembangunan

suatu bangsa. Seperti yang dikemukakan Kartini Kartono (1998:1) bahwa “Pendidikan merupakan kunci pembuka usaha untuk meningkatkan taraf kecerdasan bangsa dan pembudayaan rakyat bisa menjadi cakap, susila, dan terampil selaku

subyek pembangunan”.

Rendahnya sumberdaya manusia tentunya akan mengakibatkan terbatasnya

lapangan pekerjaan, dan keterbatasan ini maka angka angkatan kerja yang belum

memiliki pekerjaan (pengangguran) semakin lama semakin meningkat apabila hal

tersebut tidak cepat di tangani oleh berbagai pihak. Pemberdayaan sumberdaya

manusia melalui pemberdayaan masyarakat melaui layanan pendidikan cara untuk

mengurangi anggka penganguran dan kemiskinan.

Melihat kenyataan sekrang di era globalisasi abad ke 21 ini, dunia pendidikan

di Indonesia menghadapi tantangan yang sangat besar dimana sebagai akibat dari

krisis ekonomi, dunia ekonomi di tuntut agar mampu mempertahankan hasil-hasil

pembangunan pendidikan yang telah di capai. Dan untuk mengantisipasi era

globalisasi, dunia pendidikan di tuntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia

yang memiliki keterampilan sehingga mampu bersaing dalam pasar global, dan

sejalan dengan berlakunya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan

penyesuaian Sistem Pendidikan Nasional sehingga dapat mewujudkan proses

pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan keadaan

daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi masyarakat.

Pendidikan Nonformal menurut Undang-undang Republik indonesia No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat 1 dan 2 berbunyi : (1)

Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan

layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap

(11)

Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan

penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Melalui penyelenggaraan program-program Pendidikan Non Formal (PNF)

dengan menggunakan pendekatan pendidikan dilakukan pemerintah untuk memenuhi

keragaman, kualitas kebutuhan masyarakat, dan mengurangi angka penganguran,

selain itu untuk mengembangkan segala kompetensi, kemampuan, motivasi,

kesadaran diri dan kemandirian yang dimiliki oleh setiap individu masyarakat di

Indonesia agar berdayaguna, sesuai dengan tujuan pembangunan nasional untuk

membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang

adil dan makmur berdasarkan pancasila, agar terciptanya peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia yang memiliki tujuan untuk

mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Negara ini. Dijelaskan juga dalam tujuan

pendidikan menurut UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 bertujuan untuk

berkembangnya masyarakat menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut

dijelaskan dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, pasal 13 ayat 1 menyatakan

bahwa jalur pendidikan, formal, nonformal, dan informal yang dapat saling

melengkapi dan memperkaya.

Untuk merealisasikan tujuan di atas, di perlukan suatu program layanan

pendidikan kursus dan pelatihan yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, sehingga diharapkan peserta pelatihan atau warga belajar mempunyai

kompetensi serta mampu mengaplikasikan hasil belajarnya yang di tandai dengan

adanya perubahan taraf hidup yang mencakup memperoleh pekerjaan atau

wirausaha.

Pendidikan Non Formal adalah lembaga pemerintah yang berfungsi untuk

mewujudkan masyarakat yang memiliki kompetensi, keahlian, keterampilan, dan

ilmu pengetahuan. Bentuk program yang ditawarkan dalam Pendidikan Non Formal

(12)

dapat di jadikan salah satu solusi dalam mengembangkan dan membina warga belajar

dan/atau peserta pelatihan dalam upaya peningkatan kemampuan dan mutu sumber

daya manusia.

Menurut data BPS tahun tingkat pengangguran di Indonesia sangat

memprihatinkan. Dari hasil pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS)

angka pengangguran kelompok usia produktif ini mencapai 60,5 persen dari jumlah

pemuda yang ada. menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari 2013

tingkat pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 7.170.523 jiwa. Survei tersebut

diambil berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkannya. Jumlah pengangguran

untuk tingkat pendidikan SD saat ini mencapai 1.421.653 jiwa, SMP mencapai

1.822.395 jiwa, SLTA umum mencapai 1.841.545 jiwa, SLTA kejuruan saat ini

mencapai 847.052 jiwa. Adapun untuk tingkat pendidikan diploma I,II,III (akademi)

saat ini jumlah penganggurannya mencapai 192.762 jiwa serta jumlah pengganguran

pada tingkat pendidikan universitas saat ini mencapai 421.717 jiwa. Namun jumlah

pengangguran untuk masyarakat yang belum pernah mengeyam pendidikan saat ini

mencapai 109.865 jiwa. ( Sumber, BPS Tahun 2013 )

Pengangguran terjadi antara lain sebagai akibat dari lemahnya perencanaan

pendidikan. Di samping sebagai akibat dari lemahnya perencanaan pendidikan.

Disamping sebagai akibat langsung dinamika ekonomi masyarakat dan krisis

ekonomi yang di hadapi. Lemahnya perencanaan pendidikan yang dapat dilihat dari

ketidak sesuaian supply dan demand lulusan lembaga pendidikan. Ini dapat di lihat

langsung khususnya di wilayah perkotaan, dimana telah terjadi gap yang sangat lebar

antara keluaran, baik jumlah maupun kompetensi, dengan harapan lapangan kerja.

Sehingga gap ini menciptakan barisan pengangguran yang semakin panjang dari

tahun ketahun semakin panjang. (BP-PNFI, 2008 )

Kebutuhan belajar dan kebutuhan pendidikan perlu untuk di selenggarakan

layanan pendidikan melalui pendidikan kecakapan hidup, dimana untuk membekali

warga belajar dengan keterampilan-keterampilan untuk mengembangkan diri dan

bekerja mencari nafkah. Hal ini sebagimana kedudukan dan fungsi Pendidikan Non

(13)

dan berkembang, memiliki penegetahuan dan keterampilan guna meningkatkan

martabat dan mutu kehidupannya, serta memenuhi kebutuhan belajar masyarakat.

Upaya untuk dapat menghasilkan individu yang unggul dalam menemukan

formula yang tepat sehingga lembaga pendidikan di jadikan sebagai instrumen utama

proses kemanusiaan, yaitu menghargai dan memberi kebebasan untuk berpendapat

dan berekspresi, dimana keunggulan individu tidak lagi menjadi tolok ukur

keberhasilan output suatu lulusan namun keunggulan partisipatoris menjadi dasar

yang lebih kokoh dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang unggul. (Tilaar,

2003, 63)

Pendidikan nonformal sebagimana yang tercantum dalam Sisdiknas No.20

Tahun 2003 terdiri dari berbagai program yaitu meliputi : pendidikan kecakapan

hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan

perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan kecakapan kerja,

pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang di tujukan untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik.

Dalam UU NO. 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 5 disebutkan bahwa “ Kursus

dan pelatihan di selenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal

pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sika untuk mengembangkan diri,

mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ atau melanjutkan pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk itu lembaga kursus dan pelatihan sebagai bentuk

pendidikan berkelanjutan di harapkan mampu mengembangkan kemampuan peserta

didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standard kompetensi,

pengembangan sikap kewirausahaan, serta pengembangan kepribadian profesional.

Kursus adalah bagian dari pendidikan nonformal yang

program-programmnya di berikan bagi mereka yang membutuhkan layanan pendidikan, bagi

mereka yang belum ada kejelasan mengenai tempat kerjanya. Lembaga-lembaga

kursus yang selama ini ada, secara umum telah menghasilan warga belajar yang

trampil mengerjakan secara prosedural jenis keterampilan tertentu yang dapat di

jadikan modal usaha mandiri. Dengan kata lain lewat lembaga kursus peserta kursus

(14)

dapat di jadikan modal untuk bersaing mendapatkan pekerjaan atau mampu menjadi

individu yang menciptakan lepangan pekerjaannya sendiri.

Dalam program-program yang di laksanakannya pendidikan yang

berorientasi pada kecakapan untuk hidup tidak mengubah sistem pendidikan yang

ada dan juga tidak untuk mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja.

Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup justru memberikan

kesempatan kepada setiap warga belajarnya untuk memperoleh bekal keterampilan

atau keahlian yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya. Pendidikan

yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup juga tidak untuk mendikte. Lembaga

Pendidikan dan Pemerintah Daerah, menawarkan berbagai kemungkinan atau menu

yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi rill masyarakat, baik ditinjau dari

keberadaan warga belajarnya, maupun kehidupan masyarakat di sekitarnya. Salah

satu di upaya pemerintah adanya upaya pemerataan layanan pendidikan di seluruh

lapisan masyarakat, melalui kebijakan pendidikan yang berbasis masyarakat luas

(broad based education). Dalam rangka perluasan layanan pendidikan khususnya

yang berorientasi kecakapan hidup melalui pendekatan “Broad based education

pemerintah dalam berbagai upaya untuk mewujudkannya salah satu nya melaui

Block Grant. Dimana pemerintah daerah diberi kesempatan untuk mencari inovasi

perencanaan pendidikan yang berbasis masyarakat luas (Broad Based Education) dan

pendidikan yang berorientasi kepada kecakapan untuk hidup (Life Skills). Block

grant merupakan suatu upaya pemerintah dalam bentuk pemberian dana bantuan

untuk dalam program-program perluasan layanan pendidikan.

Pendidikan yang berbasis masyarakat luas (Broad Based Education)

merupakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang sepenuhnya diperuntukkan

bagi lapisan masyarakat terbesar di negara kita. Dasar pemikiran penyelenggaraan

pendidikan yang berbasis masyarakat luas adalah kebutuhan riil dari lapisan

masyarakat terbesar, yaitu bahwa pendidikan harus menitik beratkan pada

penguasaan kecakapan untuk hidup.

Menurut Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik dan tenaga

(15)

berikan oleh pemerintah kepada suatu forum atau institusi tertentu dengan tujuan

untuk di manfaatkan secara optimal sesuai dengan pedoman yang telah di tetapkan

oleh pemerintah. Pemberian block grant dalam mengembangkan dan

mengimplementasikan berbagai program dan kegiatan yang berkaitan dengan proses

pembelajaran (seni budaya dan keterampilan, serta manajemen). Block grant di

gunakan untuk membiayai operasional berbagai program sesuai dengan tugas, fungsi,

dan tangung jawab. Pengeloaan block grant harus di lakukan secara transparan dan

akuntabel.

Melalui bantuan pemerintah inilah di harapkan pengembangan kecakapan

hidup akan lebih berkembang, khususnya pelaksanaannya pada lembaga-lembaga

kursus dan pelatihan. Sehingga setiap bantuan dana akan memberi manfaat yang

signifikan bagi warga belajar.

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebagai salah satu satuan program

dari pendidikan nonformal memiliki peran yang penting dalam rangka membekali

warga belajar agar dapat hidup secara mandiri. Ditjen PLS Depdiknas dalam

Pedoman Program Life Skills (2012:3) menggambarkan bahwa program pendidikan

kecakapan hidup ini secara khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada

peserta didik agar 1). Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha)

atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin

layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 2) memiliki motivasi dan etos kerja

yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing

di pasar global, 3) memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan

untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya, 4) memiliki kesempatan

yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan

pendidikan di setiap lapisan masyarakat. Melalui kegiatan kecakapan hidup (life

skills) diharapkan dapat menanggulangi ketimpangan antara keadaan saat ini (jumlah

pengangguran) dengan keadaan yang diharapkan (berkurangnya jumlah

(16)

Menurut Dirjen PLS ( 2003 :6), hakikat pendidikan berorientasi kecakapan hidup bidang PLS adalah “ upaya untuk meningkakan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan yang memungkinkan peserta didik dapat hidup mandiri”.

Konsep kecakapan hidup( life skills) memiliki cakupan luas berinteraksi antara

pengetahuan dan keterampilan yang di yakini sebagai unsure penting untuk hidup

lebih mandiri. Program keterampilan hidup mencakup: keterampilan kerja,

(occupational skills). Keterampilan pribadi dan social (personal/ social skills), serta

keterampilan hidup sehari-hari (daily living skills), program keterampilan hidup

dirancang untuk membimbing , melatih, dan membelajarkan warga belajar agar

memiliki bekal dalam menghadapi masa depannya dengan memanfaatkan peluang

dan tantangan yang ada (Dirjen PLS, 2002:3)

Dengan demikian pendidikan keterampilan hidup ( life skills) bermanfaat bagi

peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema

hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat dan

warga negara. Pendidikan luar sekolah merupakan sisi strategis dalam dunia

pendidikan dan dunia kerja. Sisi strategis tersebut perlu di dukung oleh model

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang mampu menghasilkan tenaga kerja

terampil dan mandiri serta mampu bersaing pada era global. Salah satu model yang

berkembang dan menjawab tantangan itu adalah program pendidikan keterampilan

hidup ( life skills) keterampilan hidup adalah konsep yang bertujuan memberi bekal

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis, serta perubahan sikap

dan perilaku pada seseorang untuk bekerja dan berusaha mandiri, sehingga dapat

membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang di

miliknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Konsep keterampilan hidup memiliki cakupan yang luas, berinteraksi antara

pengetahuan dan keterampilan yang di yakini sebahai unsur penting untuk hidup

mandiri. Pendidikan Non Formal melalui lembaga kursus dan pelatihan telah secara

nyata mengembangkan program pelatihan keterampilan hidup sangat terbatas, baik

(17)

Disadari bahwa dalam pengembangan program kecakapan hidup pada

program kursus di dapati ada begitu banyak kendala dalam mengembangkan

lulusannya, khususnya dengan kemampuan yang harus sesuai dengan standard yang

ada di dunia usaha dan industri. Hal ini sebagaimana yang di jelaskan oleh Tilaar

(2003) yaitu: pertama , tidak optimalnya penyerapan lulusan kursus pada lapangan

kerja yang ada yang mana masih ada lulusan kursus yang belum bekerja karena

ketatnya persaingan di dunia industri. Kedu, kualifikasi lulusan kursus masih belum

memenuhi standard industri, hal ini teridentifikasi pada saat peserta kursus mengikuti

magang pada perusahaan-perusahaan mitra. Ketiga, belum terciptanya kemitraan anatar lembaga kursus dan industri untuk menjembatani “gap” yang ada. Keempat, di butuhkan biaya besar untuk memenuhi kompetensi yang ada. Kesadaran dan

keinginan dari lembaga kursus untuk meningkatkan profesionalitas lembaga masih

tersandung oleh kendala dalam pembiayaan yang cukup besar.

Untuk menyikapi hal tersebut berbagai upaya terus di lakukan sehingga dapat

memenuhi standard kompetensi yang di tetapkan di dunia usaha dan industri. Untuk

mendukung hal ini perlu adanya dorongan dan motivasi baik dalam diri maupun dari

berbagai pihak untuk dapat melakukan pembelajaran secara mandiri oleh para

peserta, sehingga hasil pembelajaran dapat mengalami peningkatan serta hasil

pemebelajaran tersebut dapat memberikan perbaikan dalam diri peserta didik, tidak

hanya dari kopetensi yang bertambah namun juga dapat membentuk perilaku yang

siap bekerja.

Untuk dapat mengaplikasikan hasil pembelajaran peserta didik diaharapkan

akan mampu mengembangkan kemampuannya, warga belajar di harpakan memiliki

sikap mandiri. Baik dalam memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri maupun

melakukan proses pembelajaran secara mandiri. Kemandirian merupakan perilaku

yang aktivitasnya di arhkan pada diri sendiri serta tidak mengharapkan pengarahan

pada orang lain. Bahara (2008) mengemukakan bahwa kemandirian berasal dari kata

dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang membentuk suatu kata

keadaan atau kata benda. Kemandirian berasal dari kata diri, maka pembahsan

(18)

Pada Kehidupan manusia saat ini semakin dihadapkan dengan permasalahan

kompleks. Keadaan ini menuntut setiap individu untuk mampu memecahkan

permasalahan yang dihadapi tanpa harus tergantung dengan orang lain dan berani

menentukan sikap yang tepat. Salah satu aspek penting yang diperlukan adalah

mandiri dalam bersikap dan bertindak. Proses kemandirian di diperoleh lewat hasil

dari pembelajaran, dimana peserta didik mampu mengembangan hasil pembelajaran

yang di perolehnya sebelumnya, kemauan untuk mau berusaha serta mampu untuk

hidup lebih mandiri. Kemandirian belajar sangatlah berpengaruh, dimana dengan

adanya kemandirian belajar yang di lakukan oleh warga belajar akan mendukung

pengembangan pengetahuan dalam diri peserta untuk dapat mengembangkan

kemampuan yang sudah di peroleh dalam bidang menjahit dan mengembangkan

usaha. Dan juga dengan adanya kemandirian belajar yang di lakukan dapat

memberikan pengaruh dalam menjalankan usaha di kemudian hari.

Kegiatan belajar mandiri dapat diawali dengan kesadaran adanya masalah,

sehingga menimbulkan niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk

menguasai suatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi masalah. Kegiatan

belajar dapat berlangsung dengan ataupun tanpa bantuan orang lain. Belajar mandiri

merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai

suatu kompetensi guna untuk menyelesaikan suatu masalah, hal tersebut dibangun

dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penetapan

kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu

belajar, tempat belajar, sumber belajar maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh

pembelajaran mandiri. Apabila motif yang mendorong kegiatan belajar adalah motif

untuk menguasai suatu kompetensi yang diinginkan maka pembelajar sedang

memiliki kemandirian belajar.

Berdasarkan studi pendahuluan, pendidikan kecakapan hidup bidang Tata

Busana menjahit pakaian wanita dan anak yang di laksanakan oleh LKP DRESS

MAKING yang berlokasi Kota Cimahi. Telah banyak melakukan layanan pendidikan

kursus dan pelatiahan dan peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran di LKP

(19)

Mereka yang datang menjadi warga belajar di LKP Dress Making ini

memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi faktor sosial, ekonomi, dan

usia. Jenis Kursus dan pelatihan yang di laksanakan di LKP ada beberapa jenis

program yaitu :1 ) Tata Busana (Menjahit), 2) Menjahit untuk Garment, 3) Lenan

rumah tangga dengan teknik hias patchwork, 4) Desain sketsa busana

Sesuai dengan Visi dan Misinya, LKP Dress Making selalu berupaya agar

setiap lulusan yang mengikuti kursus dan pelatihan di LKP benar – benar mampu

untuk mengaplikasikan hasil yang di peroleh. Dari data yang di peroleh dari

pengelola LKP dari segian banyak jumlah peserta yang mengikuti pemebelajaran di

LKP Dress Making, data success storynya mencatat ada banyak peserta didik yang

belajar di sana yang berhasil mengembangkan hasil dari pelatihannya, dimana ada

yang bisa mendirikan LKP sendiri ataupun ada yang bisa berwirausaha dan

memperoleh pekerjaan. Dari hal ini dapat di lihat adanya keberhasilan yang di raih

oleh warga belajar dalam mengembangkan ilmu yang di peroleh selama belajar di

LKP Dress Making.

LKP Dress Making memiliki visi dan misi yang menjadi pengangan yaitu

Visinya : Menjadikan lembaga kursus dan pelatihan yang terpercaya dan berkualitas

secara professional mendapatkan pencitraan (pengakuan) ditingkat nasional dan

internasional dalam rangka menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas,

mandiri, berkepribadian, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan

Missinya yaitu :1) Menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif untuk

mewujudkan SDM yang interaktif, berinisiatif, menyenangkan, menantang dan

memotivasi. 2) Mengoptimalkan program yang telah dilaksanakan dalam rangkan

meningkatkan profesionalisme lembaga kursus dan pelatihan. 3) Menampilkan

keunggulan (inovasi) dalam pengelolaan lembaga kursus dan pelatihan yang akan

mewujudkan pencitraan (pengakuan) ditingkat nasional dan di internasional. 4)

Memiliki jaringan di tingkat nasional dan internasional menjalin komukasi dan

hubungan kolega dengan organisasi-organisasi pemerintah dan swasta (industri) mitra

yang terkait. 5) Memberikan layanan bimbingan pelatihan dan kursus yang

(20)

LKP Dress Making telah banyak mengasilkan lulusan, dimana para

lulusanpun sudah boleh mandiri dan bahkan memperoleh pengasilannya sendiri.

Proses pembelajaran yang ada di LPK Dress Making ini mengikuti acuan atau

pedoman yang di keluarkan oleh Direktorat pembinaan kursus dan pelatihan.

LKP Dress making sesuai dengan visi dan missinya tersu berusaha untuk

terus melakukan yang terbaik demi menghasilkan lulusan yang berkualitas, dan

memiliki keahlian. Penyelenggaraan program kecakapan hidup melalui kegiatan

kursus dan pelatihan yang di laksanakan oleh LPK Dress Making ini menarik untuk

di teliti di karenakan dalam perkembangannya LPK ini makin mengalaimi kemajuan

dan prestasi yang terus berkembang. Oleh karena itu peneliti ingin mengkaji

faktor-faktor keberhasilan serta prestasi yang di peroleh oleh LPK Dress making. Oleh

karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian berkenaan dengan Pembentukan

Perilaku berwirausaha Pasca Program Pelatihan Kewiraushaan Maasyarakat (PKM) Peserta Kursus Menjahit Di LKP Dress Making Kota Cimahi.

B. Rumusan Masalah

Pendidikan kecakapan hidup bertujuan untuk membantu warga belajar

memenuhi kebutuhan agar peserta didik lebih efektif dalam menghadapi tantangan

yang di hadapi dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) bertujuan

untuk merangsang peserta belajar dalam mengembangkan keterampilan yang di

perlukan kehidupan dan belajar. Kegiatan belajar selanjutnya yang sangat di butuhkan

yaitu kemampuan untuk mengahadapi peluang dan meningkatkan kualitas hidup dan

dapat memfungsikan diri secara lebih baik.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui pengamatan dan observasi

terhadap pengelola, LKP Dress Making, maka penulis memperoleh informasi

mengenai identifikasi masalahnya yaitu sebagai berikut :

1. Penyelenggraan program kursus dan elatihan pada lembaga kursus dalam upaya

meningkatkan taraf hidup masyarakat di dalamnya untuk dapat menanamkan

(21)

2. Lulusan kursus perlu memiliki kompetensi yang membekali mereka untuk dapat

bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya, namun pada kenyataanya masih

ada warga belajar yang belum bisa bekerja ataupun berwirausaha.

3. Pembelajaran lebih di arahkan pada kemandirian warga belajar untuk dapat

membentuk pribadi yang lebih bertangung jawab terhadap hidupnya sendiri,

namun pembelajaran yang selama ini dilalui masih lebih bersifat pada teacher

centre.

4. Hasil pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan menuntut kemandirian

para lulusan untuk bisa mengimplikasikan pengetahuan yang didapat.

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah Pembentukan Perilaku

berwirausaha Pasca Program Pelatihan Kewiraushaan Masyarakat (PKM) Pada Peserta Kursus Menjahit Di LKP Dress Making?”. Secara lebih khusus masalah dalam penelitian ini di batasi sebagai berikut :

1. Bagaimana kompetensi peserta pelatihan tentang pengelolaan usaha busana

setelah mengikuti program pelatihan kewirausahaan masyarakat (PKM) ?

2. Bagaiamana langakah-langkah pembentukan perilaku berwirausaha yang di

lakukan oleh peserta kursus pasca program pelatihan kewirausahaan masyarakat

(PKM ) ?

3. Bagaimanakah faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan

prilaku berwirausaha yang di lakukan oleh peserta kursus Program Pelatihan

Kewirausahaan Masyarakat (PKM )?

4. Bagaimana bentuk perubahan perilaku berwirausaha pasca Program Pelatihan

Kewirausahaan Masyarakat (PKM) ?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini untuk mengamati, mengkaji,

menganalisis, dan mendeskripsikan bagaimanakah pembentukan perilaku

berwirausaha pasca program pelatihan kewiraushaan masyarakat (PKM) pada peserta

(22)

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui kompetensi peserta pelatihan tentang pengelolaan usaha

busana setelah mengikuti program pelatihan kewirausahaan masyarakat

(PKM) dalam pembentukan perilaku berwirausahan di LKP Dress Making ?

2. Untuk Mengetahui langakah-langkah pembentukan perilaku berwirausaha

yang di lakukan oleh peserta kursus pasca program pelatihan kewirausahaan

masyarakat (PKM ) di LKP Dress Making

3. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

pembentukan prilaku berwirausaha yang di lakukan oleh peserta kursus

Program Pelatihan Kewirausahaan Masyarakat (PKM)

4. Untuk mengetahui bentuk perubahan perilaku berwirausaha pasca Program

Pelatihan Kewirausahaan Masyarakat (PKM) di LKP Dress Making .

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan Kontribusi bagi pengembangan keilmuan terutama dalam

memperkaya kajian-kajian pendidikan Nonformal (Pendidikan Luar

Sekolah) khususnya pada bidang pembinaan kursus dan pelatihan.

b. Pengembangan kajian tentang pelaksanaan pelatihan pada lembaga kursus

c. Sumbangan bagi pengembang konsep-konsep pemberdayaan terutama

pemberdayaan masyarakat

d. Hasil penelitian ini diharapkaan bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan

bagi peneliti lain untuk melanjutkan penelitian pada bidang yang sama

dengan lokasi yang berbeda. Dan sebagai bahan masukan yang dapat

menambah wawasan dan pengetahuan secara teoritis untuk instansi

masyarakat, pemerintah dan lembaga swasta yang ingin melakukan program

pelatihan kewirausahaan.

(23)

a. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran tentang

perubahan perilaku pasca mengkiti program pelatihan kewirausahaan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran tentang berapa

besar perubahan perilaku yang terjadi pada warga belajar pasca mengikuti

program pelatihan.

c. Dapat memberikan masukan bagi penyenggara atau pengelola bagi lembaga

pendidikan dan latihan khususnya bagi penyelengara pendidikan luar

sekolah yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran tentang keterkaitan antara

fakor-faktor program pembelajaran, pemberian motivasi terhadap

tumbuhnya sikap dan perilaku berwirausaha pada peserta pelatihan pada

tujuan yang hendak dicapai.

E. Struktur Organisasi Tesis

Sebagai upaya untuk memudahkan dalam pemahaman penelitian ini maka

penulisan tesis ini disusun dengan struktur sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sturktur organisasi tesis.

BAB II : Kajian pustaka yang terdiri dari beberapa konsep yang berhubungan

dengan judul dan permasalahan yang akan di teliti yakni mencakup:

hakekat kursus dan pelatihan, konsep pelatihan kecakapan hidup (life

skills, konsep kewirausahaan, hakekat belajar dan kemandirian belajar.

BAB III : Metode penelitian, yang meliputi pendekatan dan desain penelitian,

prosedur penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan pembahasan yaitu penjabaran dari kondisi objektif di

lokasi penelitian, deskripsi hasil dalam penelitian, pembahasan hasil

penelitian berdasarkan konsep dan teori yang relevan.

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode merupakan hal yang sangat penting yang di perlukan dalam suatu penelitian

dengan tujuan untuk menuntun seorang peneliti. Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh

data empiris tentang Pembentukan Perilaku Berwirausaha Pasca Pelatihan Kewirusahaan

Masyarakat (PKM) Kursus Menjahit Di LKP Dress Making di Kota Cimahi, maka untuk

mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yang

menkombinasikan bentuk kualitatif dan kuantitatif.

Sukmadinata (2008:130) mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan dan

prinsip-prinsip dasar dari penelitian kuanlitatif dan kuantitatif, tetapi ada ahli-ahli yang berpandangan

pragmatis, lebih melihat penerapan antara kedua pendekatan penelitian tersebut. Mereka yang

berpandangan pragmatis memadukan kedua pendekatn menjadi pendektan campuran.

Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan dengan Mixed Method Research

Design. Penelitian ini harus menangani dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif. Mixed methods research design adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan,

menganalisis, dan "mencampur" metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam satu kajian

untuk memahami sebuah masalah penelitian (Creswell, 2010).

Asumsi dasarnya adalah bahwa penggunaan metode kualitatif dan metode kuantitatif,

yang dikombinasikan, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang masalah penelitian

dan pertanyaan penelitian daripada hanya menggunakan salah satu metode saja. Penelitian

melibatkan asumsi- asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan

kuantitatif, dan campuran (mixing) Penelitian ini walaupun mengunakan metode penelitan

yang di kombinasikan tapi yang menjadi tetapi penelitian yang lebih dominan dalam

penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini pada hakekatnya ingin memahami dan mengungkapkan secara

(25)

mandiri, faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran mandiri, dan wujud perilaku

berwirausaha pasca mengikuti program pelatihan kewirausahaan Masyarakat (PKM).

Sukmadinata (2008:130) mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan asumsi-asumsi

dan prinsip-prinsip dasar dari penelitian kualitatif dan kuantitatif, tetapi ada ahli-ahli yang

berpandangan pragmatis, lebih melihat penerapan antara kedua pendekatan penelitian

tersebbut. Mereka yang berpandangan pragmatis memadukan kedua pendekatan menjadi

pendekatan campuran.

Karena penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed approach) yaitu dengan

prosedur kualitatif dan kuantitatif maka tentu saja data yang di kumpulkan berupa data

berbentuk data kualitatif dan kuantitatif. Sukmadinata (2008:130) mengatakan bahwa

meskipun ada perbedaan asumsi dan prinsip-prinsip dasar dari penelitian kuantitatif dan

kualitatif, tetapi ada ahli yang berpandangan pragmatis, lebih melihat penerapan antara kedua

pendekaran penelitian tersebut, mereka yang berpandangan pragmatis memadukan kedua

pendekatan menjadi pendekatan campuran

Data kualitatif yang di kumpulkan di peroleh melalui studi pendahuluan, wawancara,

studi dokumentasi, sedangkan data kuantitatif di peroleleh melalui hasil post test peserta.

Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti ini adalah explaratory mixed methods

research design. Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu

fenomena, mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya

mengujinya. Peneliti menggunakan desain ini apabila tidak terdapat instrumen, variabel, dan

alat ukur untuk populasi yang sedang dikajinya, atau peneliti tidak mengetahui

keberadaannya (Creswell, 2010).

Dalam pemilihan metode penelitain kombinasi menekanakan pada model sequential

explanatory. Memurut Creswell dalam Sugiyono (2012:408) mengemukan tentang metode

kombinasi model sequntial adalah suatu prosedur penelitian dimana peneliti

mengembangkan hasil penelitian dari satu metode dengan metode yang lain. Metode

kombinasi model sequential dimana pada tahap pertama penelitian menggunakan metode

kuantitatif dengan bobot yang lebih rendah daripada metode KUALITATIF (Sugiyono, 2012)

Menurut Jhon W. Creswell (2010:316-324) terdapat 6 strategi dalam menggunakan

metode campuran, dan dalam penelitian ini mengambil salah satu strategi tersebut yaitu

starategi eksplaratoris sekuensial

Strategi eksplanatoris sekuensial ini merupakan strategi yang cukup populer dalam

(26)

pada proses kuantitatif. Startegi ini diterapkan dengan pengumpulan dan analisis data

kuantitatif pada tahap kedua yang di bangun berdasarkan hasil awal kuantitatif (Creswell,

2010:316)

Sementarara itu sugyono (2011:409) berpendapat bahwa metode penelitian

kombinasi model sequential explanatory dicirikan dengan pengumpulan data dan analisis

data kuantitatif pada tahap pertama, dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data

kuantitatif pada tahap kedua, guna memperkuat hasil penelitian kuntitatif yang di lakukan

pada tahap pertama.

Secara visual, bagan desain tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini :

Membangun

Gambar 3.1. Mixed Methods Research Design dan Sugyono (2011:407)

(Diadaptasikan Dari Creswell, 2010)

Keterangan:

1. Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data kualitatif

dilakukan setelah diperoleh data kuantitatif. Jadi pada tahap pertamapengumpulan

data kuantitatif yang di lakukan.

2. Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data

kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif (quan).

Seperti yang telah diuraikan diatas penelitian dilakukan dengan melakukan dua tahap,

dengan pola penelitian kuantitatif yang dilanjutkan dengan penelitian kulitatif (Eksplanatory

Reseach Design).

quan

(Data dan Hasil)

QUAL

(27)

p

Gambar 3.2

Alur Tahap Penelitian ( Peneliti, 2014)

Kompetensi Berwirausaha Pasca Pelatihan

Post Test

Studi Pendahuluan

Deskripsi Kompetensi Berwirausaha

T A H A P S A T U

Pendukung Pendukung

Langkah –langkah Pembentukan Perilaku

Berwirausaha

Perilaku Berwirausaha Pasca Pelatihan

Menjalankan Usaha Secara Profesional T

A

H

A

P

D

U

(28)

B.Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini menggunakan tahapan kuantitatif dan kualitatif.

Adapun prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan, peneliti membagi dalam dua tahap,

yakni tahap satu (kuantitatif ) dan tahap dua (kualitatif).

1. Prosedur Penelitian Tahap 1

Dalam tahap satu, prosedur penelitian bersifat kuantitatif yaitu penyajian data

berupa hasil berdasarkan hasil post test yang sudah di lakukan oleh peserta

pelatihan yang di laksanakan oleh LKP dan selanjutnya hasilnya di masukan ke

dalam microsoft excell untuk di lihat nilai yang di peroleh dan selanjutnya di

tampilkan dalam tabel dan grafik, untuk melihat sejauhmana kemampuan atau

kompetensi peserta pelatihan memahami konsep kewirausahan berdasarkan

silabus pembelajaran.

2. Prosedur Tahap II

Dalam tahap Dua, prosedur penelitian bersifat kualitatif yaitu penyajian data

berupa hasil narasi, deskripsi yang didapat dari hasil stud pendahualuan, observasi,

wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan berkenaan dengan kondisi

objektif pada peserta pelatihan PKM berkenaan dengan langkah-langkan

pemebentukan perilaku berwirausaha, faktor pendukung dan penghambat

pembentukan perilaku berwirausaha, dan perilaku berwirausaha.

C. Lokasi Dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada peserta pasca pelatihan kursus menjahit LPK

Dress Making yang tempat berdomisili para warga belajar ini berada di seputaran kota

Cimahi. Program Pelatihan Kewirausahaan Masyarakat (PKM ) di selnggarakan di

Lembaga Pelatihan dan Kursus (LPK) Dress Making ini belokasi di Jl. Pesantren

(29)

1. Subjek Penelitian Penelitian

Penelitian kualitatif, subjek dalam penelitian dinamakan informan, partisipan

atau sumber. Menurut Buhran Bungin, informan penelitian adalah orang yang

diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta objek penelitian

(Sugyono, 2008). Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah sebagai

berikut:

Peserta Pelatihan adalah warga belajar yang mengikuti proses pembelajaran

Pelatihan Kewirausahaan Masyarakat di LKP Dress Making, dan yang menjadi

responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang peserta pelatiahan.

Alasannya dari antara 30 peserta pelatihan yang terdaftar di LKP dress Making yang

menikuti program PKM ini yang berhasil di antaranya adalah ke-3 peserta ini.

Meskipun demikian data yang berasal dari peserta pelatihan akan di trianggulasi

kepada beberapa sumber sebagai berikut :

a) Pengelolal pelatihan/ instruktur

Pengelola adalah mereka yang mengatur dan melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang terdiri atas pimpinan dan struktur organisasinya, dan dalm hal

ini yang menjadi informan yaitu pimpinan lembaga. Dan selain itu instruktur atau

fasilitator yang memberikan materi tentang kewirausahaan juga menjadi

informan.

b) Keluarga / Pelanggan/ Rekanan Kerja

Dalam hal ini keluarga/ pelanggan/ rekanan kerja di jadikan informan dalam

rangka memvalidasi informasi yang di peroleh dari peserta pelatiahan

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data dalam penelitian ini juga di bagi dalam dua tahapan

pengumpulan datang.

1. Teknik Pengumpulan Data Tahap 1

Pada tahap ini teknik pengumpulan data di lakukan dengan mengunakan hasil

post test pada saat peserta pelatihan menyelesaikan kegiatan pembelajaran di LKP.

Alasananya karena berhubungan dengan mengukur kompetensi peserta pelatihan setelah

mengikuti proses pelatihan, dan dikarenakan sampel dalam penelitian ini mengambil 3

orang peserta pelatihan saja.

(30)

Pada tahap dua ini mengunakan teknik pengumpulan dengan pendekatan

deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data terutama di kumpulkan oleh

peneliti sendiri, artinya dalam penelitian kualitatif , peneliti sendiri yang menjadi

instrumen utama yang terjun kelapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi

melalui wawancara observasi dan analisis dokumen. Teknik pengumpulan data

merupakan teknik yang berkaitan dengan alat – alat atau instrumen sarana untuk

memperoleh data. Moleong mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik dari

penelitian kualitatif adalah manusia sebagi alat (instranalisumen). Hal ini mengandung

makna bahwa dalam penelitian kualitaif instrumen yang paling utama adalah peneliti

sendiri.

Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap bagaimana pembentukan perilaku

berwirausahan pasca program pelatihan kewirausahaan masyarakat.

Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti mengklasifikasikannya ke dalam dua

kriteria, yakni data primer dan data sekunder. Data pimer adalah data yang di perlukan

dalam penelitian ini di perlukan dalam melakukan analisis secara langsung dengan cara

pertama, warga belajar dapat memberikan informasi, kedua, penyelenggara pelatihan

dan keluarga/ rekananan. Data sekunder di kumpulkan melalui studi kepustakaan.

Data yang telah di peroleh di lapangan kemudian di kumpul dan di olah dalam

bentuk ketikan dan terus di update sehingga setiap informasi yang di peroleh tidak ada

yang tertinggal, jika masih ada yang tertinggal atau kurang peneliti akan kembali lagi

kelapangan dan melengkapi data tersebut.

Margono (2003 :155) mengemukakan bahwa instrumen sebagai alat pengumpul

data harus betul-betul dirancang dan di buat sedemikian rupa sehingga menghasilkan

data empiris sebagaimana mestinya. Teknik pengumpulan data yang di gunakan adalah

dimulai dari (1) jenis data, (2) sumber data, dan (3) instrumen penelitian. Dalam

penelitian ini teknik pengumpulan data yang di akan di gunakan antara lain observasi,

wawancara, analisis dokumentasi sebagai sumber data trianguasi yang dapat di

pertangungjawabkan keabsahannya.

Dalam penelitian ini, tiga teknik pengumpulan data di gunakan pada tahap II

untuk mendapatkan data dari sumber data. Adapun tiga teknik pengumpulan data

tersebut adalah :

(31)

Sugyono (2010:72) wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih

untuk bertukar informasi dan ide melalu tanya jawab, sehingga dapat di

konstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara adalah teknik

pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak

pewawancara dengan pihak yang di wawancara. Wawancara dilakukan oleh

pewawancara dengan mengunakan pedoman wawancara.

Wawancara merupakan cara yang penting untuk memeriksa keakuratan

data hasil observasi. Wawancara dapat di gunakan untuk mengumpulkan

informasi yang tidak mungkin di peroleh lewat observasi. Tujuan mewawancarai

seseorang adalah untuk mengetahui apa yang di pikirkan mereka, apa yang

mereka pikirkan ,atau bagaiman perasaan mereka tentang sesuatu hal, dikarenakan

hala – hal tersebut tidak dapat di observasi (Nasution, 2003)

Wawancara dilakukan untuk memeperoleh data dan informasi yang di

butuhkan dalam penelitian ini. Data dan informasi ini di peroleh langsung dari

warga belajar, sumber belajar/ tutor/ penyelenggara,dan pengelola yang terlibat

dalam hal ini. Adapun data yang di gali dalam wawancara ini meliputi : (1)

Bagaimana Kompetensi peserta Pelatihan Kewirausahaan dalam pembentukan

perilaku berwirausaha: (2) bagaimana langkah-langkah pembelajaran mandiri

yang di lakukan oleh peserta pasca program pelatihan kewirausahaan masyarakat;

(3) apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan

perilaku berwirausaha; (4) Bagaimana perilaku berwirausaha dalam menjalankan

usahanya.

2. Observasi

Nasution (1988) dalam Sugyono (2010:310) menyatakan bahwa

observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat

bekerja berdasarkan data , yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang di peroleh

melalui observasi. Melakukan observasi, yakni pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti untuk

mengetahui keadaan yang sesungguhnya.

Guba dan Lincoln (1981:191-193) dalam Moleong (2010: 174-175)

menyatakan bahwa terdapat enam alasan mengapa penelitian kualitatif

(32)

(1) teknik pengamatan ini di dasarkan atas teknik pengamatan secara langsung; (2)

teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian

mencatata perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaaan

sebenarnya; (3) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam

situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang

langsung di peroleh dari data; (4) sering terjadi ada keraguan pada peneliti,

jangan – jangan pada data yang di jaringnya ada yang keliru atau bias; (5) teknik

pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit;

dan (6) dalam kasus-kasus teretentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak di

mungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti mengamati dan mencatat

tentang kejadian yang berlangsung sesuai dengan fokus masalah yang di teliti

yaitu : (1) Bagaimana Kompetensi peserta Pelatihan Kewirausahaan dalam

pembentukan perilaku berwirausaha; (2)bagaimana langkah-langkah pembelajaran

mandiri yang di lakukan oleh peserta pasca program pelatihan kewirausahaan

masyarakat; (3) apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam

pembentukan perilaku berwirausaha; (4) Bagaimana perilaku berwirausaha dalam

menjalankan usahanya.

3. Analisis Dokumen

Sugiyono (2010:329) menjelaskan dokumen merupakan cacatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya

monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari pengunaan

metode observasi dan wawancara.

Studi dokumentasi berguna bagi peneliti khususnya mempelajari data yang

tidak dapat di observasi lagi atau hal-hal yang tidak dapat di ingat lagi oleh

informan. Disamping itu, dokumentasi dapat memberikan latar belakang yang luas

mengenai pokok penelitian, dan dapat di jadikan triangulasi untuk mengecek

kesesuaian data . Dalam konteks penelitian

Dalam hal ini data yang diperoleh dalam penelitian ini digunakan untuk

memperoleh gambaran tentang perubahan perilaku berwirausaha pasca program

pelatihan kewirausahaan masyarakat dalam pada peserta kursus menjahit,

(33)

Profil program kegiatan pelatihan kewirausahaan mandiri, (2) data warga belajar

yang mengkuti program pelatihan kewirausahaan mandiri (3) proses pelatihan

kewirausahaan masyarakat yang di laksanakan, dan (4) hal-hal yang di anggap

relevan untuk menunjang penelitian seperti kurikulum, silabus pembelajaran, hasil

post test dan arsip-arsip yang berhubungan dengan masalah penelitian (5) data

succes story yang memperlihatkan kemajuan dan perkembangan yang di capai

oleh peserta pelatihan kewirausahaan masyarakat.

E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kunatitatif

Data yang di peroleh akan di analisis menggunakan statistik deskriptif. Hal ini

di karenakan data kuantitatif dalam penelitian ini hanya di gunakan untuk

menjelaskan deskripsi partisipan penelitian, bukan untuk menganalisis korelasi. Hal

ini sejalan dengan yang di kemukakan oleh Creswell(2010) yang menyatakan

bahwa data kuantitatif dalam strategi eksplanatoris sekeunsial berfungsi sebagai data

yang akan menjelaskan deskripsi fenomena yang terjadi. Untuk lebih memudahkan

dalam pembacaan data, data akan di sajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

2. Analisis Data Kualitatif

Dalam teknik pengumpulan data ini menggunakan trianggulasi, triangulasi di

artikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data yang berbeda- beda untuk mendapatkan data dari

sumber data yang telah ada. Bila peneliti menggunakan pengumpulan data yang

sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan

berbagai sumber data.

Tujuan dari trianggulasi ini bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa

fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang

telah ditemukan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian kualitatif yang bukan

semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih kepada pemahaman subyek terhadap

(34)

1. Triangulasi Pengumpulan Data

Gambar 3.3 Triangulasi Data (Sugyono: 2008:85)

Triangulasi pengumpulan data ini bertuajuan untuk mengali data dari berbagai

teknik pengumpulan data yang di gabungkan yaitu dari observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

2. Trianggulasi Sumber Data

3.4 Triangulasi Sumber Data (Sugyono: 2008:85)

Teknik analisis data triangulasi sumber data ini yaitu dengan menggabungkan tiga

sumber data di mana selain responden utama informasi juga di peroleh dari responden yang

lain yang akan memverivikasi informasi dari informan utama yang selanjutnya dapat di tarik

kesimpulannya.

Observasi

Wawancara Dokumentasi

Peserta Pelatihan

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Alma, B (2004). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta

Astawan I Gede.( 2010). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Akhmad. S. (2008). Hakikat Belajar. http ://akhmadsudrajat.wordpress.com

/2008/01/31/hakikat belajar/ (diakses tanggal 14 agustus 2014)

Avan.A. 2010). Kemandirian. (http://tugasavan.blogspot.com/2010/10/

kemandirian.htmlz ) [diakses 24 Juli 2014]

Bloom, B.S (1981). Evaluation To Improve Learning Us, M. Graw-Hill Book-Inc

Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based

Approach.

Chabib T H.M. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka pelajar

Creswell, J. W (2013). Research Design edisi ketiga, Pustaka Pelajar Yogyakarta

Craig, R. R. (1976). Training and Development Handbook A Guide to Human

Resources Development Newyork: Mc, Graw – Hill Book.

Darwis, R. (1993). Transformasi nilai – nilai Tradisi kekeuargaan dalam Pendidikan Kewirausahaan ( studi Kasus pengembangan SDM dalan pengelolaan Majan Minang. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak di Terbitkan.

Desalani.K. N.(2011). Teori Perilaku – Psikologi. [http ://deslanikn.blogspot.com/2011/07/teori-perilaku-psikologi .html] diakses tanggal 26 Agustus 2014

(36)

Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. 2006. Kompetensi Intruktur Kursus dasar Kecakapan Hidup Bagi Penganggur Perkotaan. Balai Pengembangan pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) Regional II Jayagiri.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman Umum Pelaksanaan Program

Pendidikan Keterampilan Hidup ( life Skill) melalui pendekatan broad

based education ( Bbe) dalam Bidang Pendidikan Luar sekolah. Jakarta:

Depdiknas

Djaali, H. (2009). Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

Djamarah, S.B. (2002). Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Daradjat, Z, Dkk. (1991) . Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara KerjasamaDengan

DIrJen Pembinaan Agama Islam DepAg RI. Jakarta.

Elsetriana. (2012). Teori dan Konsep Perilaku.

http://elsetriana.blogspot.com/2012/08/teori-dan-konsep-perilaku.html

Frinces, H. Z ( 2011 ). Be An Entrepreneur ( Jadilah Seorang Wirausaha ). Yogyakarta: Graha Ilmu

Govinda, R.( 2008). Nonformal Education and Poverty Alleviation Analysis Of Field Experiennces From Asia. Paris: UNESCO

Hadis, A. ( 2008). Psikologi Dalam Pendidikan. Alfabeta. Bandung

Harun, R ( 2007) Metode Penelitian Kualitatif untuk pelatihan, Bandung: Mandar Maju

Hamalik. O. (2000). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan.Jakarta; Bumi Aksara.

Jany Rafsan (2013). Self Directed Learning [

http://rafsanjany04.blogspot.com/2013/05/self-directed-learning.html ]

(37)

Kamila, (2008). Pendidikan Kecakapan Hidup. (

http://www.pendidikan-kecakapan-hidup.html) diakses tanggal 12 Mei 2014

Khadifa, S. (2008). “Sistem Belajar Mandiri” (http://sn2dg.blogspot.com, diakses pada tanggal 4 April 2014)

Margono. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta .

Manihay. R. (2013 ). Kemandirian (

http://mapande.blogspot.com/2013/09/ciri-ciri-kemandirian-menurut-para-ahli.html) [akses 23 Juli 2014]

Mc.Millan Alex, 2010. Terjemahan Alexandra. 2013. Be A Great Entrepreneur (Menjadi Seorang Entrepreneur Sukses). Jakarta: PT. Indeks.

Moleong, L. J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Rosdakarya

Mulyana. Enceng. Penampilan Pribadi Homunis Komunikatif.

[http://jurnal.upi.edu/file/H._E_._MULYANA_.pdf] di akses tanggal 27

Agustus 2014

Nasution, S (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Nelson-Jones, R (1997). Practical Counseling and Helping Skills, Text and

Exercise for the Life Skills Counseling Model. Fourth Edition. London:

British Library Cataloging in Publication Data.

Pabichara.K. (2006).12 Rahasia Pembelajar Cemerlang. Bandung. Kolbu

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. ... Tentang Pendanaan Sistem Pelatihan Kerja Nasional

Pusat pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (PP PNFI ). Pengelolaan Lembaga Kursus. Jayagiri. Bandung

(38)

Simamora, H. (1995). Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta:

STIE-YPKN

Sagala, S. (2008 ). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung; Alfabeta

Shantini, Y. (2010). Model Pembelajarab Mandiri Dalam meningkatkan

Kompetensi dan Kemandirian Peserta Kursus Studi di LKP Pelita Massa

Jawa Barat. Disertasi Program Pascasarjan UPI: tidak di terbitkan

Sugyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta Bandung

Sudjana, D. (2004). Pendidikan Nonformal, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, dan Azas. Bandung: Falah Production

______. (2004). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production

______. (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan, Teori & aplikasi. Bandung:

Falah Production.

Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar : Apa, Mengapa, dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana

UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan.

Surya, M. (2003) . Percikan Perjuangan guru, Bandung: Aneka Ilmu

Suryana, E. (2009). Mewujudkan Budaya Belajar Menuju Kemandirian Berusaha.

[Online]. Tersedia:

http://www.fkip-uninus.org/index.php/artikel-fkip-uninus-

bandung/arsip-artikel/77-menumbuhkan-budaya-belajar-menuju-kemandirian-berusaha. [akses: 23 Juli 2014]

Soetomo, S et al. (1988 ). Pengembangan Kursus. Kerjasama Universitas terbuka

dengan Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga

(39)

Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Suryadi, A.(2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar: Konsep, Kebiajakan,

dan implementasi. Bandung. Widya Aksara Press

Syah, M. (2005). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung.: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Syaodih, N (1993). Pengembangan Kemandirian: suatu tinjauan kurikuler

Psikologis. Pidato Pengukuhan Guru Besar Pada Ikip Bandung: tidak di

terbitkan

Syaodih, N.S (2005). Metode Penelitian, Bandung: Rosda

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2001)

Tahar Izan, dkk .Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil belajar Pada Pendidikan Jarak Jauh [ http://www.lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/tahar.pdf] diakses tanggal 13 Agustus 2014

Tilaar, H. A. R. (2003) Kekuasaan dan Pendidikan (Suatu Tinjauan dari

Perspektif Kultural). Magelang: Indonesia Tera.

Thoha, M (1993), “ Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Trisnamansyah, S. (2007) Metode Penelitian ( Hand Out Perkuliahan). Bandung: Sekolah Pascasarjana Univesrsitas Pendidikan Indonesia

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta; Kencana

(40)

Wahyono. B. (2013)

http://www.pendidikanekonomi.com/2013/01/faktor-yang-mempengaruhi-kemandirian.html [ diakses 24 Juli 2014 ]

Wena. M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara

Widiaryanti, Veronica.Perilaku Belajar Ditinjau Dari Dukungan Sosial dan Kemandirian Pada Siswa SLTP Santo Yoseph denpasar Bali. Skripsi. [http://eprints.unika.ac.id/2271/1/04.40.0107_Veronica_Widiaryanti.pdf]

Winarno. 2011. Pengembangan Sikap Entrepreneurship & Intrapreneurship. Jakarta. PT. Indeks

YIN, Robert K. (2014) Studi Kasus: Desain dan Metode, penerjemah: M: Djauzi Mudzakir, Rajawali Pers, Jakarta

Yetti. W. (2012).

http://adingpintar.files.wordpress.com/2012/03/perubahan-perilaku.pdf (di akses 12 agustus 2014)

Ahmad Fauzan, Dkk. Pengaruh Pendekatan RME dan Kemandirian Belajar

Terhadap Kemamampuan Matematis Siswa

http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/viewFile/699/519 (akses tanggal 13 Agustus 2014)

Undang – undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung. Rafika

Zaif (2009)

http://zaifbio.wordpress.com/2009/07/01/konsep-dasar-strategi-pembelajaran/ Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

(diakses 20 agustus 2014)

Zimmerer, T.W., Norman Scarborough (1996). Entrepreneurship The New

(41)

Gambar

Gambar 3.2  Alur Tahap  Penelitian ( Peneliti, 2014)
Gambar 3.3  Triangulasi Data (Sugyono: 2008:85)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan Diklatsar Kewiraan terdapat kendala yang dihadapi baik. dalam kegiatan proses peencanaan, proses pelaksnaan hingga

Statistik Deskriptif dari Kinerja Reksa Dana, Stocks Selection Skills, Market Timing Ability, Fund Size.. Lanjutan

Penguatan kurikulum denga pendidikan kewirausahaan dalam pembelajaran aktif untuk mengembangkan karakter bangsa.. Dalam jurnal

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan

PENGARUH KOMUNIKASI PEMBELAJARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMK BINA WISATA LEMBANG.. Universitas

Renovasi/Rehabilitasi Dapur dan Ruang Rawat Inap PPG (Pusat Pemulihan Gizi) dan Penggandaan Sarana dan Prasarananya (Belanja Jasa

Strategi pemasaran yang telah diterapkan oleh produk gadai emas bank syariah mandiri adalah strategi pemasaran dengan konsep bauran pemasaran atau mareketing mix

Sedangkan untuk media komunikasi antara orangtua dan guru juga antar sesama orangtua dapat memanfaatkan forum dan private message (PM) pada layanan