HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok umur tanaman. Dari hasil peubah inilah dapat diketahui perlakuan mana yang memberikan hasil terbaik pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Data yang dikumpulkan dimulai dari bulan Januari 2011 hingga April 2012, sehingga pengumpulan data dimulai pada periode 2 (Jan-Apr), periode 3 (Mei-Agus), periode 1 (Sept-Des) pada tahun 2011 dan terakhir yaitu pada periode 2 (Jan-Apr) pada tahun 2012.
Hasil analisis ragam produksi dan BTR pada setiap kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11. Data produksi, jumlah tandan dan BTR setiap blok dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4.
Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit
Blok Parameter Pr>F
A35 Produksi 0.076n
BTR 0.236
B19 Produksi 0.132n
BTR 0.009*
B28 Produksi 0.186nn
BTR 0.027*
Note:*)berpengaruh nyata pada taraf 5%, **)berpengaruh nyata pada taraf 10%,
n)berpegaruh nyata pada taraf 15%,nn)berpengaruh nyata pada taraf 20%
Data produksi yang dikumpulkan adalah data produksi pada Blok A35, B28 dan B19. Blok A35 merupakan blok yang mewakili umur < 8 tahun, B19 untuk tanaman umur 8-13 tahun, dan B28 untuk tanaman dengan umur > 13 tahun. Produksi rata-rata pada ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.
Hasil perlakuan terbaik pada tanaman umur < 8 tahun (A35) diperoleh pada perlakuan F dengan jumlah pelepah 57-64, 49-56 dan 49-56 per periodenya.
Pada tanaman umur 8-13 tahun perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan C dengan jumlah pelepah 41-48, 49-56 dan 49-56 per periode. Tanaman dengan umur > 13 tahun (B28) hasil terbaik diperoleh pada perlakuan A dengan jumlah pelepah 49-56, 41-48 dan 41-48 per periode.
Tabel 12. Produksi rata-rata Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011
Perl
Rata-rata produksi/pokok 2011
...kg/pokok/bulan… ...ton/ha/tahun…
A35 B19 B28 A35 B19 B28
A 10.59ab 10.07ab 12.27a 17.28ab 16.43ab 20.02a
B 9.33b 8.89ab 11.05ab 15.22b 14.50ab 18.03ab
C 9.63b 10.62a 10.47ab 15.71b 17.33a 17.08ab
D 9.50ab 8.45b 11.54ab 15.50b 13.79b 18.83ab
E 9.25b 9.75ab 11.75ab 15.10b 15.92ab 19.17ab
F 11.17a 10.05ab 10.31b 18.23a 16.40ab 16.83b
Rata-rata 9.91 9.64 11.23 16.17 15.73 18.33
Note : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf *) 15% dan **)20%.
Tabel 13. Bobot tandan rata-rata Blok A35, B28 dan B19 tahun 2011 Perlakuan Bobot tandan rata-rata (kg/tandan)
A35 B19 B28
A 13.68 17.69a 23.31ab
B 13.75 16.38b 24.20ab
C 13.49 17.30ab 24.55a
D 13.22 16.48ab 24.25ab
E 13.69 16.44ab 24.10ab
F 13.71 16.94ab 23.00b
Note : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Hasil analisis BTR pada ketiga kelompok umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 13.Pada tanaman umur < 8 tahun, tidak terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap BTR. Pada tanaman umur 8-13 perlakuan A memberikan hasil terbaik dan pada tanaman umur > 13 tahun perlakuan C memberikan hasil terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap BTR tidak sama pada tiap kelompok umur tanaman.
Tanaman Umur < 8 Tahun (Blok A35)
Blok A35 merupakan blok perlakuan tanaman muda sehingga kondisi pelepah dapat terjaga jumlahnya sesuai perlakuan. Hal ini karena pelaksanaan panen yang masih menggunakan dodos, sehingga mempermudah dalam mempertahankan pelepah dengan praktek curi buah. Praktek curi buah merupakan cara panen buah dengan tidak menurunkan pelepah yang menyangga buah pada
tanaman kelapa sawit. Data produksi di Blok A35 (< 8 tahun) tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun)
Perlakuan Produksi (kg/pokok/bulan)
Periode 2 Jan-Apr
2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 10.77 13.32 7.68 17.55 12.33
B 10.12 12.03 5.84 17.73 11.43
C 10.42 12.11 6.35 16.75 11.41
D 8.36 11.10 8.08 19.21 11.69
E 10.41 11.34 6.00 16.38 11.03
F** 10.80 15.10 7.60 20.54 13.51
Rata-rata 10.15 12.50 6.93 18.03 11.90
Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik
Berdasarkan Tabel 14 hasil terbaik diperoleh pada perlakuan F (57-64, 49- 56, 49-56) dengan produksi 13.51 kg/pokok/bulan, perlakuan A (49-56, 49-56, 49- 56) dengan produksi 12.33 kg/pokok/bulan, dan perlakuan D (57-64, 57-64, 57- 64) dengan produksi 11.69 kg/pokok/bulan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransedo (2011), yang menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada umur tanaman 6 tahun yaitu pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56).
Perlakuan terbaik dengan memberikan pelepah terbanyak pada awal musim hujan.
Data lengkap hasil produksi bulanan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Secara uji statistik perlakuan F memberikan hasil terbaik dengan taraf uji 15%. Berdasarkan hasil data rata-rata diperoleh bahwa pada perlakuan terbaik didapat perbedaan produksi mencapai 1.18 kg/pokok/bulan, yaitu selisih antara produksi perlakuan A dan F. Perbedaan ini akan menjadi besar karena ini merupakan produksi rata-rata per pokok selama satu bulan, sementara di lapangan dalam satu hektar jumlah tanaman dapat mencapai 136 pokok/ha. Apabila dikalikan dengan jumlah tanaman per hektar maka selisih produksi dapat mencapai diatas 100 kg/ha/bulan, tentunya ini merupakan hal yang positif mengingat produksi juga dapat ditingkatkan dengan mengatur jumlah pelepah pada setiap musimnya.
Perlakuan F dapat memberikan hasil terbaik disebabkan oleh kombinasi jumlah pelepah yang tepat. Pada awal musim hujan (Sep-Des) jumlah pelepah dipertahankan banyak yaitu sebesar 57-64 pelepah, jumlah ini dapat memberikan hasil terbaik karena cahaya dan air masih tersedia berimbang. Sementara pada musim hujan (Jan-Apr) dan musim kemarau (Mei-Agus) jumlah pelepah yang dipertahankan sedikit, yaitu sebanyak 49-56 pelepah. Pada musim kemarau dan musim hujan pelapah yang sedikit dapat mendukung pertumbuhan dan produksi secara optimal, karena pada kondisi ini terdapat faktor pembatas yaitu air pada musim kemarau dan cahaya pada musim hujan. Jumlah pelepah yang banyak (57- 64) akan mengakibatkan pelepah yang seharusnya menjadi source dapat menjadi sink, karena pelepah terbawah akan kurang mendapat sinar matahari pada musim hujan. Pada musim kemarau pelepah yang banyak akan meningkatkan transpirasi, sementara kondisi air dalam keadaan kurang. Hal inilah yang dapat menghambat suplai fotosintat ke TBS menjadi tidak maksimal, akibatnya dapat menurunkan produksi.
Tabel 15. Jumlah tandan kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun)
Perlakuan
Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 0.940 1.029 0.518 1.100 0.90
B 0.901 0.910 0.396 1.081 0.82
C 0.886 0.970 0.452 1.041 0.84
D 0.744 0.933 0.567 1.150 0.85
E 0.888 0.860 0.427 0.992 0.79
F 0.945 1.127 0.527 1.262 0.97
Rata-rata 0.88 0.97 0.48 1.10 0.86
Note : *) perlakuan kontrol
Data yang ditampilkan Tabel 15 menunjukkan jumlah tandan pada tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun. Hasil perlakuan terbaik didapat pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan rata-rata sebesar 0.966 tandan/pokok/bulan, perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan sebesar 0.897 tandan/pokok/bulan, dan perlakuan D (57-64, 57-64, 57-64) dengan jumlah tandan sebesar 0.848 tandan/pokok/bulan (data lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 6). Pada tanaman muda (< 8 tahun), pengaruh perlakuan sudah mulai terlihat terhadap jumlah tandan yang dihasilkan. Dari Tabel 12 dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah tandan dari periode 2 tahun 2012, dibandingkan pada periode 2 tahun 2011. Perlakuan terbaik didapat pada perlakuan F, yaitu dengan mempertahankan pelepah berjumlah 49-56 pada musim hujan.
Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa, antara produksi tandan/pokok dan produksi/pokok memiliki pola yang sama, artinya apabila terjadi penurunan produksi tandan maka produksi tanaman juga akan mengalami penurunan. Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga tanaman, agar selalu menghasilkan bunga betina yang lebih banyak dari pada bunga jantan. Data BTR kelapa sawit pada Blok A35 dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Bobot tandan rata-rata kelapa sawit A35 (< 8 tahun)
Perlakuan
Bobot tanda rata-rata (kg/tandan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 12.00 13.72 15.31 16.07 14.27
B** 11.85 13.97 15.42 16.51 14.44
C 12.55 13.23 14.69 16.20 14.17
D 11.29 13.64 14.72 15.31 13.74
E** 12.35 14.00 14.71 16.69 14.44
F 12.03 14.24 14.87 16.34 14.37
Rata-rata 12.01 13.80 14.95 16.19 14.24
Note : *) perlakuan Kontrol . **) perlakuan terbaik
Bobot tandan rata-rata terbaik didapat pada perlakuan E (57-64, 57-64, 49- 56) dengan BTR sebesar 14.44 kg/bulan, perlakuan B (49-56, 49-56, 57-64) dengan BTR sebesar 14.44 kg/bulan, dan perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar 14.37 kg/bulan. Bobot tandan rata-rata tersebut setelah dilakukan uji statistik pada taraf sampai dengan 20% menunjukkan tidak adanya beda nyata BTR antar perlakuan. Hail ini karena BTR lebih dipengaruhi oleh curah hujan dibandingkan jumlah pelepah yang dipertahankan, sehingga pengaruh jumlah pelepah tidak memberikan pengaruh nyata.
Berdasarkan data pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa bobot tandan cenderung mengalami peningkatan dari periode 2 tahun 2011 hingga periode 2
tahun 2012 (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7). Dari hasil uji statistik perlakuan jumlah pelepah belum menunjukkan adanya beda nyata pada BTR.
Tanaman Umur 8-13 Tahun (Blok B19)
Tanaman kelapa sawit pada Blok B19 (8-13 tahun) merupakan tanaman dengan umur 11 tahun. Tanaman kelapa sawit pada blok ini telah mencapai tinggi lebih dari 4 meter, sehingga pelaksanaan panen selain dodos juga diperlukan alat panen tambahan berupa egrek. Pada kegiatan panen, praktek mempertahankan pelepah dengan cara curi buah dapat mengakibatkan pelepah sengkleh. Pelepah sengkleh yaitu pelepah yang pangkalnya terpotong akibat panen, sehingga menjuntai ke bawah dan dapat membuat pelepah menjadi kering apabila terlalu parah terpotongnya.
Tabel 17. Produksi kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun)
Perlakuan
Produksi (kg/pokok/bulan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 8.65 9.89 11.67 13.50 10.92
B 8.76 10.48 7.42 12.65 9.83
C** 9.17 12.92 9.76 12.37 11.06
D 7.09 9.71 8.54 11.76 9.28
E 9.34 11.00 8.92 13.08 10.58
F 8.16 12.16 9.82 12.89 10.76
Rata-rata 8.53 11.03 9.36 12.71 10.41
Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik
Tanaman pada blok ini dipertahankan pelepahnya dengan jumlah antara 41-48 dan 49-56 pelepah setiap periode. Data produksi tanaman kelapa sawit pada Blok B19 dapat dilihat pada Tabel 17. Pada bulan-bulan tertentu terdapat perbedaan hasil antara perlakuan jumlah pelepah (Lampiran 8). Produksi terbaik didapat pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) sebesar 11.06 kg/pokok/bulan, kemudian diikuti perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan produksi sebesar 10.92 kg/pokok/bulan, dan perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dengan produksi sebesar 10.76 kg/pokok/bulan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fransedo (2011), hasil terbaik pada tanaman dengan umur 10 tahun adalah pada perlakuan C dengan dipertahankan 41 – 48, 49 – 56, dan 49 – 56 pelepah per periodenya.
Pada tanaman umur 8-13 tahun jumlah pelepah yang dipertahankan banyak (49-56) pada musim kemarau dapat meberikan hasil terbaik. Pada umur 8- 13 tahun luas daun yang diperoleh masih rendah dibandingkan pada tanaman umur > 13 tahun (Tabel 31), sehingga jumlah pelepah yang banyak dapat memberikan hasil terbaik. Hal ini kemungkinan karena penunasan pada pelepah tua atau pelepah terbawah hanya mempengaruhi tandan buah segar dalam skala yang kecil (Rosenfeld 2009). Pelepah yang banyak akan menjadi penghambat didalam produksi pada musim penghujan, apabila pelepah terbawah tidak mendapat cukup cahaya yang cukup karena terhalang oleh pelepah di atasnya.
Pelepah yang kurang mendapat cahaya akan kurang aktif berfotosintesis, sehingga pelepah tersebut tidak menjadi source melainkan sink. Sementara pada musim kemarau jumlah pelepah yang banyak yang diiringi dengan peningkatan luas daun, akan meningkatkan transpirasi sehingga tanaman akan banyak kehilangan air.
Hasil produksi tersebut selanjutnya diuji pada taraf nyata 15%, dan terdapat beda nyata produksi kelapa sawit dengan produksi terbaik diperoleh pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56). Dari hasil perlakuan terbaik (perlakuan C) didapat selisih sebesar 1 kg/pokok/bulan, artinya dapat memberikan produksi tambahan sebesar 136 kg/ha setiap bulan atau 1.6 ton/ha/tahun dibandingkan tanpa pengaturan jumlah pelepah sepanjang musimnya. Sementara apabila dibandingkan dengan perlakuan D (49-56, 49-56, 49-56) jumlah pelepah yang banyak atau dalam istilah perkebunan pelepah gondrong, maka didapat selisih perbedaan mencapai 2.9 ton/ha/tahun. Dengan demikian jumlah pelepah yang terlalu banyak dapat dikatakan tidak memberikan hasil atau produksi terbaik pada tanaman kelapa sawit.
Data produksi tandan kelapa sawit per pokok dapat dilihat pada Tabel 18.
Jumlah tandan terbanyak diperoleh pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan sebesar 0.63 tandan/pokok/bulan, perlakuan F (49-56, 41- 48, 41-48) dengan jumlah tandan sebesar 0.62 tandan/pokok/bulan, serta perlakuan E (49-56, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan 0.62 tandan/pokok/bulan (data lengkap datap dilihat pada Lampiran 9). Jumlah tandan per pokok menunjukkan fluktuasi yang sama dengan fluktuasi produksi per pokok. Data
produksi tandan per pokok dan produksi per pokok selanjutnya dikorelasikan, dan menunjukkan hasil korelasi yang positif. Demikian juga pada produksi dan jumlah tandan per pokok pada Blok A35(< 8 tahun) setelah dilakukan uji statistik juga menunjukkan adanya korelasi yang positif.
Tabel 18. Jumlah tandan kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun)
Perlakuan
Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 0.51 0.60 0.59 0.71 0.60
B 0.59 0.62 0.42 0.67 0.58
C 0.56 0.75 0.53 0.66 0.63
D 0.48 0.58 0.48 0.62 0.54
E 0.62 0.65 0.54 0.66 0.62
F 0.56 0.71 0.51 0.72 0.62
Rata-rata 0.55 0.65 0.51 0.67 0.60
Note : *) perlakuan kontrol
Hasil BTR pada Blok B19 (8-13 tahun) dapat dilihat pada Tabel 19 (data BTR per bulan pada Blok B19 dapat dilihat pada Lampiran 10). Bobot tandan rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan BTR sebesar 18.05 kg/bulan, perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar 17.66 kg/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dengan BTR sebesar 17.35 kg/bulan . Hasil BTR ini kemudian di uji statistik dengan taraf nyata 5 % didapatkan ada beda nyata pada perlakuan di lapangan, dengan hasil terbaik pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48).
Pada tanaman kelapa sawit BTR akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman (dapat dilihat pada Gambar 13). Pada tanaman tua jumlah buah yang semakin sedikit, sehingga alokasi fotosintat tidak terbagi ke banyak TBS. Pada tanaman muda, TBS yang dihasilkan lebih banyak sehingga fotosintat yang dialokasikan ke buah lebih rendah dibandingkan tanaman tua.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan jumlah pelepah terhadap BTR, dengan perlakuan terbaik pada perlakuan A. Hal ini berarti jumlah pelepah yang tetap sepanjang periode , lebih baik didalam mendukung BTR dibandingkan jumlah pelepah yang berbeda setiap periodenya. Jumlah pelepah
yang sedikit (41-48) memberikan hasil lebih baik dibandingkan pelepah banyak (49-56). Hal ini karena pelapah yang banyak, pelepah terbawah akan menjadi beban (sink) ketika terjadi keterbatasan dalam air ataupun cahaya.
Tabel 19. Bobot tandan rata-rata Blok B19 (8-13 tahun)
Perlakuan
Bobot tandan rata-rata (kg/pokok)
Periode 2 Periode 3 Periode 1 Periode 2 Rata- Jan-Apr rata
2011 Mei-Ags
2011 Sep-Des
2011 Jan-Apr
A* 16.70 16.38 20.00 19.112012 18.05
B 14.67 16.78 17.71 19.12 17.07
C 16.32 17.25 18.33 18.75 17.66
D 14.52 16.8 18.13 19.17 17.16
E 15.48 16.77 17.10 20.06 17.35
F 14.38 17.2 19.25 18.20 17.26
Rata-rata 15.35 16.86 18.42 19.07 17.43
Note : *) perlakuan kontrol dan perlaukan terbaik Tanaman Umur > 13 Tahun (Blok B28)
Blok B28 merupakan blok yang mewakili tanaman berumur di atas 13 tahun. Tanaman kalapa sawit ini memiliki tinggi di atas 5 meter, sehingga panen harus dilakukan dengan egrek. Hal inilah yang menghambat praktek di lapangan dalam mempertahankan jumlah pelepah, karena pada saat panen pelepah di bawah buah akan ikut terpotong. Dengan demikian jumlah pelepah pada Blok B28 selalu kurang dari jumlah pelepah yang seharusnya dipertahankan.
Data produksi per pokok dapat dilihat pada Tabel 20. Produksi TBS tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan produksi rata- rata 12.50 kg/pokok/bulan, perlakuan D (49-56, 49-56, 449-56) dengan produksi rata-rata 11.75 kg/pokok/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dengan produksi rata-rata 11.73 kg/pokok/bulan (data lengkap produksi per bulan pada Lampiran 11). Pada tanaman umur > 13 tahun didapat bahwa tanaman kontrol (perlakuan A) memberikan produksi terbaik. Terdapat perbedaan sebesar 1.6 ton/ha/tahun dibandingkan tanaman dengan pelepah yang banyak (49-56 pelepah).
Hal ini kemungkinan disebabkan pada tanaman dengan jumlah pelepah sedikit mempermudah di dalam melakukan panen. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh informasi bahwa pada tanaman dengan pelepah banyak, sering terdapat
buah yang tertinggal dipanen. Pelepah yang banyak akan menyulitkan pemanen dalam melihat buah yang matang karena terhalang oleh pelepah. Berondolan yang jatuh di piringan sebagai tanda buah matang juga berkurang atau malah tidak ada, karena berondolan yang jatuh tertahan oleh pelepah yang banyak tersebut. Buah yang tertinggal dipanen dapat menurunkan produksi, karena buah menjadi busuk sehingga tidak layak panen atau bobotnya menjadi turun.
Tabel 20. Produksi kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun)
Perlakuan
Produksi (kg/pokok/bulan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 10.04 11.60 15.17 13.19 12.50
B 9.23 10.18 13.73 13.68 11.71
C 10.40 10.66 10.34 12.86 11.07
D 9.42 11.34 14.19 12.03 11.75
E 10.28 10.15 14.81 11.67 11.73
F 8.31 10.01 12.61 12.23 10.79
Rata-rata 9.61 10.66 13.48 12.61 11.59
Note : *) perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik
Data produksi pada Blok B28 (> 13 tahun) menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan dengan Blok A35 (< 8 tahun) dan B19 (8-13 tahun). Pada Blok B28 puncak produksi tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober, sementara pada Blok A35 dan B28 terjadi pada bulan Maret hingga Mei.
Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan produksi pelepah antara tanaman muda dan tua. Pada Blok A35 dan B19 memiliki pola pertumbuhan pelepah yang hampir sama. Sementara pada tanaman tua, produksi pelepah jauh menurun dibandingkan pada tanaman muda. Pada tanaman muda pertumbuhan pelepah yaitu 2-3 pelepah/ bulan, sementara pada tanaman tua pertumbuhan pelepahnya hanya 1-2 pelepah/bulan (Corley 1976).
Produksi tandan pada tanaman kelapa sawit Blok B28 dapat dilihat pada Tabel 21. Produksi tandan tertinggi didapat pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41- 48) dengan jumlah tandan 0.53 tandan/pokok/bulan, perlakuan E (49-56, 41-48, 41-48) dengan jumlah tandan 0.49 tandan/pokok/bulan, dan perlakuan D (49-56, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan 0.48 tandan/pokok/bulan (data lengkap
jumlah tandan dapat dilihat pada Lampiran 12).Jumlah tandan kelapa sawit sangat erat kaitannya dengan produksi pelepah, karena dari setiap pelepah akan muncul bunga. Pada tanaman tua jumlah pelepah yang muncul per bulan mulai berkurang, sehingga jumlah bunga yang dihasilkan juga mengalami penurunan. Dengan demikian produksi tandan per pokok pada tanaman tua mengalami penurunan dibandingkan pada tanaman muda. Penurunan jumlah tandan disertai dengan peningkatan BTR pada tanaman tua. Hal ini disebabkan pada tanaman tua persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintat antar buah menurun, sehingga BTR yang dihasilkan lebih tinggi daripada pada tanaman muda. Pada tanaman tua LA (leaf area) yang dimiliki lebih besar dari tanaman muda, sehingga mendukung peningkatan BTR.
Tabel 21. Jumlah tandan tanaman kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun)
Perlakuan
Jumlah tandan (tandan/pokok/bulan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 0.444 0.495 0.634 0.560 0.53
B 0.401 0.433 0.538 0.527 0.48
C 0.443 0.441 0.408 0.522 0.45
D 0.431 0.476 0.545 0.495 0.49
E 0.472 0.431 0.589 0.470 0.49
F 0.381 0.455 0.537 0.512 0.47
Rata-rata 0.43 0.46 0.54 0.51 0.49
Note : *) perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik
Rata-rata BTR selama tahun 2011 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 22. Bobot tandan rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan B (41-48, 41-48, 49- 56) dengan BTR sebesar 24.71 kg/bulan, perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar 24.54 kg/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56,41-48) dengan BTR sebesar 24.34 kg/bulan (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13). Perlakuan B merupakan perlakuan terbaik, tetapi dari hasil uji statistik (Tabel 13) diperoleh bahwa perlakuan A, C, D, dan E tidak berbeda dgn perlakuan B.
Berdasarkan hasil uji tersebut dapat dilihat perlakuan jumlah pelepah belum berpengaruh terhadap BTR, hal ini disebabkan karena BTR lebih dipengaruhi oleh curah hujan dibandingkan jumlah pelepah yang dipertahankan. Data hasil
analisis statistik pada Tabel 13, menunjukan antar perlakuan masih belum meberikan beda nyata pada perlakuan terbaik.
Tabel 22. Bobot tandan rata-rata Blok B28 (> 13 tahun)
Perlakuan
Bobot tandan rata-rata (kg/tandan) Periode 2
Jan-Apr 2011
Periode 3 Mei-Ags
2011
Periode 1 Sep-Des
2011
Periode 2 Jan-Apr
2012
Rata-rata
A* 22.51 23.44 23.96 23.52 23.36
B** 23.03 23.49 26.08 26.25 24.71
C 23.56 24.24 25.85 24.50 24.54
D 22.24 24.58 25.95 24.23 24.25
E 22.37 24.20 25.76 25.02 24.34
F 22.42 22.70 23.87 23.95 23.24
Rata-rata 22.69 23.78 25.25 24.58 24.07
Note : *) perlakuan kontrol, **)perlakuan terbaik
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua juga cenderung mengalami peningkatan dari periode 2 hingga periode 1. Pada tanaman tua cukup sulit untuk menjaga jumlah pelepah yang optimal dalam mendukung BTR, karena pada praktek pemanenan pelepah akan ikut turun. Pada umumnya di lapangan untuk mempertahankan pelepah dilakukan dengan praktek songgo satu. Songgo satu adalah pemeliharaan pelepah dengan meninggalkan satu pelepah yang menyangga buah, sehingga pelepah per pokok umumnya berjumlah 42 pelepah.
Produksi Tandan Bunga dan Buah
Pada setiap perlakuan jumlah pelepah yang harus dipertahankan dilakukan penghitungan bunga dan buah pada pokok sampel, yaitu sebanyak lima sampel tanaman per perlakuan. Setiap sampel dihitung jumlah tanda bunga jantan, tandan bunga betina, buah hitan dan buah merah setiap empat bulan sekali. Dengan demikian akan didapat berapa banyak perkiraan produksi untuk periode berikutnya. Proses pengumpulan data dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mendatangi setiap sampel pokok kemudian menghitung peubah tersebut.
Hasil penghitungan jumlah tandan bunga dan buah pada tanaman umur < 8 tahun dapat dilihat pada Tabel 23. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan merah pada tanaman umur < 8 tahun (A35) diambil pada bulan
Januari 2012. Dari Tabel 23 didapat bahwa jumlah bunga terbanyak diperoleh pada perlakuan A (49-56, 49-56, 49-56) yaitu sebesar 2.6 tandan bunga betina/pokok, berikutnya yaitu perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan jumlah tandan bunga sebesar 1.93 tandan bunga betina/pokok. Dari data produksi pada umur < 8 tahun (A35), perlakuan A dan F juga memiliki produksi yang tinggi.
Walaupun demikian hal ini masih perlu diteliti lebih jauh, karena pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan pada tanaman umur < 8 tahun memiliki lag sebesar 12 bulan. Produksi tandan pada Januari 2012 ini kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan pada bulan Januari 2011. Pada bulan Januari 2012 perlakuan penunasan sudah mulai dilaksanakan, tetapi perlu dilihat konsistensi pengaruh perlakuan terhadap produksi tandan dua atau tiga tahun kedepan. Data sementara untuk mendukung konsistensi perlakuan belum mencukupi hal tersebut.
Tabel 23. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok A35 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah
Jantan Betina Hitam Merah Total
A 0.60 2.60 0.81 6.47 0.40 6.87
B 1.50 1.81 0.55 7.47 1.17 8.63
C 1.61 1.63 0.50 6.87 1.81 8.67
D 0.67 1.80 0.73 7.13 0.53 7.67
E 1.13 1.87 0.62 6.00 0.27 6.27
F 0.80 1.93 0.71 6.60 0.53 7.13
Tabel 24. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B19 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah
Jantan Betina Hitam Merah Total
A 2.10 1.30 0.38 3.30 0.30 3.60
B 2.20 1.40 0.39 2.70 0.80 3.50
C 2.00 0.90 0.31 2.50 0.50 3.00
D 0.60 1.50 0.71 3.40 0.60 4.00
E 0.50 1.13 0.69 4.50 0.00 4.50
F 0.40 1.60 0.80 6.20 0.40 6.60
Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan merah pada umur tanaman 8 – 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 24. Data pada Tabel 24 diambil pada bulan Januari 2012, tandan bunga betina terbanyak didapat pada
perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dan D (49-56, 49-56, 49-56). Pada perlakuan F terdapat sebanyak 1.6 tandan bunga betina per pokok, sementara pada perlakuan D sebanyak 1.5 tandan bunga betina per pokok. Bunga betina yang telah mekar akan menjadi buah yang siap panen 5 – 9 bulan kemudian (Siregar 1998). Hasil produksi dari penghitungan jumlah tandan bunga jantan ataupun betina akan dapat dilihat hasilnya beberapa bulan kemudian. Untuk tandan buah hitam, ditemukan paling banyak pada perlakuan F dan E yaitu sebanyak 6.2 tandan buah per pokok dan 4.5 tandan buah per pokok. Buah hitam merupakan buah muda yang belum siap panen.
Penghitungan tandan bunga jantan, bunga betina, buah hitam dan merah ini ditujukan untuk perkiraan produksi ke depan. Dengan adanya informasi tersebut kita dapat memperkirakan perlakuan mana yang akan memberikan hasil terbaik. Jumlah tandan bunga betina, jantan, buah hitam dan merah pada tanaman kelapa sawit umur > 13 tahun dapat dilihat pada Tabel 25. Data tandan bunga dan tandan buah ini diambil pada bulan Januari 2012, jumlah tandan bunga betina terbanyak didapat pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dan B (41-48, 41-48, 49-56) dengan jumlah 1.27 tandan bunga betina per pokok dan 0.60 tandan bunga betina per pokok. Sementara untuk tandan buah hitam terbanyak didapat pada perlakuan A dan C dengan jumlah sebesar 2.67 tandan buah per pokok dan 2.53 tandan buah per pokok.
Tabel 25. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B28 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perlakuan Jumlah tandan bunga Sex rasio Jumlah tandan buah
Jantan Betina Hitam Merah Total
A 0.73 1.27 0.63 2.67 0.13 2.80
B 0.80 0.53 0.40 1.93 0.07 2.00
C 0.47 0.20 0.30 2.53 0.20 2.73
D 1.00 0.47 0.32 2.07 0.07 2.13
E 0.80 0.60 0.43 2.40 0.53 2.93
F 0.67 0.53 0.44 2.07 0.27 2.33
Pengaruh Jumlah Pelepah terhadap Iklim Mikro
Jumlah pelepah yang dipertahankan memberikan pengaruh terhadap iklim mikro pada lingkungan tumbuh tanaman kelapa sawit. Iklim mikro yang diamati
yaitu suhu, kelembaban, dan cahaya di bawah pelepah tanaman kelapa sawit.
Pengukuran suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran kelembaban, pengukuran dilakukan di dalam piringan dan di luar piringan. Pengukuran cahaya dilakukan di bawah pelepah ke-17 dan di atas pelepah terbawah.
Suhu dan Kelembaban
Jumlah pelepah memberikan pengaruh terhadap perubahan suhu, terutama akibat adanya perubahan cahaya yang masuk. Jumlah pelepah yang banyak akan menghambat cahaya langsung masuk, sehingga dapat menurunkan suhu. Apabila cahaya matahari langsung masuk, maka suhu akan meningkat di dalam tajuk kelapa sawit. Pengukuran suhu dilakukan dengan mengukur suhu di dalam piringan kelapa sawit dan di luar piringan. Di dalam piringan mewakili kondisi kelapa sawit yang tertutupi oleh pelepah, sementara di luar piringan mewakili kondisi yang tidak terlalu tertutupi oleh pelepah. Cahaya langsung masih bisa masuk pada kondisi di luar, dibandingkan pada piringan. Data suhu pada periode 2 dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Suhu di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perl
Suhu di dalam piringan
(0C) Suhu di luar piringan
(0C) Perbedaan suhu (%)
A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28
A 32.16ab 31.50a 30.93 31.61a 31.56a 31.03 1.74 -0.19 -0.32 B 33.11b 31.56a 30.88 32.98c 31.55a 30.98 0.39 0.03 -0.32 C 32.68ab 31.16a 31.53 32.82bc 31.38a 31.52 -0.43 -0.70 0.02 D 32.49ab 32.68b 30.97 32.5abc 29.67b 30.97 -0.03 10.14 0.02 E 32.29ab 31.27a 31.25 32.32abc 31.28a 31.27 -0.09 -0.03 -0.06 F 31.89a 30.8a 31.48 31.92ab 30.79a 30.89 -0.09 0.03 1.92 Rata-rata 32.44 31.5 31.17 32.36 31.04 31.11 0.25 1.48 0.21
Note: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, tanda (-) menunjukkan bahwa suhu di dalam piringan lebih rendah.
Data yang ditampilkan Tabel 26 merupakan data periode 2, yang diambil pada bulan Januari 2012. Data suhu pada tiap blok menunjukkan adanya pengaruh jumlah pelepah terhadap suhu baik di dalam ataupun di luar piringan, tetapi pengaruh tersebut bersifat acak. Artinya suhu pada tanaman dengan pelepah sedikit (41-48 pelepah umur 8-13 dan > 13 tahun, 49-56 pelepah umur < 8 tahun)
tidak selalu menunjukkan suhu yang rendah, padahal dengan pelepah yang lebih banyak (49-56 pelepah umur 8-13 dan > 13 tahun, 57-64 pelepah umur < 8 tahun) cahaya yang masuk sedikit sehingga suhu menjadi rendah. Untuk menguji data yang telah didapat, dilakukan uji korelasi suhu pada setiap perlakuan dengan kelompok umur lainnya. Hasil yang didapat tidak adanya korelasi dari suhu pada perlakuan dengan jumlah pelepah yang sama. Pengaruh jumlah pelepah pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh karena kondisi iklim mikro sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada data suhu tanaman umur > 13 tahun (Blok B28) tidak menunjukkan pengaruh perlakuan, walaupun demikian setelah dilakukan analisis data kebelakang maka data dari periode sebelumnya menunjukkan pola yang sama, pengaruh perlakuan terhadap suhu bersifat acak.
Pengukuran data kelembaban di dalam dan di luar piringan dilakukan secara bersama-sama dengan pengukuran suhu. Data kelembaban diambil untuk mengetahui kondisi kelembaban di dalam piringan dan di luar piringan kelapa sawit. Areal piringan merupakan daerah melingkar di sekitar kelapa sawit, dengan jari-jari lebih kurang 1-1,5 meter dari batang kelapa sawit. Sementara di luar piringan merupakan daerah di luar area piringan, data diambil dari gawangan mati disamping pokok sampel.
Data kelembaban udara di dalam dan di luar piringan dapat dilihat pada Tabel 27. Data kelembaban yang ditampilkan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari 2012. Hasil dari olahan data menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terhadap kelembaban udara, namun seperti halnya pada suhu pengaruh tersebut bersifat acak. Data yang ditampilkan tidak dapat menunjukkan kondisi iklim mikro perlakuan di lapangan. Untuk validasi data juga dilakukan uji korelasi antara kelembaban di dalam dan di luar piringan antar perlakuan pada setiap kelompok umur, dan hasil yang diperoleh yaitu tidak adanya korelasi antar perlakuan yang sama. Perbedaan jumlah pelepah pada penelitian ini yang dicerminkan dengan LAI, belum memberikan pengaruh terhadap iklim mikro tanaman kelapa sawit.
Untuk menguji data suhu dan kelembaban yang diambil, dilakukan uji korelasi untuk data suhu dan kelembaban di dalam piringan dengan suhu dan kelembaban di luar piringan. Hasilnya menunjukkan korelasi yang tinggi, artinya
apabila suhu di dalam piringan tinggi maka suhu di luar piringan juga tinggi.
Demikian juga halnya dengan tingkat kelembaban pada piringan dan di luar piringan mununjukan korelasi yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh benar-benar menunjukkan kondisi suhu dan kelembaban yang tepat, tetapi tidak memberikan gambaran pengaruh perlakuan yang tepat.
Tabel 27. Kelembaban udara di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perl Kelembaban di luar piringan
(%) Kelembaban di dalam
piringan (%) Perbedaan kelembaban (%)
A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28
A 68.60b 68.10a 71.80 67.73d 68.80bc 71.87 1.28 -1.02 -0.09 B 64.47a 65.90a 74.27 64.67abc 66.40ab 74.40 -0.31 -0.75 -0.18 C 64.80a 70.80a 70.87 64.60ab 71.80c 71.33 0.31 -1.39 -0.65 D 64.00a 64.00a 75.13 64.00a 62.90a 75.27 0.00 1.75 -0.18 E 67.60b 70.30a 73.53 67.47cd 72.70c 73.07 0.19 -3.30 0.64 F 67.33b 77.70b 75.13 67.07bcd 77.80d 74.80 0.39 -0.13 0.45 Rata-
rata 66.13 69.47 73.46 65.92 70.07 73.46 0.32 -0.86 0.00
Note: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%, tanda (-) menunjukkan bahwa kelembaban di luar piringan lebih rendah.
Intensitas Cahaya
Jumlah pelepah yang diperlihara pada kelapa sawit, akan mempengaruhi tingkat cahaya yang dapat masuk ke dalam pelepah terbawah ataupun piringan.
Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat naungan pada perlakuan tersebut. Secara teori perbedaan jumlah pelepah perlakuan, akan menambah 1 spiral lebih banyak di bawah pelepah untuk perlakuan pelepah yang lebih banyak.
Untuk perlakuan pelepah 41–48 maka akan ada 6 spiral, 49–56 terdapat 7 spiral, dan untuk 57–64 pelepah akan ada 8 spiral pada tanaman tersebut. Walaupun pada prakteknya jumlah spiral tidak akan berkaitan dengan jumlah pelepah yang ditinggalkan. Pada praktenya jumlah pelepah akan tetap dipertahankan jumlahnya tanpa memperhatikan jumlah spiral. Terkadang jumlah spiral yang ada 8 tetapi jumlah pelepah yang dipertahankan dapat kurang dari 64–57, hal ini terjadi karena adanya pelepah yang turun akibat panen. Pengukuran cahaya pada pelepah terbawah tidak selalu akan berada pada spiral 6, 7 atau 8 sesuai dengan jumlah spiral seharusnya, tetapi terkadang bertambah 1 atau 2 spiral ke bawah. Data
cahaya yang diterima di dalam piringan dan di luar piringan dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Intensitas cahaya yang diterima di dalam piringan dan di luar piringan kelapa sawit periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perlakuan Dalam piringan (Lux) Luar piringan (Lux) Perbedaan cahaya
A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28
A 281.67 419.20 271.73 352.87 562.00 352.73 -20.18 -25.41 -22.96 B 271.53 413.90 374.20 292.40 537.40 397.40 -7.14 -22.98 -5.84 C 234.93 194.00 246.47 394.07 212.90 282.13 -40.38 -8.88 -12.64 D 293.07 341.80 387.60 356.40 481.10 377.07 -17.77 -28.95 2.79 E 235.07 415.00 366.53 314.33 559.80 346.93 -25.22 -25.87 5.65 F 272.67 402.60 381.13 353.87 454.40 373.00 -22.95 -11.40 2.18 Rata-rata 264.82 364.42 337.94 343.99 467.93 354.88 -23.01 -22.12 -4.77
Data cahaya yang ditampilkan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari 2012. Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa cahaya yang diterima pada piringan dan di luar piringan tidak berbeda nyata. Hal ini karena variasi data cahaya yang diperoleh cukup tinggi pada setiap perlakuan, sehingga pengaruh tiap perlakuan tidak terlihat. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa cahaya yang masuk di luar piringan lebih tinggi dibandingkan di dalam piringan. Cahaya yang jatuh di luar lebih banyak karena pelepah yang menaungi tidak sepadat pelepah di atas piringan kelapa sawit. Cahaya yang masuk kedalam piringan lebih rendah dibandingkan di luar piringan. Data cahaya di dalam piringan menunjukkan bahwa cahaya yang masuk pada tanaman berumur muda (7 tahun, Blok A35) lebih rendah dari pada tanaman tua (11 dan 15 tahun, Blok B19 dan B28). Hal ini karena pelepah yang dipertahankan memang lebih banyak dibandingkan dari tanaman tua, yaitu 49–64 pelepah sementara pada tanaman tua 41–56 pelepah. Cahaya yang masuk ke dalam piringan pada Blok B19 (8-13 tahun) lebih banyak dibandingkan pada Blok B28 ( > 13 tahun) karena, pada tanaman yang lebih tua LAI yang dimiliki lebih besar sehingga cahaya lebih banyak ditangkap oleh pelepah tanaman.
Data intensitas cahaya yang diterima pada pelepah ke-17 dan pelepah terbawah dapat dilihat pada Tabel 29. Data cahaya yang digunakan merupakan data pada periode 2 yang diambil pada bulan Januari 2012. Berdasarkan hasil data
olahan terdapat data cahaya yang berbeda nyata, yaitu pada cahaya yang jatuh pada pelepah terbawah di Blok B28 (> 13 tahun). Pada perlakuan F (41-48 pelepah) didapat jumlah cahaya yang jatuh pada perlepah terbawah lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan lainnya. Pada perlakuan F (41-48) Blok B28 (> 13 tahun) pelepah yang dipertahankan lebih sedikit dibandingkan C, D dan E (49-56 pelepah) sehingga jumlah cahaya lebih banyak banyak masuk pada pelepah terbawah. Walaupun demikian jumlah cahaya yang masuk juga lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan dengan jumlah pelepah dengan perlakuan sama (perlakuan A dan B). Cukup sulit untuk dikatakan bahwa cahaya yang masuk lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya ini dikarenakan pengaruh perlakuan.
Hasil dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa penunasan yang dilakukan belum memberikan pengaruh terhadap iklim mikro tanaman kelapa sawit. Dari hasil data cahaya yang diterima oleh pelepah terbawah dan ke-17, maka didapat bahwa cahaya yang jatuh pada pelepah ke-17 lebih besar dibandingkan pada pelepah terbawah. Hal ini karena pelepah yang menaungi pelepah terbawah lebih banyak dibandingkan pada pelepah ke-17.
Tabel 29. Intensitas cahaya yang diterima pelepah ke-17 dan pelepah terbawah periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012
Perl Pelepah terbawah (Lux) Pelepah 17 (Lux) Serapan cahaya (%)
A35 B19 B28 A35 B19 B28 A35 B19 B28
A 268.73 293.80 468.33 525.07 345.10 738.40 -48.82 -14.87 -36.58 B 317.67 409.50 455.53 363.67 527.40 820.80 -12.65 -22.35 -44.50 C 352.07 258.10 419.53 500.40 326.80 626.67 -29.64 -21.02 -33.05 D 373.87 361.00 485.93 487.98 463.50 657.33 -23.38 -22.11 -26.08 E 367.47 337.20 464.60 576.40 466.20 669.07 -36.25 -27.67 -30.56 F 274.13 464.70 685.93 490.93 569.70 777.00 -44.16 -18.43 -11.72 Rata-
rata 325.66 354.05 496.64 490.74 449.78 714.88 -33.64 -21.28 -30.53
Penyusunan Model Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit Pola Produksi Umur < 8 Tahun, 8-13 Tahun dan > 13 Tahun
Data yang diperoleh pada setiap kelompok umur dirata-ratakan untuk dilihat pola produksi, jumlah tandan serta BTR yang dihasilkan. Dari data inilah selanjutnya dijadikan dasar dalam pembuatan model, serta menjadi data validasi untuk hasil model. Data rata-rata pada setiap kelompok umur bukan untuk
dibandingkan, melainkan dijadikan dasar untuk penyusunan model pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit.
Pola antara produksi per pokok ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Fluktuasi produksi rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa fluktuasi produksi dari bulan ke bulan antar umur kelapa sawit yang memiliki pola berbeda. Pola produksi ini sangat dipengaruhi oleh produksi pelepah serta curah hujan, karena dapat mempengaruhi pembentukan bunga betina pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat dibandingkan pada tanaman muda, sehingga pola produksinya juga akan mengalami perbedaan. Selain itu pada tanaman tua bunga betina yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang membuat pola ataupun kecenderungan produksi pada ketiga kelompok umur tanaman kelapa sawit menjadi berbeda. Hasil uji secara statistik juga menunjukkan tidak ada nya korelasi pola produksi pada tiga kelompok umur tersebut. Dengan demikian model produksi yang disusun pada setiap kelompok umur akan memiliki perbedaan.
Pola produksi tandan per pokok dapat dilihat pada Gambar 12. Dari data pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur < 8 tahun menghasilkan tandan per pokok lebih banyak. Sementara Blok B28 (umur > 13 tahun) merupakan blok dengan hasil tandan terendah dibandingkan dengan umur dibandingkan, melainkan dijadikan dasar untuk penyusunan model pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit.
Pola antara produksi per pokok ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Fluktuasi produksi rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa fluktuasi produksi dari bulan ke bulan antar umur kelapa sawit yang memiliki pola berbeda. Pola produksi ini sangat dipengaruhi oleh produksi pelepah serta curah hujan, karena dapat mempengaruhi pembentukan bunga betina pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat dibandingkan pada tanaman muda, sehingga pola produksinya juga akan mengalami perbedaan. Selain itu pada tanaman tua bunga betina yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang membuat pola ataupun kecenderungan produksi pada ketiga kelompok umur tanaman kelapa sawit menjadi berbeda. Hasil uji secara statistik juga menunjukkan tidak ada nya korelasi pola produksi pada tiga kelompok umur tersebut. Dengan demikian model produksi yang disusun pada setiap kelompok umur akan memiliki perbedaan.
Pola produksi tandan per pokok dapat dilihat pada Gambar 12. Dari data pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur < 8 tahun menghasilkan tandan per pokok lebih banyak. Sementara Blok B28 (umur > 13 tahun) merupakan blok dengan hasil tandan terendah dibandingkan dengan umur dibandingkan, melainkan dijadikan dasar untuk penyusunan model pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit.
Pola antara produksi per pokok ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Fluktuasi produksi rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa fluktuasi produksi dari bulan ke bulan antar umur kelapa sawit yang memiliki pola berbeda. Pola produksi ini sangat dipengaruhi oleh produksi pelepah serta curah hujan, karena dapat mempengaruhi pembentukan bunga betina pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat dibandingkan pada tanaman muda, sehingga pola produksinya juga akan mengalami perbedaan. Selain itu pada tanaman tua bunga betina yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang membuat pola ataupun kecenderungan produksi pada ketiga kelompok umur tanaman kelapa sawit menjadi berbeda. Hasil uji secara statistik juga menunjukkan tidak ada nya korelasi pola produksi pada tiga kelompok umur tersebut. Dengan demikian model produksi yang disusun pada setiap kelompok umur akan memiliki perbedaan.
Pola produksi tandan per pokok dapat dilihat pada Gambar 12. Dari data pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit pada umur < 8 tahun menghasilkan tandan per pokok lebih banyak. Sementara Blok B28 (umur > 13 tahun) merupakan blok dengan hasil tandan terendah dibandingkan dengan umur
yang lain. Hal ini karena jumlah tandan dan bunga betina yang dihasilkan tanaman tua lebih rendah daripada tanaman muda. Pada tanaman muda (< 8 tahun), produksi tandan pada bulan Mei bahkan mencapai 1.4 tandan/pokok/bulan dibandingkan pada tanaman umur 8-13 tahun dan > 13 tahun paling tinggi hanya mencapai 0.9 tandan/pokok/bulan dan 0.6 tandan/pokok/bulan. Selain itu semakin meningkatnya umur tanaman kelapa sawit juga menurunkan jumlah bunga betina yang dihasilkan (Corley 1976). Perbedaan pola produksi tandan pada ketiga kelompok umur tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan, dan produksi pelepah sehingga pola produksi tandan mengalami perbedaan pada ketiga kelompok umur tersebut (Jones 1997). Seperti halnya pola produksi pola jumlah tandan juga berbeda pada tiap kelompok umur, sehingga model yang disusun pada satu kelompok umur tidak dapat digunakan untuk kelompok umur yang lain.
Gambar 12. Jumlah tandan rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Data BTR tanaman kelapa sawit pada tiga kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua lebih berat dibandingkan BTR pada tanaman muda. Hal ini karena pada tanaman tua persaingan antar buah mengalami penurunan, dan pada tanaman tua jumlah tandan yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Pola grafik BTR memiliki pola yang sama pada setiap kelompok umur, sehingga model yang digunakan untuk produksi tandan sama untuk setiap kelompok umur.
yang lain. Hal ini karena jumlah tandan dan bunga betina yang dihasilkan tanaman tua lebih rendah daripada tanaman muda. Pada tanaman muda (< 8 tahun), produksi tandan pada bulan Mei bahkan mencapai 1.4 tandan/pokok/bulan dibandingkan pada tanaman umur 8-13 tahun dan > 13 tahun paling tinggi hanya mencapai 0.9 tandan/pokok/bulan dan 0.6 tandan/pokok/bulan. Selain itu semakin meningkatnya umur tanaman kelapa sawit juga menurunkan jumlah bunga betina yang dihasilkan (Corley 1976). Perbedaan pola produksi tandan pada ketiga kelompok umur tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan, dan produksi pelepah sehingga pola produksi tandan mengalami perbedaan pada ketiga kelompok umur tersebut (Jones 1997). Seperti halnya pola produksi pola jumlah tandan juga berbeda pada tiap kelompok umur, sehingga model yang disusun pada satu kelompok umur tidak dapat digunakan untuk kelompok umur yang lain.
Gambar 12. Jumlah tandan rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Data BTR tanaman kelapa sawit pada tiga kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua lebih berat dibandingkan BTR pada tanaman muda. Hal ini karena pada tanaman tua persaingan antar buah mengalami penurunan, dan pada tanaman tua jumlah tandan yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Pola grafik BTR memiliki pola yang sama pada setiap kelompok umur, sehingga model yang digunakan untuk produksi tandan sama untuk setiap kelompok umur.
yang lain. Hal ini karena jumlah tandan dan bunga betina yang dihasilkan tanaman tua lebih rendah daripada tanaman muda. Pada tanaman muda (< 8 tahun), produksi tandan pada bulan Mei bahkan mencapai 1.4 tandan/pokok/bulan dibandingkan pada tanaman umur 8-13 tahun dan > 13 tahun paling tinggi hanya mencapai 0.9 tandan/pokok/bulan dan 0.6 tandan/pokok/bulan. Selain itu semakin meningkatnya umur tanaman kelapa sawit juga menurunkan jumlah bunga betina yang dihasilkan (Corley 1976). Perbedaan pola produksi tandan pada ketiga kelompok umur tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan, dan produksi pelepah sehingga pola produksi tandan mengalami perbedaan pada ketiga kelompok umur tersebut (Jones 1997). Seperti halnya pola produksi pola jumlah tandan juga berbeda pada tiap kelompok umur, sehingga model yang disusun pada satu kelompok umur tidak dapat digunakan untuk kelompok umur yang lain.
Gambar 12. Jumlah tandan rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012
Data BTR tanaman kelapa sawit pada tiga kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa BTR pada tanaman tua lebih berat dibandingkan BTR pada tanaman muda. Hal ini karena pada tanaman tua persaingan antar buah mengalami penurunan, dan pada tanaman tua jumlah tandan yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan pada tanaman muda. Pola grafik BTR memiliki pola yang sama pada setiap kelompok umur, sehingga model yang digunakan untuk produksi tandan sama untuk setiap kelompok umur.
Gambar 13. Bobot tandan rata-rata (BTR) Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011- 2012
Data jumlah tandan yang menopang pertumbuhan tandan dapat dilihat pada Tabel 30. Dari data Tabel 30, dapat dilihat bahwa jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan pada tanaman tua lebih banyak dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang menyebabkan BTR tanaman tua lebih berat dibandingkan tanaman muda. Dengan demikian pada tanaman muda walaupun jumlah pelepah yang dipertahankan lebih banyak, tetapi jumlah tandan yang harus disuplai fotosintat juga lebih banyak. Dengan demikian dalam setahun sekitar 4-5 pelepah yang menopang pertumbuhan satu tandan dalam setahun, pada tanaman muda umur 8-13 tahun tandan ditopang oleh 5-6 pelepah, dan pada tanaman tua umur > 13 tahun 6-7 pelepah. Oleh sebab itu perlu untuk mempertahankan pelepah agar mendapat BTR yang lebih tinggi. Pada praktek di lapangan, umumnya perkebunan menerapkan praktek songgo satu atau dua, yaitu mempertahankan satu atau dua pelepah dibawah buah terbawah. Kondisi ketika buah sedikit, praktek songgo ini dapat mengakibatkan over pruning, karena pada prakteknya, songgo satu atau dua tidak melihat jumlah pelepah yang ditinggalkan melainkan pelepah di bawah buah saja. Selain mengakibatkan kelapa sawit memproduksi bunga jantan lebih banyak, hal ini juga mengakibatkan asupan fotosintat pada buah juga menjadi berkurang.
Gambar 13. Bobot tandan rata-rata (BTR) Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011- 2012
Data jumlah tandan yang menopang pertumbuhan tandan dapat dilihat pada Tabel 30. Dari data Tabel 30, dapat dilihat bahwa jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan pada tanaman tua lebih banyak dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang menyebabkan BTR tanaman tua lebih berat dibandingkan tanaman muda. Dengan demikian pada tanaman muda walaupun jumlah pelepah yang dipertahankan lebih banyak, tetapi jumlah tandan yang harus disuplai fotosintat juga lebih banyak. Dengan demikian dalam setahun sekitar 4-5 pelepah yang menopang pertumbuhan satu tandan dalam setahun, pada tanaman muda umur 8-13 tahun tandan ditopang oleh 5-6 pelepah, dan pada tanaman tua umur > 13 tahun 6-7 pelepah. Oleh sebab itu perlu untuk mempertahankan pelepah agar mendapat BTR yang lebih tinggi. Pada praktek di lapangan, umumnya perkebunan menerapkan praktek songgo satu atau dua, yaitu mempertahankan satu atau dua pelepah dibawah buah terbawah. Kondisi ketika buah sedikit, praktek songgo ini dapat mengakibatkan over pruning, karena pada prakteknya, songgo satu atau dua tidak melihat jumlah pelepah yang ditinggalkan melainkan pelepah di bawah buah saja. Selain mengakibatkan kelapa sawit memproduksi bunga jantan lebih banyak, hal ini juga mengakibatkan asupan fotosintat pada buah juga menjadi berkurang.
Gambar 13. Bobot tandan rata-rata (BTR) Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011- 2012
Data jumlah tandan yang menopang pertumbuhan tandan dapat dilihat pada Tabel 30. Dari data Tabel 30, dapat dilihat bahwa jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan pada tanaman tua lebih banyak dibandingkan pada tanaman muda. Hal inilah yang menyebabkan BTR tanaman tua lebih berat dibandingkan tanaman muda. Dengan demikian pada tanaman muda walaupun jumlah pelepah yang dipertahankan lebih banyak, tetapi jumlah tandan yang harus disuplai fotosintat juga lebih banyak. Dengan demikian dalam setahun sekitar 4-5 pelepah yang menopang pertumbuhan satu tandan dalam setahun, pada tanaman muda umur 8-13 tahun tandan ditopang oleh 5-6 pelepah, dan pada tanaman tua umur > 13 tahun 6-7 pelepah. Oleh sebab itu perlu untuk mempertahankan pelepah agar mendapat BTR yang lebih tinggi. Pada praktek di lapangan, umumnya perkebunan menerapkan praktek songgo satu atau dua, yaitu mempertahankan satu atau dua pelepah dibawah buah terbawah. Kondisi ketika buah sedikit, praktek songgo ini dapat mengakibatkan over pruning, karena pada prakteknya, songgo satu atau dua tidak melihat jumlah pelepah yang ditinggalkan melainkan pelepah di bawah buah saja. Selain mengakibatkan kelapa sawit memproduksi bunga jantan lebih banyak, hal ini juga mengakibatkan asupan fotosintat pada buah juga menjadi berkurang.
Tabel 30. Jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan dalam setahun Blok Umur
(tahun) Rata-rata
tandan/pokok Total tandan
per tahun Jumlah pelepah
rata-rata Pelepah/tandan
A35 7 0,820 10,670 52 4,873
B19 11 0,587 7,635 44 5,762
B28 15 0,473 6,150 42 6,828
Luas daun (leaf area) pada tanaman kelapa sawit dihitung dengan mengambil sampel daun pada pelepah ke-17. Daun diukur panjang dan lebarnya, selanjutnya dihitung LA (leaf area) pada kelapa sawit tersebut. LA dihitung pada tiap kelompok umur kelapa sawit, yaitu < 8 tahun (A35), 8-13 tahun (B19) dan >
13 tahun (B28). Hasil pengukuran LA dan LAI pada ketiga kelompok umur tersebut dapat dilihat pada Tabel 31. Hasil pengukuran LA pada ketiga blok menunjukkan bahwa LA tertinggi didapat pada tanaman dengan umur di atas 15 tahun, sementara yang paling rendah adalah pada umur < 8 tahun. Leaf area erat kaitannya dengan kemampuan tanaman dalam menangkap cahaya, karena LA mengambarkan luas permukaan daun. Semakin luas permukaan daun semakin banyak cahaya yang dapat diserap oleh daun. Dengan luasan LA mencapai 7 m2 maka dengan jumlah 42 pelepah LAI (leaf area index) tanaman umur >13 tahun masih lebih tinggi dibandingkan umur di bawahnya.
Tabel 31. LA dan LAI Blok A35, B19 dan B28
Blok Tahun tanam Umur (tahun) LA (m2) Jumlah
pelepah LAI
(136/ha)
A35 2005 7 5.54 52 3.919
B19 2001 11 5.66 44 3.392
B28 1997 15 7.04 42 4.025
Anjuran untuk mempertahankan 42 pelepah untuk tanaman tua (> 13 tahun) cukup beralasan, selain kemudahan di dalam praktek lapangan juga karena LAI yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Breure (2010) LAI optimum pada tanaman kelapa sawit adalah 5.0, tetapi berdasarkan hasil penelitian ini didapat LAI optimum untuk mendukung pertumbuhan di bawah 5.0. LAI optimum untuk produksi yang diperoleh yaitu berkisar antara 3.0-4.0. Sementara untuk tanaman muda pelepah yang dipertahankan lebih banyak, karena LAI pada tanaman muda
dengan jumlah 42 pelepah belum menyamai LAI tanaman tua. Hal ini bertujuan agar bobot buah yang dihasilkan meningkat, sehingga produksi juga meningkat.
Tentunya hal ini juga harus ditunjang dengan kondisi lingkungan tumbuh yang mencukupi.
Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit
Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan produksi TBS tanaman kelapa sawit, dilakukan analisis korelasi curah hujan per bulan dengan produksi tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit memerlukan curah hujan minimal 60 mm/bulan agar tidak mengalami cekaman kekeringan (Siregar 1998).
Curah hujan rata-rata per bulan pada PT. AMR dan GSIP tahun 1997-2011 dapat dilihat pada Tabel 32. Data curah hujan selama 14 tahun tersebut, selanjutnya dikorelasikan dengan produksi TBS kelapa sawit yaitu dengan peubah bobot tandan rata-rata, produksi per pokok, dan jumlah tandan per pokok. Grafik kecenderungan curah hujan selama 14 tahun pada PT. AMR dan GSIP dapat dilihat pada Gambar 14.
Curah hujan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap produksi kelapa sawit, terutama musim kering. Kekurangan air pada musim kering dapat menyebabkan kelapa sawit lebih banyak memproduksi bunga jantan dibandingkan bunga betina. Kekeringan juga menyebabkan penurunan produksi akibat adanya aborsi bunga betina dan penurunan pada bobot tandan.
Penelitian Rizal dan Tsan (2011) menunjukkan bahwa curah hujan akan mempengaruhi produksi kelapa sawit 18 bulan sebelum panen. Untuk mendukung produksi kelapa sawit diperlukan curah hujan sebesar 2000 mm/tahun. Pada kelapa sawit pengaruh curah hujan terhadap produksi tidak akan berpengaruh secara langsung, melainkan terdapat lag atau tenggang beberapa saat/waktu. Oleh karena itu pengaruh terhadap produksi tidak akan terjadi dalam waktu dekat, melainkan akan terjadi satu hingga dua tahun kedepan. Dengan menggunakan uji statistik akan dapat diketahui tenggang waktu yang diperlukan untuk terjadinya pengaruh curah hujan terhadap produksi. Pada Tabel 33 dapat dilihat pengaruh curah hujan terhadap BTR.
Tabel 32. Curah hujan PT. AMR dan GSIP tahun 1997-2011 (cm/bulan)
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Total
1997 15 16 9 14 30 12 21 1 4 10 37 40 207
1998 70 34 17 21 27 30 28 23 30 57 20 19 375
1999 20 18 25 24 38 7 26 15 27 37 37 37 312
1999 15 14 22 30 33 10 28 15 22 0 33 0 221
2000 77 23 9 35 25 30 15 6 10 14 23 4 272
2001 35 8 52 32 17 21 16 3 19 31 21 23 278
2002 39 16 27 31 10 31 3 2 2 20 30 29 240
2003 20 14 27 43 10 7 9 2 18 35 14 20 217
2004 29 11 20 34 14 6 24 0 7 13 8 33 198
2005 29 24 29 21 33 5 26 10 16 24 58 27 301
2006 10 20 26 39 15 20 0 1 0 0 22 19 171
2007 12 13 12 15 11 4 13 3 10 8 22 22 145
2008 2 6 13 23 36 28 31 45 25 60 44 14 325
2009 19 10 38 34 33 7 7 5 7 23 43 23 250
2010 29 26 10 27 44 19 25 26 5 26 22 15 274
2011 26 19 30 31 7 0 10 0 9 35 31 34 231
Rata-
rata 28 17 23 28 24 15 18 10 13 25 29 22
Sumber : Research Center PT. AAL (2012)
Gambar 14. Curah hujan rata-rata PT. AMR dan GSIP tahun 1997-2011 Sumber : Research Center PT. AAL (2012)
0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
cm/bulan
Bulan
Tabel 33. Korelasi antara BTR dan curah hujan
Thn Bulan BTR
A35 BTR
B19 BTR
B28 CH Bulan Thn
2011 Januari 12,043 14,989 22,677 24,383 Oktober 2010 Februari 11,806 14,505 23,088 28,968 Nopember
Maret 11,775 15,102 22,451 22,364 Desember
April 12,420 16,783 23,812 27,868 Januari 2011 Mei 13,431 17,300 23,543 17,044 Februari
Juni 13,917 16,712 23,663 22,875 Maret Juli 14,126 16,511 24,318 28,284 April Agustus 13,730 16,935 25,055 23,897 Mei September 13,708 18,146 25,866 14,888 Juni Oktober 14,494 18,464 24,933 17,494 Juli Nopember 15,356 18,117 25,783 9,830 Agustus Desember 16,260 18,951 24,834 13,022 September Berpengaruh nyata pada taraf α = 5%, dengan sig. (tailed 2) = 0.05 Persamaan regresi BTR :
A35 :Y = -0.122X+26.51 R2= 0.385 B19 : Y = -0.173X+20.48 R2= 0.584 B28 : Y = -0.156X+16.86 R2= 0.499 Dengan Y = BTR, dan X = curah hujan
Sumber : Research Center PT. AAL (diolah, 2012)
Tabel 33 yang menunjukkan hubungan antara BTR dan CH pada setiap blok. Pada ketiga blok tersebut terlihat adanya pola pengaruh curah hujan yang sama. Curah hujan pada bulan Oktober akan mempengaruhi BTR pada bulan Januari, artinya terdapat lag 3 bulan bagi curah hujan untuk memberikan pengaruh terhadap bobot tandan pada tanaman kelapa sawit. Peningkatan CH pada bulan tersebut akan meningkatkan BTR pada 3 bulan berikutnya, demikian juga apabila terjadi penurunan CH pada bulan tersebut akan menurunkan BTR 3 bulan berikutnya. Adanya keterlambatan pengaruh ini kemungkinan akibat pengaruh metabolisme di dalam tanaman kelapa sawit.Hubungan antara kelapa sawit dengan curah hujan juga dilakukan terhadap produksi per pokok pada tanaman kelapa sawit, yaitu dengan melihat korelasi antara curah hujan dengan produksi per pokok.
Tabel 34. Korelasi antara produksi dan curah hujan
Umur tanaman Pengaruh CH
(BSP) Pr>F
< 8 Tahun 12 bulan 0.044*
8-13 Tahun 21 bulan 0.011*
> 13 Tahun 26 bulan 0.050*
Hasil uji berpengaruh nyata pada taraf α = 5%
BSP = bulan sebelum panen
Tabel 34 menunjukkan pada bulan berapa korelasi produksi tandan pada tahun 2011 memiliki korelasi tertinggi. Pada Blok A35 (umur < 8 tahun) korelasi paling kuat terdapat pada bulan Februari tahun 2010, atau memiliki tenggang (lag) waktu sebesar 12 bulan. Sementara pada Blok B19 (umur 8-13 tahun) memiliki lag sebesar 21 bulan dan pada Blok B28 (umur > 13 tahun) memiliki lag sebesar 26 bulan. Hasil penelitian Legros et al. (2009) pada tanaman umur 13 tahun curah hujan memiliki pengaruh 29 bulan sebelum panen. Adanya perbedaan pengaruh pada tiap umur kelapa sawit, disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan pada tanaman kelapa sawit.
Pada tanaman muda pengaruh hujan lebih cepat dibandingkan pada tanaman tua, karena produksi pelepah pada tanaman muda lebih cepat dibandingkan pada tanaman tua. Sebaliknya pada tanaman tua produksi pelepah lebih lambat, hal ini erat kaitannya dengan jumlah bunga, karena bunga tumbuh pada ketiak pelepah yang keluar. Hal tersebut akan berakibat lag pada tanaman tua akan lebih lama dibandingkan pada tanaman muda. Pada kelapa sawit curah hujan erat kaitannya dengan produksi bunga jantan atau bunga betina. Pada kondisi kering kelapa sawit lebih banyak menghasilkan bunga jantan (Siregar 1998).
Dengan banyaknya produksi bunga jantan, maka akan mengakibatkan produksi turun sebagai akibat dari penurunan produksi tandan. Data BTR dan produksi tandan pada tiap perlakuan masing-masing blok diuji terhadap curah hujan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap lag yang terjadi. Data lag pengaruh curah hujan terhadap BTR dan produksi tandan pada Blok A35 (< 8 tahun) dapat dilihat pada Tabel 35.