• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR

TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

(An Assesment of Body Weight Changes of Beef Cattle and its Income on Farm Level in North Central Timor Regency of East Nusa Tenggara

Province)

H

ENDRIK

H. M

ARAWALI

, S. R

ATNAWATY

, D. K

ANA

H

AU

dan J. N

ULIK

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur

ABSTRACT

An assessment of Bali beef cattle business during dry season was conducted on farm level in North Central Timor Regency of East Nusa Tenggara Province. About 60 Male Timor Bali cattle were involved in the assessment, divided into 3 groups of initial live weights (<150 kg, >200 kg and >250 kg). Each group were divided into two probiotic treatments (Starbio and Bioplus). The results of the assessments indicated that daily live weight gain (DLWG) was better in Bioplus treatment and that the effect was more pronounced at higher initial live weight. This was observed in the group of >250 kg live weight and DLWG was significantly higher (P<0.05). All weight groups showed a compensatory growth at the first and second month of feeding treatment periods (DLWG up to 0,8 kg head

-1

day

-1

). Farmer

,

s income analysis indicated that the beef cattle business was economically acceptable with B/C ratio above 1.

Key words: Daily live weight gain, farmer's income, beef cattle

ABSTRAK

Suatu kajian usaha sapi potong pada musim kemarau telah dilakukan pada petani di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggunakan ternak sapi Bali milik petani yang dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan berat badan awal dan masing-masing kelompok ternak sapi mendapat perlakuan Starbio dan Bioplus. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi Bali yang mendapat perlakuan Bioplus lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang mendapat perlakuan Starbio, makin tingginya berat badan awal memberikan respon bioplus yang lebih baik, terlihat pada kelompok berat badan awal 250–299 kg, yang mendapat Bioplus beda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan Starbio. Hasil analisis pendapatan petani menunjukkan bahwa kelompok ternak sapi yang mendapat Bioplus lebih tinggi dari pada kelompok ternak yang mendapat Starbio. Pengkajian ini secara ekonomis layak diusahakan dengan nilai B/C ratio lebih dari satu. Kajian pemberian Starbio dan Bioplus memberikan respon positif terhadap kecepatan pertambahan bobot badan sapi potong dan meningkatkan pendapatan bagi petani.

Kata kunci: Pertambahan bobot badan, pendapatan, sapi potong

PENDAHULUAN

Pola pemeliharaan ternak sapi bagi petani di Propinsi NTT masih tradisional dengan mengandalkan sumber pakan ternak dari rumput alam di lahan penggembalaan alam dengan biaya produksi yang relatif murah dan penggunaan tenaga yang minim. Produktivitas ternak sapi dengan sistem ini, berfluktuasi mengikuti musim (W IRDAHAYATI et al., 1997).

Pada musim hujan produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan.

Sebaliknya di musim kemarau, produksi dan

kualitas hijauan menurun dengan tajam,

sehingga terjadi kehilangan bobot badan

dimana penurunannya dapat mencapai 20 %

dari berat badan pada musim hujan

(B AMUALIM , 1994; W IRDAHAYATI et al.,

1997). Pertambahan bobot badan harian sapi

Bali yang dipelihara lebih dari satu tahun

(2)

adalah sebesar 0,2 kg ekor

-1

hari

-1

(I LA et al., 1996).

Sistem pemeliharaan tersebut di atas ditandai dengan rendahnya keterampilan petani dan teknologi yang dikuasai masih terbatas.

Bangsa sapi potong seperti sapi Bali yang dominan dipelihara petani di Pulau Timor Bagian Barat di antaranya di Kabupaten TTU dengan sistem pemeliharaan secara tradisional dinilai produktivitasnya relatif rendah.

Menurut P ARWATI et al. (1999) bahwa produktivitas yang rendah pada sapi Bali disebabkan karena pola pemeliharaan dan manajemen yang kurang terarah dimana petani belum memperhatikan mutu pakan, umur jual, tata cara pemeliharaan, perkandangan, sanitasi dan lain-lain.

Untuk menunjang penggemukan sapi potong kondisi petani diperlukan upaya perbaikan manajemen dan perbaikan pakan dengan penambahan probiotik. Menurut H ARYANTO et al. (2002) penggunaan probiotik dalam pakan bertujuan untuk membuat keseimbangan mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses degradasi komponen zat gizi dalam rumen. P ARWATI et al. (1999) probiotik merupakan kumpulan mikroorganisme yang mampu menguraikan bahan-bahan organik komplek pada pakan menjadi menjadi bahan organik sederhana agar mudah diserap oleh saluran pencernaan sehingga probiotik membantu daya cerna ternak terhadap makanan.

Probiotik yang dikenal dan telah diaplikasikan untuk ternak adalah Starbio dan Bioplus yang dilaporkan mampu meningkatkan berat badan dan keuntungan yang cukup tinggi (S UNANDAR et al., 1997). W INUGROHO et al.

(2002) mengartikan Bioplus secara sederhana sebagai salah satu jenis probiotik, isinya berupa hasil seleksi mikroba rumen yang apabila diberikan kepada ternak ruminansia akan berpengaruh positif meningkatan produktivitas ternak, sedangkan probiotik Starbio telah dijual secara komersial, tetapi pemakaiannya harus dilakukan setiap hari sehingga memberatkan peternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa jauh pengaruh penggunaan Starbio dan Bioplus terhadap peningkatan poduksi dan pendapatan petani yang layak dari usaha penggemukan sapi potong pada kondisi petani dalam rangka memperoleh rekomendasi

teknologi penggemukan sapi potong yang lebih baik melalui perbaikan tatalaksana pemeliharaan.

MATERI DAN METODE Materi dan metode pengkajian

Pengkajian ini telah dilakukan di dua desa (Desa Usapinonot dan Desa Atmen), Kecamatan Insana, Kabupaten TTU, dari bulan Juli–Desember 2003. Materi yang digunakan dalam pengkajian yaitu 60 ekor sapi Bali jantan milik petani yang menyebar secara tidak merata pada 6 kelompok tani. Dari-60 ekor sapi Bali jantan tersebut dikelompokkan berdasarkan umur dan berat badan awal yaitu:

(i) kelompok umur 1,5–2 tahun dengan berat badan awal 150–200 kg; (ii) kelompok dengan umur >2–2,5 tahun dengan berat badan awal

>200−250 kg; dan (iii) kelompok umur >2,5–3 tahun dengan dengan berat badan awal >250–

300 kg.

Berdasarkan kelompok umur dan bobot badan awal dibagi menjadi dua kelompok sapi sebagai berikut:

a. Pakan lokal + Starbio b. Pakan lokal + Bioplus

Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada sapi dalam pengkajian ini bervariasi, tergantung pakan yang tersedia di lokasi pengkajian. Dari pengamatan di lapangan bahwa beberapa jenis pakan yang diberikan adalah: lamtoro, rumput raja dan dedaunan lokal seperti daun kapok, daun beringin dan lainnya.

Pemberian pakan dilakukan 3–4 kali dalam sehari dan pemberian Bioplus dilakukan sekali per periode penggemukan dengan cara dicampur dengan 1 kg dedak padi, sedangkan pemberian starbio dilakukan pada siang hari, saat ternak membutuhkan air minum yang dicampur dengan air dan diaduk lalu diberikan pada ternak.

Jenis data dan analisis data

Pengambilan data dilakukan pengamatan langsung melalui program manitoring bulanan.

Adapun variabel yang diamati dalam

(3)

pengkajian ini, sebagai berikut: (i) Berat badan (kg) yang ditimbang setiap bulan; (ii) Tenaga kerja (HOK); (iii) biaya produksi (Rp); dan (iv) biaya pemasaran (Rp).

Analisis data yang digunakan adalah analisis Varians atau analisis keragaman dengan Rancangan Acak Lengkap (Q UEENSLAND U NIVERSITY , 1987) yang dalam proses kerjanya telah menghitung nilai probability (P) dan Lsd (1% dan 5%). Untuk mengetahui pendapatan petani dari usaha penggemukan sapi digunakan analisis ekonomi sederhana berdasarkan rataan penerimaan dan biaya implisit dan biaya ekplisit, dan analisis B/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum kelompok petani

Desa Usapinonot dan Desa Atmen merupakan dua desa di Kecamatan Insana, kondisi topografis umumnya berbukit-bukit dengan ketinggian yang bervariasi antara 100 sampai 500 meter di atas permukaan laut.

Keadaan iklim umumnya beriklim kering dengan tempratur tertinggi 32°C pada bulan kering dan terendah 18°C pada bulan basah.

Jumlah bulan basah relatif pendek (4 bulan) yang berlangsung antara Desember sampai Maret, sedangkan bulan kering berlangsung selama kurang lebih delapan bulan (April sampai Nopember) dengan curah hujan rata- rata 500−2.135 mm dalam setahun (BPS, 2002).

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani dengan pola yang sangat tradisional dan sentuhan teknologi masih sangat terbatas. Demikian pula dengan pemeliharaan ternak. Namun daerah ini sangat potensial untuk pengembangan peternakan dengan kondisi topografi yang berbukit dengan sedikit datar, memungkinkan untuk pengembangan peternakan. Petani yang terlibat dalam pengkajian ini merupakan anggota dari enam kelompok tani yang telah terbentuk sebelumnya pengkajian dengan struktur dan tugas pokok yang sudah jelas dalam kelompok.

Petani yang terpilih dalam kegiatan ini adalah petani yang mempunyai sapi jantan yang sebelumnya sistem pemeliharaan sapi penggemukan (sapi paron) sangat bervariasi.

Ada petani yang mengikat sapi secara terus- menerus dan ada juga petani yang mengikat secara pindah-pindah. Petani yang terpilih dan memiliki sapi dianjurkan untuk membuat kandang secara berkelompok dan ternyata memberikan respon yang cukup baik. Hal ini terlihat dalam aktivitas petani dalam kegiatan ini, cukup menonjol adalah dngan terbentuk kelompok ternak.

Pertambahan bobot badan harian

Pertambahan bobot badan harian sapi penggemukan (Tabel 1 dan Gambar 1) menunjukkan bahwa ternak sapi penggemukan dari tiga kelompok umur baik yang mendapat Starbio maupun yang mendapat Bioplus memberikan respon pertambahan bobot badan yang positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada bulan pertama dan kedua, sedangkan bulan ketiga sampai bulan kelima (akhir pengkajian) pertambahan bobot badannya semakin menurun. Pertambahan bobot badan harian yang tinggi pada bulan pertama dan kedua pada pengkajian ini disebabkan adanya pertumbuhan kompensasi, dimana ternak sapi yang digunakan dalam pengkajian ini berasal dari ternak yang diikat pindah di padang penggembalaan atau diikat di bawah pohon dan diberi pakan dalam jumlah yang tidak menentu dengan mengandalkan rumput alam. T ILLMAN

et al. (1984) menyatakan bahwa pertumbahan kopensasi terjadi selama 2–3 bulan, ketika adanya perbaikan makanan.

Pertambahan bobot badan berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur 1,5–2 tahun dan kelompok umur >2–2,5 tahun tidak beda nyata, sedangkan kelompok umur >2,5–3 tahun, ternak sapi yang mendapat Bioplus memberikan PBBH sebesar 0,3057 kg ekor

-1

hari

-1

nyata positif (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan ternak yang mendapat Starbio sebesar 0,1900 kg ekor

-1

hari

-1

. Hal ini sesuai W ILLIAMS (1982) bahwa ternak sapi pada umur 2–3 tahun berada pada phase pertumbuhan yang optimal atau pada kisaran umur pubertas, sehingga sebenarnya juga berada pada posisi point of inflection atau titik belok.

Tabel 1 secara umum menunjukan bahwa

kecepatan pertambahan bobot badan ternak

(4)

sapi yang mendapat perlakuan Bioplus pada petani di TTU lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang mendapat perlakuan Starbio. N ENOBAIS (2004) mendapatkan pasokan zat-zat gisi akibat pemberian Bioplus lebih banyak dari Starbio, karena itu terjadi kenaikan kecernaan zat-zat makanan akibat meningkatnya jumlah mikroba rumen khususnya bakteri.

Pertambahan bobot badan harian berdasarkan kelompok umur sapi yang

mendapat Starbio vs Bioplus yaitu kelompok sapi umur 1,5–2 tahun sebesar 0,2955 kg ekor

-1

hari

-1

vs 0,3009 kg ekor

-1

hari

-1

, kelompok umur >2–2,5 tahun sebesar 0,3297 kg ekor

-1

hari

-1

vs 0,3448 kg ekor

-1

hari

-1

dan kelompok umur >2,5–3 tahun sebesar 0,1900 kg ekor

-1

hari

-1

vs 0,3057 kg ekor

-1

hari

-1

. Hasil pengkajian ini lebih rendah dari penelitian P ARWATI et al. (1999) bahwa sapi Bali menghasilkan pertambahan berat badan bila diberi hijauan, Bioplus dan dedak (0,57 kg Tabel 1. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) menurut kelompok umur sapi

Umur 1,5–2 tahun Umur 2–2,5 tahun Umur 2,5–3 tahun Keragaan berat badan

(kg) Starbio Bioplus Starbio Bioplus Starbio Bioplus

BB Awal 170,57 174,00 215,18 218,89 269,75 271,50

BB Akhir 214,89 219,13 264,64 269,11 298,25 317,50

PBBH 0,2955 0,3009 0,3297 0,3448 0,1900 0,3057

Gambar 1. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) menurut kelompok umur sapi

Periode Penimbangan ( 1 bulan sekali)

Awal Agst Sept Okt Nov Des

Bobot Hidup Ternak Sapi (kg/ekor)

160 180 200 220 240 260 280 300 320 340

(5)

ekor

-1

hari

-1

) dibanding sapi yang diberi hijauan, Starbio dan dedak (0,44 kg ekor

-1

hari

-

1

) dengan lama penggemukan empat bulan.

Perbedaan ini mungkin karena adanya perbedaan ransum yang berbeda dimana pada penelitian ini hanya mengandalkan pakan yang tersedia di petani, disamping itu mungkin karena pelaksanaannya pada puncak musim kemarau. Hasil pengkajian ini lebih tinggi dari penelitian L IEM et al. (2003) yaitu pertambahan bobot hidup akibat pemberian Bioplus sebesar 220 g ekor

-1

hari

-1

dan starbio 170 g ekor

-1

hari

-1

. Hasil pengkajian ini sama dengan penelitian W INUGROHO (2002) yaitu 311, 15 vs 247 g ekor

-1

hari

-1

. K OSTAMAN et al.

(2000) menyatakan bahwa pertambahan berat badan sapi sangat tergantung pada pakan serta kemampuan ternak dalam memanfaatkan pakan.

Pendapatan dan keuntungan dari uasaha penggemukan sapi potong kondisi petani

Pendapatan dalam pengkajian ini adalah selisih antara penerimaan (hasil dari penjualan sapi) dengan biaya produksi dari usaha penggemukan sapi potong berdasarkan berat badan akhir selama 150 hari penggemukan dikalikan dengan tabel harga yang berlaku dari pembeli sapi saat penjualan yaitu sapi dengan berat badan 250–274 kg dengan harga Rp 7.800/kg dan setiap penambahan 25 kg dari stardar berat badan, maka akan mendapat tambahan harga sebesar Rp100/kg dan seterusnya.

Biaya produksi pada pengkajian yang dilaksanakan pada petani yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan petani (biaya eksplisit:

pembelian bakalan, kandang, penyusutan peralatan, vaksin/obat, probiotik (starbio/

bioplus), sedangkan nilai tenaga kerja dalam mencari/pengambilan pakan, membersihkan kandang, memberi pakan merupakan biaya yang tidak dikeluarkan petani (biaya implisit).

Pendapatan yang diperoleh petani di Kabupaten TTU dari usaha sapi potong (Tabel 2) menunjukkan bahwa secara umum baik yang mendapat perlakuan Starbio maupun ternak yang mendapat Bioplus dapat

memberikan nilai tambah bagi pendapatan petani baik ternak sapi yang mendapat Starbio maupun ternak yang mendapat perlakuan Bioplus pada semua kelompok umur sapi (1,5–

2 tahun; 2–2,5 tahun dan 2,5–3 tahun), terlihat bahwa semakin tingginya umur ternak semakin meningkat pendapatan yang diperoleh petani.

Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya umur ternak dan diikuti dengan pertambahan bobot badan ternak yang optimal maka nilai tambah dari penjualan sapi akan semakin meningkat.

Keuntungan perlu diperhitungkan dengan tujuan menjadi acuan bagi mitra usaha yang ingin menanamkan modalnya untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong di petani. Keuntungan yang akan diperoleh pemodal baik pada ternak yang mendapat Starbio maupun ternak yang mendapat Bioplus pada semua kelompok umur ternak dapat menguntungkan.

Pengkajian usaha penggemukan sapi potong di TTU baik ternak sapi yang mendapat Starbio maupun yang mendapat Bioplus pada semua kelompok umur secara finansial layak dan menguntungkan. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai B/C ratio >1 dari masing–masing perlakuan pada semua kelompok umur ternak.

KESIMPULAN

Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kecepatan pertambahan bobot badan harian pada sapi Bali yang mendapat Bioplus lebih tinggi dari pada yang mendapat Starbio.

2. Pendapatan dan keuntungan usaha sapi potong yang mendapat perlakuan Bioplus lebih tinggi daripada yang mendapat Starbio.

3. Pengkajian usaha penggemukan sapi

potong di TTU layak untuk diusahakan

karena nilai B/C ratio lebih dari satu,

kecuali untuk di Kabupaten TTS tidak

layak untuk diusahakan karena nilai B/C

ratio kurang dari satu.

(6)

Tabel 2. Rata-rata pendapatan petani pada usaha penggemukan sapi potong (Rp) di Kabupaten TTU Umur 1,5–2 tahun Umur 2–2,5 tahun Umur 2,5–3 tahun Uraian

Strarbio Bioplus Starbio Bioplus Starbio Bioplus Penerimaan

Biaya eksplisit Pembelian bakalan Kandang Peralatan Obat dan vaksin Starbio/bioplus Biaya implisit

Tenaga kerja Biaya total Pendapatan Keuntungan B/C ratio

1.638.129 1.176.900 1.095.650 44.000

1.250 6.000 30.000 187.500 187.500 1.364.400

461.229 273.729 1,20

1.673.713 1.206.663 1.120.413 44.000

1.250 6.000 35.000 187.500 187.500 1.394.163

467.050 279.550 1,20

2.067.764 1.507.914 1.426.664 44.000

1.250 6.000 30.000 187.500 187.500 1.695.414

559.850 372.350 1,23

2.106.078 1.536.206 1.449.956 44.000

1.250 6.000 35.000 187.500 187.500 1.723.706

569.872 382.372 1,22

2.363.975 1.929.500 1.848.250 44.000

1.250 6.000 30.000 187.500 187.500 2.117.000

434.475 246.975 1,12

2.547.683 1.933.733 1.847.483 44.000

1.250 6.000 35.000 187.500 187.500 2.121.233

513.950 426.450 1,20 Sumber: A

NALISIS

D

ATA

P

RIMER

(2002)

DAFTAR PUSTAKA

B

AMUALIM

, A. 1994. Usaha peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur. Pros. Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Peternakan dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub-Balai Penelitian Ternak Lili/

Balai Informasi Pertanian, Noelbaki, Kupang.

1–3 Pebruari 1994.

B

AMUALIM

, A. 1996 Interaksi peternakan pada sistem pertanian di Pulau Timor. Pros.

Seminar Komunikasi dan Aplikasi Paket Teknologi Hasil-hasil Penelitian Peternakan lahan Kering. Sub-Balitnak Lili Kupang. 17–

18 Nopember, 1994.

BPS. 2002. Timor Tengah Utara Dalam Angka.

H

ARYANTO

, B. S

UPRIYATI

, A. T

HALIB

, S

URYAH

, A

DRAHMAN

dan K. S

UMANTO

. 2002.

Penggunaan probiotik dalam upaya peningkatan fermentasi microbial rumen. Pros.

Seminar Nasional Peternakan dan Veriner.

Ciawi-Bogor 30 September–Oktober 2002. pp.

206–208

I

LLA

, A., D. A. B

UDISANTOSA

dan A

SNAH

. 1996.

Penggemukan sapi potong dalam sistem usahatani terpadu di lahan kering. Pros.

Seminar Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Pertanian Nusa Tenggara. BPTP Naibonat, Badan Litbang Pertanian. Tanggal 28–29 Nopember 1996.

K

OSTAMAN

T., E. H

ANDWIRAWAN

, B. H

ARYANTO

dan K. D

WIYANTO

. 2000. Respons bangsa sapi potong terhadap pemberian jerami padi. Pros.

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.

Bogor 18–19 Oktober 1999.

L

IEM

, C., P. T

H

. F

ERNANDES

dan A. S

ALEH

. 2003.

Pengaruh pemberian probitik Starbio dan bioplus terhadap pertumbuhan ternak sapi Bali penggemukan. Buletin Nutrisi. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. 6(1). 20–25.

N

ENOBAIS

. 2004. Kinerja Mikroba Rumen pada Ternak Sapi Bali Jantan yang Diberi Probiotik Starbio dan Bioplus. Tesis. Magister Sains.

Program Pascasarjana Universitans Nusa Cendana, Kupang (in Press).

P

ARWATI

, I. A., N

YM

, S

UYATA

, S. G

UNTORO

dan M.D. R

AY

Y

ASA

. 1999. Pengaruh pemberian probiotik dan laser punktur dalam meningkatkan berat badan sapi Bali. Pros.

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.

Bogor 16–19 Oktober 1999. pp. 136–146.

Q

UEENSLAND

U

NIVERSITY

. (1987). The Queensland University Agriculture Statistical Package, Version 3.1.

T

ILLMAN

, A. D., H. H

ARTADI

, R. R

EKSOHADIPROJO

,

S. P

RAWIROKUSUMO

dan S. L

EBDOSOEKOJO

.

1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta 328−331.

(7)

W

ILLIAMS

, I. H. 1982. Growth and energy. In: A.

Course Manual in Nutrition and Growth. H.L.

D

AVIES

. (Ed.). Australian Vice-Chancellors’

Committee. AUIDP, Hedges & Bell Pty Ltd., Melborne.

W

INUGROHO

, M. 2002. Pemanfaatan Bioplus Saccharomyces Cerivisiae pada pedet sapi Bali dan sapi Bali jantan dewasa. Pros.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veriner, Ciawi Bogor 30 Sepetember–1 Oktober 2002.

W

IRDAHAYATI

R.B., C. L

IEM

, A.P

OHAN

, J. N

ULIK

, P.

T

H

. F

ERNANDEZ

, A

SNAH

dan A. B

AMUALIM

. 1997. Pengkajian teknologi usaha pertanian berbasis sapi potong di NTT. Dalam Pertemuan Pra-Raker Badan Litbang Pertanian II. Manado tanggal 3–4 Maret 1997.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Apakah metoda menentukan BB & LD 30 hari yang layak sebagai patokan seleksi dari nilai heritabilitas tertinggi?

2. Apakah perhitungan B/C seperti nilai R/C?

3. Saran, digunakan metode stepwise untuk seleksi faktor-2 yang berpengaruh.

4. Saran, dibatasi kisaran X hingga tidak ada nilai intersep minus dalam fungsi Y bobot lingkar dada.

5. Mengapa bioplus lebih baik daripada pemberian starbio dan mana yang lebih efisien?

6. Apakah memberikan putak pada pengkajian ini?

7. Mengapa tidak ada kontrol?

8. Berapa lama jangka waktu penggemukan?

9. Bagaimana kualitas daging dari penggunaan starbio dan bioplus?

Karena sepengetahuan saya penggunaan bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan kadar lemak dari daging.

10. Komposisi pakan bagaimana?

Jawaban:

1. Ya memang dari heritabilitas tertinggi.

2. B/C ratio.

3. Saran diperhatikan tetapi tetap heritabilitas tertinggi.

4. Saran diperhatikan, akan dicoba.

5. Bioplus lebih baik dan lebih efisien karena berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa mikroba rumen bioplus lebih tinggi daripada starbio dan cara pemberiannya pada ternak lebih efisien karena hanya sekali.

6. Tidak dan tidak semua wilayah di NTT yang memiliki putak.

7. Kontrol tidak ada karena sebagian besar pengkajian menghasilkan bahwa kondisi sapi pada

musim kemarau menurun sampai 20% dan dengan adanya penambahan bioplus dan starbio

dan menghasilkan pertambahan bobot badan di atas 0.1-0.2 kg/hari dimana hal ini pada

kondisi petani sudah cukup baik.

(8)

8. Jangka waktu penggemukan selama 5 bulan.

9. Dalam pengkajian ini belum melihat sampai pengaruhnya pada daging dan lemak.

10. Pengkajian ini tanpa melihat komposisi pakan tetapi pakannya tergantung yang ada dilokasi

(petani) namun mengefisienkan pakan yang tersedia dengan memperbaiki membuat tempat

pakan.

Gambar

Gambar 1. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) menurut kelompok umur sapi
Tabel 2. Rata-rata pendapatan petani pada usaha penggemukan sapi potong (Rp) di Kabupaten TTU  Umur 1,5–2 tahun  Umur 2–2,5 tahun  Umur 2,5–3 tahun  Uraian

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang memiliki kesadaran spiritual akan memiliki beberapa kemampuan khusus, diantaranya mampu menemukan kekuasaan Yang Maha Kuasa, merasakan kelezatan ibadah ,

Mengacu pada penelitian sebelumnya, [1] berdasarkan hasil perancangan, analisis, desain, dan pengujian system, dengan menggunakan algoritma canny ada

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk membuktikan bahwa model pembelajaran integrasi ilmu, yaitu integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama dapat memberikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa akar yang direstorasi dengan pasak cor perorang menunjukkan kekuatan fraktur lebih tinggi daripada gigi yang direstorasi dengan

Efektlf untuk mengontrol perdarahan setelah persalinan atau setelah keguguran pada kehamllan muda dengan cara menyebabkan uterus berkontraksl Digunakan sebagal

Kitabghar..

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

Penelitian ini dilakukan dengan 5 langkah yaitu (1) penentuan tujuan dan batasan dari sistem, (2) analisis dan perancangan yang menjelaskan tentang kebutuhan sistem dan hal-hal