EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP ANAK JALANAN DI PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
(PKPA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara Oleh :
TIYA YULINDA DALIMUNTHE 140902016
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP ANAK JALANAN DI PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
(PKPA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
TIYA YULINDA DALIMUNTHE 140902016
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Judul Skripsi :EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP ANAK JALANAN DI PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Nama Mahasiswa : Tiya Yulinda Dalimunthe
NIM : 140902016
Departemen/Prodi : Kesejahteraan Sosial
Menyetujui, DOSEN PEMBIMBING
Malida Putri, S.Sos, M.Kesos NIP. 198903092018052001
KETUA DEPARTEMEN
Agus Suriadi, S.Sos, M.Si NIP. 19670808 199403 1 004
DEKAN FISIP USU
Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si NIP. 19740930 200501 1 002
Telah diuji pada Tanggal :
PANITIA PENGUJI SKRIPSI Ketua :
Anggota : 1.
2.
PERNYATAAN
Judul Skripsi
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP ANAK JALANAN DI PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
(PKPA)
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Januari 2019 Penulis,
Tiya Yulinda Dalimunthe
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP ANAK JALANAN DI PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
(PKPA) ABSTRAK
Anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya. Anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu Children On the Street (Anak Jalanan yang bekerja di jalanan), Children of the street (Anak Jalanan yang hidup dijalanan), Children from families of the street atau children in street. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi program pendidikan dan pelatihan terhadapa anak jalanan di Yayasan PKPA. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data adalah observasi/pengamatan, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan dan pelatihan yang diberikan terhadap anak jalanan oleh Yayasan PKPA dalam program pendidikan adalah pemberian dana emergency, sekolah kejar paket, vocational training dan sekolah PAUD-SKA PKPA. Untuk program pelatihan PKPA memberikan pelatihan diantaranya latihan tari, latihan sepakbola dan latihan musik. Berdasarkan hasil penelitian program berjalan dengan baik meskipun belum signifikan hanya saja masih mempunyai kekurangan dibagian input yaitu sumber daya manusia, fasilitas dan pendanaan yang belum memadai.
Kata Kunci: Evaluasi Program, Anak jalanan, Program Pendidikan dan Pelatihan
EVALUATION OF EDUCATION AND TRAINING PROGRAMS IN STREET CHILDREN IN CHILDREN'S STUDY AND PROTECTION
CENTER (PKPA) ABSTRACT
Street children are children who skip or use most of their time to do daily activities on the streets, including in markets, shops, and other crowded centers.
Street children are divided into three groups, namely Children On the Street (Street Children who work on the streets), Children of the street (Street Children who live on the streets), Children from families of the street or children in street.
This study aims to find out how to evaluate education and training programs for street children in the PKPA Foundation. The approach used in this study is descriptive qualitative with methods of data collection are observation / observation, documentation, and interviews. The results of the study show that the education and training programs provided to street children by the PKPA Foundation in educational programs are providing emergency funds, package chasing schools, vocational training and PKPA PAUD-SKA schools. For the PKPA training program providing training including dance training, soccer practice and music practice. Based on the results of the program's well-run research, although it is not yet significant, it still has a shortage of input, namely inadequate human resources, facilities and funding.
Keywords: Program Evaluation, Street Children, Education and Training Program
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisa skripsi ini.
Selama melakukan penelitian dan pnulisan skripsi. Penulis memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatam ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Terim kasih kepada Bapak Dr. Muriyanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Terima kasih kepada Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku ketua Departemen KesejahteraanSosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
4. Terima kasih kepada Kak Malida Putri, S.Sos, M.Kessos, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga, memberikan ilmu, arahan, motivasi, perhatian, serta kritik yang membangun dan juga masukan- masukan kepada penulis mulai dari menyusun proposal skripsi sampai akhir penyelesaian skripsi ini.
5. Terima kasih kepada Kak Mia Aulia Lubis, S.Sos, M.Kessos selaku Dosen Penguji. Terimakasih atas saran dan kritik yang diberikan.
6. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial da Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis dengan begitu banyak ilmu, membuka wawasan dan pengetahuan baru bagi penulis selama proses belajar berlangsung.
7. Terima kasih kepada kak Betty dan kak Deby selaku staf administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam mengurus administrasi selama perkuliahan 8. Terimakasih kepada rekan-rekan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU,
terkhusus kerabat-kerabat stambuk 2014 yang telah bersama dalam
menimbah ilmu mulai dari awal perkuliahan hingga sibuk dengan skripsi masing-masing
9. Terimakasih kepada kedua orang tua saya, Ayah Darwin Efendi Dalimunthe S.Sos dan Mama Rosnisah yang sangat saya cintai, yang selalu mendoakan dan mendukung saya tanpa henti sehingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Terima kasih kepada saudara perempuan saya satu-satunya Latifa Sari Dalimunthe S.Pi yang telah mendoakan dan menyemangati saya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan serta terimakasih untuk selalu menjadi pendengar yang baik saat susah senangnya saya selama pengerjaan skripsi.
11. Terima kasih kepada Seluruh staf Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, terutama staf unit Sanggar Kreatifitas Anak (SKA), Kak Camelia Nasution, Kak Erawati, Bang Dio, Bang Anwar yang telah membantu saya disaat penelitian.
12. Terima kasih kepada Sahabat terbaik saya sejak kecil Siswanti Ritonga S.Pd yang selalu memberikan semangat disaat penelitian hingga sampai terselesaikan skripsi ini.
13. Terima kasih kepada sahabat terbaik saya semasa kuliah Nurul Ummah S.Sos dan Veronika Pardosi S.Sos yang selalu mendukung penulis dimasa perkuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini dan menjadi sahabat berkeluh kesah selama perkuliahan.
14. Terima kasih kepada sahabat SMA saya Balkis yang telah memberikan dukungan serta waktunya untuk menemani penulis dalam revisi skripsi.
Semangat untuk wisuda bulan 2 ya.
15. Teruntuk WS ku tersayang, nini, obay, een, eza dan fatma yang menjadi tempat berbagi suka duka dalam segala hal. Tinggal aku, ibay dan eza aja ini yang belum sarjana,tunggu kami di bulan 2 ya.
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... ` vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ... 14
1.3 Tujuan dan Manfaat Pelitian ... 14
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 14
1.4 Sistematika Penulisan... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 17
2.1.1 Evaluasi Program ... 17
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi Program ... 17
2.1.1.2 Syarat- Syarat Evaluasi Program ... 21
2.1.1.3 Manfaat Evaluasi Program ... 22
2.1.1.4 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program ... 23
2.1.1.5 Model Evaluasi Program ... 26
2.1.2 Pendidikan dan Pelatihan ... 30
2.1.2.1 Pengertian Pendidikan dan Program ... 30
2.1.2.2 Program Pendidikan dan Pelatihan di PKPA ... 31
2.1.3 Anak Jalanan ... 34
2.1.3.1 Pengertian Anak Jalanan ... 34
2.1.3.2 Karakteristik Anak Jalanan ... 35
2.1.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan ... 37
2.1.3.4 Pendekatan Dalam Penanganan Anak Jalanan ... 38
2.1.3.5 Pendampingan dan Penanganan Anak Jalanan ... 40
2.1.3.6 Penanganan Anak Jalanan Oleh PKPA ... 42
2.2 Penelitian Relevan ... 45
2.3 Kerangka Berpikir ... 46
2.4 Defenisi Konsep ... 50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 52
3.2 Lokasi Penelitian ... 52
3.3 Informan Penelitian ... 53
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.5 Teknik Analisa Data ... 55
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian. ... 57
4.2 Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian. ... 57
4.2.1 Yayasan Pusat Kajian dan Pelindungan Anak (PKPA) ... 57
4.2.2 Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) ... 59
4.3 Visi, misi, dan tujuan Lokasi Penelitian ... 61
4.4 Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian. ... 62
4.4.1 Struktur Organisasi Yayasan PKPA 2017/2019. ... 62
4.4.2 Struktur Badan Eksekutif Yayasan PKPA 2017/2019 63 63
4.4.3 Struktur Unit SKA Yayasan PKPA... 64
4.5 Kondisi Umum Tentang Klien. ... 65
4.6 Kondisi Umum Tentang Petugas. ... 66
4.7 Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian. ... 66
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Pembahasan Hasil Penelitian. ... 70
5.1.1 Wawancara. ... 70
5.1.1.1 Informan Kunci. ... 70
5.1.1.2 Informan Utama ... 103
5.1.1.3 Informan Tambahan. ... 116
5.1.2 Observasi ... 125
5.2 Hasil Penelitian ... 126
5.2.1 Evaluasi Input... 126
5.2.2 Evaluasi Proses... 130
5.2.3 Evaluasi Output ... 134
5.2.4 Evaluasi Outcomes ... 136
5.3 Hasil Observasi ... 140
5.4 Keterbatasan Penelitian ... 141
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. ... 143
6.2 Saran. ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 150 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...
DAFTAR GAMBAR ... xxi
Bagan Alur Pikir ... 49
Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian ... 62
Struktur Badan Eksekutif Yayasan PKPA Tahun 2017-2019 .... 63
Struktur Unit SKA Yayasan PKPA ... 64
DAFTAR TABEL... xii
Tabel 1.1 Anak Putus Sekolah di Indonesia ... 1
Tabel 1.2 Anak Jalanan di Kabupaten/Kota Sumtera Utara ... 4
Tabel 3.3 Informan Penelitian ... 54
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv Dokumentasi ...
Pedoman Wawancara ...
Taksonomi Penelitian...
Transkip Wawancara ...
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi Konverensi Internasional Hak Anak melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990. Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konverensi Hak Anak pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23.
Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), angka anak putus sekolah pada tahun 2016/2017 ada sebanyak 187,078 anak, dengan penjabaran jumlah siswa putus sekolah jenjang Sekolah Dasar (SD) mencapai 39,213 siswa, jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 38,702 siswa, jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 36,419 siswa, dan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 72,744 siswa (Kemendikbud, 2017, h.17-20). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1 Anak Putus Sekolah di Indonesia ANAK PUTUS
SEKOLAH
SD SMP SMA SMK JUMLAH
2015/2016 2016/2017 2017/2018
68.066 39.213 32.127
51.541 38.702 51.19
40.454 36.419 31.123
77.889 72.744 73.388
237.95 187.078 187.828 Sumber : Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan
Perkembangan jumlah siswa putus sekolah di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami penurunan, hal tersebut dapat dilihat dari data anak putus
yang mutlak harus dipenuhi. Tapi, bagi anak jalanan pendidikan tampaknya merupakan suatu kemewahan tersendiri. Bagi anak jalanan sekolah dan bekerja merupakan dilema dan beban yang memberatkan jika harus ditanggung di saat bersamaan. Tidak sedikit anak jalanan yang pada akhirnya harus memilih salah satu, dan biasanya selain karena pengaruh kondisi ekonomi ditambah dengan pengaruh lingkungan yang kuat akhirnya mereka memilih tidak melanjutkan sekolah atau putus sekolah ditengah jalan (Undang-Undang Perlindungan Anak).
Menurut data yang diperoleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari Departemen Sosial memperkirakan, pada tahun 2006, terdapat sekitar 150.000 anak jalanan di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar, hampir 50%
yakni 75.000 anak jalanan berada di Jakarta. Sisanya tersebar di kota- kota besar lainnya seperti Medan, Palembang, Batam, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang dan Makasar. Pada tahun 2008, data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa anak jalanan di Indonesia telah mencapai 154.861 jiwa.
Jumlah anak jalanan di Sumatera Utara mencapai 5.025 jiwa (Ferdinan Sinulingga
& Hodriani, 2015)
Di Indonesia, jutaan anak terpaksa bekerja di sektor publik yang tak jarang berbahaya dan eksploitatif. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) tahun 2010 dari 222 anak jalanan di Kota Medan yang menjadi responden penelitian diketahui bahwa jumlah anak jalanan yang masih berstatus sekolah yakni 48,2 persen, berstatus putus sekolah sebesar 49,8 persen dan yang belum atau tidak pernah sekolah sebanyak 2,3 persen. Dimana anak laki-laki mengalami lebih banyak putus sekolah
sekolah pada tingkat SD dimana pada tahun 2015/2016 ada sebanyak 68,066 anak turun menjadi 39,213 siswa pada tahun 2016/2017, pada tingkat SMP pada tahun 2015/2016 ada 51,451 siswa turun menjadi 38,702 siswa pada tahun 2016/2017, lalu pada bangku SMA pada tahun 2015/2016 sebanyak 40,454 siswa menjadi 36,419 pada tahun 2016/2017, dan pada bangku SMK sebanyak 77,899 siswa tahun 2015/2016 turun menjadi 72,744 pada tahun 2016/2017 (Kemendikbud, 2017, h.26).
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise (2016), “Dari beberapa alasan yang disampaikan, tidak ada biaya menjadi penyebab paling dominan bagi anak usia 7-17 tahun untuk tidak sekolah atau belum pernah sekolah atau juga tidak bersekolah lagi”. Dari data Kementrian PPPA mencatat, faktor yang menyebabkan anak putus sekolah diantaranya pertama, tidak ada biaya/miskin sebesar 35,91 persen. Kedua, bekerja/mencari nafkah sebesar 15,06 persen, Ketiga, menikah/mengurus rumah tangga sebesar 7,52 persen. Keempat, merasa pendidikannya telah cukup sebesar 4,90 persen. Kelima, malu karena kondisi ekonomi sebesar 2,11 persen. Keenam, kondisi sekolah yang jauh sebanyak 3,10 pesen. Ketujuh, karena cacat/disabilitas sebanyak 4,56 persen. Dan kedelapan, karena faktor lainnya sebanyak 26,84 persen (Tempo.co, 2016).
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 9 Ayat 1 telah ditegaskan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Pendidikan sesungguhnya adalah salah satu hak dasar anak
dibandingkan dengan anak perempuan. Angka putus sekolah pada anak jalanan di Kota Medan banyak dialami oleh anak-anak dengan rentan usia 11-18 tahun. Semakin tingggi jenjang pendidikan, maka semakin rendah partisipasi sekolah atau semakin tinggi juga anak-anak yang putus sekolah. Dengan kenyataan tersebut, rata-rata anak jalanan hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan pada sekolah dasar (SD) dan tidak sedikit jumlahnya yang harus berhenti sebelum menyelesaikan bangku sekolah dasar (PKPA, 2010, h.16)
Data Dinas Sosial provinsi Sumatera Utara mengidentifikasi besaran anak jalanan seluruh kota di Sumatera Utara jumlahnya mencapai 2.867 anak. Jumlah terbesar ada di 5 kota, yaitu: Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya (Syabana, 2013). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 1.2 Anak Jalanan di Kabupaten/Kota Sumatera Utara
No Kabupaten/Kota Anak jalanan
2014 2015 2016
1 Nias 53 53 56
2 Mandailing Natal 8 8 8
3 Tapanuli Selatan 6 6 6
4 Tapanuli Tengah 20 78 78
5 Tapanuli Utara 17 17 17
6 Toba Samosir - - -
7 Labuhanbatu - - -
8 Asahan 10 10 10
9 Simalungun 15 20 20
10 Dairi - - -
11 Karo 44 44 44
12 Deli Serdang 49 49 49
13 Langkat 18 - -
14 Nias Selatan 135 135 153
15 Humbang Hasundutan - - -
16 Pakpak Barat - - -
17 Samosir - - -
18 Serdang Bedagai 14 14 14
19 Batu Bara 30 30 30
20 Padang Lawas Utara - - -
21 Padang Lawas 32 53 53
22 Labuhanbatu Selatan 7 7 7
23 Labuhanbatu Utara - 8 8
24 Nias Selatan 47 47 47
25 Nias Barat 19 19 19
26 Sibolga - - -
27 Tanjung Balai 56 56 56
28 Pematangsiantar 232 232 232
29 Tebing Tinggi 30 30 30
30 Medan 1601 1601 1601
31 Binjai 145 145 145
32 Padangsidimpuan 5 5 5
33 Gunung Sitoli 7 7 7
Sumatera Utara 2600 2674 2692
Sumber : Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan data dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di atas dapat dilihat setiap tahunnya jumlah anak jalanan selalu bertambah, pada tahun 2014 ada sebanyak 2600 anak jalanan, pada tahun 2015 ada sebanyak 2674 anak jalanan dan pada tahun 2016 ada sebanyak 2692 anak jalanan. Kota Medan menjadi salah satu kota yang memiliki anak jalanan terbanyak disetiap tahunnya.
Bagi anak jalanan yang sudah putus sekolah, sangat sulit untuk mengajak mereka kembali ke bangku sekolah. Kehidupan di jalanan yang relatif bebas dan pengaruh lingkungan pergaulan yang keliru seringkali menyebabkan anak jalanan merasa sekolah justru sebagai beban. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin ke depannya bangsa akan dipimpin oleh generasi yang tidak memiliki integritas dan kualitas yang baik.
Fenomena anak jalanan adalah satu dari sekian masalah yang terjadi di Indonesia. Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia (2017) anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya. Permasalahan anak jalanan cenderung muncul di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan kota-kota besar lainnya. Permasalahan sosial seperti ini timbul akibat perubahan sosial yang semakin modern ( Annisa Nur Rohmah, 2017).
Setiap hari kita selalu menjumpai anak jalanan di perkotaan. Mereka mengamen, berjualan, atau sekadar bermain di lingkungan yang tidak mendapatkan cukup perhatian dari sekitar. Biasanya, sebagian dari mereka tidak bersekolah. Mereka hidup sehari-hari dalam kondisi yang rentan akan kekerasan dan membahayakan hidup anak-anak. Mereka sering memperoleh ancaman kecelakaan, eksploitasi, perdagangan anak, dan kekerasan seksual. Yang memperparah keadaan tersebut adalah tidak adanya jaminan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya. Belum lagi jika kondisi keluarga mereka tidak utuh dan kurang mendukung tumbuh kembang anak (Hana Adiningsih, 2017).
Tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam merealisasikan harapan dan aspirasinya. Pada saat ini banyak sekali kita temukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak, pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan hanya terjadi negara-negara yang sedang terjadi konflik senjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang, bahkan di negara maju. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tubuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggalkan orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.
Sebagai ibukota provinsi, kota Medan memiliki jumlah anak jalanan tertinggi di provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari hampir di setiap sudut kota dapat dengan mudah dijumpai anak jalanan. Sangat mudah kita jumpai anak jalanan di Simpang Pos, Simpang Juanda, Simpang Sei Sikambing, Terminal Amplas, Terminal Pinang Baris, simpang Cemara, fly over Jamin Ginting,
Bundaran SIB, dan Aksara serta tempat-tempat keramaian lainnya, menjadi tempat bagi anak-anak jalanan mengais rezeki dengan berbagai modus, seperti, meminta-minta, mengamen, menjual koran, rokok, punk, bahkan ada yang berpura-pura lumpuh, dan berbagai modus lainnya. Salah satunya yang sempat beredar di media sosial yaitu di simpang Cemara, yang mana anak-anak mengamen ataupun meminta-minta dengan cara memaksa dan apabila mereka tidak diberi uang mereka tidak mau pergi atau yang lebih parahnya lagi anak jalanan tersebut sampai memukul pengendara yang tidak memberikan mereka uang (Handayani, 2009).
Berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh PKPA Kota Medan, terdapat 7 kecamatan yang memiliki populasi anak jalanan di atas 50 anak dalam satu kecamatan. Ketujuh kecamatan tersebut yakni Medan Johor (57 anak), Medan Amplas (81 anak), Medan Kota (94 anak), Medan Maimun (103 anak), Medan Sunggal (75 anak), Medan Petisah (60 anak) dan Medan Barat (53 anak).Data ini juga didukung oleh mapping cepat yang dilakukan Media Insani pada tahun 2009 (Syabana, 2013).
Merebaknya komunitas anak jalanan di Kota Medan telah mendorong beberapa yayasan/lembaga swadaya masyarakat untuk mendiskripsikan hasil, manfaat, dan dampak kinerja rumah singgah dalam penanganan anak jalanan serta untuk mengetahui pencapaian sasaran dan manfaat yang ditimbulkannya. Dengan mengetahui kekurangan maupun ketidakberhasilan program, selanjutnya dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memberikan rekomendasi perbaikan perumusan kembali kebijakan atau penyesuaian dimasa yang akan datang (Fesdyanda, 2012).
Tidak bisa dipungkiri kondisi kemiskinan sangat berkaitan dengan kondisi biologis anggota keluarga. Rendahnya tingkat pendapatan keluarga memberikan dampak terhadap tingkat kesejahteraan anak-anak mereka. Kondisi keluarga yang miskin menyebabkan anak-anak menjadi individu yang paling menderita. Menurut Johannes Muler (1980) kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah variabel utama yang menyebabkan kesempatan masyarakat khususnya anak-anak untuk memperoleh pendidikan menjadi terhambat (Badan Perencana dan Pembangunan Provinsi Jawa Timur, 2005, h.13).
Dalam mengatasi masalah anak jalanan, Pemerintah Kota Medan (Dinas Sosial) melakukan tiga kebijakan yaitu:
1. Preventif
Tindakan preventif dilakukan dengan cara menghimbau kepada masyarakat, terutama pengendara kendaraan yang yang sering lewat di perempatan jalan/traffic light yang biasanya digunakan sebagai tempat mangkal para anak jalanan.
2. Represif
Tindakan represif dilakukan dengan jalan “Operasi Simpatik”, yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas), Polwiltabes, dan Dinas Polisi Pamong Praja (Dispol PP). Kegiatan operasi terhadap anak jalanan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan operasi terhadap gelandangan dan pengemis (gepeng).
Dalam penerapan kebijakan terhadap anak jalanan, yang diberi nama
“Operasi Simpatik”, ada beberapa tahap yang dilaksanakan yaitu:
a. Penertiban
Penertiban dilaksanakan setiap bulan yang pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi terkait yaitu Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas), Polresta, dan Dinas Polisi Pamong Praja (Dispol PP). Penertiban anak jalanan ini dilakukan bersamaan dengan penertiban terhadap gelandangan dan pengemis (gepeng) dengan alasan untuk efisiensi waktu. Setelah para anak jalanan tersebut terjaring, maka akan dilakukan seleksi apakah mereka berasal dari luar Medan ataukah mereka berasal dari Medan.
b. Seleksi
Anak jalanan kemudian diseleksi lagi secara kondisi fisik mereka, yaitu bila sakit secara fisik akan diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, sedangkan yang mengalami psikotik/gangguan kejiwaan akan diserahkan kepada Rumah Sakit Jiwa Kota Medan.
c. Stimulus
Sebelum dilakukan pembinaan, para anak jalanan ini akan diberi stimulus dengan memberikan mereka sejumlah uang bila mereka mau mengikuti pembinaan.
d. Pembinaan
Untuk kegiatan pembinaan ini, Dinas Sosial akan bekerjasama dengan lembaga pembinaan yang ada, misalnya kursus montir, mengemudi, menjahit, memasak dan lainnya. Hal ini terpaksa
dilakukan karena Dinas Sosial tidak memiliki tenaga ahli di bidang tersebut.
e. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial dilakukan dimana para anak jalanan ini akan dikembalikan kepada keluarganya lagi dan diharapkan dengan keterampilan yang sudah mereka miliki akan bisa menjadi bekal bagi mereka untuk menjalani kehidupan yang normal seperti para anak/remaja lainnya seusia mereka.
3. Pemberdayaan
Tindakan pemberdayaan terhadap anak jalanan dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan rumah singgah yang ada di Kota Medan.
Anak jalanan tersebut dititipkan ke rumah singgah untuk dilakukan pembinaan. Panti asuhan juga merupakan alternatif tempat pembinaan bagi anak jalanan. Namun kebanyakan dari anak jalanan tidak akan merasa betah tinggal di panti asuhan yang memiliki peraturan dan disiplin yang ketat. Karena anak jalanan terbiasa dengan kehidupan jalanan yang bebas tanpa peraturan formal, maka mereka akan lebih cocok bila ditempatkan pada rumah singgah sebagai tempat penampungan. Rumah singgah yang ada di wilayah Kota Medan sejumlah lima belas, yang masing-masing rata-rata membina sekitar seratus anak jalanan. Kerjasama dengan rumah singgah ini dilakukan dengan beberapa alasan:
a. Dinas Sosial tidak memiliki tenaga ahli untuk melakukan pembinaan, b. Dinas Sosial tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan
pembinaan,
c. Mengingat keadaan psikologis anak jalanan, yaitu bila mereka diberi pembinaan secara formal akan mengalami kesulitan. Anak jalanan yang terbiasa hidup bebas di jalanan akan merasa nyaman bila mereka berada di rumah singgah,
d. Rumah singgah memiliki pendanaan khusus yang digunakan untuk melakukan pembinaan, baik berasal dari pemerintah kota maupun dana dari funding luar negeri yang memiliki perhatian pada nasib anak jalanan (Ari, 2013).
Adapun kebijakan lain yang juga dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam melaksanakan penanggulangan anak jalanan adalah:
1. Razia anak jalanan
Razia Anak Jalanan yang dilakukan oleh Seksi Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) dinilai merendahkan hak asasi anak jalanan, pasalnya sebagian anak jalanan merasa sangat ketakutan jika melihat adanya razia yang dilakukan oleh pihak Seksi Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib), sedangkan yang lain membentuk suatu perkumpulan-perkumpulan tertentu mereka sembunyi di jalan- jalan kecil (gang), dan apabila anggota Seksi Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) ada yang masuk ke jalan tersebut kumpulan anak jalanan langsung secara beramai-ramai mengahajar salah satu anggota Seksi Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) itu. Berdasarkan data yang didapat penulis melalui wawancara secara langsung terhadap anak jalanan, mereka menolak adanya razia karena;
a. Anak jalanan mengangap bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan.
Kami bukan penjahat, kenapa kami dikejar-kejar (topik, salah satu anak jalanan).
b. Pengiriman ke rumah singgah sehabis razia.
c. Seringkali Tramtib melakukan kekerasan dalam menggelar razia.
2. Rumah Singgah
Salah satu kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah rumah Singgah (Ari,2013)
Anak merupakan aset penting Negara yang menjadi penentu berjalannya Negara kedepannya maka, pendidikan anak sangatlah penting untuk keberlangsungan hidup secara individu maupun kelompok. Melihat tingginya angka anak putus sekolah pada anak jalanan dan upaya pemerintah yang belum sampai untuk mencukupi pendidikan anak jalanan dengan baik maka banyak lembaga non pemerintah yang bergerak mendampingi anak-anak jalanan untuk memberikan program-program intervensi yang bertujuan melindungi hak-hak anak akan pendidikan. Dalam hal ini Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) ikut serta dalam upaya perlindungan hak-hak anak. PKPA merupakan LSM aktif yang menangani permasalahan tentang anak, PKPA memiliki tiga kantor yaitu di Kota Medan, Kebupaten Nias, dan Kabupaten Simalu, untuk kantor di Kota Medan beralamat di Jalan Abdul hakim No.5A Pasar 1 Setia Budi Medan, Sumatera Utara.
Yayasan PKPA memiliki suatu program yang diberi nama program Pendidikan dan Pelatihan, dalam program ini anak jalanan akan mengikuti kegiatan yang diberi nama Sanggar Kreatif Anak (SKA) penerima program ini
adalah anak jalanan yang sudah putus sekolah dan yang masih aktif bersekolah namun memiliki resiko untuk putus sekolah.
Setiap program atau suatu kegiatan tentu tidak selamanya berjalan sesuai tujuan atau rencana yang diinginkan. Hambatan dalam input, proses dan hasil dari program atau kegiatan membuat pelaksanaan tak sesuai yang diinginkan. Para pekerja profesional khususnya di bidang sosial beranggapan bahwa perlu melakukan evaluasi dan monitoring dari awal dibuatnya program sampai akhir apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
Berdasarkan pemaparan Latar Belakang permasalahan diatas, maka penulis merasa penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Program Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Anak Jalanan Di Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA)”.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya. Maka dapat ditarik rumusan masalah dari penelitian ini yaitu
“Bagaimana Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan terhadap Anak Jalanan di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)”.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Evaluasi Program Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Anak Jalanan Di Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA).
1.2.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi dalam pengembangan :
1. Secara Teoritis, dapat menambah wawasan tentang Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan terhadap anak jalanan di Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak (PKPA).
2. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial mengenai Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan terhadap Anak Jalanan di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA).
3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian intervensi pendidikan dan pelatihan anak jalanan dalam pemenuhan evaluasi program.
1.3 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dan mengetahui isi yang terkandung dalam penelitian ini, maka penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Teori
2. Penelitian Yang Relevan 3. Kerangka Pemikiran 4. Definisi Konsep
BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
2. Lokasi Penelitian’
3. Informan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Temuan Umum
1. Letak Geografis Lokasi Penelitian
2. Sejarah Perkembangann Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian
4. Visi, misi Lokasi Penelitian
5. Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien
7. Kondisi Umum Tentang Petugas
8. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Keterbatasan Penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
2. Saran
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Evaluasi Program
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi Pogram
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris) yang berarti menilai suatu produk sehingga dapat melukiskan pengembangan suatu proses dan berperan penting dalam menilai (Arikunto, 2010: h. 1).
Beberapa pendapat tentang evaluasi dikemukakan oleh para ahli diantaranya :
1) Suchman (dalam Arikunto, 2010: h. 1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.
2) Worthen dan Sanders (dalam Arikunto, 2010: h. 1-2). Dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
3) Stufflebeam (dalam Arikunto, 2010: h. 2) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi
4) yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan (Arikunto, 2010: h. 2).
Secara umum program diartikan sebagai “rencana”. Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan.Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama.Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan.Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang. Pengertian program yang dikemukakan di atas adalah pengertian secara umum (Arikunto, 2010: h. 3-4).
Program juga dapat dimaknai sebagai sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dengan saksama, tujuan pentingnya ialah pengambilan keputusan.
Hal ini sesuai dengan anjuran Spaulding yang mengatakan: “Program evaluation is conducted for decision making purpose”. Artinya, evaluasi program dilakukan untuk tujuan pengambilan keputusan (Sukardi, 2014: h. 3).
Evaluasi program adalah suatu proses mengumpulkan dan menganalisis data sehingga menjadi satu kegiatan luas dan komprehensif yang digunakan untuk mengambil keputusan penting terkait dengan program atau proyek yang dinilai.
Evaluasi program selalu berkaitan dengan batasan program. Oleh karena itu,pertanyaan yang muncul adalah mengenai arti program itu sendiri (Sukardi, 2014: h. 4).
Farida Yusuf Tayibnasis memandang program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dalam pengertian tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu :
1) Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan saksama.
2) Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.
3) Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal bukan kegiatan individu.
4) Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaannya melibatkan banyak orang (Tayibnasis, 2000: h. 9).
Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar, tolak ukur, atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata suatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata tersebut dengan kriteria sebagai kondisi yang diharapkan.
Didalam pelayanan sosial, evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap kinerja dan unjuk kerja dari proses dan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial. Evaluasi dilakukan terutama untuk mengetahui sejauh mana tujuan program pelayanan tercapai atau belum. Seperti yang dikemukakan oleh Ralph Tyler yaitu evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Standar penilaian adalah indikator-indikator keberhasilan yang telah direncanakan sebelumnya dan pengungkapan masalah kinerja program pelayanan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kinerja program pelayanan sosial (Tayibnapis, 2000: h. 3).
Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappendas Nomor : Kep. 178/K/07/2000 tanggal 18 Juli 2000 tentang evaluasi kinerja pembangunan, dikemukakan bahwa evaluasi kebijakan program mempunyai peranan yang sangat penting, sebab banyak program pembangunan, kurang mengetahui kegagalan dan keberhasilan serta tidak lanjut program.
Evaluasi kinerja asih terbatas pada perkembangan pelaksanaan yang dilakukan melalui sistem pemantauan, sedangkan evaluasi dilaksanakan setelah program selesai/berfungsi yang dikenal dengan Performance Evaluation belum dilakukan secara sistematis dan melembaga.Evaluasi kinerja adalah bagian dari manajemen pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi mengenai hasil, manfaat dan dampak program yang telah direncanakan dan/atau telah dilaksanakan untuk menilai serta mengevaluasi pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan. Evaluasi kinerja mencakup hal-hal yang lebih menyeluruh dan lebih menekankan pada umpan balik terhadap masukan,
keluaran, hasil, manfaat dan dampak yang diperoleh dari suatu program (Fesdyanda, 2012).
Dari pengertian diatas maka evaluasi program adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya, baik terhadap program yang sedang berjalan maupun program yang telah berlalu sehingga dapat mengambil keputusan melalui kegiatan pengukuran, penilaian.
2.1.1.2 Syarat-Syarat Evaluasi Program
Sejalan dengan pengertian yang terkandung didalamnya, bahwa evaluasi evaluatif memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1) Proses kegiatan penulisan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penulisan pada umumnya.
2) Dalam melaksanakan evaluasi, penulis harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerjaa dari objek yang dievaluasi.
3) Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.
4) Menggunakan standar, kriteria, atau tolok ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan.
5) Kesimpulan atau hasil penulisan digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, penulis harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolok ukur.
6) Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi.
7) Standar, kriteria, atau tolok ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan.
8) Dari hasil penulisan harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat (Arikunto, 2010: h.8-9).
2.1.1.3 Manfaat Evaluasi Program
Evaluasi program bermanfaat bagi pengambil keputusan karena dengan masukan/informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari elevator untuk pengambil keputusan.
Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu :
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain (Arikunto, 2010: h. 22) .
2.1.1.4 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program
Setelah kita menentukan obyek evaluasi selanjutnya harus menentukan aspek-aspek dari obyek yang akan evaluasi. Menurut Stake, 1967, Stuffebeam, 1959, Alkin 1969 (dalam Suharsimi, 2007) telah mengemukakan bahwa evaluasi berfokus pada empat aspek yaitu :
a. Konteks b. Input
c. Proses implementasi d. Produk
Bridgman dan Davis (dalam Farida Yusuf, 2000) yaitu evaluasi program yang secara umum mengacu pada 4 (empat) dimensi yaitu :
a. Indikator input b. Indikator process
c. Indikator outputs d. Indikator outcomes
Menurut Suharto (2005: h. 40) evaluasi kebijakan pada dasarnya merupakan alat untuk mengumpulkan dan mengelola informasi mengenaiprogram atau pelayanan yang diterapkan. Evaluasi kebijakan menyediakandata dan informasi yang bias dipergunakan untuk menganalisis kebijakan dan menunjukkan rekomendasi-rekomendasi bagi perbaikan-perbaikan yangdiperlukan agar implementasi kebijakan berjalan efektif sesuai dengankriteria yang diterapkan (Suharto, 2005: h. 40).
Kriteria evaluasi menurut (Bridgman and Davis dalam Farida Yusuf Tayibnasis 2000:130-131) dirumuskan berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Indikator input memfokuskan pada penilaian apakah sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. Indikator ini dapat meliputi sumber daya manusia, uang atau infrastruktur pendukung lainnya.
b. Indikator proses, memfokuskan pada penilaian bagaimana sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Indikator ini meliputi aspek efektivitas dan efisiensi dari metode atau cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tertentu.
c. Indikator outputs (hasil) memfokuskan penilaian pada hasil atau produk yang dihasilkan dari sistem atau proses kebijakan public. Indikator hasil ini misalnya berapa orang yang berhasil mengikuti program tertentu
d. Indikator outcomes (dampak) memfokuskan diri pada pertanyaan dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan.
Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup:
1) Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari berbagai alternative dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
2) Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan, evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
3) Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST) pada tahap paska pelaksanaan evalusi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu program.
Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selajutnya terdapat perbedaan metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka anggaran dengan yang berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program yang berfokus
pada anggaran dilakukan dengan dua cara yaitu: Penilaian indikator kinerja program berdasarkan keluaran dan hasil dan studi evaluasi program berdasarkan dampak yang timbul. Cara pertama dilakukan melalui perbandingan indikator kinerja sasaran yang direncanakan dengan realisasi, informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan mudah sebelum suatu indikator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat lebih mendalam (in-depth evaluation) terhadap hasil, manfaat dan dampak dari program yang telah selesai dilaksanakan. Hal yang paling penting adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana memperoleh informasi, dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat independen, obyektif,relevan dan dapat diandalkan.
2.1.1.5 Model Evaluasi Program
Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh para ahli/pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya. Model ini dianggap model standar. Disamping itu ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakanya serta kepentingan atau penekannya atau dapat juga disebut sesuai dengan paham yang dianut yang disebut pendekatan atau approach. Ada banyak model evaluasi antara lain :
1) Model Evaluasi CIPP
Model ini menurut Stufflebeam, 1983 (dalam Farida Yusuf, 2000) pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk menolong administrator dalam membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan. Dia membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat macam keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:
1. Contect evaluation to serve planning descion, konteksevaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukankebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.
2. Input evaluation, structuring decion, evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumbser-sumber yang ada, alternatif yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
3. Process evaluation, to serve implementing decion, evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan sampai sejauh mana rencana telah dapat diterapkan? apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.
4. Product evaluation, to serve recycling dicion, evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya, apa hasil yang telah dicapai? apa yang dilakukan setelah program berjalan.
Keempat hal tersebut di atas merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dengan demikian apabila evaluator sudah menentukan model CIPP akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya. Model
ini sekarang telah disempurnakan dengan satu komponen O singkatan dari outcomes, sehingga menjadi model CIPPO.
2) Model Evaluasi UCLA
Alkin,1969 (dalam Farida Yusuf, 2000) menulis kerangka evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih alternatif, mengemukakan lima macam evaluasi, yakni:
a. Sistem assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem,
b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program,
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan,
d. Program improvement, yangmemberikan informasi tentangbagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga,
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilaiatau guna program.
3) Model Stake atau Model Countenance
Menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok yaitu deskripsi dan pertimbangan. Deskripsi menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu
(yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu apa maksud/tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan/akibat, atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Sedangkan pertimbangan menunjukkan langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar; serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu persiapan (antecedents), proses atau transaksi (transaction/process) dan keluaran (output) (Tayibnapis, 2000: h. 22).
4) Model Kesenjangan
Model ini menekankan bahwa penilaian kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan actual dari program tersebut.Standar adalah kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dalam program berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen dengan hasil yang efektif.Penampilan adalah sumber, prosedur, manajemen dan hasil yang tampak ketika program dilaksanakan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam model kesenjangan adalah:
a. Tahap penyusunan desain, tahap ini dilakukan kegiatan seperti merumuskan tujuan program, menyiapkan obyek dan subyek sasaran program, dan merumuskan standar dalam bentuk rumusan sesuatu yang dapat diukur.
b. Tahap pemasangan instalasi, yaitu tahap melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan meliputi kegiatan meninjau kembali penetapan standar, meninjau ulang program yang sedang berjalan dan meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai.
c. Tahap proses, kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan penilaian tujuan-tujuan yang sudah dicapai.
d. Tahap pengukuran tujuan, mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh.
e. Tahap perbandingan, membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang ditetapkan. Dengan kemungkinan keputusan yang diambil adalah menghentikan program, merevisi, meneruskan dan memodifikasi tujuan.
2.1.2 Pendidikan dan Pelatihan
2.1.2.1 Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan adalah “berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh”. Sedangkan latihan merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu (Edwin B. Flippo (dalam Hasibuan, 2006:69-70).
Pelatihan dan pengembangan (diklat) sebagai “proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan pekerjaan saat ini. Orientasi adalah saat ini dan membantu karyawan menguasai keterampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam pekerjaan.
Mengacu pada beberapa konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan latihan adalah suatu proses kegiatan yang diikuti seseorang dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan perilaku demi tuntutan produktivitas kerja pada jabatan yang diembannya. Sehingga jelaslah
bahwa kebutuhan akan pendidikan dan latihan bersifat urgensi dan penting pada seseorang dalam mengatasi masalah kesenjangan yang terjadi antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
2.1.2.2 Program Pendidikan dan Pelatihan di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)
Program pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan PKPA adalah suatu program yang diberikan untuk menghapus dan membebaskan anak-anak jalanan dari masalah pendidikan melalui program berbasis hak anak dengan melibatkan seluruh kelompok kepentingan ditingkat keluarga, masyarakat dan pemerintah, memberikan dukungan kepada anak untuk memperoleh pendidikan dasar baik formal, nonformal ataupun informal dan mengembangkan bakat dan lifeskill anak jalanan. Sedangkan program pelatihan yang diselenggarakan oleh PKPA adalah pelatihan musik, pelatihan menari dan pelatihan sepak bola.
Program Pendidikan dan Pelatihan yang telah dilakukan yaitu Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) didirikan oleh PKPA sejak 1998 sebagai salah satu unit pelaksanaan teknis untuk memberikan layanan dan pendamping anak jalanan, sesuai dengan visi dan misi PKPA untuk terwujudnya kepentingan terbaik bagi anak dan perempuan.
A. Tujuan Pembentukan SKA
Beberapa tujuan utama pendirian SKA adalah:
a. Mewujudkan kepentingan yang terbaik bagi anak.
b. Pendamping dan perlindungan anak jalanan dari tindak kekerasan, eksploitasi dan kondisi terburuk di jalanan.
c. Memberikan layanan pendidikan dan keterampilan serta pengembangan kreatifitas.
d. Mengintregasikan anak jalanan kepada lingkungan keluarga atau orang tua asuh.
B. Kelompok Penerima Manfaat:
a. Anak jalanan berusia di bawah 18 tahun.
b. Anak-anak yang potensial dan beresiko tinggi menjadi anak jalanan c. Pendampingan anak jalanan dalam rangka penguatan dan
pemberdayaan melalui pendidikan tambahan, pelatihan seni musik, layanan pustaka anak dan pengembangan kreatifitas anak.
d. Pendampingan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum atau menjadi korban kekerasan.
e. Layanan kesehatan darurat dan rujukan ke puskesmas atau rumah sakit.
f. Mengembalikan anak yang sudah dibina ke keluarga atau mencarikan orang tua asuh.
g. Pelatihan dan diskusi dengan orang tua anak, kelompok masyarakat, pemerintah, kepolisian untuk penyadaran hak-hak anak.
h. Pengembangan bakat anak melalui olahraga, teater, tari, pers cilik dan cinematografi.
i. Pemberian modal usaha bagi anak yang memasuki usia dewasa.
C. Kegiatan Yang Telah Dilakukan Bidang pendidikan dan keterampilan:
a. Memberikan pendidikan tambahan dan keterampilan terhadap anak sanggar.
b. Memberikan motivasi dan sugesti kepada anak-anak untuk tetap sekolah.
c. Mencari jalan keluar terhadap anak-anak dampingan yang putus sekolah.
d. Membuat penerbitan berkala/ pameran karya anak.
Bidang Seni dan Musik:
a. Menampung dan merekrut anak-anak yang punya bakat dalam seni untuk melatih musik di dalam studio musik.
b. Membentuk grup musik anak jalanan saat ini SKA-PKPA telah memiliki 3 grup musik, yaitu komik blue, komic radja, dan komic gelang.
c. Mendampingi anak-anak dalam latihan musik secara teratur.
d. Melakukan pementasan anak-anak yang sudah dilatih.
e. Membangun kerjasama dengan pihak-pihak terkait (radio, televisi, dan instansi pemerintahan dan swasta) dalam rangka pengembangan kreativitas, khusus nya seni music.
f. Melakukan rekaman lagu-lagu karya anak jalanan.
Bidang Olahraga :
a. Menampung dan merekrut anak-anak yang punya bakat di bidang olahraga, khusunya sepak bola ke dalam sekolah sepak bola (SSB).
Menampung dan merekrut anak-anak yang punya bakat di bidang
olahraga, khusunya sepak bola ke dalam sekolah sepak bola (SSB) scorpions dan kelompok karate.
b. Memfasilitas anak-anak jalanan dan anak beresiko sekitar sanggar dengan perlengkapan latihan mulai dari baju, celana, kaos kaki, deker sepatu , dan dukungan lain.
c. Mendampingi anak-anak untuk latihan sepak bola dan melakukan pertandingan persahabatan secara teratur.
d. Ikut berpartisipasi pada kegiatan turnamen sepak bola (PKPA, 2018)
2.1.3 Anak Jalanan
2.1.3.1 Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan termasuk dalam kategori anak terlantar.Menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial”. Pada realitas sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual terhadap anak sering terjadi.Anak-anak jalanan merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban.Anak-anak yang seharusnya berada di lingkungan belajar, bermain dan berkembang justru mereka harus mengarungi kehidupan yang keras dan penuh berbagai bentuk eksploitasi.
Menurut Suyanto, “anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marjinal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat”. Di berbagai sudut kota sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekadar untuk menghilangkan
rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak jarang pula mereka dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal yang mengagetkan mereka (Suyanto, 2010: h. 185).
2.1.3.2 Karakteristik Anak Jalanan
Menurut Departemen Sosial, “karakteristik anak jalanan meliputi ciri-ciri fisik dan psikis”. Ciri-ciri fisik antara lain: warna kulit kusam, rambut kemerah- merahan, kebanyakan berbadan kurus, dan pakaian tidak terurus. Sedangkan ciri- ciri psikis antara lain: mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras, kreatif, semangat hidup tinggi, berani menanggung resiko, dan mandiri. Lebih lanjut dijelaskan indikator anak jalanan antara lain:
(Dwi Astutik, 2005: h. 21-22).
a. Usia berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun.
b. Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.
c. Tempat anak jalanan sering dijumpai di pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi PSK, perempatan jalan raya, pusat perbelanjaan atau mall, kendaraan umum (pengamen), dan tempat pembuangan sampah.
d. Aktifitas anak jalanan yaitu; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan Koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung, menjadi penghubung atau penjual jasa.
e. Sumber dana dalam melakukan kegiatan: modal sendiri, modal kelompok, modal majikan/patron, stimulan/bantuan.
f. Permasalahan: korban eksploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas, ditangkap petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan kriminal, ditolak masyarakat lingkungannya.
g. Kebutuhan anak jalanan: aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha, pendidikan bimbingan keterampilan, gizi dan kesehatan, hubungan harmonis dengan orang tua, keluarga dan masyarakat. Sebagai bagian dari pekerja anak (child labour), anak jalanan sediri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan serta jenis kelaminnya. Berdasarkan hasil kajian dilapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok :
1. Children On the Street (Anak Jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anak- anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anakdi jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya.
2. Children of the street (Anak Jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak- anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi
dari rumah. Berbagai penulisan menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial- emosional, fisik maupun seksual.
3. Children from families of the street atau children in street, yakni anak- anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalaan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Bagong, 2010: h. 186-187).
2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan
Anak jalanan yang ada di perkotaan tidak hanya muncul begitu saja tapa adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sudrajat mengemukakan penyebab munculnya anak jalanan meliputi tingkat mikro, mezzo dan makro, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat mikro (immediate causes)
Yakni faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya seperti lari dari keluarga, dipaksa bekerja, berpetualang, diajak temen, kemiskinan keluarga, ditolak atau kekerasan atau terpisah dari orang tua.
2) Tingkat Mezzo (underlying causes)
Yakni faktor di masyarakat seperti kebiasan mengajarkan untuk bekerja sehingga suatu saat menjadi keharusan dan kemudian meninggalkan sekolah, kebiasaan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena keterbatasan kemampuan di daerahnya.