• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN POLA KUMAN BAKTERI DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN STROKE DENGAN SEPSIS DI RUANG RAWAT INAP NEUROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN POLA KUMAN BAKTERI DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN STROKE DENGAN SEPSIS DI RUANG RAWAT INAP NEUROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN POLA KUMAN BAKTERI DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN STROKE DENGAN SEPSIS DI

RUANG RAWAT INAP NEUROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH

ETIYA EKAYANA NIM : 147041150

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN 2018

(2)

GAMBARAN POLA KUMAN BAKTERI DAN

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN STROKE DENGAN SEPSIS DI RUANG RAWAT INAP

NEUROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Neurologi Pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ETIYA EKAYANA NIM : 147041150

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RSUP HAJI ADAM MALIK

2018

(3)

PERNYATAAN

GAMBARAN POLA KUMAN BAKTERI DAN

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN STROKE DENGAN SEPSIS DI RUANG RAWAT INAP

NEUROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Agustus 2018

Etiya Ekayana

(4)
(5)
(6)

PANITIA TESIS MAGISTER

1. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

3. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

4. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) ( Penguji I )

5. Dr. dr. Aldy S.Rambe, Sp.S(K)

6. Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S (K) ( Penguji II ) 7. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K)

8. dr. Puji Pinta O.Sinurat, Sp.S (K) ( Penguji III ) 9. dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS

10. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S 11. dr. Cut Aria Arina, Sp.S 12. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S

13. dr. Aida Fithrie, Sp.S (K) ( Pembimbing I ) 14. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked (Neu), Sp.S ( Pembimbing II ) 15. dr. Haflin Soraya, M.Ked (Neu), Sp.S,

16. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S 17. dr. R.A.Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S

18. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S 19. dr. Muhammad Yusuf, Sp.S, FINS

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan penulisan tesis magister kedokteran klinik ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) selaku Guru Besar Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /RSUP H.

Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengkoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini

3. Dr. dr. Khairul P Surbakti, Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, Sp.S(K), MKT, Ketua Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr Aida Fithrie, Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah membimbing, mendorong, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai penulisan proposal sampai penyelesaian tesis ini.

(8)

7. dr. Irina Kemala Nasution, M,Ked (Neu),Sp.S selaku pembimbing, yang telah membimbing, mendorong, mengoreksi dan mengarahkan dengan sepenuh hati mulai dari pembuatan proposal dan penyelesaian tesis ini.

8. Guru-guru penulis : Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (alm); dr.

Irwansyah, Sp.S (Alm), dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K); dr Yuneldi Anwar, Sp.S(K); dr. Iskandar Nasution Sp.S, FINS;;

Dr.dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S(K); dr. Cut Aria Arina, Sp.S; dr. Kiki M.

Iqbal, Sp.S; dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; dr. Haflin Soraya, M.Ked(Neu), Sp.S;

dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S; dr. R.A.D. Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S; dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S, dr. Muhammad Yusuf Sp.S, FINS dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

10. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

11. Rekan – rekan sejawat PPDS-I Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan dorongan yang membangkitkan semangat penulis dalam penyelesaian tesis ini.

12. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

13. Semua penderita stroke yang bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

(9)

14. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya penulis ucapkan kepada orangtua saya, H. Sofian Rachman, SmHK dan Hj. Farida Ariani Lubis yang telah membesarkan saya dengan sepenuh hati dan kasih sayang.

15. Ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu mertua saya Iswar Nasution dan Soma Siregar yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis dapat mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

16. Teristimewa kepada suamiku tercinta Muhammad Rasmuis Nasution, S.IP, MM yang selalu dengan penuh sabar dan pengertian, mendampingi dengan cinta dan kasih sayang dalam suka maupun duka, memberikan dukungan moril, materil, nasehat serta doa, saya ucapkan terima kasih yang setulus – tulusnya.

17. Kepada anakku tersayang Almira Muthiah Nasution dan Tisha Azaria Nasution, yang selalu menjadi pembangkit semangat dan penghibur hati dalam menjalani hari-hari pendidikan yang terkadang tidak mudah.

18. Kepada seluruh keluarga, rekan dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian dan doa dalam penyelesaian pendidikan ini, penulis ucapkan terimakasih.

Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam mewujudkan cita – cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 16 Agustus 2018

Etiya Ekayana

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Etiya Ekayana

Tempat/tgl lahir : Pematang Siantar, 15 November 1985

Agama : Islam

Nama Ayah : H. Sofian Rachman, SmHK Nama Ibu : Hj. Farida Ariany Lubis

Nama Suami : Muhammad Rasmuis Nasution, S.IP, MM Nama Anak : 1. Almira Muthiah Nasution

2. Tisha Azaria Nasution

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar di SD Yayasan Perguruan Keluarga Pematang Siantar, tamat tahun 1997.

2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP. Negeri 04 Pematang Siantar, tamat tahun 2000.

3. Sekolah Menengah Umum di SMA Negeri 05 Medan, tamat tahun 2003.

4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2009.

RIWAYAT PEKERJAAN

April 2009- Juni 2009 : Dokter jaga RS Helvetia, Klinik Rakyat, Klinik Azizi Medan

Juli 2009 – Desember 2009 : Dokter PTT Puskesmas

Botombawo Nias, Dokter Jaga RSUD Gunung Sitoli, Nias

Januari 2010 – Juni 2016 : Dokter umum/ PNS RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... ... iii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR SINGKATAN... xiii

DAFTAR LAMBANG... xv

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

Abstrak ... xix

Abstract ... xx

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang……… 1

I.2. Perumusan Masalah………... 7

I.3. Tujuan Penelitian……… 7

I.1.1. Tujuan Umum……… 7

I.1.2. Tujuan Khusus……….. 7

I.4. Manfaat Penelitian……… 8

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian……… 8

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan ……… 8

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Tenaga Kesehatan……… 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………... 10

II.1. Stroke Iskemik………... 10

II.1.1. Definisi... 10

II.1.2. Epidemiologi... 10

II.1.3. Faktor Risiko... 12

II.1.4. Klasifikasi... 13

II.1.5. Patofisiologi... 17

II.1.6. Pemeriksaan Diagnostik Imejing... 20

II.2. Stroke Hemoragik... 20

(12)

II.2.1. Definisi... 20

II.2.2. Epidemiologi... 21

II.2.3. Klasifikasi………. 22

II.2.4. Etiologi………...………….. 22

II.2.5. Patofisiologi………. 23

II.2.6. Pemeriksaan Diagnostik Imejing………. 26

II.3. Sepsis... 26

II.3.1. Definisi... 26

II.3.2. Epidemiologi... 27

II.3.3. Etiologi………. 28

II.3.4. Patofisiologi……… 29

II.3.5. Kriteria Diagnostik Sepsis………...……….... 33

II.3.6. Procalcitonin... 40

II.4. Pola Kuman Bakteri... 41

II.4.1. Definisi……….… 41

II.4.2. Jenis Bakteri………... 42

II.5. Sensitifitas Antibiotik... 44

II.5.1 Jenis Antibiotik……… 45

II.5.2. Resistensi Antibiotik………...……. 45

II.6. Hubungan Stroke Dengan Sepsis... 47

II.7. Kerangka Teori... 55

II.8. Kerangka Konsep... 57

BAB III. METODE PENELITIAN... 58

III.1. Tempat dan Waktu... 58

III.2. Subjek Penelitian……… 58

III.2.1. Populasi Sasaran………. 58

III.2.2. Populasi Terjangkau……… 58

III.2.3. Besar Sampel……… 59

III.2.4. Kriteria Inklusi... 59

III.2.5. Kriteria Eksklusi... 60

(13)

III.3. Batasan Operasional………. 60

III.4. Rancangan Penelitian……….. 62

III.5. Pelaksanaan Penelitian……… 63

III.5.1. Instrumen……… 63

III.5.1.1. Pemeriksaan Darah Lengkap………..……. 63

III.5.1.2. Pemeriksaan Procalcitonin... 63

III.5.1.3. Pemeriksaan MSCT Scan... 63

III.5.1.4. Pemeriksaan Kultur Darah/Sputum/Urin...……. 63

III.5.2. Pengambilan Sampel………. 63

III.5.3. Kerangka Operasional………... 65

III.5.4. Analisa Statistik………... 65

III.5.5. Jadwal Penelitian………... 66

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

IV.1. HASIL PENELITIAN ... 67

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 67

IV.1.2. Gambaran Pola Kuman Bakteri Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis ... 70

IV.1.3. Gambaran Sensitivitas Antibiotik Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis ... 73

IV.2. PEMBAHASAN ... 80

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 80

IV.2.2. Gambaran Pola Kuman Bakteri Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis ... 86

IV.2.3. Gambaran Sensitivitas Antibiotik Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis ... 89

IV.2.4. Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

V.1. Kesimpulan ... 92

V.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA……….... 95 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ACCP : American College of Chest Physicians ACTH : Adrenocorticotropic Hormone

AmpC : Ampc cephamycinase

aPTT : activated Partial Thromboplastin Time ATP : Adenosin Tri Phosphate

AVM : Arterio Venous Malformation BSIs : Blood Stream Infection

cAMP : Cyclic Adenosin Mono phosphat CBF : Cerebral Blood Flow

CMRO2 : Cerebral metabolic rate for oxygen COMT : Catecol-O-Metil-Transferase CRF : Corticotropin Releasing Factor CRP : C-reactive Protein

CT : Computed Tomography

DWI : Diffuse Weight Imaging EEG : Electroensefalografi

ESBL : Extended Spectrum Beta Lactamase

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara GCS : Glasgow Coma Scale

HPA : Hypothalamic Pituitary Adrenal IL-1 : Interleukin 1

IL-6 : Interleukin 6

INR : International Normalized Ratio

LC : Locus Coeruleus

LPS : Lipopolisakarida

MAP : Mean Arterial Pressure MDR : Multii Drug Resistant MMD : Moyamoya Disease

MRI : Magnetic Resonance Imaging

(15)

MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus MRSE : Methicillin Resistant Staphylococcus Epidermidis

NO : Nitric Oxide

NST : Nucleus of Solitary Tract PCT : Procalcitonin

PIS : Perdarahan Intraserebral PSA : Perdarahan Subarachnoid PVN : Paraventricular Nucleus

qSOFA : for quick Sequential Organ Failure Assessment RINDU : Rawat Inap Terpadu

RNA : Ribonucleic Acid

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SCCM : Society of Critical Care Medicine

SD : Standar Deviasi

SIRS : Systemic Inflammatory Respons Syndrome SOFA : Sequential Organ Failure Assessment

SPSS : Statistical Product and Science Service SSC : Surviving Sepsis Campaign

TDS : Tekanan Darah Sistol TNF : Tumor Necrosis Factor

TOAST : Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment VRE : Vancomycin Resistant Enterococci

VRSA : Vancomycin Resistant Staphylococcus Aureus WHO : World Health Organization

(16)

DAFTAR LAMBANG

% : Persen

p : Tingkat kemaknaan

O2 : Oksigen

$ : Dolar

α : Alpha

β : Beta

µ : mikro

γ : gamma

n : Besar sampel

α : Kesalahan generalisasi, ditetapkan sebesar 5%

Z α : Nilai standar alpha 5%, yaitu 1,96

P : Prevalensi pasien stroke yang mengalami sepsis berdasarkan kepustakaan, yaitu 12,6%

Q : Nilainya 1-P, yaitu 0,87

d : Kesadaran prediksi prevalensi pasien stroke dengan sepsis yang dapat diterima, ditetapkan sebesar 10 % ng : nanogram

‰ : Permil

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi subtipe stroke iskemik akut berdasarkan TOAST 16 Tabel 2. Skor quick Sequential Organ Failure Assesment (qSOFA) 37 Tabel 3. Skor Sequential (sepsis-related) Organ Failure Assesment 38

(SOFA)

Tabel 4. Gambaran Karakteristik Demografi Subjek Penelitian 69 Tabel 5. Distribusi Bakteri Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis 72 Tabel 6. Sensitivitas Antibiotik di ruang Stroke Corner 74 Table 7. Sensitivitas Antibiotik di Ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu)

A4 Neurologi 76

Table 8. Resistensi Antibiotik di ruang Stroke Corner 78 Table 9. Resistensi Antibiotik di Ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu)

A4 Neurologi 79

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Respon host dalam severe sepsis 33

Gambar 2. Sistem saraf pusat memodulasi aktivitas sistem 51 kekebalan melalui kompleks humoral dan jalur

yang mencakup aksis hipotalamus hipofisis adrenal, nervus vagus dan system saraf simpatis

Gambar 3. Diagram Distribusi Bakteri Pada Pasien Stroke Dengan Sepsis Di Ruang Stroke Corner 73 Gambar 4. Diagram Distribusi Bakteri Pada Pasien Stroke Dengan

Sepsis Di Ruang RA 4 Neurologi 73 Gambar 5. Diagram Distribusi Sensitifitas Antibiotik Di Ruang Stroke Corner 75 Gambar 6. Diagram Distribusi Sensitifitas Antibiotik Di Ruang

Rawat Inap Terpadu (RINDU) RA4 Neurologi 77

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LAMPIRAN 2 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

LAMPIRAN 3 LEMBAR PENGUMPULAN DATA

LAMPIRAN 4 SURAT KOMITE ETIK BIDANG KESEHATAN LAMPIRAN 5 DATA DASAR PENELITIAN

(20)

ABSTRAK

Pendahuluan: Penekanan sistem imun akibat kerusakan serebral menyebabkan pasien stroke berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.

Sepsis merupakan salah satu penyumbang kematian utama pada pasien stroke. Pemilihan antibiotik spektrum luas empiris harus mencakup semua bakteri dan tergantung pada data epidemiologi dari pola kuman bakteri dan sensitivitas antibiotik.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran pola kuman bakteri dan sensitivitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis di ruang rawat inap Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik.

Metode: Studi deskriptif pada pasien stroke dengan sepsis selama Februari 2018 - Juni 2018. Diagnosis sepsis didasarkan pada Kriteria American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine ( SCCM).

Hasil: Kami mengidentifikasi 43 pasien stroke dengan sepsis yang terdiri dari 20 pasien yang dirawat di stroke corner dan 23 pasien di bangsal neurologi. Rata-rata waktu terjadinya sepsis adalah 4,74±1,90 hari.

Organisme gram negatif mendominasi spektrum mikrobiologi (86,0%).

Penyebab sepsis paling umum di stroke corner adalah Klebsiella Pneumonia (40,0%) dan di bangsal neurologi adalah Acinetobacter Baumanii (39,1%). Antibiotik yang paling sensitif di stroke corner adalah Amikacin (34,8%), Meropenem (30,2%), Cefoperazone (13,9%), dan Levofloxacin (11,6%). Sedangkan di bangsal neurologi adalah Amikacin (41,8%), Meropenem (39,5%), Gentamycin (23,2%) dan Cefoperazone (16,2%).

Kesimpulan: Bakteri penyebab sepsis terbanyak di ruang rawat inap Neurologi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik adalah Klebsiella Pneumonia dan Acinetobacter Baumanii. Amikacin dan Meropenem sensitif terhadap sebagian besar pasien ini.

Kata Kunci : Pola bakteri, Sensitivitas Antibiotik, Stroke, Sepsis.

(21)

ABSTRACT

Introduction: The immune-suppressive effect of cerebral damage could have made stroke patients were at high risk for sepsis. Sepsis is one of the major mortality contributor of stroke patient. The choice of empiric broad-spectrum antibiotics must be enough to cover all bacterials and depends on epidemiology data of the bacterial pattern and antibiotics sensitivity.

Aim: To know the bacterial pattern and antibiotics sensitivity of sepsis stroke patients in neurology inpatient rooms of Haji Adam Malik General Hospital.

Method : A descriptive study of sepsis stroke patients during February 2018 - June 2018. The diagnosis of sepsis was based on the Criteria of American College of Chest Physicians (ACCP) and Society of Critical Care Medicine (SCCM).

Results: We identified 43 stroke patients with sepsis consist of 20 patients who stayed in stroke corner and 23 patients in neurology ward.The average of time to make sepsis was 4,74±1,90 days. Gram negative organisms were dominating the microbiologic spectrum (86,0%). The most common etiology of sepsis in stroke corner is Klebsiella Pneumonia (40,0%) and in neurology ward is Acinetobacter Baumanii (39,1%).

Antibiotics showing their sensitivity most frequently in stroke corner were Amikacin (34,8%) , Meropenem (30,2%), Cefoperazone (13,9%), and Levofloxacin (11,6%) and in neurology ward were Amikacin (41,8%) , Meropenem (39,5%), Gentamycin (23,2%) and Cefoperazone (16,2%).

Conclusions: The most common bacterial of sepsis stroke patients at Neurology inpatient rooms of Haji Adam Malik General Hospital is Klebsiella Pneumonia and Acinetobacter Baumanii. Amikacin and Meropenem are sensitive to most of these patients.

Keywords: Bacterial pattern , Antibiotic sensitivity, Stroke, Sepsis.

(22)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit yang menjadi perhatian utama dalam kesehatan masyarakat serta penyebab utama mortalitas dan kecacatan di seluruh dunia. Sebanyak 15 juta orang menderita stroke di dunia setiap tahunnya, dimana sebanyak 5 juta meninggal dan sisanya memiliki kecacatan yang permanen sehingga memberikan beban pada keluarga dan masyarakat (Lahano dkk, 2014). Hasil sistematik review yang dilakukan pada 28 negara dari tahun 1990 sampai dengan 2010 menunjukkan adanya peningkaran insiden stroke dari 250,55 per 100.000 orang/tahun menjadi 257,96 per 100.000 orang/tahun (Feigin dkk, 2014).

Menurut data World Health Organization (WHO) didapatkan bahwa sebanyak 30% dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung dan stroke. Secara global, pada tahun 2013 terdapat 65 juta kematian akibat stroke, membuat stroke menjadi penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung iskemik. Di Amerika Serikat angka kejadian stroke menurun sekitar 60% dan menjadi urutan keempat penyebab utama kematian setelah penyakit jantung, keganasan dan penyakit saluran pernafasan kronis bagian bawah selama akhir 30 tahun ini (Yikilkan dkk, 2013). Dalam setiap tahunnya terjadi sekitar 795.000 kejadian stroke di Amerika Serikat, rata-rata setiap 40 detik, satu orang

(23)

mengalami stroke, dan rata-rata setiap 4 menit, seseorang meninggal akibat stroke. Sekitar 60% kematian akibat stroke terjadi di luar perawatan rumah sakit (Benjamin dkk, 2017).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi stroke sekitar 6.0 ‰ (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rambe dkk, dari 562 pasien stroke pada 25 rumah sakit di Sumatera Utara, didapatkan perempuan sebanyak 296 (52,7%) dan laki-laki 266 (47,3%). Rerata usia yaitu 59 (20-95) tahun. Sebagian besar pekerjaan pasien yaitu ibu rumah tangga sebanyak 200 (35,6 %) orang. Pada tahun 2000 dari seluruh penderita yang dirawat di bangsal rawat inap bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) /Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, 65.49% adalah penderita stroke, dimana 46.09% diantaranya adalah penderita stroke iskemik (Rambe dkk, 2013).

(24)

Stroke menurut definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.

(Sjahrir,2003). Stroke Hemoragik adalah penggumpalan darah fokal pada parenkim otak atau sistem ventrikuler yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco dkk, 2013).

Stroke dapat dikategorikan menjadi stroke iskemik, perdarahan intraserebral, dan perdarahan subaraknoid. Sekitar 80% stroke adalah iskemik, 10-15% merupakan perdarahan intraserebral dan 5% perdarahan subaraknoid (Badiger dkk, 2013). Stroke dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, meliputi kelumpuhan wajah dan atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lainnya (Riskesdas, 2013).

Pasien stroke memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami komplikasi. Pasien stroke yang membutuhkan perawatan intensif akibat keparahan penyakit dapat memiliki prognosis yang buruk serta rentan terhadap berbagai komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling serius adalah infeksi paska stroke yaitu sepsis yang sebagian dikaitkan dengan efek imunosupresif terhadap kerusakan serebral. Tingkat infeksi

(25)

kemungkinan sebesar 33% pada iskemik serebral dan 58% pada pendarahan intraserebral. Sumber infeksi yang paling sering adalah saluran pernafasan dan saluran kemih. Selain perawatan di rumah sakit yang lama, infeksi merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan outcome buruk pada pasien stroke. Sepsis dapat menjadi penyebab utama kematian pada unit perawatan intensif (Berger dkk, 2014).

Sepsis merupakan respon tubuh secara sistemik terhadap infeksi yang dapat menyebabkan sepsis berat dan syok sepsis. Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap infeksi. Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan disfungsi organ akut akibat infeksi, sedangkan syok sepsis adalah sepsis berat disertai hipotensi yang tidak teratasi dengan resusitasi cairan (Angus dkk, 2013).

Sepsis dan syok sepsis adalah masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, dan membunuh sebanyak satu dari empat pasien bahkan lebih dan insidensnya terus meningkat (Angus dkk, 2013). Mirip dengan multitrauma, infark miokard akut ataupun stroke, identifikasi dini dan manajemen yang tepat pada jam-jam awal setelah sepsis dapat memperbaiki outcome klinis (Rhodes dkk, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berger dkk, yang melibatkan 238 pasien dengan stroke iskemik dan stroke hemoragik didapatkan bahwa sepsis terjadi pada 30 pasien (12,6%), dimana paru-

(26)

paru merupakan sumber infeksi utama (93,3%) dan organisme gram positif mendominasi spektrum mikrobiologi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yang memerlukan perawatan intensif neurologi (Berger dkk, 2014).

Pasien yang dirawat di rumah sakit khususnya unit perawatan intensif sering mendapatkan beberapa antibiotik spektrum luas akibat penyakitnya dan terpapar beberapa prosedur invasif serta rentan terhadap patogen yang resisten dengan beberapa obat. Pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada temuan bakteri kultur dengan sensitifitas dan resistensinya membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, pemberian antibiotik ini sering bersifat empiris dan berdasarkan pada pengalaman dokter sebelumnya sehingga sering menyebabkan penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan antibiotik. Hal ini tidak hanya meningkatkan beban resistensi antibiotik tetapi juga menghadapkan pasien pada efek samping yang tidak perlu dari obat ini selain meningkatkan biaya perawatan (Williams dkk, 2011). Penggunaan antibiotik disarankan berdasarkan pola kepekaan bakteri dan pola sensitivitas antibiotik untuk mengurangi kejadian resistensi antibiotik (Taslim dkk, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siagian dkk terhadap pasien stroke yang dirawat di ruang neurologi RSUP Haji Adam Malik yang meliputi ruang stroke corner dan ruang bangsal didapati bahwa terdapat 21 pasien stroke yang menderita pneumonia nosokomial, terdiri

(27)

dari 8 pasien dari 42 pasien yang dirawat di stroke corner dan 13 pasien dari 52 pasien yang dirawat di bangsal. Pasien di stroke corner dan di bangsal memiliki karakteristik yang hampir sama. Waktu rata-rata timbulnya pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di stroke corner 3,75 hari (Standar Deviasi/SD= 1,669), sedangkan yang di bangsal 4,77 hari (SD = 1,166). Kuman penyebab pneumonia nosokomial yang terbanyak pada kedua tempat tersebut adalah S.pneumonia (47,6%).

Tingkat kejadian pneumonia nosokomial di stroke corner sebanyak 38,1%,sedangkan tingkat kejadian pneumonia nosokomial di bangsal sebanyak 61,9%. Walaupun uji chi-square menunjukkan hasil yang tidak signifikan, dimana p= 0,491 namun dijumpai kecenderungan kejadian pneumonia nosokomial lebih banyak dijumpai di bangsal dibandingkan dengan stroke corner (p= 0,491) (Siagian dkk, 2010). Namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai pola kuman dan sensitifitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Pemilihan terapi empiris membutuhkan data pola kuman dan sensitivitas antibiotik sebagai data klinis untuk menentukan terapi antibiotik yang tepat pada pasien stroke dengan sepsis (Hermawan,G, 2014). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menilai bahwa mengetahui gambaran pola kuman dan sensitifitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis adalah suatu hal yang penting mengingat sepsis merupakan salah satu komplikasi utama pada pasien stroke yang melakukan perawatan jangka panjang di rumah sakit.

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

I.2.1 Bagaimana gambaran pola kuman bakteri pada pasien stroke dengan sepsis di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan?

I.2.2 Bagaimana gambaran sensitivitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan Umum

I.3.1.1. Untuk mengetahui gambaran pola kuman bakteri pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan

I.3.1.2. Untuk mengetahui gambaran sensitivitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan

I.3.2. Tujuan Khusus

I.3.2.1. Untuk mengetahui kuman bakteri terbanyak pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi yang terdiri dari ruang stroke corner dan ruang rawat inap terpadu

(29)

(Rindu) A4 Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan.

I.3.2.2. Untuk mengetahui antibiotik yang paling sensitif pada kuman bakteri terbanyak pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi yang terdiri dari ruang stroke corner dan ruang Rindu A4 Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan.

1.3.2.3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi penderita stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi yang terdiri dari ruang stroke corner dan ruang Rindu A4 Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang menilai gambaran pola kuman bakteri dan sensitivitas antibiotik pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan.

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data klinis mengenai gambaran pola kuman bakteri dan sensitivitas antibiotik pada pasien

(30)

stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan terapi antibiotik empiris yang tepat pada pasien stroke dengan sepsis yang dirawat di ruang rawat inap neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga dapat mempersiapkan terapi yang tepat dan mengurangi angka mortalitas pada pasien stroke yang mengalami sepsis.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Stroke Iskemik II.1.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh iskemik atau perdarahan, berlangsung ≥ 24 jam atau meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

II.1.2. Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2005 terdapat sekitar 5,8 juta kematian akibat stroke dan diproyeksikan meningkat 6,5 juta pada tahun 2015 dan sebanyak 7,8 juta pada tahun 2030. Baik stroke iskemik maupun hemoragik merupakan masalah kesehatan utama secara global. Stroke merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa serta penyebab demensia paling penting kedua di dunia ( Siddeswari dkk, 2016).

(32)

Di Amerika Serikat angka kejadian stroke menurun sekitar 60%

dan menjadi urutan keempat penyebab utama kematian setelah penyakit jantung, keganasan dan penyakit saluran pernafasan kronis bagian bawah selama akhir 30 tahun ini (Yikilkan dkk, 2013). Dalam setiap tahunnya terjadi sekitar 795.000 kejadian stroke di Amerika Serikat, rata-rata setiap 40 detik, satu orang mengalami stroke, dan rata-rata setiap 4 menit, seseorang meninggal akibat stroke. Sekitar 60% kematian akibat stroke terjadi di luar perawatan rumah sakit (Benjamin dkk, 2017).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi stroke sekitar 6.0 ‰ (Riskesdas, 2013).

Dari 562 pasien stroke pada 25 rumah sakit di Sumatera Utara, didapatkan perempuan sebanyak 296 (52,7%) dan laki-laki 266 (47,3%).

Rerata usia yaitu 59 (20-95) tahun. Sebagian besar pekerjaan pasien yaitu ibu rumah tangga sebanyak 200 (35,6 %) orang. Pada tahun 2000 dari seluruh penderita yang dirawat di bangsal rawat inap bagian Ilmu Penyakit

(33)

Saraf FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan, 65.49% adalah penderita stroke, dimana 46.09% diantaranya adalah penderita stroke iskemik (Rambe dkk, 2013).

II.1.3. Faktor Risiko

Penelitian secara prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko kuat terhadap timbulnya stroke. Faktor risiko timbulnya stroke terbagi atas dua kategori, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non modifiable risk factors) dan faktor-faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) yang akan dipaparkan pada uraian berikut (Sjahrir, 2003) :

1. Non Modifiable Risk Factors a) Usia

b) Jenis Kelamin c) Keturunan /genetik 2. Modifiable Risk Factors

a. Behaviour

 Merokok

 Unhealthy diet : garam yang berlebihan, kurang buah, kolesterol

 Alkoholik

 Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, amfetamin, obat kontrasepsi

(34)

b. Physiological Risk Factors

 Penyakit hipertensi

 Penyakit jantung

 Diabetes Mellitus

 Infeksi/Lues, arteritis, traumatik, Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), lupus

 Gangguan ginjal

 Kegemukan (obesitas)

 Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan

 Dan lain - lain

Dan yang menjadi Major Risk Factors antara lain :

 Hipertensi

 Merokok

 Diabetes Mellitus

 Kelainan jantung

 Kolesterol II.1.4. Klasifikasi

Klasifikasi stroke berdasarkan kriteria kelompok peneliti Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST)(Sjahrir, 2003) :

a) Aterosklerosis arteri besar (embolus/trombosis)

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks yang disebabkan oleh proses aterosklerosis.

(35)

Gejala klinik adalah gangguan kortikal, gangguan fungsi batang otak, atau serebelum. Gambaran Computerized Tomography (CT) Scan otak atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan adanya infark di kortikal, serebelum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 cm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar. Ini harus didukung oleh pemeriksaan dupleks imejing atau arteriografi menunjukkkan stenosis >50%. Jika pemeriksaan arteriografi maupun dupleks imejing normal, diagnostik arterosklerosis arteri besar tidak dapat dibuat.

1. Kardioembolisme (risiko tinggi/sedang)

Oklusi arteri yang disebabkan embolus dari jantung. Sumber embolus dari jantung terdiri dari risiko tinggi (high risk) dan risiko sedang (medium risk). Sedikitnya ada satu penyebab embolus dari jantung.

a. Risiko tinggi

 Prostetik katub mekanik

 Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

 Atrial fibrilasi

 Atrial kiri /atrial appendage trombus

 Sick sinus syndrome

 Miokard infark baru (recent myocardial infarction) (< 4 minggu)

 Trombus ventrikel kiri

 Kardiomiopati dilatasi

(36)

 Segmen ventrikular kiri akinetik

 Atrial myxoma

 Infeksi endokarditis b. Risiko sedang

 Prolapsus katub mitral

 Kalsifikasi annulus mitral

 Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial

 Turbulensi atrial kiri

 Aneurisma septal atrial

 Paten foramen ovale

 Atrial flutter

 Lone atrial fibrillation

 Katub kardiak bioprostetik

 Trombotik endokarditis non bakteri

 Gagal jantung kongestif

 Segmen ventrikular kiri hipokinetik

 Miokard infark(> 4 minggu, < 6 bulan) 2. Oklusi pembuluh darah kecil (lakunar)

Oklusi pembuluh darah kecil sering juga disebut infark lakunar. Pasien harus mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus mendukung penegakan diagnosis.

(37)

Pasien biasanya memiliki gambaran CT Scan/MRI otak yang normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 cm di daerah batang otak atau subkortikal.

3. Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan

Kategori ini jarang didapat. Penyakit seperti nonaterosklerotik vaskulopati, hypercoagulable states, atau kelainan hematologi dapat menyebabkan stroke iskemik. Pemeriksaan klinis atau CT Scan/MRI menunjukkan gejala stroke, tetapi tanda-tanda kelainan jantung untuk emboli atau aterosklerosis arteri besar tidak ditemukan.

4. Stroke akibat penyebab lain yang tidak menentukan a. Ada 2 atau lebih penyebab yang teridentifikasi b. Tidak ada evaluasi

c. Evaluasi tidak komplit

Tabel 1. Klasifikasi Subtipe Stroke Iskemik Akut berdasarkan TOAST

Dikutip dari : Adams, H.P., Bendixen, B.H., Kappelle, L.J., Biller, J., Love, B.B., Gordon, D.L., et al. Classification of Subtipe of Acute Ischemic, Stroke Definitions For Use in a Multicenter Clinical Trial. Stroke. 23(1) : 35-41.

(38)

II.1.5. Patofisiologi

Iskemik otak dapat mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

Cerebral blood flow (CBF) adalah 50 ml/100 gr otak/menit. Jika aliran darah 20 ml/100 gr otak/menit, gambaran aktivitas electroensefalografi (EEG) akan terganggu. Sel membran dan fungsi sel akan terganggu sangat parah seandainya CBF turun dibawah 10 ml/100 gr otak/menit.

Sel neuron tidak akan bertahan hidup jika aliran darah dibawah 5 ml/100 gr otak/menit.

b. Pengurangan oksigen

Konsumsi oksigen yang biasanya diukur sebagai CMRO2 (cerebral metabolic rate for oxygen) normal 3,5 cc/100 gr otak/menit. Keadaan hipoksia juga bisa mengakibatkan produksi molekul oksigen tanpa pasangan elektron. Keadaan ini disebut oxygen-free radical dan bisa menyebabkan oksidasi asam lemak di dalam organel sel dan plasma sel yang mengakibatkan disfungsi sel.

c. Kegagalan energi

Otak normal membutuhkan 500 cc O2 dan 75-100 mg glukosa setiap menitnya (total sekitar 125 mg glukosa per harinya). Jika supply O2

berkurang, proses anaerob glikolisis akan terjadi dalam pembentukan Adenosin Tri Phosphate (ATP) dan laktat sehingga akhirnya produksi

(39)

energi menjadi lebih kecil dan terjadi penumpukan asam laktat, baik di dalam sel maupun diluar sel, yang mengakibatkan terganggunya fungsi metabolisme sel saraf.

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatis ion

Jika neuron iskemik, terjadi beberapa perubahan kimiawi yang berpotensi dan memicu peningkatan kematian sel, kalium akan bergerak pindah menembus sel membran ke ekstraseluler, dan kalsium akan bergerak ke dalam sel. Pada keadaan normal sel membran mampu mengontrol keseimbangan ion intra dan ekstra sel.

Tahap 2 :

a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostatis ion

Keadaan hipoksia, hipoglikemia, dan iskemik berkontribusi dalam menentukan energi dan meninggikan pelepasan glutamat, tetapi glutamat uptake justru berkurang. Peninggian pelepasan glutamat berakibat neuron lebih peka untuk rusak karena sifat toksik glutamat mengakibatkan kematian sel.

b. Spreading depression

Aliran darah di pusat zona sangatlah rendah (0-10 ml/100 gr/menit) sehingga dapat menyebabkan nekrosis yang disebut core of infark. Di daerah pinggir zona tersebut aliran darah agak lebih besar sekitar 10- 20ml/100 mg/menit karena adanya aliran kolateral sekitarnya, sehingga menyebabkan kegagalan elektrik tanpa disertai kematian sel permanen. Daerah ini disebut daerah iskemik penumbra, keadaan

(40)

antara hidup dan mati, sel neuron keadaan paralisis/disfungsi menunggu aliran darah dan oksigen yang adekuat untuk restorasi.

c. Inflamasi

Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai penelitian menunjukkan adanya perubahan sitokin pada penderita stroke iskemik akut. Mikroglia yang merupakan makrofag serebral adalah sumber sitokin utama di serebral. Sitokin adalah mediator peptide molekuler yaitu protein atau glikoprotein yang dikeluarkan oleh suatu sel dan mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi.

Contohnya limfokin dan interleukin (IL-1 beta, IL-6, IL-8, Tumor Necrosis Factor/TNF-α) yang merupakan sitokin pro inflamasi.

Produksi sitokin yang berlebihan akan mengakibatkan plugging mikrovaskuler serebral dan pelepasan mediator vasokonstriksi endotelin sehingga memperberat penurunan aliran darah, dan mengakibatkan eksaserbasi kerusakan sawar darah otak dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan produksi radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati

d. Apoptosis

Adanya keterbatasan aliran darah ke bagian otak dapat menyebabkan kematian sel syaraf melalui peningkatan apoptosis (Sjahrir, 2003 : Farhoudi dkk, 2013).

(41)

II.1.6.Pemeriksaan Diagnostik Imejing

Pemeriksaan CT scan efektif pada pasien stroke akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. Pada infark otak, pemeriksaan CT scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dilakukan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam setelah serangan, dengan menggunakan Diffuse Weighted Imaging (DWI) MRI dapat terlihat iskemik di serebral. Pemeriksaan imejing yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial (AHA / ASA Class I, Level of evidence A) (Misbach, 2011).

II.2. STROKE HEMORAGIK II.2.1. Definisi

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat, yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco dkk,2013).

Stroke hemoragik terdiri dari perdarahan subarakhnoid (PSA) dan perdarahan intraserebral (PIS). Definisi stroke yang disebabkan oleh PSA adalah suatu disfungsi neurologik yang berkembang dengan cepat dan atau nyeri kepala oleh karena adanya perdarahan pada ruang subarakhnoid ( ruang antara membran arakhnoid dan piamater pada otak dan medulla spinalis), yang tidak disebabkan oleh trauma. Sedangkan definisi stroke yang disebabkan PIS adalah suatu tanda klinis disfungsi

(42)

neurologis yang berkembang dengan cepat yang berhubungan dengan penggumpalan darah fokal di dalam parenkim otak atau sistem ventrikuler yang tidak disebabkan oleh trauma ( Sacco dkk, 2013).

II.2.2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi sekitar 795.000 orang yang baru mengalami stroke atau stroke rekuren. Dari jumlah tersebut , sekitar 610.000 yang mengalami serangan pertama kali, dan 185.000 yang mengalami stroke rekuren. Pada studi epidemiologik menemukan bahwa sekitar 87% stroke di Amerika Serikat adalah iskemik, 10% adalah akibat perdarahan intraserebral, dan 3% lainnya adalah akibat perdarahan subaraknoid (Liebeskind, 2013).

Insiden stroke berdasarkan usia berjumlah 1000 orang pertahun untuk orang yang berusia 55 tahun atau lebih telah dilaporkan berada dikisaran 4,2 sampai 6,5. Insiden tertinggi dilaporkan pada Rusia, Ukraina dan Jepang. Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke di seluruh dunia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5 juta orang meninggal dan yang 5 juta orang lainnya menderita cacat permanen. Insiden global stroke sedikitnya mempunyai variasi dari bangsa ke bangsa, memberi kesan bahwa pentingnya faktor genetik dan lingkungan, misalnya perbedaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan pada negara berkembang (Liebeskind, 2013).

(43)

II.2.3. Klasifikasi

Pecahnya pembuluh darah di otak dapat dibedakan berdasarkan anatominya, yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid.

Sedangkan berdasarkan penyebab, perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder ( Misbach, 2011).

II.2.4. Etiologi

Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) dapat disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.

Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) antara lain akibat anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya - moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik ) (Misbach, 2011).

Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensif kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subaraknoid, pembuluh darah yang pecah terdapat pada subaraknoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi. Perdarahan subaraknoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80% kasus non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat (acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurkasio pembuluh darah arteri otak. Terutama di daerah sirkulus Willisi, yang

(44)

sering di arteri komunikans anterior, arteri serebri media (dekat pangkalnya), arteri serebri anterior, dan arteri komunikans posterior.

Penyebab lain adalah aneurisma fusiform / aterosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik dan traumatik selain Arterio Venous Malformation (AVM). Perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh trauma (tanpa aneurisma), arteritis, neoplasma dan penggunaan kokain berlebihan (Misbach, 2011).

Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital misalnya malformasi arteri - vena, infeksi (sifilis), dan trauma. Perdarahan intraventrikular primer jarang terjadi dan berjumlah sekitar 3% dari seluruh perdarahan intrakranial spontan. Hipertensi yang umumnya berkaitan dengan faktor resiko, tetapi dapat juga timbul akibat arteriovenous malformation (AVM), aneurysms, moyamoya disease (MMD), koagulopati, dan arteriovenous fistula (Srivastava dkk, 2014).

Penyebab perdarahan intraventrikular sekunder termasuk perdarahan intraserebral (misalnya hipertensive hemorrhage, khususnya perdarahan pada basal ganglia (tersering) dan perdarahan subaraknoid (Srivastava dkk, 2014).

II.2.5. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebellum, pons, dan batang otak.

(45)

Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah, atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer, tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi yang lebih kecil daripada perdarahan subkortikal (Misbach, 2011).

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriol berdiameter 100 - 400 mikrometer mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi dekstruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum (Misbach,2011).

Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan menurunnya perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Misbach, 2011).

(46)

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebellar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 2011).

Perdarahan subaraknoid paling sering disebabkan karena trauma dan khususnya timbul berdekatan dengan area tulang yang menonjol, misalnya pada ujung temporal dan frontal. Perdarahan subaraknoid dapat juga diakibatkan ruptur aneurisma serebral. Aneurisma biasanya berlokasi pada daerah cabang yang mudah pecah pada sirkulus Willisi yang disebabkan karena dinding pembuluh darah yang lemah. Kebanyakan lokasi pembentukan dan rupturnya aneurisma adalah berlokasi pada arteri communicating anterior dan posterior. Hipertensi kronis yang tidak terkontrol, merokok, dan riwayat keluarga menderita aneurisma merupakan faktor resiko untuk pembentukan dan rupturnya aneurisma.

Pada 10% sampai 20% kasus perdarahan subaraknoid timbul spontan, non traumatik, yang tidak ada penyebabnya ditemukan berdasarkan serial angiography. Prognosis pada pasien tersebut secara spesifik baik (Misbach, 2011).

(47)

II.2.6. Pemeriksaan Diagnostik Imejing

Pada pemeriksaan CT scan otak dapat segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.

Kriteria diagnostik pada imejing CT kepala pada stroke akut yang menunjukkan perdarahan dijumpai adanya gambaran hiperdens pada substansia alba atau grisea, dengan atau tanpa terkenanya permukaan kortikal (Misbach,2011)

II.3. Sepsis II.3.1. Definisi

Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2016 sepsis didefinisikan sebagai keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh terganggunya respon pejamu (host) terhadap infeksi (Rhodes dkk, 2017). Sepsis merupakan suatu sindrom fisiologis, patologis, dan kelainan biokimia yang disebabkan oleh infeksi dan menjadi masalah utama kesehatan di masyarakat, dimana terhitung lebih dari $20 miliar (5,2%) dari total biaya rumah sakit di Amerika Serikat pada tahun 2011(Singer dkk, 2016).

Sebuah konsensus konferensi tahun 1991 menyatakan definisi awal sepsis merupakan akibat sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome/SIRS) host terhadap infeksi.

Sepsis disertai disfungsi organ disebut sepsis berat, yang dapat memberat menjadi syok sepsis yang didefinisikan sebagai hipotensi yang

(48)

disebabkan oleh sepsis meskipun setelah resusitasi cairan yang adekuat (Singer dkk, 2016).

Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi, saat patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Rangkaian patofisiologi sepsis didasari terjadinya inflamasi sistemik yang melibatkan berbagai mediator inflamasi.

Dalam praktik klinis, sering terjadi kendala pada aspek diagnosis sepsis.

Hasil kultur darah baru bisa didapatkan klinisi setelah beberapa hari perawatan, sedangkan terapi empirik antimikroba perlu segera diberikan.

Kultur hanya menunjukkan hasil positif pada 30-50% sampel. Pada pasien dengan penyakit penyerta seringkali manifestasi klinis sepsis tidak terlihat, sehingga sepsis seringkali tidak terdiagnosis. Ketelitian dan pengalaman klinisi sangat diperlukan dalam rangka diagnosis dan terapi sepsis (Kemenkes, 2017).

II.3.2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sepsis berat dicatat pada 2% dari pasien yang dirawat di rumah sakit. Dari pasien tersebut, sebagian dirawat di Intensive Care Unit (ICU), mewakili 10% dari seluruh pasien yang dirawat. Jumlah kasus sepsis di Amerika Serikat melebihi 750.000 per tahun dan baru-baru ini dilaporkan jumlahnya meningkat ( Angus dkk, 2013).

Di Indonesia tingkat penyebaran sepsis di RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado periode Desember 2014 – November 2015 didapatkan

(49)

35 pasien mengalami sepsis terdiri dari 16 orang laki-laki (46%) dan 19 orang perempuan (54%), sebagian besar adalah pasien geriatri. Pasien yang didiagnosis sepsis yang terbanyak yaitu 29 orang (82,8%) dibandingkan dengan diagnosis lain yaitu sepsis berat sebanyak 4 orang (11,4%) dan syok sepsis sebanyak 2 orang (5,7%). Dari ke 35 pasien dengan sepsis, 12 orang berhasil selamat (34.3%) sedangkan 23 orang meninggal (65.7%) (Tambajong dkk, 2016).

Sepsis merupakan salah satu komplikasi yang paling serius paska stroke yang sebagian dikaitkan dengan efek imunosupresif terhadap kerusakan serebral. Tingkat infeksi kemungkinan sebesar 33% pada iskemik serebral dan 58% pada pendarahan intraserebral. Sumber infeksi yang paling sering adalah saluran pernafasan dan saluran kemih. Selain perawatan di rumah sakit yang lama, infeksi merupakan faktor risiko yang dapat meyebabkan outcome buruk pada pasien stroke. Sepsis dapat menjadi penyebab utama kematian pada unit perawatan intensif (Berger dkk, 2014).

II.3.3. Etiologi

Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram negatif dengan presentase 60-70% yang menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sistem imun. Staphylococcus, pneumococcus, streptococcus dan bakteri gram positif lain lebih jarang menimbulkan sepsis dengan angka kejadian antara 20-40% dari seluruh angka kejadian sepsis. Jamur

(50)

oportunistik, virus atau protozoa juga dilaporkan dapat menimbulkan sepsis dengan angka kejadian yang jarang (Kemenkes, 2017).

Lipopolisakarida (LPS) merupakan produk yang berperan penting terhadap sepsis. LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama terluar dari bakteri gram negatif yang berpengaruh terhadap stimulasi pengeluaran mediator proinflamasi, kemudian menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik dan jaringan. Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel kuman dilaporkan juga dapat menstimulasi pelepasan sitokin juga berperan penting dalam proses agregasi trombosit (Hermawan,G, 2014; Kemenkes, 2017).

II.3.4. Patofisiologi

Sepsis merupakan sindroma klinis tanggapan tubuh terhadap adanya infeksi (dalam hal ini mikroorganisme patogen). Tanggapan sebenarnya merupakan bentuk mekanisme perlindungan tubuh yang bertujuan mengeliminasi mikroorganisme tersebut, tetapi menimbulkan dampak klinis yang bervariasi seperti misalnya hanya dalam bentuk peradangan kulit ringan hingga ke arah ancaman yaitu gangguan hemodinamik sehingga berpotensi berkembang menjadi kegagalan multiorgan atau sepsis berat. Tanggapan fisiologi tubuh terhadap infeksi terdiri dari 2 tingkatan yaitu lokal dan sistemik, yaitu (Pangalila FJ, 2014) : a) Tingkat lokal jaringan didasari oleh aktivasi sistem imun non spesifik

(innate) dalam hal ini makrofag setelah masuknya mikroorganisme

(51)

patogen ke dalam tubuh. Interaksi antara sistem imun innate dalam hal ini makrofag dan struktur fungsional yang terpapar dalam mikroorganisme (disebut patogen assiciated molecular patterns) seperti endotoksin akan merangsang pelepasan chemokines, sitokin proinflamasi atau senyawa aktif lain untuk memfasilitasi bertujuan mengeliminasi mikroorganisme patogen tersebut dengan melibatkan serangkaian aktifitas sel dan jaringan :

 Diawali dengan vasodilatasi dan penurunan aliran darah kemudian diikuti dengan aktivasi sistem fibrinolisis, proses ini bertujuan untuk meningkatkan interaksi antara sel fagosit dan endotel serta memfasilitasi pergerakan sel fagosit (neutrofil) mendekati jaringan yang rusak akibat infiltrasi mikroorganisme patogen tersebut.

 Interaksi neutrofil dan sel endotel akan meningkatkan ekspresi beberapa molekul aktif seperti selektin (neutrofil), intergrins (sel endotel) dan molekul salyl-lewisX (bakteri dan jaringan yang rusak) memungkinkan terjadinya rolling adhesion neutrofil ke permukaan sel endotel kemudian mengalami proses transcapillary-diapedesis, dan neutrofil bergerak ekstravaskular ke jaringan yang terinfeksi. Pada keadaan ini terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengandung nutrien dan albumin dalam konsentrasi yang sangat tinggi masuk ke jaringan interstisial.

(52)

 Terjadi prekapiler vasokonstriksi, pengaktifan sistem koagulasi dan menghambat sistem fibrinolisis postkapiler, proses ini merupakan mekanisme dasar terjadinya respon inflamasi lokal akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme patogen.

 Struktur jaringan sel akan mengalami penyesuaian untuk melanjutkan proses inflamasi dengan tujuan melindungi dari invasi mikroorganisme patogen.

Prekapiler vasokontriksi, postkapiler hiperkoagulasi dan penekanan kapiler akibat edema cairan menimbulkan ancaman hipoksia jaringan.

Untuk mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan ini sel melakukan penghematan energi ATP atau hibernasi. Klinis ditandai dengan hilangnya kemampuan fungsi organ atau jaringan yang mengalami inflamasi untuk sementara dan oleh Galen dikenal sebagai function-laesa merupakan tanda ke lima melengkapi empat tanda klasik lainnya yang telah dikemukakan oleh Celcus sebelumnya.

b) Tingkat sistemik di awali oleh rangsangan jalur aferen saraf vagus, nyeri dan tissue corticotrophine-releasing factor yaitu sitokin pro- inflamasi (TNF-α, IL-ᵦ terutama IL-6) berasal dari proses inflamasi lokal masuk ke sirkulasi neuro-endokrin (terjadi peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis dan jalur hypothalamus-hypophysis-adrenalin), demam dan leukositosis. Tanggapan sistemik ini bertujuan untuk mencegah agar efek proinflamasi berasal dari inflamasi lokal tidak berlebihan. Diawali

(53)

reseptor jalur aferen vagus pada makrofag untuk memberikan input ke inti traktus solitarius sistem saraf pusat yang kemudian mengaktifasi jalur eferen vagus pada nukleus dorsal motorik agar menghambat pelepasan sitokin (mediator proinflamasi) yang terletak pada makrofag ( reseptor α7 nicotinic acethylcholine) atau sel imun lainnya, jalur vagus ini dikenal dengan inflammatory reflex (Pangalila FJ, 2014; Angus dkk, 2013).

Apabila pembentukan mediator proinflamasi lokal berlebihan dan tidak terkontrol akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik (de- compartementalization) mengakibatkan dampak yang lebih berat.

Memasuki periode de-compartementalization, vasodilatasi yang awalnya merupakan fenomena lokal menjadi sangat berkorelasi dengan hipotensi arterial sehingga berpotensi menimbulkan disfungsi multiorgan akibat hipoksia jaringan yang disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi secara global. Selain efek vasodilatasi secara sistemik, terjadi penekanan fungsi miokad, penurunan tonus vaskular. Perkembangan dari infeksi hingga sepsis berat atau syok sepsis akan seiring dengan perubahan kardiovaskular yang didasari oleh disfungsi miokard, perubahan tonus vaskular dan penurunan volume intravaskular akibat kebocoran kapiler ( Pangalila FJ, 2014; Angus dkk, 2013).

Vaskular endotel juga mempunyai peranan sangat penting dalam pengaturan respons imun dan inflamasi akibat adanya mikroorganisme patogen. Sebaliknya disfungsi endotel dan gangguan fungsi mikrosirkulasi sangat berperan dalam perubahan hemodinamik pada

(54)

sepsis. Respon endotel ini merupakan bentuk proteksi tubuh untuk menghambat penyebaran mikroorganisme patogen (Pangalila FJ, 2014).

Gambar 1 : Respon host dalam severe sepsis.

Dikutip dari : Angus DC, Van Der Poll T. Severe Sepsis and Septic Shock. N Eng J Med. 2013; 369 : 844.

II.3.5. Kriteria Diagnostik Sepsis

Berdasarkan American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) kriteria diagnosis sepsis antara

lain (Singer dkk,2016; Angus dkk,2013; Berger dkk,2014):

1. Terbukti atau curiga adanya infeksi

Diagnosis suatu infeksi berdasarkan dasar temuan mikrobiologi atau kriteria klinis.

(55)

2. Ditemukan minimal 2 dari kriteria Systemic Inflammatory Respons Syndrome (SIRS) , yaitu :

a. Demam ( ≥38 ˚C) atau hipotermia (≤36ºC) b. Heart Rate ≥90 bpm

c. Respiratory Rate ≥ 20 x/menit atau PaCO2˂32 mmHg d. Jumlah leukosit ˃12.000/mm3 atau ˂4.000/mm3 atau ˃ 10

% immature band

Pada penelitian Berger dkk yang menilai gambaran epidemiologi, faktor resiko dan outcome sepsis pada pasien stroke, diagnosis sepsis ditegakkan selain berdasarkan kriteria SIRS dan adanya infeksi yang diidentifikasi, sebagai tambahan dilakukan pemeriksaan kadar procalcitonin (PCT), dimana nilai PCT ≥ 2 mendukung diagnosis sepsis.

Apabila nilai PCT tidak didapat maka dapat dilakukan pemeriksaan C- reaktif protein (CRP) dimana nilai CRP ≥ 150 mg/L mendukung diagnosis sepsis (Berger dkk, 2014).

Berdasarkan pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana sepsis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, kriteria diagnosis sepsis berdasarkan adanya infeksi yang diidentifikasi atau dicurigai dan beberapa ( 2 atau lebih) hal berikut (Kemenkes, 2017) : Variabel umum :

 Demam ( ˃ 38,3 ºC)

 Hipotermia ( suhu ˂36ºC)

Gambar

Gambar 1 : Respon host dalam severe sepsis.
Tabel 3. Skor Sequential (sepsis-related) Organ Failure Assesment (SOFA)
Gambar  2.  Sistem  saraf  pusat  memodulasi  aktivitas  sistem  kekebalan  melalui  kompleks  humoral
Gambar  3.  Diagram  Distribusi  Bakteri  Pada  Pasien  Stroke  Dengan  Sepsis Di Ruang Stroke Corner
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Lc6!btrLnrd'h

Direct georeferencing is the direct estimation of position and ori- entation of the camera with sensors on board of the aircraft (i.e., without using control points).. 3 gives

Bersama ini kami sebagai kepala Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha Tonjongsari mengajukan proposal Pengadaan Peralatan Laboratorium Bahasa tahun 2013 kepada direktur Jenderal

[r]

Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing. TOTAL LABA

[r]

[r]