• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT DAN TEPUNG DAUN PEPAYA DALAM RANSUM TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM BROILER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT DAN TEPUNG DAUN PEPAYA DALAM RANSUM TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM BROILER"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT DAN TEPUNG DAUN PEPAYA DALAM RANSUM TERHADAP

EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

ANANDA MAS HARTO LUMBAN GAOL 150306033

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT DAN TEPUNG DAUN PEPAYA DALAM RANSUM TERHADAP

EFISIENSI PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

ANANDA MAS HARTO LUMBAN GAOL 150306033

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)

ABSTRAK

ANANDA MAS HARTO LUMBAN GAOL: Pengaruh Pemberian Tepung Kunyit dan Tepung Daun Pepaya dalam Ransum terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan TATI VIDIANA SARI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun pepaya dan tepung kunyit dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas P0 (tanpa tepung kunyit dan tepung daun pepaya); P1 (0,5% tepung kunyit); P2 (2,5% tepung daun pepaya);

P3 (0,5% tepung kunyit + 2,5% tepung daun pepaya). Peubah yang diamati adalah konsumsi protein, rasio efisiensi protein dan retensi protein.

Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi protein secara berturut- turut P0, P1, P2, dan P3 yaitu 524.22, 517.19, 524.80, dan 519.69(g/ekor/35 hari).

Rasio efisiensi secara berturut-turut 3.10, 2.94, 3.24, dan 2.94. Retensi protein secara berturut-turut 83,19, 80.94, 90.09, dan 84.12 (%). Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein, perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap rasio efisiensi protein, dan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap retensi protein. Dapat disimpulkan bahwa pemberian 2,5% tepung daun papaya dalam ransum dapat meningkatkan retensi protein pada ayam broiler.

Kata kunci : Tepung daun pepaya, Tepung kunyit, Retensi protein, Rasio efisiensi protein, Ayam Broiler.

(5)

ABSTRACT

ANANDA MAS HARTO LUMBAN GAOL: Efek of Giving Tumeric Powder and Papaya Leaf Powder in Ration form Protein Utilization on Broiler chickens, Supervised by : NEVY DIANA HANAFI and TATI VIDIANA SARI.

This study aims to determine how much influence the utilization of papaya leaf powder and turmeric powder in ration form Protein Utilization on Broiler. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology, Animal Husbandry Study Program, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan. The design used was a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5 replications. The treatment consisted of P0 (without turmeric powder and papaya leaf powder); P1 (0.5% turmeric powder); P2 (2.5%

papaya leaf powder); P3 (0.5% turmeric powder+2.5% papaya leaf powder). The observed variables were protein consumption, protein efficiency ratio and protein retention..

The results showed that the average protein consumption respectively P0, P1, P2, and P3 were 524.22, 517.19, 524.80, and 519.69 (g / head / 35 days)..

The efficiency ratios are 3,10. 2,94. 3,24. and 2,94, respectively. Protein retention were 83,19, 80.94, 90.09, and 84.12 (%), respectively. The result of the analysis of diversity showed that the treatment had no significant effect (P>0,05) on protein consumption, a very significant difference (P<0,01) to the proteinefficiency ratio and a significant effect (P<0,05) on protein retention. It can concluded that giving 2,5% papaya leaf flour in the ration can increase the protein retention at broiler chickens.

Keywords: Papaya leaf powder, Turmeric powder, Protein retention, Protein efficiency ratio, Broiler chickens.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ananda Mas Harto Lumban Gaol dilahirkan di Sipituhuta pada tanggal 21 Februari 1997. Penulis adalah anak ke tujuh dari sembilan bersaudara atas pasangan Rimtahi Lumban Gaol dan Tiorli Siregar.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari SD 176349 Pollung pada tahun 2009, pendidikan menengah pertama dari SMP Negeri 2 Pollung pada tahun 2012, dan pendidikan menengah atas dari SMA Negeri 1 Pollung pada tahun 2015. Di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) USU 2018-2019 dan sebagai Staf Divisi Aksi dan Pelayanan di Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) USU 2018- 2019.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di kelompok tani Desa Lumban Sitorus, Kecamatan Oloan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli – Agustus 2018 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Paya Rengas, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada bulan juli – Agustus 2019.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Tepung Tepung Kunyit dan Tepung Daun Pepaya dalam Ransum terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Broiler”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si dan Tati Vidiana Sari, S.Pt, MP selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada civitas akademik Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang dengan penuh kasih sayang telah memelihara, mendidik, dan mendukung penulis selama ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa yang menjadi bagian dalam perjalanan perkuliahan dan turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu, penulis membuka tangan, hati, dan pikiran selebar-lebarnya untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan skipsi ini hingga skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler ... 3

Kebutuhan Nutrisi ... 3

Kunyit ... 5

Daun Pepaya... 7

Bungkil Kelapa... 10

Bungkil Kedelai ... 10

Jagung Halus ... 10

Tepung Ikan ... 11

Dedak Halus ... 12

Minyak Kelapa ... 12

Protein ... 13

Konsumsi Protein ... 14

Pertambahan Bobot Badan ... 15

Rasio Efisiensi Protein ... 17

Retensi Protein ... 17

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Ransum ... 20

Metode Penelitian... 21

Parameter Penelitian... 22

(9)

Konsumsi Protein ... 22

Rasio Efisiensi Protein ... 23

Retensi Protein ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Pembuatan Tepung Daun Pepaya... 25

Pembuatan Tepung kunyit... 25

Analisa Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Protein ... 27

Rasio efisiensi Protein ... 28

Retensi Protein ... 32

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan finisher ... 5

2. Kandungan Nutrisi Ransum penelitian Fase Starter ... 20

3. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Fase Finisher ... 21

4. Rataan Konsumsi Protein Selama Penelitian ... 26

5. Rataan Pertambahan Bobot Badan ... 28

6. Rataan Rasio Efisiensi Protein ... 28

7. Rataan Retensi Protein ... 32

8. Rataan Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Data Rataan Konsumsi Ransum Tahap I ... 43

2. Data Rataan Konsumsi Protein Tahap II ... 43

3. Data Konsumsi Ransum ... 44

4. Data Perhitungan Konsumsi Protein ... 45

5. Data Perhitungan Rasio Efisiensi Protein ... 46

6. Data Perhitungan Retensi Protein ... 47

7. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Ransum ... 48

8. Hasil Analisis Ragam Konsumsi Protein ... 49

9. Hasil Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan ... 50

10. Hasil Analisis Ragam Rasio Efisiensi Protein ... 51

11. Hasil Analisis Ragam Retensi Protein ... 52

12. Hasil Analisa Laboratorium Eskreta ... 53

13. Hasil Analisa Ransum Fase Starter ... 55

14. Hasil Analisa Ransum Fase Finisher ... 56

15. Hasil Analisis Proksimat Tepung Daun Pepaya ... 57

16. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kunyit ... 58

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri perunggasan merupakan salah satu industri yang cukup penting dalam penyediaan protein hewani dan merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan perkembangan penduduk, tingginya kebutuhan dan kesadaran akan pentingnya gizi makanan.

Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani berupa daging yang harganya lebih murah dibanding dengan daging lainnya. Keunggulannya adalah pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dapat dijual sebelum usia 5 minggu dengan bobot rata-rata 1,5 kg.

Salah satu nutrisi yang sangat berperan dalam menentukan kualitas bahan pakan adalah protein. Protein berfungsi untuk membentuk bagian- bagian penting dari tubuh hewan, misalnya jaringan lunak, otot, jaringan ikat, kolagen, kulit, rambut, kuku dan bulu. Selain itu protein juga berfungsi membentuk enzim dan hormon dalam tubuh. Pada kunyit dan daun pepaya terdapat beberapa zat aktif yang dibutuhkan ayam broiler untuk pertumbuhan otot/daging.

Kunyit (Curcuma domestica) termasuk salah satu tanaman rempah yang berasal dari wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Kunyit memiliki keunggulan mampu memperbaiki pencernaan ayam, membantu memperbaiki jaringan tubuh dan menjaga daya tahan tubuh ayam. Senyawa yang terkandung dalam tanaman kunyit adalah senyawa Curcuminoid yang mempunyai kegunaan sebagai antioksidan (Iwan, 2002). Minyak atsiri yang bersifat sebagai pemusnah bakteri dan mengandung sifat antiinflamasi atau antiradang (Kristio, 2007). Daun pepaya

(13)

nutrien cukup tinggi. Daun pepaya mengandung banyak enzim papain yang memiliki kemampuan membentuk protein baru atau senyawa serupa protein yang disebut plastein, yaitu hasil hidrolisis protein. Zat tersebut mampu menghidrolisis protein menjadi asam-asam amino dalam saluran pencernaan. Daun pepaya juga dapat meningkatkan nafsu makan hal ini disebabkan oleh enzim papain yang merupakan enzim proteolitik yang mempermudah kerja usus dalam proses pencernaan (Hasanah, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian terkait pengaruh pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler.

Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler.

Hipotesis Penelitian

Pemberian tepung tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan akademis, peneliti dan masyarakat tentang pengaruh pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan jenis ras unggul dari hasil persilangan antara bangsa-bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi terhadap produksi daging (karkas) dan telur. Jenis- jenis ayam broiler unggul ini merupakan final stock yang didatangkan dari luar negeri. Secara umum, ayam broiler memiliki faktor keturunan atau faktor genetis yang baik yaitu umumnya bertubuh besar, memiliki pertumbuhan yang cepat, produksi daging dan telur tinggi serta memiliki daya alih (konversi) pakan menjadi produk protein (daging dan telur) tinggi (Gordon dan Charles, 2002)

Menurut Bell dan Weaver (2002) ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak.

Ayam broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus (Gordon dan Charles, 2002). Menurut Bell dan Weaver (2002) mengungkapkan banyak jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan dan konversi pakan.

Kebutuhan Nutrisi

Nutrisi merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi komposisi karkas, terutama terhadap proporsi kadar lemak, konsentrasi energi dan

(15)

rasio energi terhadap protein pakan, bahan alternatif serta proporsi kandungan gizi pakan dapat merubah komposisi karkas. Respon ternak terhadap manipulasi nutrisi yang diberikan juga menentukan hasil akhir komposisi karkas (Soeparno, 2005).

Menurut Wahyu (1997) penyusunan ransum ayam broiler memerlukan informasi mengenai kandungan nutrisi dari bahan-bahan penyusun sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi dalam batas jumah dan persentase yang diinginkan.

Nutisi tersebut adalah energi, protein, serat kasar, kalsium (Ca), dan posfor (P).

Sumber energi utama yang terdpat dalam ransum ayam broiler adalah karbohidrat dan lemak.

Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Kebutuhan gizi unggas berbeda sesuai dengan jenis unggas, bangsa, umur, fase produksi, dan jenis kelamin. Kebutuhan gizi tersebut mencakup protein, asamamino, energi, Ca dan P serta tingkat konsumsi pakan/ekor/hari (Ketaren, 2010). Kandungan nutrien masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pemeliharaan dapat tercapai (Wahju, 1972).

Bahan-bahan pakan yang biasa dipergunakan dalam ransum unggas di Indonesia adalah jagung kuning, dedak halus, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, tepung ikan, bahan-bahan pakan berupa butir-butiran atau kacang-kacangan dan hasil ikutan pabrik hasil pertanian (Wahyu, 1997). Persyaratan mutu ransum untuk anak ayam (broiler starter) berbeda dengan mutu ransum broiler pada masa

(16)

akhir (broiler finisher). Perbedaan ini sesuai dengan kebutuhan nutrisi broiler sesuai dengan fase pertumbuhannya.

Berikut kebutuhan nutrisi broiler sesuai dengan fase pertumbuhannya (Tabel 1).

Tabel 1. Persyaratan mutu untuk ayam ras pedaging fase starter dan finisher

Zat Nutrisi Starter Finisher

Protein Kasar (%) Min. 19.00 Min. 18.00

Lemak Kasar (%) Maks. 7.40 Maks. 8.00

Serat Kasar (%) Maks. 6.00 Maks. 6.00

Kalsium (%) 0.90-1.20 0.90-1.20

Pospor (%) 0.60-1.00 0.60-1.00

EM (Kkal/Kg) Min. 2900 Min. 2900

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)

Kunyit

Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica yang menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma longa.

Nama latin Curcuma domestica untuk kunyit diperkenalkan oleh Valeton pada tahun 1918 (Sihombing, 2007).

Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman herba yaitu tanaman tahunan yang memiliki tinggi hampir mencapai 1 meter, berbatang pendek, dan berdaun jumbai. Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun dataran tinggi (Sihombing, 2007). Pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat tumbuh di ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhannya didukung oleh tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, dan di tempat yang sedikit terlindung. Di Indonesia, tanaman kunyit mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan,sulawesi, Maluku, lrian, dan lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga

(17)

banyak ditanam di Malaysia, Thailand, Cina, India, dan Vietnam (Sihombing, 2007).

Menurut Riyadi (2009) rimpang tanaman kunyit bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba dan kunyit dapat meningkatkan kerja organ pencernaan unggas adalah untuk merangsang dinding kantong empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amylase, lipase dan protease yang berguna untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan seperti karbohidrat, lemak, dan protein.

Disamping itu minyak atsiri yang dikandung kunyit dapat mempercepat pengosongan isi lambung.

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman herbal yang digunakan sebagai pakan tambahan dan telah terbukti memiliki kualitas yang baik apabila ditambahkan ke dalam pakan basal untuk unggas (Pratikno, 2010).

Kunyit yang telah diolah menjadi bentuk tepung, memiliki kandungan gizi berupa kurkuminoid yang berbentuk kurkumin. Kurkumin berfungsi meningkatkan organ pencernaan ayam broiler dengan merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amilase, lipase dan protease yang berguna untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan seperti karbohidrat, lemak dan protein, serta dapat meningkatkan nafsu makan yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot hidup ayam. Selain itu minyak atsiri yang dikandung kunyit juga dapat mempercepat pengosongan isi lambung (Adi, 2009). Hal ini menimbulkan keterikatan antara fungsi dari kunyit terhadap proses konsumsi dan konversi pakan ayam broiler yang berpengaruh dalam pembentukan daging serta

(18)

dapat menghasilkan pertambahan berat badan ayam broiler yang optimal (Bintang dan Nataamijaya, 2005).

Kandungan nutrisi tepung kunyit yaitu Protein kasar 12,23%, Serat kasar 10,85%, Lemak kasar 1,67%, EM 3247 Kkal/kg, Ca 0,13%. Berdasarkan kandungan ransum lisin 1,30%, metionin 0,58%, metionin + sistin 0,92% ,maka dicobakan pada ayam broiler sebanyak 0,4% sampai dengan 0,16%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut pemberian kunyit pada level 0,4% menunjukkan hasil perlakuan terbaik terhadap daya cerna bahan kering sebesar 77,8%, dan daya cerna protein sebesar 73,4% (Bintang dan Nataamijaya, 2008).

Dalam ilmu unggas, berbagi penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat kunyit untuk meningkatkan performa ternak. Sultan (2003) menyatakan, pemberian kunyit pada level 0,5% dalam pakan ayam broiler dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan konsumsi pakan, yang menghasilkan Feed convertion Ratio (FCR) yang lebih baik. Selain itu, hasil yang serupa pada penelitian Durrani et al. (2006) suplementasi kunyit dengan level 0,5% pada pakan secara signifikan dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan tingkat konsumsi pakan sehingga nilai FCR lebih baik.

Daun Pepaya

Pepaya merupakan tanaman yang sering kita jumpai. Buah, daun dan getahnya biasa digunakan sebagai obat. Di berbagai daerah pepaya memiliki sebutan nama Kalikih, Pertek (Sumatera), Gedang, Kates (Jawa) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

(19)

Daun pepaya mengandung senyawa fitokimia yang dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan (Wijayakusuma et.al., 1996). Daun pepaya juga kaya akan alkaloid dan enzim proteolitik seperti papain, khimopapain dan lisozim, yang berperan pada proses pencernaan dan mempermudah kerja usus (Kamaruddin dan Salim, 2006).

Kandungan beberapa zat aktif daun pepaya yaitu Alkaloid 1,30-4,00 ppm, Karpaine 1,00-1,50 ppm, Dehydrocarpaines 1,00 ppm, Pseudocarpaine 100 ppm, Papain 5,33 ppm (USDA Phytochemical and Ethnobotanical Databases, 2001).

Daun pepaya mengandung senyawa fitokimia yang dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan (Wijayakusuma, 1995). Kandungan kimia daun pepaya adalah enzim-enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpaina, glikosida, karposda, saponin, sukrosa dan dektrosa. Papain adalah enzim proteolitik yang berfungsi sebagai katalis dalam mempercepat pencernaan protein, memecah berbagai makanan yang mengandung protein menjadi asam-asam amino sehingga mudah diserap. Papain yang terdapat pada daun pepaya sebagai enzim proteolitik, juga bersifat amilolitik dan lipolitik, larut dalam air (koloid) dan tidak larut dalam pelarut organik diantaranya alkohol, eter dan klorofom.

Citrawidi et al. (2012) menyatakan bahwa daun pepaya mengandung enzim lipase serta lisin dan arginin yang mampu menurunkan lemak daging.

Selain itu, daun pepaya juga mengandung kalsium, besi, vitamin A, C, E, folat, riboflavin, thiamine, niacine. Dengan adanya beberapa kandungan yang sangat beragam daun pepaya memberikan manfaat yang besar untuk ternak. Plumstead dan Cowieson (2008) menyatakan bahwa fungsi enzim protease adalah untuk

(20)

mencegah kehilangan asam-asam amino endogenous. Sehingga dengan pemanfaatan nutrisi yang lebih banyak akan diserap oleh tubuh.

Pemberian daun pepaya dapat berpengaruh terhadap peningkatan kadar protein daging dan peningkatan kadar protein dalam pakan serta meningkatkan kandungan protein tubuh. Hal ini didasari antara lain kandungan protein kasar daun pepaya yang relatif tinggi (Widiyaningrum, 2002).

Kandungan nutrisi tepung daun pepaya yaitu protein kasar 21 %, Serat kasar 12,57%, Lemak kasar 2,16 %, EM 2184 Kkal/kg, Ca 0,99 %, P 0,47 % (Wahyu, 1992).

Pengaruh positif dari pemberian daun pepaya dikemukakan oleh beberapa peneliti diantaranya. Sutarpa (2008) mendapatkan bahwa pemanfaatan tepung daun pepaya 2-3% dalam ransum dapat menurunkan kolesterol serum dan kolesterol telur, serta meningkatkan indeks kuning telur. Armando (2005) mendapatkan bahwa pemberian tepung daun pepaya segar dan kering pada level 5, 10 dan 15% dapat menurunkan kadar lemak daging, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik daging ayam kampung umur 4 bulan.

Dikatakan pula bahwa penambahan daun pepaya kering dan segar pada level 10% dan 15% menyebabkan citarasa daging sangat pahit, serta mikrostruktur daging mengalami nekrosis, infiltrasi sel radang, odema dan serabut otot mengecil. Trisnadewi dan Yadnya (2009) menyatakan bahwa pemberian tepung daun pepaya 0,15% pada ransum yang mengandung sumber serat serbuk gergaji kayu disuplementasi starbio 0,15% dapat meningkatkan kualitas betutu itik bali, baik penilaian secara obyektif maupun subyektif. Hartono (1994) menyebutkan bahwa pemberian daun pepaya mulai dari fase starter dapat

(21)

menurunkan angka kematian ternak ayam kampung. Namun apabila diberikan berlebihan dapat menyebabkan rasa pahit pada daging, karena daun pepaya mengandung alkaloid carpain (C14H25NO2). Bolu et al. (2009) mendapatkan bahwa pemberian tepug daun pepaya pada level 5% dapat meningkatkan performans, dan kualitas karkas broiler. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa daun pepaya bila ditambahkan ke dalam ransum ternak terutama ternak unggas di atas 5% akan dapat menyebabkan rasa pahit pada daging.

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah salah satu sumber protein di beberapa daerah tropis, bugkil kelapa ini digunakan dalam ransum unggas. Penelitian- penelitian terdahulu yang dilakukan di Filiphina menunjukkan bahwa bungkil kelapa tidak digunakan dalam unggas lebih dari 20% (Wahyu, 2004).

Kandungan nutrisi bungkil kelapa yaitu Protein kasar 18,58%, Serat kasar 15,38%, Lemak kasar 12,55%, EM 2212 Kkal/kg, Ca 0,21%, P 0,60%

(Wahyu, 1992).

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah biji-bijian yang tertinggi kandungan proteinnya yaitu sekitar 48%. Sewaktu panen biji kedelai masih cukup tinggi kandungan kadar airnya. Oleh karena itu perlu diturunkan lagi kadar airnya menjadi sekitar 15% agar dapat lama disimpan. Bila digunakan sebagai pakan perlu digiling terlebih dahulu agar mudah dicampur dan batas maksimal penggunanaannya bagi ransum unggas sebesar 30%. Bagi ternak non ruminansia (babi muda dan unggas)

(22)

perlu adanya pemanasan 1150C selama 10 menit sehingga tidak mengganggu proses pencernaan (Boniran, 1999).

Kandungan nutrisi bungkil kedelai yaitu protein kasar 48%, serat kasar 6%, lemak kasar 0,90%, EM 2212 Kkal/kg, Ca 0,32%, P 0,26% (Wahyu, 1992).

Jagung Halus

Jagung hingga saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan masyarakat dalam ransum unggas di seluruh indonesia. Jagung adalah salah satu bahan makanan terbaik bagi unggas, termasuk ayam broiler karena jagung memiliki energi netto yang tinggi (Anggorodi, 1995). Jagung memiliki kadar triptofan yang rendah, paling rendah adalah kadar metionin-nya, kemudian lisin.

Maksimal penggunaan jagung halus dalam ransum unggas adalah 60%

(Wahyu, 2004).

Kandungan nutrisi jagung halus yaitu protein kasar 8,60%, serat kasar 2%, lemak kasar 3,90%, EM 3370 Kkal/kg, Ca 0,02%, P 0,01% (Wahyu, 1992).

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan makanan tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.

Penggunaan tepung dalam ransum unggas seringkali harus dibatasi untuk mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging dan telur. Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggrodi, 1995).

Kandungan nutrisi tepung ikan sebagai berikut yaitu protein kasar 61%, serat

(23)

kasar 1%, lemak kasar 9%, EM 3080 Kkal/kg, Ca 5,50%, P 2,80%. Batas penggunaan tepung ikan dalam ransum unggas adalah 7% (Wahyu, 1992).

Dedak Halus

Dedak halus merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh sebagian peternak di Indonesia.Sebagian bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri. Sebagai bahan pakan dedak padi mempunyai beberapa karakter yaitu mempunyai struktur yang cukup kasar, mempunyai bau khas wangi dedak, berwarna coklat dan tidak menggumpal. Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak (Scott et al., 1982).

Kandungan nutrisi dedak halus yaitu protein kasar 12%, serat kasar 12%, lemak kasar 13%, EM 1630 Kkal/kg, Ca 0,12%, P 0,21%. Batas penggunaan dedak halus dalam ransum unggas adalah 10% (Wahyu, 1992).

Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan bahan sumber energi di dalam ransum broiler.penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2-6% dari total ransum.

Broiler yang berumur tujuh sampai delapan minggu mengkomsumsi lebih banyak energi daripada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, disebabkan karena energi ransum yang sangat tinggi dan sebagian karena defisiensi ringan dari protein.

Kelebihan energi tersebut akan dirubah ke dalam lemak tubuh disamping menghasilkan tubuh akhir (body finish) yang dikehendaki untuk dipasarkan (Anggorodi, 1985). Kandungan nutrisi minyak kelapa yaitu protein kasar 0%, serat kasar 0%, lemak kasar 0%, EM 8600 Kkal/kg, Ca 0%, P 0% (Wahyu, 1992).

(24)

Protein

Protein merupakan nutrien yang sangat berperan dalam pertumbuhan, karena protein sebagai komponen terbesar dari daging dan berfungsi sebgai bahan pembentuk jaringan tubuh (Serang et al., 2007). Definisi lain protein menurut Murray et al. (2009) protein adalah struktur penyusun jaringan tubuh terbesar setelah air. Dijelaskan lebih lanjut bahwa protein merupakan senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Setiap protein mengandung 16% nitrogen.

Protein merupakan struktur yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen kulit, rambut, kuku dan di dalam tubuh ayam untuk bulu, kuku dan bagian tanduk dan paruh (Suthama, 2010). Penentuan kecernaan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan pakan ternak yang dapat diserap untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi. Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies ternak, suhu, laju perjalanan pakan melalui pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, kandungan lignin bahan pakan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan, meskipun tidak konsisten (Mirnawati et al., 2013).

Menurunnya tingkat energi dalam ransum akan meningkatkan konsumsi ransum sehingga konsumsi protein juga akan meningkat (Tillman et al., 1991).

Selanjutnya dijelaskan bahwa kelebihan konsumsi protein dari ransum akan disimpan dalam bentuk energi, sedangkan kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pemeliharaan jaringan tubuh, pertumbuhan terganggu dan penimbunan daging menurun. Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan efisiensi

(25)

pemanfaatan protein adalah retensi protein dan rasio efisiensi protein (Protein Efficiency Ratio) (Anggorodi, 1995).

Konsumsi Protein

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam ransum tersebut yang telah tersusun dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk kepentingan hidupnya, kebutuhan energi, untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi sintetis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam mengkonsumsi makanannya terutama diperlukan untuk pertumbuhan ternak tersebut (Wahyu, 1992). Lebih lanjut dinyatakan oleh Tillman et al. (1998) bahwa memberikan pakan pada ayam dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan penggemukan.

Apabila ayam diberi pakan dengan kadar protein rendah dan energi tinggi maka ayam akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya bila pakan yang dikonsumsi mengandung protein tinggi dan energi rendah, maka ayam akan mengkonsumsi pakan yang lebih banyak. Akan tetapi, pakan yang memiliki protein tinggi juga akan memiliki energi tinggi. Menurut waskito (1998) konsumsi protein dipengaruhi oleh protein ransum, konsumsi ransum, tingkat keambaan ransum dan kemampuan saluran pencernaan untuk menampung sejumlah ransum.

Konsumsi protein adalah konsumsi zat-zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan phosphor (Anggorodi, 1995). Menurut Wahju (1997) besarnya konsumsi ransum tergantung pada kandungan protein ransum. Gultom (2014) menyatakan bahwa konsumsi protein yang tinggi akan

(26)

mempengaruhi asupan protein pula ke dalam daging dan asam-asam amino tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh berlangsung secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tampubolon dan Bintang (2012) yang menyebutkan bahwa asupan protein dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Pakan yang energinya semakin tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya bila energi pakan rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin mendekati waktu panen, konsumsi energi tersedia berlebih sehingga ayam dapat menyimpan padatan lemak berlebih dalam jaringan tubuh, yaitu bagian dari subkutan dan abdominal. Massa Protein Daging (MPD) merupakan indikator untuk melihat baik atau buruknya deposisi protein. Asupan protein berperan penting dalam proses deposisi protein melalui sintesis dan degradasi protein (Suthama et al., 2010).

Aisjah et al. (2007) menyatakan bahwa energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang sama sehingga konsumsi protein juga sama.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan mempunyai defenisi yang sangat sederhana yaitu peningkatan ukuran tubuh (Hunton,1995). Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi pertambahan berat hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk komponen-komponen tubuh seperti otak, lemak, tulang dan organ-organ seperti komponen-komponen kimia terutama air dan abu pada karkas (Soeparno, 2005). Tillman et al. (1998) juga menambahkan bahwa pada umumnya pertumbuhan juga dinyatakan dengan pengukuran berat

(27)

badan yang dilakukan dengan penimbangan dan pertambahan berat badan setiap hari, setiap minggu dan dalam satuan lainnya.

Pertambahan bobot badan mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi bobot badan. Pertambahan bobot badan ditentukan dengan cara mengurangkan bobot badan akhir dengan bobot badan awal (North, 1990).

Kecepatan pertumbuhan ayam berbeda-beda dan mempunyai waktu tertentu dalam menaikkan bobot badan, sehingga perlu diketahui pada umur berapa pertambahan bobot badan ayam menurun (Tillman et al., 1989). Wahyu (1985) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein dan suhu lingkungan.

Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1990) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan pada umumnya terjadi perlahan-lahan lagi dan akhirnya berhenti sama sekali. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertunbuhan.

Pertumbuhan ayam pedaging juga dipengaruhi oleh komposisi asam amino. Ransum yang kekurangan asam amino akan menyebabkan penurunan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum pada ayam periode pertumbuhan.

Kekurangan asam amino terutama asam amino esensial dalam ransum ditentukan oleh jumlah asam amino pembatas. Asam amino pembatas pada unggas terutama asam amino metionin, lisin, arinin, dan triptophan (Wahyu, 1997).

(28)

Rasio Efsiensi Protein (REP)

Rasio Efisiensi Protein (REP) merupakan metode yang digunakan sebagai pembanding kualitas protein yang diartikan sebagai pertambahan bobot badan (g) per konsumsi protein (g) (Mahfudz et al., 2001). Iqbal et al. (2012) menyatakan bahwa jumlah konsumsi protein berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan badan, ini disebabkan karena pertambahan bobot badan tersebut berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein.

Nuraini (2009) menyatakan bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi menentukan besarnya pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Lebih lanjut Mahfudz et al. (2010) menyatakan bahwa rasio efisiensi protein (REP) dipengaruhi oleh dua hal yaitu pertambahan bobot badan (PBB) dan konsumsi protein. Dijelaskan lebih lanjut bahwa semakin bertambahnya umur akan menurunkan nilai REP karena konsumsi ransum meningkat tetapi pertambahan bobot badan relatif tetap, sehingga efisiensi protein menurun kemudian semakin rendah nilai REP. Semakin tinggi nilai REP maka semakin efisien ternak dalam pemanfaatan protein yang dikonsumsi.

Anggorodi (1994) menyatakan rasio efisiensi protein diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein.

Konsumsi protein diperoleh dengan jalan persentase kandungan protein (dari hasil analisis proksimat) dikalikan dengan konsumsi bahan keringnya.

Retensi Protein

Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun ataupun

(29)

memperbaiki sel-sel tubuh yang sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh bagi metabolisme sehari-hari. Retensi protein itu sendiri merupakan hasil konsumsi protein yang dikurangi ekskresi protein dan protein endogenous. Protein endogenous ialah protein yang terkandung dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan ransum yang terdiri dari peluruhan sel-sel epitel yang rusak dan enzim.

Genetik, umur dan bahan ransum merupakan faktor yang mempengaruhi retensi protein karena tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diretensi (Wahju, 1997). Pengukuran retensi protein ransum bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan protein ransum.Retensi protein dapat bernilai positif atau negatif.

Retensi protein akan negatif apabila protein yang dikeluarkan melebihi konsumsi protein, sebaliknya retensi protein akan positif apabila protein yang dikonsumsi melebihi protein yang dikeluarkan melalui ekskreta (Parakkasi, 1990).

Hanifiasti (2006) menyatakan bahwa semakin sedikit protein yang dibuang bersama ekskreta, maka akan meningkatkan nilai daya cernanya. Prawitasari et al.

(2012) menyatakan kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein dalam ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini tediri dari 2 tahap yaitu tahap I (pemeliharaan selama 35 hari, untuk penentuan Konsumsi Protein, dan Rasio Efisiensi Protein) dan tahap II (koleksi ekskreta selama 2 hari, untuk penentuan nilai Retensi Protein). Dan telah dilaksanakan di kandang Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan juli - setember 2019.

Alat dan Bahan Penelitian Tahap I

Jenis strain ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC strain Lochman sebanyak 100 ekor , kandang percobaan dengan ukuran 0,5m x 1m x 1m sebanyak 20 buah, tempat pakan dan minum ayam sebanyak 20 buah, timbangan digital, termometer untuk mengetahui suhu kandang, terpal plastik, sekam sebagai alas kotoran ternak supaya tidak langsung mengenai lantai kandang, bola lampu pijar (60 Watt) sebanyak 20 buah sebagai penerang dan pemanas, alat pembersih kandang seperti sekop, sapu lidi, handsprayer dan ember, buku data,alat hitung, kertas label, spidol dan tissu, formalin dan kalium permanganat (KMnO4) sebagai fumigasi kandang.

Tahap II

Jenis strain ayam yang digunakan adalah strain lochman umur 35 hari sebanyak 25 ekor, yang mana sebanyak 20 ekor diantaranya digunakan untuk mengetahui nilai retensi protein, kemudian 5 ekor lainnya digunakan

(31)

untuk mengetahui nilai protein endogenus, sebanyak 25 unit kandang metabolisme (20 x 15 x25 cm) kandang ini dilengkapi dengan tempat air minum serta plastik penampung ekskreta. Kemudian Asam Borat (H3BO3).

Ransum

Adapun ransum yang digunakan yaitu ransum susunan sendiri, untuk tahap I, digunakan pakan starter dan finisher. Yang mana susunan ransum terdiri dari jagung halus, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, top mix, tepung daun pepaya, dan tepung kunyit.

Tabel. 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian fase starter

Komposisi (%) Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Jagung halus 50,20 49,94 48,94 48,69

Dedak halus 2,00 1,99 1,923 1,91

Bungkil kedelai

34,50 34,32 33,64 33,47

Tepung ikan 6,00 5,97 5,85 5,82

Minyak kelapa 2,00 1,99 1,95 1,94

Top mix 1,00 1,00 1,00 1,00

Bungkil kelapa 4,30 4,27 4,19 4,17

T.D.Pepaya 0 0 2,50 2,50

Tepung kunyit 0 0,50 0 0,50

Total 100 100 100 100

PK (%) 22,98 23,41 23,53 23,76

SK (%) 4,01 4,03 4,14 4,20

LK (%) 3,51 3,49 3,45 3,40

Ca (%) 0,96 0,95 0,94 0,94

P (%) 0,59 0,59 0,60 0,60

EM (Kkal/kg) 2949,05 2950,54 2929,92 2931,41

*diperoleh berdasarkan perhitungan

(32)

Tabel. 3. Kandungan nutrisi ransum penelitian fase finisher

Komposisi (%) Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Jagung halus 64,80 64,48 63,18 62,85

Dedak halus 2,50 2,48 2,41 2,39

Bungkil kedelai

21,20 21,09 20,67 20,56

Tepung ikan 6,00 5,97 5,85 5,82

Minyak kelapa 2,00 1,99 1,95 1,94

Top mix 1,00 1,00 1,00 1,00

Bungkil kelapa 2,50 2,49 2,44 2,43

T.D.Pepaya 0 0 2,50 2,50

Tepung kunyit 0 0,50 0 0,50

Total 100 100 100 100

PK (%) 18,96 18,79 18,31 18,75

SK (%) 3,38 3,36 3,44 3,50

LK (%) 3,89 3,88 3,84 3,82

Ca (%) 0,91 0,91 0,91 0,90

P (%) 0,54 0,54 0,56 0,56

EM (Kkal/kg) 3111,49 3112,16 3088,30 3088,98

*diperoleh berdasarkan perhitungan

Pakan untuk tahap I, digunakan pakan fase starter dan finisher. Dan untuk Tahap II, digunakan pakan finisher saja

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan untuk yaitu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan sebagai berikut :

P0 : Ransum tanpa penambahan tepung kunyit dan tepung daun pepaya P1 : Ransum dengan penambahan 0,5% tepung kunyit

P2 : Ransum dengan penambahan 2,5% tepung daun pepaya

P3 : Ransum dengan penambahan 0,5% tepung kunyit dan 2,5% tepung daun pepaya.

(33)

Kombinasi perlakuan :

P0U1 P2U4 P0U5 P1U3 P2U3

P3U4 P0U2 P1U5 P3U2 P0U4

P3U3 P1U4 P2U2 P0U3 P2U5

P1U2 P3U1 P3U5 P2U1 P1U1

Adapun persamaan linier yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yij = µ + αi + ɛij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

ɛij = Efek galat percobaan pada pelakuan ke-i, ulangan ke-

Rancangan dan kombinasi perlakuan untuk Tahap I dan Tahap II ialah sama.

Parameter Penelitian Tahap I

1. Konsumsi Protein

Konsumsi protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi oleh ayam selama periode penelitian (35 hari) dan dihitung dengan rumus sebagai berikut (Tillman et al., 1998) :

KP = KR x PKR Keterangan :

KP : Konsumsi Protein (g) KR : Konsumsi Ransum (g) PKR : Protein Kasar Ransum (%)

(34)

2. Rasio Efisiensi Protein (REP)

Anggorodi (1994) menyatakan rasio efisiensi protein diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein.

Rasio efisiensi protein tidak memiliki satuan. Konsumsi protein diperoleh dengan jalan persentase kandungan protein (dari hasil analisis proksimat) dikalikan dengan konsumsi bahan keringnya. Dengan rumus sebagai berikut:

REP = PBB KP Keterangan :

REP : Rasio Efisiensi Protein PBB : Pertambahan Bobot Badan (g) KP : Konsumsi Protein (g)

Tahap II

1. Retensi Protein

Persentase retensi protein dapat diperoleh dengan menghitung selisih protein yang dikonsumsi dengan protein ekskreta yang kemudian dibagi dengan konsumsi protein yang hasilnya dikalikan 100%.

RP = KP – (PE - PEn) x 100%

KP Keterangan :

RP : Retensi Protein (%) KP : Konsumsi Protein (g/ekor) PE : Protein Ekskreta (g/ekor) PEn : Protein Endogenous (Scott et al., 1982).

Dalam penentuan nilai retensi protein, ayam dimasukkan dalam kandang metabolisme untuk mempermudah dalam menghitung jumlah konsumsi protein harian dan protein yang terbuang bersama ekskreta. Selama 2 hari setiap ayam

(35)

perlakuan diberi pakan 120 gram/ekor/hari. Menurut Iqbal et al. 2006, pembatasan ransum diharapkan mampu mengefisiensikan penggunaan protein.

Pelaksanaan Penelitian Tahap I

Perbedaan perlakuan terdapat pada persentase tepung kunyit dan tepung daun pepaya pada ransum. Sebelum ayam broiler dimasukkan dalam kandang, terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan pemilihan secara acak (random) untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan ke masing-masing.

DOC dipelihara dalam kandang yang diberi pemanas dan penerangan (lampu pijar) sesuai kebutuhan dimana 100 ekor DOC dibagi ke dalam 20 unit kandang (1 unit kandang berisi 5 ekor DOC) . Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum sesuai dengan perlakuan. Pada malam hari diberi penerangan untuk memudahkan ayam untuk makan dan minum.

Tahap II

Pada tahap ini dilakukan pengambilan data selama 2 hari dengan metode Farrell (1781). Sebelum ayam dimasukkan kedalam kandang metabolis terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan digunakan. Ayam broiler kemudian dimasukkan kedalam kandang, ayam dipuasakan selama 24 jam kemudian diberi pakan masing masing 100 gram dalam kurun waktu 1 jam, dan diberikan air minum secara ad libitum. Pakan yang sisa ditimbang untuk mendapatkan konsumsi yang akurat. Eksreta disemprot asam borat 5% setiap 3 jam selama penampungan umtuk menjaga kualitas ekskreta sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat. Kemudian dilakukan koleksi

(36)

ekskreta selama 24 jam, ekskreta yang sudah ditampung dibersihkan dari bulu dan kotoran selanjutnya dikering anginkan dan dioven pada suhu 45-600C selama 24 jam, lalu ekskreta yang sudah kering kemudian dihaluskan, selanjutnya dianalisis nilai retensi protein.

Pembuatan Tepung Daun Pepaya

Dilakukan pemilihan daun yang masih segar setelah itu dicuci dengan air bersih hingga bersih dan tidak ada kotoran/debu yang menempel. Daun pepaya yang diperoleh dari lapangan dipisahkan dari tangkainya, dan kemudian dikeringanginkan di atas parapara sampai kering. Daun pepaya kering angin kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2 jam. Daun pepaya yang sudah kering digiling dan disimpan dalam kantong plastik sebelum digunakan.

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Pepaya (Carica papaya) terhadap Kadar Protein dan Lemak pada Telur Puyuh (Santoso dan Fenita, 2015).

Pembuatan Tepung Kunyit

Tepung kunyit dibuat dengan cara rimpang kunyit dicuci terlebih dahulu, dikikis kulit luarnya yang masih tertinggal akar dan tanah, kemudian diiris tipis- tipis. Irisan kunyit tersebut kemudian diangin-anginkan selama 1 jam dan dioven dengan suhu ±60oC selama 1 hari. Kunyit kemudian dihaluskan dengan blender dan disaring menggunakan ayakan menjadi tepung kunyit. Kajian Proses Pembuatan Bubuk Kunyit (Curcuma domestica Val) dan Analisa Finalsial (Wasono, 2001).

(37)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan sidik ragam. Bila hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan maka akan dilakukan uji lanjut dengan metode Uji Jarak Berganda Duncan.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I

1. Konsumsi Protein Kasar

Konsumsi protein kasar diperoleh dari konsumsi kering pakan dikalikan dengan persentase kandungan protein kasar ransum ((Tillman et al., 1998)) selama 35 hari. Adapun rataan konsumsi protein kasar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan konsumsi protein kasar selama penelitian (g/ekor/35 hari)

Perlakuan Ulangan

Total Rataantn ±SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 525,57 499,48 534,31 530,11 531,62 2621,09 524,22±14,19 P1 514,92 532,00 514,66 489,74 534,61 2585,93 517,19±17,94 P2 518,27 531,83 524,91 517,98 531,02 2624,01 524,80±6,66 P3 506,67 526,78 518,07 525,70 521,22 2598,44 519,69±8,08 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein. Tidak ada pengaruh nyata terhadap konsumsi protein ayam broiler antar perlakuan dipengaruhi ransum yang menerapkan sistem iso energi dan iso protein sehingga konsumsi protein ransum relatif sama, yang otomatis konsumsi proteinnya juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan Aisjah et al. (2007) yang menyatakan bahwa energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang sama sehingga konsumsi protein juga sama.

Perlakuan dengan pemberian tepung kunyit (P1) tidak berbeda nyata terhadap konsumsi protein ini sejalan dengan hasil penelitian Samarasinghe et al.

(2003) yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung kunyit tidak menyebabkan perubahan konsumsi protein bila diberikan dalam protein ayam broiler hingga

(39)

0,3%. Demikian juga hasil penelitian pada ayam petelur menunjukkan bahwa penggunaan tepung kunyit sebagai imbuhan pakan tidak nyata menyebabkan perubahan konsumsi protein, tetapi temulawak dalam dosis tinggi menyebabkan penurunan konsumsi protein (Sinurat et al., 2008).

Perlakuan dengan pemberian tepung daun pepaya (P2) tidak berbeda nyata terhadap konsumsi protein. Hasil penelitian Sarjuni (2006) yang menggunakan tepung daun pepaya sampai dosis 6 % dalam ransum belum mempengaruhi konsumsi protein, karena tingkat keambaan ransum belum mempengaruhi kapasitas saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena tepung daun pepaya memiliki kandungan serat serat sebesar 4,15% dan kandungan serat kasar dalam ransum yaitu kisaran 3,38% yang tentunya nilai tersebut masih dalam batas normal. Serat kasar dibutuhkan ternak untuk merangsang saluran pencernaan. Kebutuhan serat kasar pada beberapa jenis unggas berbeda-beda, misalnya ayam pedaging maksimal 6% (SNI, 2006).

Konsumsi protein erat kaitannya dengan konsumsi ransum. Konsumsi protein pada penilitian ini menunjukkan hasil yang tidak nyata, sejalan dengan konsumsi ransum yang tidak memberikan pengaruh nyata (Lampiran 1), yang mana konsumsi ransum P0 (2916,79 g), P1 (2894,77 g), P2 (3001,37 g), P3 (2883,71 g). Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (1972) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dalam jumlah besar akan diikuti oleh konsumsi protein yang besar pula, besarnya konsumsi ransum tergantung pada kandungan protein ransum. Wahyu (2004) menyatakan bahwa ternak akan berhenti makan jika kebutuhan nutrisinya sudah terpenuhi.

(40)

2. Rasio Efisiensi Protein

Rasio efisiensi protein diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein (Anggorodi, 1994). Pertambahan bobot badan disebabkan oleh ketersediaan asam amino pembentuk jaringan sehingga konsumsi protein kasar ransum berhubungan langsung dengan pertumbuhan. Hal ini berarti bahwa protein yang berkualitas baik akan meningkatkan pertambahan bobot badan dari setiap unit protein yang dikonsumsi (Hanafiasti et al., 2006). Adapun data pertambahan bobot badan dapat dilihat dalam tabel 5 berikut :

Tabel 5. Rataan Pertambahan Bobot Badan selama Penelitian (gram/35 hari)

P Ulangan

Total Rataan±SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 1702,80 1604,20 1541,00 1546,00 1717,00 8111,00 1622,20AB±83,93 P1 1488,80 1629,80 1485,40 1391,00 1604,60 7599,60 1519,92B±97,44

P2 1638,80 1773,00 1714,60 1652,60 1717,60 8496,60 1699,32A±54,41 P3 1611,50 1539,40 1477,20 1469,00 1541,20 7638,30 1527,66B±57,74 Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang sangat nyata (P<0,01).

Berdasarkan data konsumsi protein (tabel 4) dan pertambahan bobot badan (tabel 5), maka diperoleh rataan rasio efisiensi protein pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Rataan Rasio Efisiensi Protein

Perlakuan Ulangan

Total Rataan±SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 3,24 3,21 2,88 2,92 3,23 15,48 3,10AB±0,18 P1 2,89 3,06 2,89 2,84 3,00 14,68 2,94B±0,09 P2 3,16 3,33 3,27 3,19 3,23 16,19 3,24A±0,07 P3 3,18 2,92 2,85 2,79 2,96 14,71 2,94B±0,15 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang sangat nyata (P<0,01).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rasio efisiensi protein. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai rasio efisiensi protein yang mendapat perlakuan tepung

(41)

daun pepaya memiliki tingkat rasio efisiensi protein yang lebih besar dibandingkan pakan tepung kunyit atau campuran keduanya tetapi tidak memberikan pengaruh nyata dengan kontrol.

Nilai rasio efisiensi protein pada perlakuan tepung kunyit sebesar 2,94.

Ratan tersebut masih menunjukkan hasil yang tidak nyata dengan kontrol. Hasil ini diduga akibat kandungan minyak atsiri dan yang merupakan salah satu zat aktif kunyit telah hilang pada proses penepungan. Senyawa aktif yang terdapat dalam kunyit seperti minyak atsiri, kurkumin, dan oleoresin rentan hilang, berkurang atau bahkan rusak akibat penggilingan dan pemanasan (Natsir et el., 2013), yang mana proses penepungan kunyit pada penelitian ini dilakukan pemanasan menggunakan oven dan penggilingan menggunakan grinder. Hal ini sejalan dengan pendapat Kristio (2007) yang menyatakan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang terkandung dalam tanaman kunyit yang bersifat mudah menguap dan tidak larut dalam air, sehingga dengan penambahan tepung kunyit dalam ransum belum dapat meningkatkan rasio efisiensi protein ayam broiler.

Rataan rasio efisiensi protein tepung daun pepaya dan pakan kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena konsumsi protein dan pertambahan bobot badan pada perlakuan tepung daun pepaya yang tidak menunjukkan hasil yang signifikan juga. Mahfudz et al. (2010) menyatakan bahwa rasio efisiensi protein dipengaruhi oleh dua hal yaitu konsumsi protein dan pertambahan bobot badan. Iqbal et al., (2012) menyatakan bahwa jumlah konsumsi protein berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan badan, ini disebabkan karena pertambahan bobot badan tersebut berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein yang dikonsumsi.

(42)

Nilai rasio efisiensi protein perlakuan tepung daun pepaya sebesar 3,24. Hal ini sebabkan kandungan enzim papain yang terdapat pada tepung daun pepaya merupakan sumber enzim protease dapat memecah protein kasar pakan yang kemudian akan diserap oleh usus. Sehingga akan meningkatkan kecernaan atau retensi protein, serta memperbaiki pertambahan bobot badan ayam broiler. Papain adalah enzim proteolitik yang berfungsi sebagai katalis dalam mempercepat pencernaan protein, memecah berbagai makanan yang mengandung protein menjadi asam-asam amino sehingga mudah diserap (Purnomo 2006).

Enzim papain juga memiliki kemampuan untuk membentuk protein baru yaitu plastein dan enzim proteolitik yang dapat meningkatkan efisiensi proses pencernaan. Hal ini didukung oleh pendapat Fitasari (2012) yang menyatakan bahwa penggunan enzim protease yang ada dalam enzim papain menghasilkan viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah mengindikasikan adanya perubahan nutrisi pakan menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana, sehingga mengakibatkan proses penyerapan nutrien oleh villi-villi usus menjadi lebih mudah.

Perlakuan P3 dengan kombinasi tepung kunyit dengan tepung daun pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio efisiensi protein. Nilai REP P3 (2,94) tidak berbeda nyata dengan pakan kontrol (3,10). Hasil tidak nyata ini diduga kandungan zat antinutrisi pada tepung kunyit yaitu tannin dan saponin. Zat antinutrisi tersebut dapat mengikat protein, zat-zat mineral sehingga pemanfaatan gizi dalam bahan pakan oleh ternak menjadi berkurang sehingga menutupi efek positif dari zat aktif daun papaya. Sejalan dengan pendapat Istirahayu (1993) yang menyatakan persentase tanin yang mencapai 1,35 % dapat menurunkan

(43)

pertumbuhan bobot badan ayam broiler, yang tentunya akan menurunkan juga nilai REP-nya.

Rataan REP pada penelitian ini adalah 2,94-3,24 masih lebih baik dibandingkan hasil penelitian Mide dan Harifah (2013) yang melaporkan bahwa imbangan efisiensi protein ayam broiler sebesar 2,05-2,46 dengan pemberian tepung daun katuk sampai level 3% dan energi metabolisme sebesar 3004 kkal/kg serta protein 18%. Tetapi lebih rendah dibandingkan penelitian Hutapea (2003) yang melaporkan bahwa nilai REP ayam broiler dengan penambahan lisin 3%

dalam ransum sebesar 3,56 dengan nilai energi metabolis sebesar 2896,59 kkal/kg Nilai REP menunjukkan efisiensi penggunaan protein untuk pertumbuhan.

Semakin tinggi nilai REP berarti semakin efisien ternak menggunakan protein, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh juga pada pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) bahwa semakin tinggi nilai rasio efisiensi protein, maka semakin efisien ternak memanfaatkan protein yang dikonsumsi.

Wahju (1997) menambahkan nilai rasio efisiensi protein dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lama waktu percobaan dan kadar protein ransum. Bertambahnya umur ayam akan menurunkan rasio efisiensi protein karena pertumbuhan sudah menurun tetapi konsumsi ransum terus meningkat sehingga efisiensi protein menurun.

Tahap II

1. Retensi Protein

Retensi protein diperoleh dengan menghitung selisih konsumsi protein kasar dengan protein yang diekskresikan kemudian dibagi konsumsi protein yang hasilnya dikalikan 100% (Scott et al., 1982). Semakin sedikit protein yang

(44)

dikeluarkan bersama ekskreta , maka semakin baik nilai retensi protein (daya cerna).

Berdasarkan hasil data konsumsi protein kasar (Lampiran 2) dan protein kasar ekskreta (Lampiran 12) dapat diperoleh bahwa rataan retensi protein kasar ransum ayam broiler yang diberi perlakuan tepung kunyit dan tepung daun pepaya pada Tabel 7 .

Tabel 7. Rataan retensi protein kasar ransum ayam broiler (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan±SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 84,49 84,29 82,97 84,97 77,22 413,86 83,19b±3,35 P1 83,15 77,37 74,08 81,64 88,34 404,71 80,94b±5,57 P2 89,46 92,84 84,44 95,34 88,34 450,43 90,09a±4,20 P3 86,35 82,37 81,36 86,17 84,34 420,58 84,12b±2,23 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

yang nyata (P<0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap retensi protein. Hubungan antara perlakuan dapat diketahui dengan uji lanjut berganda Duncan yang menunjukkan bahwa retensi protein yang diberi perlakuan tepung daun pepaya (P2) memberikan pengaruh berbeda nyata dibandingkan dengan pakan kontrol (P0), pakan dengan pemberian tepung kunyit (P1) dan campuran keduanya (P3).

Perlakuan P2 dengan pemberian tepung daun pepaya (P2) yaitu (90,09%) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap retensi protein dibandingkan dengan pakan kontrol (83,19%). Hal ini dikarenakan daun pepaya kaya akan alkaloid dan enzim proteolitik seperti papain, khimopapain dan lisozim, yang mana enzim papain dalam ransum dapat membuat sistem pencernaan ternak lebih mudah dalam mencerna protein sehingga protein yang terbuang bersama ekskreta semakin sedikit sehingga penyerapan protein menjadi optimal. Daun pepaya kaya

(45)

berperan pada proses pencernaan dan mempermudah kerja usus (Kamaruddin dan Salim, 2006). Plumstead dan Cowieson (2008) menyatakan bahwa fungsi enzim protease adalah untuk mencegah kehilangan asam-asam amino endogenous.

Sehingga dengan pemanfaatan nutrisi yang lebih banyak akan diserap oleh tubuh.

Perlakuan dengan pemberian tepung kunyit (P1) tidak berbeda nyata terhadap retensi protein. Nilai P1 (80,94%) tidak berbeda nyata dengan Pakan kontrol (83,19%). Penambahan tepung kunyit yang mengandung minyak atsiri dan kurkumin belum mampu mengubah proses fisiologis pencernaan sehingga belum dapat meningkatkan retensi protein. Hal ini diakibatkan hilangnya zat aktif yang ada pada kunyit pada saat proses penepungan.

Senyawa aktif yang terdapat dalam kunyit seperti minyak atsiri, kurkumin, dan oleoresin rentan hilang, berkurang atau bahkan rusak akibat penggilingan dan pemanasan (Natsir et el., 2013). Pengolahan tepung kunyit pada penelitian ini yaitu: pencucian dengan air bersih, selanjutnya dilakukan perajangan untuk memperkecil ukuran kunyit, dikeringanginkan kurang lebih 1 jam untuk mengurangi kadar air, kunyit kemudian di oven selama 24 jam dengan suhu 600C, dihaluskan dengan menggunakan grinder dan yang terakhir dilakukan pengayakan untuk mendapatkan tepung kunyit. Serangkain roses pengolahan tersebut diduga mengurangi kandungan zat aktif pada kunyit tersebut.

Natsir, et al (2016) menyatakan bahwa kunyit yang dienkapsulasi mampu melindungi zat aktif terhadap kerusakan selama proses pengeringan menjadi bentuk tepung yang pengolahannya hanya dikeringkan tanpa adanya enkapsulan.

Kandungan minyak atsiri dan kurkumin pada bentuk tepung 0,197% dan 2,356%

sedangkan pada bentuk enkapsulasi adalah 0,351% dan 3,112%.

(46)

Agusta (2000) menyatakan bahwa minyak atsiri dapat meningkatkan relaksasi usus halus (memperbaiki saluran pencernaan), beberapa khasiat kunyit dapat memperkuat lambung dan penambah nafsu makan. namun fenomena itu tidak terjadi pada penelitian ini. Retensi protein dengan perlakuan tepung kunyit (81,56%) angka yang masih terbilang normal sesuai pendapat Wahju (1997) yang menyatakan bahwa protein kasar dari bahan penyusun ransum yang dipergunakan dalam ransum unggas mempunyai kecernaan 75-90 %.

Perlakuan P3 (kombinasi tepung kunyit dan tepung daun pepaya) tidak berbeda nyata terhadap retensi protein. Nilai retensi protein P3 (84,12%) tidak berbeda nyata dengan pakan kontrol. Hal ini diduga karena kandungan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi (tannin dan saponin) dari tepung kunyit.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Data rekapitulasi seluruh perlakuan dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Penelitian Perlakuan Konsumsi protein

(g/ekor/35 hari)

Rasio Efisiensi Protein

Retensi Protein (%) P0 524,22tn±14,19 3,10B±0,18 83,19b ±3,35 P1 517,19 tn ±17,93 2,94B±0,09 80,94b ±5,57 P2 524,80 tn ±6,52 3,24A±0,07 90,09a ±4,20 P3 519,69 tn ±8,07 2,94B±0,15 84,12b ±2,23

Berdasarkan data rekapitulasi di atas perlakuan tepung kunyit, tepung daun papaya dan kombinasi keduanya tidak dapat meningkatkan konsumsi protein dan rasio efisiensi protein pada ayam broiler. Tetapi pemberian 2,5% tepung daun pepaya dalam ransum dapat meningkatkan retensi protein pada ayam broiler.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi protein, perbedaan sangat nyata terhadap rasio efisiensi protein dan perbedaan nyata terhadap retensi protein.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk memberikan tepung kunyit dan tepung daun pepaya dengan dosis dan pengolahan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, R. 2009. Efektifivitas Betain Pada Pakan Ayam Broiler Rendah Metionin Berdasarkan Parameter Berat Badan dan Karkas. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Solo.

Agusta,A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB Press, hal 1-7

Aisjah, T., R.Wiradimadja dan Abun., 2007. Suplementasi metionin dalam ransum berbasis lokal terhadap imbangan efisiensi protein pada ayam pedaging. Artikel Ilmiah Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Armando B. M. A. 2005. Kualitas dan Mikrostruktur Daging serta Organ dalam Ayam Kampung yang Diberi Pakan Tambahan Daun Pepaya. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Pakan Anak Ayam Ras Pedaging (Broiler Starter). SNI 01-3930-2006.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Pakan Anak Ayam Ras Pedaging Masa Akhir (Broiler Finisher). SNI 01-3931-2006.

Bell, D.D., and W.D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production . 5 th Edition. Springer Sciencer and Business Media Inc, New York.

Bintang, I. A. K dan A. G. Nataamijaya. 2005. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica) Dalam Ransum Broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, Puslitbang Peternakan, Bogor.

Bolu, S,A,O., F.E. Sola-Ojo. O.A. Olorunsanya and K. Idris. 2009. Effect of grade levels of dried pawpaw (carica papaya) seed on the performance, haematology, serum bioechmistry and carcass evaluation of chickens broilers. International Journal of Poultry Science 8 (9) : 905-909.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak. Jakarta.

Chuzaemi, S., Hermanto, Soebarinoto dan H. Sudarwati. 1997. Evaluasi Protein Pakan Ruminansia Melalui Pendekatan Sintetis Protein Mikrobial di dalam

(49)

Rumen. Evaluasi Kandungan RDP dan UDP pada Beberapa Jenis Hijauan Segar, Limbah Pertanian dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Hayati (Life Science) Vol. 9 No.1, Juni 77-89

Citrawidi, T. A., W. Murningsih dan V. D. Y. B. Ismadi. 2012. Pengaruh pemeraman ransum dengan sari daun papaya terhadap kolesterol darah dan lemak total ayam broiler. Animal Agriculture Journal. Vol. 1. No. 1. 2012.

529-540.

Durrani, F. R., M. Ismail, A. Sultan, S. M. Suhail, N. Chand, and Z. Durrani.

2006. Effect of different levels of feed added turmeric (Curcuma longa) on the performance of broiler chicks. J. Agrl. Bio. Sci. 1 : 9-11.

Farrel, D.J. 1981. Anassementof quick biosassays for determining the true metabolizable energy of food using cockerels. British Poult. Sci. 19: 303- 308.

Fitasari, E. 2012. Penggunaan Enzim Papapin dalam Pakan Terhadap Karakteristik Usus dan Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Buana Sains. Vol 12 No 1:7-16, 2012.

Gordon, S. H., and Charles, D. R. 2002. Niche and Organic Chicken Products:

Their Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press, Definitions: III-X, United Kingdom.

Gultom, S. M., R. D. H. Supratman dan Abun. 2014. Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum Terhadap Bnont karkas dan bobot lemak abdominal ayam broiler umur 3-5 minggu. JITV Vol. 12 No. 3 Th. 2014: 82-89.

Hanifiasti, W., Shanti., dan L. Sutarno. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4 (EM-4). Bioteknologi 3 (1): 17-18.

Hapsoh dan Y. Hasanah. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU Press.

Medan.

Hartono, R. Matnur, Hakim, T. Sugiharto dan Spudiati. 1994. Pengaruh Suhu Pengasapan dan Penggunaan Papain Terhadap keempukan Daging ayam Buras. Jurnal Penelitian Universitas Mataram Vol. 1 Thn 2, No. 7 Februari, 1994. Universitas Mataram, NTB.

Hasanah, E. 2005. Pengaruh Penambahan Antioksidan Dan Pengkelat Logam Terhadap Aktivitas Proteolitik Enxim Papain, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hunton, P. 1995. Poultry Production. Amsterdam: Environmental Factor Involved in Growth and Development. Amsterdam: Ensenvier Science.

Referensi

Dokumen terkait

(TBAF) DENGAN iiAPANG Ca,ni,graa?42 rp DALAM RANSUM AYAM BROILER I'ERHADAP RETENST NTTROCEN, R&#34;{SIO EFISTONSI.. PROTEIN DAN ENF,RCI

Jenis dan Waktu pemberian ransum pada ayam broiler berpengaruh tidak nyata pada performans ayam broiler, terhadap semua parameter yang diamati seperti konsumsi

Efek Penggantian Jagung dengan Biji Alpukat yang Direndam Air Panas dalam Ransum Terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar pada Ayam

Pemanfaatan Energi Untuk Pertumbuhan Ayam Broiler Akibat Pemberian Tepung Daun Pepaya Dalam Ransum, penelitian yang terkait dengan karya ilmiah ini adalah hasil

Rataan konversi ransum broiler diperoleh dalam penelitian berkisar antara 0,63 – 0,74, hasil uji BNT menunjukkan bahwa pemberian tepung lempuyang ( Zingiber aromaticum

Simpulan penelitian adalah bahwa ayam broiler yang diberi ransum yang diperam dengan sari daun pepaya (SDP) konsentrasi 30% dengan volume yang berbeda

Hasil penelitian mengenai pengaruh tepung Azolla microphylla terfermentasi terhadap konsumsi protein, kecernaan protein kasar, retensi nitrogen dan bobot badan

Jenis dan Waktu pemberian ransum pada ayam broiler berpengaruh tidak nyata pada performans ayam broiler, terhadap semua parameter yang diamati seperti konsumsi