• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN ANAK. A. Perlindungan Anak Dalam Peraturan Perundang-Undangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERLINDUNGAN ANAK. A. Perlindungan Anak Dalam Peraturan Perundang-Undangan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN ANAK

A. Perlindungan Anak Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan Anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.

1. Ruang Lingkup Perlindungan Anak

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) atau masih dalam kandungan.1

Dalam undang-undang ada berbagai macam anak, akan tetapi dalam penelitian ini akan difokuskan dalam tiga macam anak, di antaranya:

a. Anak Sah

Anak Sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.2

1 Pasal 1 ayat (1)

(2)

b. Anak tidak sah Adalah anak diluar nikah dalam agama disebut dengan istilah anak zina atau anak yang dihasilkan dari hubungan yang tidak sah.

c. Anak terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.3

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar bisa hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.4

Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak didefinisikan sebagai Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Ketentuan perlindungan anak ini juga tercantum dalam Undang Dasar 1945. Di dalam ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa:

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi“

3 Pasal 1. 4 Pasal 1 ayat (2)

(3)

Ketentuan tersebut telah memberikan landasan yang kuat bahwa anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, antara lain hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi.5

Pada prinsipnya perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dilakukan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun prinsip-prinsip perlindungan tersebut diatur sebagai berikut:6

a. Non diskriminasi

Perlindungan anak dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak. b. Kepentingan yang terbaik bagi anak (The best interest of the

child).

5 Teddy Sudrajat, “Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi

Manusia.” Jurnal Kanun Jurnal Ilmu Hukum. No.54 Th. XIII (Agustus, 2011).

(4)

Bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan yudikatif, maka kepentingan anak harus menjadi pertimbangan utama.

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan Yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua. Sedangkan hal itu merupakan hak setiap manusia yang paling asasi.

d. Penghargaan terhadap pendapat anak

Yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan tersebut menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Adapun tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.7

(5)

2. Hak-hak Anak yang Harus Dipenuhi

Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.8

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 ini juga mengatur tentang Perlindungan Khusus kepada anak. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.9 Sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan adalah

setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.10

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, diatur juga hak-hak asasi yang harus didapatkan oleh setiap anak. Hak dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

8 Pasal 1 ayat (12). 9 Pasal 1 ayat (15) 10 Pasal 1 ayat (15).a

(6)

Adapun hak-hak yang harus diperoleh seorang anak adalah sebagai berikut:

a. Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali.11

b. Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.12

c. Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.13

d. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.14

3. Penanggung Jawab Perlindungan Anak

Demi mewujudkan perlindungan terhadap anak, setiap elemen memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mewujudkannya.

11 Pasal 6 12 Pasal 9 ayat 1 13 Pasal 9 ayat (1).a 14 Pasal 14 ayat (1).

(7)

Undang-Undang ini juga mengatur bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.15

Adapun secara lebih rinci penanggung jawab Perlindungan anak sebagai berikut:

a. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Dalam tingkat pemerintahan yaitu: Negara, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab atas:

1) pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.16

2) Memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.17

3) Menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.18

15 Pasal 20

16 Pasal 21 ayat (1). 17 Pasal (22) 18 Pasal (23)

(8)

4) Memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi Anak dari Keluarga kurang mampu, Anak Terlantar, dan Anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.19

Untuk menjalankan tanggung jawab tersebut maka harus ada penanganan yang lebih sistematis, adapun tahapannya sebagai berikut:

1) Pemerintah

Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.20

2) Pemerintah Daerah

Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.21

b. Masyarakat

19 Pasal 53

20 Pasal 21 ayat (3). 21 Pasal 21 ayat (4)

(9)

Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.22

Masyarakat mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap Perlindungan Anak yang dilaksanakan melalui kegiatan dan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.23 Adapun kewajiban tersebut

dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak.24

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan.25

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus

22 Pasal 1 ayat (13) 23 Pasal 24 ayat (1) 24 Pasal 24 ayat (2) 25 Pasal 49

(10)

didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak. Salah satu instrumen yang dibuat oleh Negara dalam rangka perlindungan atas hak anak adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini kemudian dirubah melalui disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

c. Orang Tua, Wali dan Keluarga

Orang tua, Wali dan Keluarga adalah bagian yang terpenting dan bertanggungjawab terhadap tumbuh kembangnya sang anak dimana mereka merupakan orang-orang terdekat dengan anak. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.26 Wali adalah orang atau badan yang dalam

kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak.27 Dan Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas suami dan istri, atau suami istri dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai dereajat ketiga.28

26 Pasal 1 ayat (4). 27 Pasal 1 ayat (5). 28 Pasal 1 ayat (3).

(11)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga mengatur ketentuan tentang anak terlantar dan perlindungan terhadap anak terlantar. Di dalamnya dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi Anak dari Keluarga kurang mampu, Anak Terlantar, dan Anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.29

Undang-Undang ini juga mengatur tentang sumber dana penyelenggaraan perlindungan anak. Sumber dana tersebut diamanahkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab menyediakan dana penyelenggaraan Perlindungan Anak.30 Adapun Pendanaan penyelenggaraan Perlindungan Anak

tersebut bersumber dari: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.31

Ketentuan ancaman pidana juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 ini. Dalam Undang-Undang ini diatur bahwa setiap orang dilarang untuk memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya. Dan juga setiap orang dilarang untuk memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara

29 Pasal 53.

30 Pasal 71E ayat (1) 31 Pasal 71E ayat (2)

(12)

diskriminatif.32 Di antara ketentuan yang memiliki ancaman pidana

dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:

1. “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.”33

2. “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”34

3. “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”35

4. “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”36

5. “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.”37

6. “Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya dan/atau menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan Masyarakat dan budaya.”38

7. “Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.”39

8. “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.”40

9. “Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika 32 Pasal 76A 33 Pasal 76B. 34 Pasal 76C. 35 Pasal 76D. 36 Pasal 76E. 37 Pasal 76F. 38 Pasal 76G. 39 Pasal 76H. 40 Pasal 76I.

(13)

dan/atau psikotropika. Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya."41

Undang-Undang ini merupakan salah satu instrumen guna mewujudkan perlindungan anak yang ideal di Indonesia. Salah satu instrumen pelaksana penyelenggaraan perlindungan anak yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah adanya Komisi Perlindungan Anak yang dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Komisi Perlindungan Anak tetap menjalankan tugas dan kewajibannya mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur dasar terbentuknya Komisi Perlindungan Anak, dan ditambah dengan ketentuan yang diubah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ini disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ini juga mengatur tentang Perlindungan Khusus bagi Anak. Adapun perlindungan khusus bagi anak yang dimaksud dalam Undang-Undang ini berikan kepada:

1. Anak dalam situasi darurat;

2. Anak yang berhadapan dengan hukum; 3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

4. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

(14)

5. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

6. Anak yang menjadi korban pornografi; 7. Anak dengan HIV/AIDS;

8. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;

9. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis; 10. Anak korban kejahatan seksual;

11. Anak korban jaringan terorisme; 12. Anak Penyandang Disabilitas;

13. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran; 14. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan

15. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.42

B. Perlindungan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam

Anak merupakan sebuah amanat bagi orang tua yang wajib dijaga dan dilindungi, Salah satu langkah nyata dalam mewujudkan perlindungan untuk anak adalah dengan memberikan hak-haknya. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:

(15)

۞

و

ٱﻟ

ﻟﺪ

َ

ت

ﺿ

أَ

و

ﻟَٰﺪ

ھ

ﻟَﯿ

ﻠَﯿ

أ

ر

اد

أَ

ن

ﯾﺘ

ٱﻟ

ﺿ

ﺔَ

و

ﻠَ

ٱ

د

ﻟَ

ر

ز

و

ﭑﻟ

و

ف

ﻻَ

ﻜَ

ﻠّ

إِ

ﻻّ

و

ﻻَ

ر

و

ﻟﺪ

ة

ﻟَﺪ

ھ

و

ﻻَ

ﻟُ

د

ﻟّ

ﮫۥ

ﻟﺪ

ه

و

ٱ

ا

ر

ث

ذﻟ

ﻓﺈِ

ن

أ

ر

اد

ا

ا

ض

و

و

رٖ

ﻨﺎ

ح

ﻠَﯿ

ﮭِ

و

إ

ن

أ

ر

د

ﺗّ

أَ

ن

ﺿ

اْ

أَ

و

ﻟَٰﺪ

ﻓَ

ﻨﺎ

ح

ﻠَﯿ

إِ

ذَا

ﻠّ

ﺎٓ

ء

اﺗ

ﯿﺘ

ﺑﭑ

و

فۗ

وَٱ

ﺗّﻘ

ا

ٱ

³ﱠ

وَٱ

ﻠَ

اْ

أَ

نّ

ٱ

³ﱠ

ﻠُ

ن

ﺑَ

ﺼِ

ﯿ

43

Dalam kitab tafsir al-Wasith dijelaskan, yang dimaksud dari kata

و

اﻟ

اﻟ

ــ

ﺪا

ت

ﺿ

ــ

أ

و

د

ھ

ــ

adalah setiap ibu yang melahirkan

mempunyai kewajiban untuk menyusui anak-anaknya selama kurang lebih dua tahun. Kemudian yang dimaksud dengan kata

ــ

د

ﻟــ

ا

ﻠــ

و

ر

ز

ـ

ـﺎ

و

ف

bahwa setiap ayah wajib memberikan nafkah kepada

istri dan anaknya sesuai adat daerah tersebut, yaitu nafkah berupa nafkah dasar makanan dan pakaian. Imam Zamahsyari berkata kewajiban seorang ayah menafkahi anak dan istrinya karena nasab seorang anak itu dinisbatkan kepada ayahnya, tidak kepada ibunya.44

Dari ayat diatas dapat ditarik pemahaman bahwa anak mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Diantaranya adalah hak berupa pembiayaan kebutuhan hidup dan nafkah berupa pakaian.

43 Q.S. Al-Baqarah (2): 233.

(16)

Berpijak awal dari ayat Al-Qur’an yang telah disebutkan di atas, dalam tinjauan hukum Islam, ada hak-hak anak yang harus diberikan oleh orang tua atau walinya, dan harus diterima oleh anak, yaitu:

1. Hak Untuk Hidup

Hak yang paling mendasar bagi manusia adalah hak untuk hidup. Inilah sebabnya mengapa seseorang tidak boleh membunuh orang lain,45 begitu juga anak, baik yang sudah terlahir,

bagaimanapun keadaannya, ataupun yang masih dalam kandungan. Satu pembunuhan terhadap seorang manusia sama dengan menyakiti seluruh manusia. Oleh karena itu terlarang bagi setiap manusia dalam keadaan bagaimanapun juga untuk mencabut nyawa seseorang.

Bahkan diibaratkan membunuh satu manusia seperti halnya membunuh umat manusia secara keseluruhan. Firman Allah dalam al-Qur’an menyebutkan:

ﻗﺘ

ﻧﻔ

ﯿ

ﻧﻔ

أ

و

د

ا

ر

ض

ﺄَﻧ

ﻗﺘ

اﻟ

ﻨﺎ

س

ﯿ

و

أ

ﯿﺎ

ھ

ﻜَ

ﺄﻧّ

أ

ﯿﺎ

ا

ﻟﻨّ

س

ﯿ

46

Berkaitan dengan pembunuhan anak, secara lebih tegas Allah telah melarangnya dalam al-Qur’an:

45 Sholahuddin Hamid, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam, hlm. 139

(17)

و

ﻻَ

ﻘﺘ

ا

أَ

وْ

ﻻَ

د

ﯿ

ﺔَ

إِ

ق

ۖ

ز

و

إِﯾّ

ۚ

إِ

نّ

ﻗَﺘ

ﻠَ

ن

ﻄْ

ﺌﺎ

ﺒﯿ

ا

47

Kedua ayat di atas menyiratkan makna bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tanpa kecuali anak hasil perkawinan tidak sah, perkawinan difasakh atau lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa Islam, agama Islam sudah lebih dahulu menjunjung tinggi hak yang paling mendasar ini (hak hidup), bahkan sebelum dunia barat merumuskan Hak Asasi Manusia (HAM).48

2. Hak Mendapatkan Kejalasan Nasab

Sejak dilahirkan anak berhak untuk mendapatkan kejelasan asal-usul keturunannya atau nasabnya. Kejelasan nasab ini berguna untuk menentukan status anak agar mendapatkan hak-hak dari orang tuanya, atau dari pihak yang bertanggung jawab atasnya. Selain itu secara psikologis anak akan merasa tenang jika jelas nasabnya sehingga dapat berinteraksi dan diterima di lingkungannya dengan perlakuan yang wajar.49 Betapa pentingnya

kejelasan nasab ini Allah berfirman dalam al-Qur’an:

47 QS: al-Isra’ (17) 31

48 Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam,” Jurnal ASAS, Vol.6,

No.2, Juli 2014 hlm. 5.

(18)

ادْ

ھ

ﺑﺎ

ھ

أ

Éّ

ن

ا

آﺑ

ء

ھ

اﻧ

اﻟ

و

اﻟ

ﯿ

50

3. Hak Mendapatkan Pemberian Nama Yang Baik

Memberikan nama merupakan kewajiban setiap orang tua kepada anak. Nama yang diberikan hendaklah nama yang baik dan memiliki makna yang baik. Nama tidak hanya sebagai simbol untuk mengenal seseorang, tetapi nama adalah doa dan pengharapan. Nama akan berlaku sampai hari kiamat kelak. Nabi saw bersabda:

أﺑ

اﻟ

ر

دا

ء

ﻗﺎ

ل

:

ﻗﺎ

ل

ر

ل

Éّ

Éّ

ﻠﯿ

و

ﻠﻢ

:

"

إﻧ

ن

م

ا

ﻟﻘ

ﯿﺎ

ﺎﺋ

و

أ

ء

آ

ﺑﺎ

ا

أ

ء

.

51

Nabi saw sering menemukan beberapa sahabat memberikan nama anak mereka dengan nama yang kurang baik, kemudian beliau menggantinya dengan nama yang baik secara spontan. Seperti nama ’Ashiyah (pelaku maksiat) diganti menjadi Jamilah (indah), Ashram (gersang) menjadi Zar’ah (subur), dan Hazin (sedih) menjadi Sahl (mudah).52

50 QS. Al-Ahzab (33): 5.

51 Ibn Hajar ‘Asqalānī, “Fath Barri Fī Ṣahīh Bukhari, cet.1 (Riyadh: Dar

al-Malik Fahd al-Waṭaniyyah, 2001) X: 593.

(19)

4. Hak Memperoleh ASI (Air Susu Ibu)

Islam memberikan hak pada seorang anak bayi untuk mendapatkan ASI maksimal selama dua tahun. Sebagaimana Allah swt nyatakan dalam Al-Qur’an:

و

اﻟ

اﻟ

ﺪا

ت

ﺿ

أ

و

د

ھ

ﻦّ

ﻟﯿ

ﻠﯿ

أ

ر

اد

أ

ن

ﯾﺘ

ﻢّ

اﻟ

ﺮّ

ﺿ

.

53

Ayat di atas menegaskan bahwa seorang ibu berkewajiban menyusui anaknya selagi sang ibu mampu. Melalui ASI, secara teoritis dalam ilmu kesehatan kebutuhan gizi bayi terpenuhi dan secara psikologis anak merasakan kasih sayang, kelembutan, dan perhatian dari orang tuanya.54

Ibn Hazm berkaitan dengan kewajiban menyusui anak berkata: ”Setiap ibu baik yang bertatus merdeka atau budak, punya suami maupun menjadi milik tuannya atau tidak kedua-duanya berkewajiban untuk menyusui bayinya suka atau tidak suka, meskipun si ibu adalah anak perempuan seorang khalifah”. Ibn Qudamah mengatakan, bahwa menjamin dan mengurus bayi adalah wajib karena jika ditelantarkan, bayi tersebut akan binasa. Untuk itu bayi harus dijaga dari hal-hal yang membuatnya binasa. Bahkan

53 QS. Al-Baqarah (2): 233

54 Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam,” Jurnal ASAS, Vol.6,

(20)

Khalifah Umar memberikan santuan bagi bayi yang baru lahir jika orang itu berasal dari keluarga miskin.55

5. Hak Anak Dalam Mendapatkan Asuhan, Perawatan Dan Pemeliharaan

Setiap anak yang lahir memiliki hak atas orang tuanya untuk mendapatkan perawatan, pemeliharaan, dan pengasuhan hingga dewasa. Pembentukan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak memerlukan perhatian yang serius, terutama pada masa balita. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an terkait dengan pemeliharaan anak yang berbunyi:

ﯾﺎ

اﯾ

اﻟ

أ

ا

ا

أﻧ

و

أ

ھ

ﻠﯿ

ﻧﺎ

ر

ا

و

د

ھ

اﻟ

ﻨﺎ

س

و

اﻟ

ر

ة

56

Ali bin Abi Thalib berkaitan dengan ayat di atas mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan menjaga keluarga dari api neraka adalah mengajari dan mendidik mereka.57 Dengan demikian,

mengajar, membina dan mendidik anak merupakan kewajiban bagi orang tua kepada anak-anaknya agar mendapat keselamatan baik di dunia dan akhirat.

55 Sholahuddin Hamid, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam, hlm 8 56 QS. At-Tahrim (66): 6

57 Ali Ghufran, Lahirlah dengan Cinta: Fikih Hamil dan Menyusui (Jakarta: Amzah,

(21)

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang efektif dalam membentuk karakter seorang anak, karena anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orangtua dalam keluarga. Oleh karena itu, orangtua merupakan madrasah pertama bagi pembentukan pribadi anak. Dengan didikan orangtua dan asuhannya, seorang anak diharapkan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Bentuk pengasuhan anak tidak hanya terbatas merawat atau mengawasi anak saja, melainkan lebih dari itu, yakni meliputi pendidikan sopan santun, pembiasaan hal positif, memberikan latihan-latihan tanggung jawab, dan lain sebagainya.58

6. Hak Anak Dalam Kepemilikan Harta Benda

Hukum Islam menetapkan anak yang baru dilahirkan telah menerima hak waris. Sejak bayi itu keluar dari perut ibunya dan mengeluarkan suara menangis atau jeritan di saat itulah bayi memiliki hak untuk mewarisi. Nabi saw bersabda:

و

ﺎﺑ

،

أ

ن

اﻟ

ﻨﺒ

ﻠﯿ

و

ﻠﻢ

ﻗﺎ

ل

اﻟ

ﻠﯿ

و

ث

و

ر

ث

.

59

Jika bayi itu tidak bisa mengelola harta waris karena keterbatasan kemampuannya maka harta itu boleh dititipkan pada

58 Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam,” Jurnal ASAS, Vol.6,

No.2, Juli 2014 hlm. 8.

(22)

orang yang amanah. Disinilah Islam memberikan perlindungan terhadap harta anak yatim. Allah SWT berfirman:

ا

ﻟﺪ

ّﻧﯿ

و

ا

ة

و

ﺄﻟ

ا

ﻟﯿ

ﺘﺎ

إ

ح

ﯿ

و

إ

ن

ﺎﻟ

ھ

ﻓﺈ

اﻧ

و

É

َ

ﻠﻢ

اﻟ

اﻟ

و

ء

Éّ

ﻨﺘ

إ

نّ

Éّ

ﯿ

.

60

7. Hak Anak Memperoleh Pendidikan dan Pengajaran

Agar anak berkembang dengan baik dan optimal mereka perlu mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran ini akan menjadi bekal bagi mereka untuk menghadapi tantangan di masa depan. Dengan memberikan pendidikan dan pengajaran pada anak berarti orang tua telah memberikan pakaian perlindungan kepada anaknya, sehingga mereka dapat hidup mandiri dan mampu menghadapi persoalan-persoalan yang menimpa mereka. Nabi saw bersabda:

و

اﻟ

و

ﻟﺪ

ه

أﻓ

أ

د

ب

61

.

Ali bin Abi Thalib berkata:

ر

ا

أﺑ

ﻨﺎ

ﯿﻠ

ﺈﻧ

ﻠﻘ

ا

ﯿ

ﯿ

ﯿﻠ

.

60 QS. Al-Baqarah (2): 220

61 Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam,” Jurnal ASAS, Vol.6,

(23)

Ini artinya setiap orang tua harus memiliki perhatian ekstra

terhadap pendidikan dan pengajaran anaknya. Pesan itu pula menegaskan karakter pendidikan haruslah futuristik dan membebaskan setiap anak untuk berkreasi sesuai minat dan bakatnya.62

Orang yang melalaikan pendidikan dan pengajaran anaknya berarti ia telah berlaku zalim pada anaknya. Inilah yang disebut oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan istilah orang tua yang durhaka pada anaknya.63 Diceritakan, ada seseorang pria

mengadukan anaknya yang durhaka kepada Khalifah Umar bin al-Khattab. Khalifah bertanya pada anak itu: “Apakah kamu tidak takut kepada Allah bila kamu durhaka kepada orang tua ini”? Lalu anak itu menjawab, “wahai Amirul Mukminin,apakah ada hak bagi anak dari ayahnya? Ya,ada, yaitu dilahirkan dari ibunya, memberikan nama yang baik dan mengajarkannya kitab suci”. Anak itu berkata,” Demi Allah, ibuku hanya seorang budak yang dibeli dengan harga 400 dirham, ia tidak memberi nama yang baik, tetapi memberi nama Ju’alan, dan tidak mengajarku kitab suci walaupun hanya satu ayat. Kemudian Umar berpaling pada

62 Ibid. 63 Ibid

(24)

ayahnya dan berkata,” Engkaulah yang durhaka kepada anakmu, bukan anakmu yang durhaka, pergilah dari sini,” (HR. Thabrani)64

C. Maqāṣid Asy-Syarī‘ah

Kajian Maqāṣid asy-Syarī‘ah mengalami proses metamorfosis sempurna oleh hadirnya asy-Syāṭibi (w.790 H/1388 M) yang telah dikukuhkan oleh sejarah sebagai pendiri ilmu Maqāṣid asy-Syarī‘ah sampai saat ini. al-Muwāfaqāt fi Uṣūl Syarī‘ah adalah karya asy-Syaṭibi yang secara luas membahas tentang Maqāṣid asy-Syarī‘ah. Tidak hanya menjabarkan definisi dan konsep nilai yang dibawanya, namun juga membahas kaidah-kaidah dasar yang harus dilalui dalam berpikir dengan dasar konsep dasar Maqāṣid asy-Syarī‘ah. Asy-Syaṭibi berhasil menampilkan wajah baru Maqāṣid asy-Syarī‘ah yang lebih dinamis dan aplikatif.

Ada tiga hal utama yang disumbangkan oleh asy-Syāṭibī dalam mereformasi Maqāṣid asy-Syarī‘ah. Pertama, pergeseran Maqāṣid dari kemaslahatan yang terlepas dari teks (maṣlahāt mursalah) menjadi bagian dari dasar-dasar hukum. Kedua, pergeseran dari hikmah-hikmah di balik penetapan hukum, menjadi dasar hukum. Asy-Syaṭibi berpendapat bahwa

Maqāṣid asy-Syarī‘ah itu bersifat fundamental dan universal (kulliyyah)

sehingga tidak bisa dikalahkan oleh yang parsial (juz’iyyah). Pandangan ini berbeda dengan pandangan fikih tradisional yang menyatakan bahwa

(25)

bukti-bukti juz’iyyat didahulukan dari dalil-dalil umum (kulliyat). Asy-Syaṭibi juga menjadikan pengetahuan tentang Maqāṣid sebagai syarat dalam ijtihad. Ketiga, pergeseran dari ketidakpastian (żanniyyah) menjadi kepastian (qaṭ’iyyah). Menurut asy-Syaṭibi, proses induktif yang digunakan dalam aplikasi Maqāṣid asy-Syarī‘ah adalah valid dan bersifat

qaṭ’ī (pasti).65

Pada perkembangan selanjutnya, Jasser Auda mengembangkan teori

Maqāṣid asy-Syarī‘ah sebagai landasan filosofis dalam penerapan hukum

Islam.66 Jasser Auda menggunakan Maqāṣid asy-Syarī‘ah sebagai basis

pangkal tolak filosofis berpikirinya dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai metode berpikir dan pisau analisisnya. Sebuah pendekatan baru yang belum pernah terpikirkan untuk digunakan dalam diskusi tentang hukum Islam dan Uṣūl Fiqh.

Ada enam fitur sistem yang dioptimalkan Jasser Auda sebagai pendekatan dalam penerapan Maqāṣid asy-Syarī‘ah dalam hukum Islam, yaitu dimensi kognisi dari pemikiran keagamaan (cognition), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openess), hierarki berpikir yang saling mempengaruhi (interelated hierarchy), berpikir kegamaan yang melibatkan berbagai dimensi (multidimentionality), dan kebermaksudan (purposefullness). Keenam fitur ini saling erat berkaitan, saling menembus, dan saling berhubungan antara satu dengan yang lain.

65 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam, hlm. 55.

66 Seperti yang dikembangkan dalam karyanya, “Al-Maqāṣid Asy-Syarī‘ah as The

(26)

Sehingga membentuk keutuhan sistem berpikir. Namun, satu fitur yang menjangkau semua fitur yang lain dan mempresetansikan inti metodologi analisis sistem adalah fitur kebermaksudan (maqāṣid). Hal ini menyebabkan Jasser Auda menempatkan sistem Maqāṣid asy-Syarī‘ah sebagai prinsip mendasar dan metodologi fundamental dalam reformasi hukum Islam kontemporer yang digaungkan olehnya. Mengingat efektivitas suatu sistem diukur berdasarkan tingkat pencapaian tujuannya, maka efektifitas sistem hukum Islam dinilai berdasarkan tingkat pencapaian Maqāṣid asy-Syarī‘ah-nya. Dengan kata lain, sejauh mana tingkat problem solving yang dimilikinya terhadap permasalahan tertentu, apakah lebih efektif, lebih berdaya guna, dan lebih membawa manfaat yang besar bagi umat dan kemanusiaan.67

Ada tiga usulan reformasi Maqāṣid asy-Syarī‘ah dalam perspektif kontemporer yang diusulkan oleh Jasser Auda. Pertama, reformasi dari

Maqāṣid asy-Syarī‘ah yang dulunya bernuansa penjagaan dan pelestarian,

menuju Maqāṣid asy-Syarī‘ah yang bercita-rasa pengembangan dan pemuliaan hak-hak asasi manusia. Bahkan Jasser Auda menyarankan agar pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu tema utama bagi kemashlahatan publik masa kini. Implikasi reformasi ini adalah dengan mengadopsi konsep pengembangan SDM, realisasi

Maqāṣid asy-Syarī‘ah dapat diukur secara empiris dengan mengambil

67 Pendapat ini dikemukakan oleh Amin Abdullah dalam kata pengantar dalam buku

(27)

ukuran dari target-target pengembangan SDM versi kesepatakan (ijmā’) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kedua, Jasser Auda menawarkan tingkatan otoritas dalil dan sumber

hukum Islam terkini –di antaranya hak-hak asasi manusia- sebagai landasan dalam menyusun tipologi teori hukum Islam kontemporer. Berdasarkan spektrum level legitimasi dan sumber hukum Islam masa kini, Jasser Auda mengusulkan tipologi baru teori-teori hukum Islam sebagai pendekatan reformasi hukum Islam kontemporer. Refromasi yang ketiga, Jasser Auda mengusulkan sistem hukum Islam yang berbasis pada

Maqāṣid asy-Syarī‘ah.68

Jasser Auda memberikan penjelasan sederhana tentang al-Maqāṣid

Asy-Syarī‘ah dengan menyatakan bahwa Maqāṣid asy-Syarī‘ah adalah

cabang ilmu keislaman yang menjawab segenap pertanyaan-pertanyaan yang sulit, dan diwakili oleh sebuah kata yang tampak sederhana, yaitu mengapa?” Berikut beberapa contoh penggunaan kata ini:69

1. Mengapa seorang Muslim shalat?

2. Mengapa zakat merupakan salah satu rukun Islam? 3. Mengapa puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam? 4. Mengapa seorang Muslim selalu berzikir?

5. Mengapa berlaku baik terhadap tetangga termasuk kewajiban dalam Islam?

68 Ibid.

(28)

6. Mengapa meminum minuman beralkohol, walaupun sedikit, adalah dosa besar dalam Islam?

7. Mengapa hukuman mati ditetapkan bagi orang yang memerkosa atau membunuh secara sengaja?

Dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Maqāṣid

asy-Syarī‘ah juga mampu menjelaskan hikmah di balik aturan syariat Islam.

Sebagai contoh, salah satu hikmah di balik zakat adalah untuk “memperkokoh bangunan sosial”. Sederhananya, Maqāṣid asy-Syarī‘ah adalah sebuah cara guna mencapai alasan tertinggi dalam penetapan dan penerapan hukum Islam.

Maqāṣid asy-Syarī‘ah juga merupakan sejumlah tujuan yang baik

yang diusahakan oleh syariat Islam dengan memperbolehkan atau melarang suatu. Menjaga dan melestarikan nyawa dan kemampuan usia adalah tujuan dari syariat, maka, dalam berakal inilah, kita dapat mendudukkan pelarangan mjutlak terhadap apa saja yang dapat menghilangkan akal. Adapun tujuan syariat untuk menjaga dan melestarikan harta benda manusia serta kehormatannya dapat menjelaskan sanksi hukuman mati bagi pencurian dengan paksa dan pemerkosaan, sebagaimana difirmankan dalam surah Baqarah [21]:178 dan

al-Mā’idah [51]:33.70

Maqāṣid asy-Syarī‘ah dapat dianggap juga sebagai sejumlah tujuan

(yang dianggap) Ilahi dan konsep akhlak yang melandasi proses al-Tasyrī’

(29)

al-Islāmiy, seperti prinsip keadilan, kehormatan manusia, kebebasan

kehendak, kesucian, dan kemudahan. Tujuan-tujuan dan konsep-konsep itulah yang membentuk sebuah jembatan antara al-Tasyrī’ al-Islāmiy dan konsep-konsep yang berjalan pada era masa kini seperti halnya konsepsi tentang HAM, pembangunan dan keadilan hukum.

Menurut Jasser Auda, pendekatan Maqāṣid asy-Syarī‘ah membahas persoalan-persoalan yuridis pada tataran filosofis yang lebih tinggi, dan oleh karena itu, melampaui perbedaan (historis) terkait politik antara mażhab fikih, dan mendorong kepada budaya konsiliasi dan hidup bersama dalam kedamaian, sebuah budaya yang sangat dibutuhkan saat ini. Lebih dari itu, realisasi Maqāṣid asy-Syarī‘ah harus menjadi sasaran inti semua metodologi ijtihad linguistik dan rasional yang bersifat fundamental, dengan mengesampingkan variasi nama dan pendekatan. Oleh karena itu, validitas ijtihad apapun seharusnya ditentukan berdasarkan tingkat keberhasilannya dalam merealisasikan fitur kebermaksudan atau merealisasikan Maqāṣid asy-Syarī‘ah.71

1. Jangkauan Maqāṣid asy-Syarī‘ah

Dalam rangka perbaikan jangkauan hukum yang dicakup oleh

Maqāṣid asy-Syarī‘ah, pegiat kajian Maqāṣid asy-Syarī‘ah era kontemporer, termasuk Jasser Auda, membagi Maqāṣid manjadi tiga golongan:72

71 Ibid., hlm. 6.

(30)

a) Maqāṣid Umum. Maqāṣid ini dapat ditelaah di seluruh bagian hukum Islam, seperti keniscayaan dan kebutuhan, ditambah dengan usulan maqāṣid baru seperti hak asasi manusia dan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pada tingkat

maqāṣid universal ini, ada kemungkinan untuk terus

dikembangkan dengan bahasa-bahasa yang lebih mudah dipahami dalam perkembangan jaman.

b) Maqāṣid al-Bab/Maqāṣid Khusus. Maqāṣid ini dapat diobservasi di seluruh isi bab hukum Islam tertentu, seperti kesejahteraan anak dalam hukum keluarga, perlindungan kejahatan dalam hukum kriminal, dan perlindungan dari monopoli dalam hukum ekonomi. Ulama klasik memasukkan ke dalam maqāṣid khusus ini seperti maqāṣid shalat, maqāṣid zakat, dan maqāṣid bab pernikahan. Pada era perkembangan teori Maqāṣid kontemporer, Jasser Auda mengusulkan pembagian maqāṣid khusus ini menjadi tema-tema besar dalam disiplin keilmuan Islam: Maqāṣid Ekonomi Islam (al-maqāṣid

al-iqtiṣādiyyah al-islāmiyyah), Maqāṣid Politik Islam (al-maqāṣid as-siyāsah al-islāmiyyah), dan Maqāṣid Pendidikan

Islam.73 Pada tingkat ini, maqāṣid bisa saja mengalami

73 Disampaikan oleh Jasser Auda pada presentasi bukunya “Maqāṣid Asy-Syarī‘ah as The

Philosophy of Islamic Law” di hadapan Majelis Keilmuan Islam Qatar. Terdapat dalam video pada channel Youtube Jasser Auda www.youtube.com/user/jasserauda.

(31)

perubahan, tetapi perubahan yang terjadi cukup lambat, sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan prioritas.

c) Maqāṣid Parsial. Maqāṣid ini adalah maksud-maksud di balik suatu naṣ atau hukum tertentu, seperti maksud mengungkapkan kebenaran dalam mensyaratkan jumlah saksi tertentu dalam sebuah kasus hukum. Maksud meringankan kesulitan dalam membolehkan orang sakit untuk tidak berpuasa, dan maksud memberi makan kepada orang miskin dalam melarang umat Muslim menimbun daging selama Idul Adha.74 Maqāṣid parsial

ini sangat mungkin terjadi perubahan, bahkan sering kali berubah, sesuai dengan kondisi penetapan oknum yang diterapkan pada kondisi dan situasi yang berbeda.

Gambar 2

74 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam, hlm. 37.

Kulliyah (Maqāṣid Universal) Khusus/Al-Bab (Maqāṣid

Bab/Maqāṣid Khusus)

(32)

Sedangkan dalam rangka memperbaiki kekurangan teori Maqāṣid

asy-Syarī‘ah klasik terkait jangkauan orang yang diliputi (yaitu

individual), maka ide Maqāṣid, oleh cendekiawan muslim modern dan kontemporer, diperluas hingga mencakup jangkauan manusia yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, bahkan umat manusia. Ibn ‘Āsyur, misalnya, memberikan prioritas pada Maqāṣid yang berkaitan dengan kepentingan bangsa atau umat di atas Maqāṣid seputar kepentingan individual.75

Rasyīd Riḍa, sebagai contoh kedua, memasukkan terma reformasi dan hak hak wanita ke dalam teori Maqāṣid-nya. Yusuf al-Qardawi, contoh ketiga, menempatkan martabat dan hak-hak asasi manusia pada teori Maqāṣid-nya. Pemekaran jangkauan orang yang dicakup oleh

Maqāṣid ini membuatnya dapat merespons isu-isu global, serta

membuatnya berkembang dari hikmah di balik keputusan hukum menuju rencana praktis untuk reformasi dan pembaruan.

Jasser Auda menyimpulkan, Maqāṣid asy-Syarī‘ah merupakan salah satu media intelektual dan metodologi masa kini yang terpenting untuk reformasi Islami. Maqāṣid asy-Syarī‘ah adalah metodologi dari ‘dalam’ keilmuan Islam yang menunjukkan nalar dan agenda Islam. Pendekatan ini berbeda secara radikal dengan agenda ‘reformasi’ dan ‘pembaruan’

(33)

Islam yang tidak memiliki keterkaitan kuat dengan terminologi dan keilmuan Islam.76

2. The Levels of Maqāṣid

Pada pembahasan ini penyusun mencoba memetakan posisi dan letak

Maqāṣid dalam perilaku ekonomi. Maqāṣid asy-Syarī‘ah diletakkan pada

posisi dasar filosofis. Guna memahami tingkatan Maqāṣid, maka perlu dipahami terlebih dahulu the levels of maqāṣid. Guna menuju pemahaman yang utuh tentang Maqāṣid asy-Syarī‘ah dalam perilaku ekonomi, terlebih dahulu harus dipahami posisi di manakah Maqāṣid asy-Syarī‘ah yang dimaksud dalam tingkatan ‘mengapa’ alasan adanya sebuah hukum dan perilaku yang terbentuk di antara manusia. Hingga Maqāṣid asy-Syarī‘ah menjadi dasar filosofis terhadap adanya sebuah ketetapan hukum.

(34)

Gambar di atas sederhananya adalah tingkatan (level) hukum, sebuah jawaban dari pertanyaan ‘mengapa’ yang berturut-turut. Jenjang tingkatan ini dapat dibaca mulai dari tingkatan hukum yang terbawah yaitu berupa tanda-tanda (symbol) yang muncul dalam perilaku manusia, termasuk di dalamnya dalam sebuah disiplin ilmu. Dalam pembahasan kali ini, kaitannya adalah dengan perilaku ekonomi. Berikut lebih lanjut rincian penjelasan dari setiap tingkatan yang ada dalam gambar tersebut.

‘alamat

(tanda-tanda)

Al-hukm (hukum/rule) maslahah (mutual interest) Al-Qimah Al-Akhlaqiyyah (moral

value) ‘al-falsafah (Philosophy) Al-Iman (Faith, Spirit) (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 3

(35)

(a) merupakan sign (symbol) atau tanda-tanda yang muncul dalam perilaku kehidupan manusia, sebagai contoh, lampu merah sebagai tanda harus berhenti pada lampu lalu lintas.

(b) Adalah produk hukum yang mengatur perilaku manusia, sebagai contoh hukum haramnya akad-akad yang mengandung riba.

(c) Adalah tingkat hukum berupa maslahat, atau kepentingan bersama, kesamaan kebutuhan yang dikandung dalam suatu produk hukum yang ditetapkan. Contoh, kemaslahatan untuk mencegah kerugian antara dua orang yang berakad.

(d) Adalah tingkat hukum berupa moral value atau nilai-nilai moral yang berlaku dan terkandung pada maslahat pada suatu produk hukum. Contoh, nilai-nilai kejujuran dalam setiap akad perjanjian.

(e) Pada level ini, adalah tingkatan filosofis, sebagai hukum mendasar terhadap setiap perilaku manusia, tak terkecuali disiplin ilmu ekonomi Islam. Pada tingkatan inilah maqāṣid berlaku dan menjadi dasar pemikiran utama terbentuknya ekonomi Islam. Maqāṣid asy-Syarī‘ah menempati posisi filosofis dan mempengaruhi setiap tingkatan di bawahnya.

(f) Adalah tingkatan hukum tertinggi, yaitu iman. Iman menjadi hukum tertinggi dalam setiap perilaku manusia, tak terkecuali dalam disiplin ilmu yang dikembangkan dalam perspektif Islam.

Sebenarnya, pertanyaan “mengapa” yang berturut- turut itu tidak lain adalah pertanyaan tentang apakah Maqāṣid asy-Syarī‘ah itu?” Pertanyaan “mengapa” yang berjenjang seperti di atas (yang merupakan pertanyaan lazim para filsuf),

(36)

tidak lain adalah pengkajian terhadap tingkatan Maqāṣid asy-Syarī‘ah, yang dilakukan oleh para pegiat kajian fikih. Ketika kita melayang jauh pada tingkatan-tingkatan pertanyaan “mengapa”, berarti kita sedang mencari Maqāṣid. Saat itu, kita akan berpindah dari detail hal-hal yang sederhana, dari “isyarat-isyarat” yang tampak jelas (seperti berhenti pada saat lampu merah), dan dari tingkat perbuatan, menuju tingkat hukum dan kaidah. Kemudian, seiring bertanya lagi “mengapa?”, kita akan mencapai tingat kemaslahatan dan kemanfaatan bersama (seperti perhatian kita terhadap orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperhatikan kita). Pada akhirnya, seiring bertanya terus “mengapa?”, kita akan mencapai tingkat prinsip-prinsip dasar dan akidah akidah pokok, seperti prinsip keadilan dan kerahmatan, serta segenap sifat-sifat Allah SWT.77

Dari beberapa teori yang dikembangkan dalam Maqāṣid asy-Syarī‘ah, teori yang dikembangkan oleh Jasser Auda dipilih dalam penelitian ini karena dianggap memiliki beberapa keunggulan dan progresifitas yang mampu untuk diaplikasikan untuk memecahkan problematika dalam penelitian ini hingga pada tahap tawaran solusi. Adapun salah satu keunggulan yang membedakan teori

Maqāṣid asy-Syarī‘ah ala Jasser Auda dan sesuai dengan penelitian ini adalah

Teori Maqāṣid asy-Syarī‘ah yang dikembangkan oleh Jasser Auda memiliki proses analisis bersifat induktif. Sehingga mampu melakukan siskronisasi antara kasus-kasus yang bersifat parsial (juz’iyyat) dengan prinsip-prinsip Maqāṣid

Syarī‘ah yang bersifat universal (kulliyyat). Sehingga ruang edar Maqāṣid

(37)

Syarī‘ah tidak saja pada tataran landasan filosofis terwujudnya sebuah hukum,

namun juga hingga pada tahap penerapan hukum tersebut.78

78 Disampaikan oleh Jasser Auda pada presentasi bukunya “Maqāṣid asy-Syarī‘ah as The

Philosophy of Islamic Law” di depan Majelis Keilmuan Qatar. Terdapat pada kanal Youtube resmi milik Jasser Auda.

(38)

BAB III

STUDI KASUS ANAK HASIL HUBUNGAN TKW DI LUAR NEGRI

A. Studi Kasus Anak TKW hasil hubungan di luar nikah

1. Tenaga Kerja Wanita di Luar Negeri

Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah sebutan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) perempuan. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.1 Sedangkan menurut

buku pedoman pengawasan perusahaan jasa, TKI adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan kegiatan di bidang perekonomian, sosial, keilmuan, kesenian dan olahraga professional sera mengikuti pelatihan kerja di luar negeri baik di darat, laut, maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tertulis untuk waktu tertntu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga

(39)

Tenaga Kerja Wanita (TKW) sering digunakan untuk menunjukkan tenaga kerja wanita yang bekerja pada sektor rumah tangga (pembantu rumah tangga) di luar negeri. Kata TKW juga lebih condong digunakan untuk menunjukkan tenaga kerja yang tergolong dalam tenaga kerja wanita yang tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.2

2. Anak Tenaga Kerja Wanita Hasil Hubungan di Nikah

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak (janin) yang masih dalam kandungan.3 Sedangkan yang dimaksud dengan anak TKW hasil

hubungan di luar nikah adalah anak yang dihasilkan dari hubungan yang dijalin oleh TKW yang bekerja di luar negeri (tempat penempatan kerja) baik dengan majikan, sesama rekan kerja, ataupun anak hasil hubungan badan paksa (perkosaan). Hubungan tersebut dilakukan di luar negeri (tempat penempatan kerja), dan anak tersebut dibawa kembali ke Indonesia dengan status hubungan orang tua yang tidak jelas baik secara agama maupun secara hukum di Indonesia.

2 Dwiyanto, Agus, dkk. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2006), hal 45

(40)

Adapun yang dimaksud dengan hubungan TKW di luar negeri dapat dikategorikan menjadi dua: (1) hubungan yang legal secara agama namun ilegal di secara hukum di Indonesia, dan (2) hubungan yang tidak sah baik secara agama maupun secara hukum di Indonesia.

3. Studi Kasus Anak TKW Hasil Hubungan di Luar Nikah

Studi kasus dalam penelitian ini mengambil 3 contoh anak TKW hasil hubungan di luar nikah. Terdapat 3 (tiga) anak TKW hasil hubungan di luar nikah dalam studi kasus ini:

a. Anak perempuan dari seorang wanita bernama Mawar4 (bukan

nama sebenarnya)5. Mawar adalah seorang warga desa Bulaksari,

Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap. Mawar adalah TKI yang bekerja di Singapura. Mawar mempunyai hubungan dengan atasannya yang berkewarganegaraan Singapura hingga mengandung. Setelah kandunganya tua, Mawar memilih untuk pulang dan melahirkan di Indonesia. Mawar memilih melahirkan di Indonesia sebab dia merasa jika melahirkan di Singapura akan mengalami kesusahan dalam masalah administrasi yang terkait dengan anak yang di kandungnya. Karena anak tersebut tidak dihasilkan dari hubungan yang sah dan legal baik secara agama maupun secara hukum. Anak Mawar tinggal bersama neneknya di Cilacap dan ibunya kembali ke Singapura untuk melanjutkan

4 Sumber wawancara tidak ingin identitasnya dipublikasikan, dan berlaku untuk semua

sumber wawancara.

(41)

kontrak kerja, dan Mawar tetap menjalin hubungan dengan bapak biologis anaknya tanpa ikatan pernikahan yang sah baik secara agama Islam maupun secara hukum di pemerintah Singapura ataupun Indonesia. Bapak biologis dari anak tersebut memberikan nafkah lahir berupa pembiayaan untuk kehidupan si anak.

b. Anak laki-laki dari Kenanga (bukan nama sebenarnya)6. Kenanga

adalah seorang warga desa Tonjong, kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes. Kenangan adalah seorang TKI perempuan di Singapura. Setelah beberapa lama bekerja di Singapura, Kenanga memutuskan untuk menikah dengan satpam majikannya, seorang berkewarganegaraan Singapura. Pernikahan tersebut dilakukan dengan tanpa dicatatkan kepada pemerintah, baik pemerintah Singapura, maupun pemerintah Indonesia. Kenanga pulang ke desanya untuk melahirkan dengan diantar oleh suaminya. Namun selang tidak lama, suami Kenangan kembali ke Singapura dan tidak memberikan nafkah apapun untuk Kenangan dan anaknya. Kenang membesarkan anaknya seorang diri, hingga pada umur 10 tahun, anak laki-laki Kenanga dititipkan di sebuah Panti Asuhan Yatim Piatu dan Dhuafa Muhammadiyah Piyungan, Yogyakarta. c. Anak dari Citra (bukan nama sebenarnya). Citra adalah warga desa

Bulaksari, kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap. Citra adalah TKW yang bekerja di Arab Saudi. Semenjak sebelum penempatan

(42)

kerja di Arab Saudi, Citra telah memiliki suami dan 2 anak, namun karena tuntutan ekonomi Citra memilih untuk menjadi TKW yang ditempatkan di Arab Saudi. Setelah kurang lebih satu tahun, Citra kembali ke Indonesia dalam keadaan hamil, yang menurut pengakuannya, hamil karena diperkosa oleh majikanya. Setelah sampai di Indonesia, Citra berunding dengan suaminya tentang kondisi kandunganya, Citra dan keluarganya memilih untuk menggugurkan anak yang dikandungnya yang telah berumur 6 bulan agar tidak menjadi permasalahan keluarga dikemudian harinya. Citra pulang ke Indonesia dengan sejumlah uang dari majikan yang diakui telah memperkosanya.

Ketiga anak tersebut, tumbuh dan berkembang tanpa seorang ayah, mereka hidup tumbuh dan berkembang hanya bersama seorang ibu, nenek dan kakek. ayah biologisnya tidak menemani pertumbuhan dan perkembanganya, Karena mereka bukan orang indonesiadan tidak tinggal di Indonesia, sebagian mereka sudah mempunyai keluarga dinegaranya.

Menurut penuturan kerabat dekatnya, anak tersebut mendapatkan perlakuan diskriminatif dari teman-teman sebayanya maupun dari lingkungan sekitar, seperti dikatakan anak jaddah, anak zina dan lain sebagainya. Perlakuan diskriminatif tersebut sangat mempengaruhi mental dan psikisnya, sehingga dia selalu merasa malu, minder untuk keluar rumah dan bergaul dengan teman sebayanya. Perlakuan seperti ini sangat mengganggu proses tumbuh dan berkembangnya anakdan tidak bisa

(43)

mengembangkan pribadi dan memaksimalkan minat dan bakat sesuai tingkat kecerdasanya. Sehingga anak tersebut tidak bisa mendapatkan hak-haknya seperti anak-anak pada umumnya.

B. Problematika Perlindungan Anak Hasil Hubungan Tenaga Kerja Wanita Indonesia Di Luar Negeri

Berikut pemaparan data problematika perlindungan hak anak Tenaga Kerja Wanita hasil hubungan di luar nikah.

Tabel 1. Data Kasus Anak Hasil Hubungan:

Kasus (kesehatan dan tumbuh Hak Asuh Orang Tua kembang anak secara

fisik dan psikis)

Hak Pendidikan Hak Perlindungan

dari Diskriminasi

Anak

mawar Hanya ibu Biaya pendidikan hingga SMA

Sering diejek dengan sebutan anak haram, anak zina, anak jaddah.

Anak kenanga

Diasuh ibu sampai umur 10 tahun Panti asuhan Yogyakarta Sering di ejek anak haram, zina, jaddah. Anak Citra Digugurkan - -

1. Hak asuh (kesehatan dan tumbuh kembang anak secara fisik dan psikis), yang dimaksud hak asuh dalam penelitian ini adalah hak yang harus diperoleh anak dari kedua orang tua yang meliputi hak untuk bertemu, hak di asuh, hak untuk dibimbingan, hak untuk

(44)

dibiayai dan hak memperoleh kasih sayang dari kedua orang tua agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. 2. Hak memperoleh pendidikan. Yang dimaskud disisni adalah hak

pendidikan yang berhak diperoleh anak berupa pendidikan dan pengajaran untuk pengembangan kepribadiannya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakat.7

3. Hak perlindungan dari diskrimainasi. Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hak yang harus didapatkan anak dalam hal perlindungan, sebagaimana tercantum dalam pasal 28 B ayat (2) Undang-undang dasar 1945.8 Perlindungan dari diskriminasi adalah

sesuatu yang mutlak dibutuhakan oleh anak untuk perkembangan baik secara fisik maupun psikis.

Dari tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa:

1. Anak dari Mawar tidak mendapatkan hak asuh secara utuh, karena anak tersebut hanya memperoleh hak asuh dari seorang ibu akan tetapi hak kesehatan dan tumbuh kembang secara finansial diperoleh dari bapak biologisnya, meskipun tidak pernah sekalipun anak mawar bertemu dengan ayahnya. Dalam hal pendidikan anak mawar menperoleh pendidikan formal sampai jenjang sekolah menengah dengan nafkah finansial yang didapatkan dari ayah

7 Pasal 9 ayat (1)

88 Pasal 28 B ayat (2) Undang-undang dasar 1945 berbunyi: setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

(45)

biologisnya dan dia bisa mengikuti pembelajaran seperti anak-anak pada umumnya.bapak biologis dari kasus pertama ini selalu mengirimi sejumlah uang secaar rutin disetiap bulanya untuk memfasilitasi kesehatan, perkembangan dan tumbuh kembang dan pendidikan sang anak, seperti yang diungkapkan narasumber ketika wawancara:

“bapak biologisnya bertanggung jawab secara finansial, bapak

tersebut dulu selalu mengirimi sejumlah uang tiap bulanya, sampai ibunya pulang dan menetap di Indonesia.”

Sedangkan Perilaku diskriminatif kerap didapat baik diskriminasi secara fisik, karena bentuk fisik anak tersebut terlihat seperti anak keturunan Tionghoa, dan juga diskriminasi dengan penyematan kata-kata diskriminatif seperti “anak zina, anak jadah, dan lain sebagainya”. Sebagaimana dikutip dalam hasil wawancara peneliti dengan narasumber sebagai berikut:

“Secara fisik anak tersebut seperti orang tionghoa, putih sipit. Anak tersebur tidak mendapat permasalahan serius ketika dalam hal administrasi, karena dalam hal administrasi, telah diselesaikan oleh Kepala Dusun (Kadus) dengan memberikan dokumen-dokumen persyaratan administrasi pencatatan kependudukan yang lengkap, meski tanpa kehadiran ayah biologis dari anak tersebut. Perkembangan anak. mengalami diskriminasi fisik dengan disebut sebagai anak cina, zina (karena perbedaan fisik).”

2. Anak dari kenanga, hak kesehatan dan tumbuh kembang tidak bisa didapat sepenuhnya. Karena pada tak lama setelah melahirkan, ayah biologis sang anak memilih untuk kembali ke Singapura dan tanpa memberikan nafkah dan juga tanpa memberikan kejelasan

(46)

status pernikahan. Hal ini sesuai dengan penutuan sumber wawancara peneliti:

“Bertanggungjawab tapi hanya sementara waktu. Ayahnya sempat pulang ke Indonesia dan menemani persalinan Kenanga. Setelah itu dia pulang ke Singapura tanpa memberi nafkah kepada Kenanga. Bahkan Suaminya Kenanga sudah menikah lagi tanpa menceraikan Kenanga.”

Sedangkan kenanga dan ibunya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik, begitu juga dengan hak untuk memperoleh pendidikan secara penuh kemudian anak tersebut dititipkan di panti asuhan demi meneruskan pendidikanya.. Tetapi untungnya, anak tersebut dititipkan di sebuah panti asuhan, sehingga hak pendidikan tetap dapat diterima oleh sang anak. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh narasumber wawancara penelitian ini:

“Sejak lahir sampai sekitar umur 10 tahunan hidup bersama ibu dan kakek-neneknya, lalu dititipkan ke sebuah panti Asuhan di Jogjakarta.”

3. Sang anak digugurkan dalam janin 6 bulan. Dan tidak mendapat kesempatan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Narasumber wawancara mengungkapkan:

“Bapak biologis tidak bertanggungjawab kecuali hanya memberikan sejumlah uang pesangon kepada Citra. Citra sendiri terpaksa menggugurkan kandungannya tersebut atas persetujuan keluarga demi menutupi aib keluarga besarnya.”

Gambar

Gambar di atas sederhananya adalah tingkatan (level) hukum, sebuah jawaban  dari pertanyaan ‘mengapa’ yang berturut-turut
Tabel 1. Data Kasus Anak Hasil Hubungan:
Gambar The Level of Maqāṣid
Gambar 6. Jangkauan Maqāsid dalam Perlindunan Hak Anak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan ruang-ruang lain kamar mandi memiliki keistimewaan diantaranya tidak dapat digantikan dengan ruang yang lain, berfungsi utamaD. dan di

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis kesesuaian rancangan sistem remunerasi di tiga PTNbh dengan tahapan dan prinsip

Disajikan kalimat, siswa dapat menentukan antonim dari salah satu kata dalam kalimat tersebut dengan tepat.. Disajikan kalimat rumpang, siswa dapat melengkapinya dengan

Ide penciptaan fotografi dapat diambil dari pengalaman pribadi, kondisi lingkungan sekitar atau dari pengamatan panca indra sebagai subjeknya, sehingga keindahan bukan lagi

Kedua : Uraian secara rinci mengenai persyaratan kompetensi petugas kesehatan Puskesmas Pemurus Dalam sebagaimana yang dimaksud pada DIKTUM PERTAMA dimuat

yang mempunyai nilai PPW terbesar di kecamatan ini adalah jahe. Di Kecamatan Jatiyoso ini terdapat jenis tanah litosol coklat merah yang potensial untuk

orang tua, sebagai salah satu masa sulit yang dialami oleh sebuah keluarga. Perumusan

Toyota Boshoku Indonesia juga perlu menentukan jumlah buffer stock apabila terjadinya fluktuasi permintaan dari customer, perusahaan harus cermat serta mengoptimalkan