• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEGAGAN JULU II SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEGAGAN JULU II SKRIPSI"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN

STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEGAGAN JULU II

SKRIPSI

Oleh

GRACE DEONITA NIM : 141000539

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

GRACE DEONITA NIM : 141000539

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul ‘GAMBARAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PEGAGAN JULU II’ beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara- cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2018

Grace Deonita

(4)
(5)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal : 31 Oktober 2018

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si 2. Ernawati Nasution, SKM., M.Kes

(6)

erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada bayi. WHO dan UNICEF merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama 6 bulan. IMD adalah salah satu kunci keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian terdiri dari 66 bayi berusia 7-12 bulan.

Responden dalam penelitian ini adalah ibu bayi. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran berat badan dan panjang badan bayi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 59,1% ibu yang melaksanakan IMD dan 40,9% ibu tidak melaksanakan IMD dikarenakan ibu melahirkan secara operasi sesar. Ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sebesar 43,9%

dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebesar 56,1% dengan alasan terbanyak adalah pekerjaan. Umumnya bayi memiliki status gizi baik menurut indeks BB/U dan status gizi normal menurut indeks PB/U dan BB/PB. Namun masih ada bayi dengan status gizi kurang 4,5%, status gizi sangat pendek 3,0%, status gizi pendek 31,8%, dan status gizi kurus 9,1%. Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar lebih mendukung pelaksanaan IMD dan meningkatkan promosi pemberian ASI eksklusif yang dapat dimulai sejak ibu hamil memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.

Kata kunci : IMD, ASI eksklusif, status gizi.

(7)

Abstract

Indicators of success in health development include reducing infant mortality and increasing the nutritional status of the community. Nutritional problems are closely related to people's lifestyles and nutritional behavior. The nutritional status of the community will be good if good nutritional behavior is carried out at every stage of life including the infant. WHO and UNICEF recommend exclusive breastfeeding for infants for 6 months. Early Breastfeeding Initiation is one of the keys to the success of exclusive breastfeeding. The purpose of this study was to determine the description of the implementation of Early Breastfeeding Initiation, exclusive breastfeeding and the nutritional status of infant in the working area of the Puskesmas Pegagan Julu II, Sumbul Subdistrict, Dairi Regency. This study was a descriptive study with cross sectional design. The sample was consisted of 66 infant aged 7-12 months. Respondents in this study were mother infant. Data for this study were collected through interviews using questionnaires and measurements of infant's body weight and body length. The results show that there were 59.1% of mothers who carried out Early Breastfeeding Initiation and 40.9% of mothers did not carry out Early Breastfeeding Initiation because the mother gave birth by cesarean section. The mother who gave exclusive

breastfeeding to her infant was 43.9% and the mother who did not provide exclusive breastfeeding was 56.1% with the most reason being work. Generally infants have good nutritional status according to WAZ index and normal nutritional status according to HAZ and WHZ index. However, there were still infants with a deficit nutritional status of 4.5%, very short nutritional status of 3.0%, short nutritional status of 31.8%, and thin nutritional status of 9.1%. It is hoped that health workers should be more supportive of the implementation of early breastfeeding initiati and increase the promotion of exclusive breastfeeding that can be started since pregnant women have their pregnancies examined by health workers.

Keywords : IMD, exclusive breastfeeding, nutritional status.

(8)

berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Pemberian ASI Eksklusif, dan Status Gizi Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pegagan Julu II”.

Selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini, penulis

mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu , SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si., selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

8. Marihot Oloan Samosir, S.T., selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam mengurus administrasi serta memberi informasi apapun yang penulis butuhkan.

9. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Kepala UPTD Puskesmas Pegagan Julu II dan staf pegawai yang telah memberikan izin dan bantuan dalam penelitian ini.

11. Teristimewa kedua orang tua tercinta, Bapak J. Siahaan dan Ibu L. Siadari yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, dan bimbingan serta mendoakan penulis sampai skripsi ini selesai dan sampai seterusnya.

12. Kakak penulis T. Frischa M.S, S.Pd, adik-adik penulis Thessa Yolanda Siahaan dan Dame Elisa Rosmaida Siahaan yang juga senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dan mendukung serta mendoakan penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2018

Grace Deonita

(10)

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i

Halaman Pengesahan ii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9

Status Gizi 9

Penilaian Status Gizi 10

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri 11

Air Susu Ibu (ASI) 14

Jenis – Jenis ASI 14

Pemberian Kolostrum 15

ASI Eksklusif 16

Alasan Tidak Memberikan ASI Eksklusif 17

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif 18

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 19

Manfaat IMD 20

Langkah – Langkah IMD 21

Hambatan IMD 21

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan IMD 22

Landasan Teori 23

Kerangka Konsep 25

Metode Penelitian 27

Jenis Penelitian 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Lokasi Penelitian 27

Waktu Penelitian 27

Populasi dan Sampel 27

(11)

Populasi 28

Sampel 28

Variabel dan Definisi Operasional 29

Metode Pengumpulan Data 30

Data Primer 30

Data Sekunder 30

Uji Validitas dan Reliabilitas 31

Metode Pengukuran 32

Metode Analisis Data 34

Pengolahan Data 34

Analisis Data 34

Hasil Penelitian 35

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 35

Gambaran Umum Responden 36

Gambaran Umum Bayi 38

Pelaksanaan IMD 38

Pemberian ASI Eksklusif 39

Status Gizi Bayi 40

Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) 40

Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) 41

Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB) 42

Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan Pelaksanaan IMD 43

Status Gizi Bayi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 44

Status Gizi Bayi (BB/U) Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 44

Status Gizi Bayi (PB/U) Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 45

Status Gizi Bayi (BB/PB) Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 46

Pembahasan 48

Status Gizi Bayi 48

Pelaksanaan IMD 49

Pemberian ASI Eksklusif 51

Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan Pelaksanaan IMD 53

Status Gizi Bayi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 55

Kesimpulan Dan Saran 59

Kesimpulan 59

Saran 59

Daftar Pustaka 61

Lampiran

(12)

1 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Z-Score

Depkes RI 2010 33

2 Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018 37 3 Distribusi Karakteristik Bayi di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018 38 4 Distribusi Pelaksanaan IMD di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018 39 5 Distribusi Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018 39 6 Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan

Menurut Umur (BB/U) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Pegagan Julu II Tahun 2018 41

7 Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Pegagan Julu II Tahun 2018 42

8 Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB) di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018 43 9 Distribusi Pemberian ASI Eksklusif Berdasarakan Pelaksanaan

IMD di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II

Tahun 2018 44

10 Distribusi Status Gizi Bayi (BB/U) Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II

Tahun 2018 45

11 Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II

Tahun 2018 46

12 Distribusi Status Gizi Bayi (BB/PB) Berdasarkan Pemberian ASI

(13)

No Judul Halaman Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II

Tahun 2018 47

(14)

1 Kerangka Konsep Penelitian 26

(15)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 66

2 Surat Izin Penelitian 69

3 Surat Keterangan Selesai Penelitian UPTD Puskesmas PegaganJulu II 70

4 Master Data Penelitian 71

5 Output Uji Validitas dan Reliabilitas 75

6 Output Penelitian 77

7 Dokumentasi 83

(16)

Provinsi Jambi pada tanggal 30 Agustus 1996. Penulis beragama Kristen

Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak J. Siahaan dan ibu L. Siadari.

Pendidikan formal dimulai di TK Makarti Mukti Tama pada tahun 2001.

Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 180/II Mulia Bhakti, Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 5 Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi tahun 2008-2011,

sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Pelepat Ilir Kabupaten Bungo Provinsi Jambi tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2018

Grace Deonita

(17)

Pendahuluan

Latar Belakang

Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah

penurunan angka kematian bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana satu sisi masih banyak jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah

masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada bayi (PP RI, 2012).

Bayi usia 0-12 bulan merupakan salah satu kelompok rentan gizi yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rentan terkena penyakit karena kekurangan zat gizi dalam

tubuhnya. Secara alamiah, semua kandungan gizi yang dibutuhkan bayi ada dalam ASI. ASI mengandung immunoglobin yang memberi daya tahan tubuh pada bayi, sehingga bayi dapat terlindungi karena asupan gizinya terjaga (Salmah, 2013).

Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 melaporkan bahwa sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,0% balita mempunyai status gizi kurang. Secara Nasional status gizi anak usia 0-23 bulan berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebesar 3,5% mempunyi status gizi buruk, 11,3% mempunyai status gizi kurang, 83,5% mempunyai status gizi baik, dan 1,6% mempunyai status gizi lebih. Di Provinsi Sumatera Utara anak usia 0-23 tahun mempunyai status gizi buruk sebesar 4,6% dan gizi kurang sebesar 11,4%.

(18)

Sementara itu untuk anak usia 0-23 bulan yang mempunyai status gizi normal sebesar 81,7% dan status gizi lebih yaitu sebesar 2,4% (Kemenkes RI, 2018).

Menurut penelitian Giri et. al. (2013), menunjukkan adanya

kecenderungan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif cenderung memiliki balita dengan status gizi lebih baik dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini terlihat bahwa ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif, sebanyak 9% memiliki balita dengan status gizi di atas garis merah dan 1,3%

memiliki balita dengan status gizi dibawah garis merah, sedangkan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 74,4% memiliki balita dengan status gizi diatas garis merah dan 15,4% memiliki balita dibawa garis merah.

Pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai berusia 2 tahun meliputi memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 1 jam setelah lahir, memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan. Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan bayi. Penerapan pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berusia 2 tahun belum dilaksanakan dengan baik

khususnya dalam hal pemberian ASI eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi bayi (PP RI, 2012).

ASI adalah makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna dan mengandung komposisi yang seimbang dan

(19)

3

sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang tersedia setiap saat, siap disajikan dalam suhu kamar dan bebas dari kontaminasi (Wiji, 2013).

Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi secara murni. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. World Health Organization (WHO) dan United Nations Childrens Fund (UNICEF) merekomendasikan agar ibu menyusui

bayinya segera setelah melahirkan dalam waktu 1 jam dan melanjutkan

memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Pengenalan makanan yang bergizi kepada bayi dilakukan setelah 6 bulan disertai dengan pemberian ASI sampai usia 2 tahun (WHO, 2018).

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan yang dianjurkan didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga maupun negara.

ASI tidak hanya bergizi untuk bayi, tetapi juga membantu melindungi bayi dari hampir semua infeksi, dengan meningkatkan kekebalan tubuhnya. Setiap ibu menyusui memberikan jutaan sel darah putih bagi bayinya, yang membantu dirinya melawan segala macam penyakit (Wiji, 2013).

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih memprihatinkan, karena masih banyak masyarakat yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi berusia sangat muda. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada bayi berusia 0 bulan 64,2%, usia 1 bulan 58,2%, usia 2 bulan 56,1%, usia 3 bulan 55,3%, usia 4 bulan

(20)

50,9%, usia 5 bulan 46,2%. Persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif 0-5 bulan yaitu 54% dan usia 6 bulan 29,5% (Kemenkes RI, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur bayi maka praktek pemberian ASI

eksklusif semakin menurun dan kesadaran ibu untuk memberikan ASI juga masih memprihatinkan. Pada tahun 2017, persentase bayi 0-5 bulan yang masih

mendapat ASI eksklusif sedikit meningkat sebesar 46,74% sedangkan bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan adalah sebesar 35,73% (Kemenkes RI, 2018).

Menurut penelitian Tari (2017) sebagian besar bayi (42,9%) sudah diberikan makan pisang awak sejak umur 0 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu bayi dikatakan bahwa ibu mulai memberikan pisang sejak bayi berusia 1 minggu. Memberikan pisang awak ini sudah menjadi tradisi turun temurun.

Alasan ibu terlalu cepat memberikan makan pisang awak kepada bayi dikarenakan sudah biasa dilakukan dari dulu dan sudah merupakan tradisi turun temurun dan hal tersebut dianggap biasa dilakukan sehingga tidak mengkhawatirkan ibu dalam memberikan MP ASI tersebut pada bayinya dan alasan lain dikarenakan bayi sering menangis atau rewel yang dianggap oleh ibu bahwa bayi lapar. Mulai sejak itu ibu menjadi mulai sering memberikan bayinya pisang awak secara rutin.

Salah satu faktor kunci untuk keberlangsungan pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan dengan cara membiarkan bayi mencari puting susu ibunya sendiri. Pelaksanaan

(21)

5

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi (Ginandjar, 2012).

Beberapa penelitian dan survei menyatakan manfaat dan keuntungan dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD) serta pemberian ASI eksklusif baik bagi ibu, bagi bayi, juga bagi keluarga dan masyarakat. Namun cakupan praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif masih rendah. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, di Indonesia bayi baru lahir yang mendapatkan IMD dalam 1 jam atau lebih hanya sebesar 9,2% dan yang mendapat IMD kurang dari 1 jam sebesar 42,6%. Pada tahun 2017, persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD sebesar 51,3% mendapatkan IMD dalam kurang dari 1 jam setelah lahir dan 6,6% mendapat IMD dalam 1 jam setelah lahir atau lebih. Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebesar 6,1%

mendapat IMD dalam 1 jam atau lebih dan 30,3% mendapat IMD dalam kurang dari 1 jam. Sedangkan pada tahun 2017 bayi yang mendapat IMD dalam 1 jam atau lebih sebesar 3,5% dan mendapat IMD kurang dari 1 jam sebesar 38,7%

(Kemenkes RI, 2017, 2018).

Menurut penelitian Ekaristi et. al. (2017), sebagian besar ibu tidak melaksanakan IMD, namun dari sebagian kecil yang melaksanakan IMD hampir sebagian besar memberikan ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian Azriani (2014), bahwa terdapat hubungan bermakna antara pelaksanaan IMD dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan ibu yang melaksanakan IMD 4,25 kali lebih berhasil memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan IMD.

(22)

Penelitian Lutfiyati et. al. (2015), menyebutkan bahwa IMD menjadi faktor ketiga yang dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif setelah pekerjaan dan pendidikan ibu. Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI eksklusif. Jika dilihat dari frekuensi, diketahui bahwa sebanyak 67 ibu (57,8%) yang melakukan IMD telah memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Sasaran kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat adalah meningkatnya pelayanan gizi masyarakat. Indikator pencapaian sasaran program ASI eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah 50% berdasarkan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan RI tahun 2015-2019. Namun data cakupan ASI eksklusif di Sumatera Utara pada tahun 2016 tergolong cukup rendah yaitu sebesar 12,4%

dan pada tahun 2017 menurun menjadi 10,7%. Sedangkan cakupan ASI eksklusif pada bayi usia 0-5 bulan di tahun 2016 sebesar 46,8% dan menurun di tahun 2017 sebesar 25,7% (Kemenkes 2017, 2018).

Sementara di Kabupaten Dairi berdasarkan data Hasil Pemantauan Status Gizi Kemenkes RI, cakupan ASI eksklusif meningkat dari 6,2% di tahun 2016, menjadi sebesar 7,4% di tahun 2017. Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II cakupan IMD sudah baik yaitu sebesar 82,33%, sedangkan cakupan ASI eksklusif masih rendah yaitu sebesar 47,2%. Hal ini menunjukkan masih terdapat bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif dan diberikan MP ASI terlalu dini bahkan sudah diberikan makanan keluarga sebelum usianya.

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 7 orang ibu yang mempunyai bayi, diketahui bahwa sebesar 14,29% ibu mempunyai bayi

(23)

7

dengan status gizi kurang. Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah pemberian ASI eksklusif. Dari 7 orang ibu sebesar 28,57% ibu

memberikan ASI eksklusif dan 71,43% ibu tidak memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif untuk bayinya adalah

sebagian besar ibu yang mempunyai bayi bekerja sebagai petani yang bekerja ke ladang sehingga bayi ditinggal di rumah bersama dengan nenek atau saudara bayi yang lebih tua, dan kebiasaan orangtua dari ibu yang memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada bayi sebelum bayi berusia lebih dari enam bulan.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif salah satunya yaitu pelaksanaan IMD. Sebesar 57,14% ibu tidak melaksanakan IMD

dikarenakan melahirkan dengan operasi sesar dan bayi ditempatkan diruangan berbeda.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan langkah awal kesuksesan

pelaksanaan ASI eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif cenderung akan memiliki status gizi baik. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan status gizi bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan status gizi bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi?”

(24)

Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD),

pemberian ASI eksklusif, dan status gizi bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan masukan kepada pihak puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam

pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), program pemberian ASI eksklusif, dan perbaikan status gizi bayi.

(25)

Tinjauan Pustaka

Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan (Salmah, 2013). Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak pada periode emas, melakukan aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan penyakit dan proses biologis lain di dalam tubuh.

Status gizi anak salah satunya ditentukan oleh praktek pemberian ASI ekslusif. Penelitian Permatasari (2016) menunjukkan bahwa status gizi balita dilihat berdasarkan ASI eksklusif yang diberikan ibu, ibu dengan praktek

pemberian ASI eksklusif baik, 85,0% memiliki balita dengan status gizi baik. Ibu dengan praktek pemberian ASI tidak baik 20,0% memiliki balita dengan status gizi kurang. Persentase balita gizi kurang lebih tinggi pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklsif yang baik pada balita.

Menurut penelitian Giri et. al. (2013), menunjukkan ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memberikan ASI eksklusif akan semakin baik status gizi balitanya dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita berusia 6-24 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Maria (2016), yang menunjukkan bahwa ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Polindes Petranrejo Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk. Sebagian besar ibu

(26)

yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya mempunyai BB normal yaitu 18 ibu (52,9%). Ibu yang memberikan ASI eksklusif tidak satupun bayinya

mengalami BB sangat kurang atau BB kurang.

Status gizi anak ditentukan berdasarkan umur, berat badan dan panjang badan, sehingga indikator pengukuran status gizi anak adalah berat badan berdasarkan umur (BB/U), panjang badan berdasarkan umur (PB/U), dan berat badan berdasarkan panjang badan (BB/PB). Indikator BB/U rendah

menggambarkan anak berat kurang (underweight), indikator PB/U rendah menggambarkan anak pendek (stunting), dan indikator BB/PB rendah menggambarkan anak kurus (wasting) (Kemenkes, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sitorus (2016), menyimpulkan bahwa status gizi anak usia 0-24 bulan secara langsung dipengaruhi oleh faktor seperti asupan gizi (tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak) serta penyakit infeksi seperti diare dan dipengaruhi oleh faktor tidak langsung yaitu pengetahuan gizi ibu terkait pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga dan berat badan lahir.

Penilaian status gizi. Salmah (2013) dalam bukunya menyatakan

penilaian terhadap status gizi yang dikonsumsi seseorang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) Penilaian status gizi secara langsung yaitu dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh, komposisi tubuh, tingkat umur, dan tingkat gizi. Pengukuran yang dimaksud berupa pemeriksaan seperti antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; 2) Penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu dilakukan dengan cara survei konsumsi makanan, statistik

(27)

11

vital, dan faktor ekologi.

Penilaian status gizi secara antropometri. Secara umum antropometri

artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi (Supariasa et. al., 2016).

Indeks antropometri merupakan kombinasi antara berbagai parameter gizi.

Indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda (Supariasa et. al., 2016).

Indeks berat badan menurut umur. Berat badan adalah salah satu

parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang dengan cepat atau dengan lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan

(28)

menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Karena karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa et. al., 2016).

Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan yaitu, lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan (over weight). Sedangkan kelemahannya yaitu, di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik sehingga memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak dibawah usia lima tahun, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan, secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan, dan sebagainya (Supariasa et. al., 2016).

Indeks tinggi badan menurut umur atau panjang badan menurut umur.

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa et. al., 2016).

(29)

13

Kelebihan indeks TB/U yaitu, baik untuk menilai status gizi masa lampau dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan kelemahannya yaitu, tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukannya, ketepatan umur sulit didapat (Supariasa et. al., 2016).

Indeks berat badan menurut tinggi badan. Berat badan memiliki hubungan

yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan percepatan tertentu.

Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et. al., 2016).

Kelebihan indeks BB/TB yaitu, tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). Sedangkan

kelemahannya yaitu, tidak dapat memberikan gambaran apakah anak pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan, dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita,

membutuhkan 2 macam alat ukur, pengukuran relatif lama, membutuhkan 2 orang untuk melakukannya, sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional (Supariasa et. al., 2016).

(30)

Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. Secara alamiah, ibu mampu menghasilkan ASI. ASI merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi saat ibu mengalami kehamilan. Selama hamil, payudara ibu akan mengalami perubahan untuk menyiapkan produksi ASI tersebut sehingga jika tiba waktunya ASI dapat digunakan sebagai pemenuhan nutrisi bayi (Wiji, 2013).

Jenis – jenis ASI. Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kolostrum, air susu masa peralihan atau masa transisi, dan ASI mature.

Kolostrum. Kolostrum adalah susu pertama yang dihasilkan oleh payudara

ibu berbentuk cairan berwarna kekuningan yang mengandung protein lebih tinggi dan sedikit lemak daripada susu matang. Kolostrum keluar pada hari pertama sampai hari keempat dengan komposisi yang selalu berubah dari hari ke hari.

Kolostrum terasa agak kasar karena mengandung butir-butir lemak, bekas-bekas epitel, leukosit, dan limfosit. Atau dengan kata lain kolostrum adalah cairan pelancar dan pembersih saluran-saluran ASI.Kolostrum mengandung antibodi yang dapat memberikan kekebalan tubuh bagi bayi hingga usia 6 bulan pertama.

Kolostrum mengandung antibodi seperti Immunoglobulin A (IgA),

laktoferin, dan sel-sel darah putih yang sangat penting untuk pertahanan bayi serta

dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap penyakit infeksi. Kolostrum

(31)

15

mengandung vitamin A yang akan membantu kesehatan mata bayi dan mencegah infeksi. Kolostrum berfungsi sebagai pencahar artinya dapat membersihkan zat dari usus bayi baru lahir yang dapat menyebabkan bayi kuning.

Air susu masa peralihan (masa transisi). ASI masa transisi merupakan

peralihan dari ASI kolostrum sampai menjadi ASI mature. ASI transisi diproduksi pada hari keempat hingga keempat belas. Pada masa ini, kadar protein berkurang, sedangkan karbohidrat dan lemak, serta volumenya semakin meningkat.

Asi mature. ASI mature adalah ASI yang diproduksi sejak hari keempat

belas sampai seterusnya. ASI mature merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah 6 bulan, ASI tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sehingga mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI. ASI ini berwarna putih kebiru-biruan (seperti susu krim) dan mengandung lebih banyak kalori dari pada susu kolostrum ataupun transisi.

Pemberian kolostrum. Hasil penelitian Sitorus (2016) menunjukkan bahwa sebaran riwayat ASI berupa pemberian kolostrum dan ASI eksklusif serta pemberian prelakteal dan pemberian MP ASI lebih dari 6 bulan dan kurang dari 6 bulan. Sebagian besar sampel yaitu sebanyak 80,65% mendapatkan kolostrum namun sebagian besar pula diberikan prelakteal atau makanan yang diberikan sebelum keluarnya ASI yaitu sebanyak 61,29%. Prelakteal yang diberikan adalah air putih, madu dan kopi.

(32)

Alasan pemberian prelakteal diantaranya adalah persepsi ibu bahwa ASI yang diberikan kepada bayi yang baru lahir tidak cukup dan bayi tidak merasa kenyang, pengalaman dari orang-orang sekitar yang menyatakan bahwa bayi yang baru saja lahir merasa sangat haus sehingga pemberian air putih sangat dianjurkan serta mengikuti tradisi bahwa pemberian kopi sangat baik untuk mengurangi risiko step atau kejang alami pada anak.

ASI eksklusif. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO) adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan vitamin atau mineral tetes) (Pusat Data Informasi dan Kemenkes RI dalam Lumbanraja 2015). Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pengertian ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes RI, 2012).

World Health Organization (WHO) dan United Nations Childrens Fund

(UNICEF) merekomendasikan agar ibu menyusui bayinya segera setelah melahirkan dalam waktu 1 jam dan melanjutkan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Pengenalan makanan yang bergizi

kepada bayi dilakukan setelah 6 bulan disertai dengan pemberian ASI sampai usia 2 tahun (WHO, 2018).

Salah satu faktor keberhasilan ASI eksklusif adalah pelaksanaan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatmawati (2016) yang menunjukkan bahwa ada hubungan IMD dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia

(33)

17

7-12 bulan di Puskesmas Tegalrejo. Ibu yang mendapatkan perlakuan IMD dan memberikan ASI eksklusif sebanyak 16 ibu (53,3%) dan ibu yang melakukan IMD namun memberikan ASI eksklusif sebanyak 3 ibu (10%). Sementara ibu yang tidak melakukan IMD namun memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 ibu (13,3%), dan ibu yang tidak melakukan IMD serta tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 7 ibu (23,3%).

Alasan tidak memberikan ASI eksklusif. Menurut penelitian Pratama (2013), menyatakan sebagian ibu tidak dapat segera menyusui bayinya, sehingga mempengaruhi perilaku pemberian ASI kepada bayi. Alasannya bervariasi, diantaranya terdapat ibu yang mengeluhkan ASI sulit atau hanya sedikit keluar, gaya hidup yang mempengaruhi produksi ASI, dan kurangnya waktu menyusui karena kesibukan yang padat.

Penelitian Tari (2017) menunjukkan bahwa 15,6% bayi yang tidak diberikan ASI. Alasan ibu tidak memberikan ASI karena ASI tidak mau keluar sejak ibu melahirkan. Selain itu, karena ASI tidak mau keluar, bayi tidak mau, ibu bekerja dan ibu yang mengalami baby syndrom. Sebagai pengganti ASI, ibu menggantikannya dengan memberikann susu formula atau juga air tajin setiap hari.

Hasil penelitian Sitorus (2016), menyatakan yaitu sebanyak 69,35% bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif dan hanya sebesar 30,65% bayi yang diberikan ASI eksklusif. Beberapa alasan tidak diberikannya ASI eksklusif kepada bayi adalah persepsi ibu tentang tidak cukupnya ASI bagi bayi hingga usia 6 bulan, bayi rewel dan ibu menduga bahwa bayi lapar sehingga diberi makan, ibu yang

(34)

melahirkan dengan cara operasi dipisahkan dari bayi hingga usia tiga hari sehingga bayi diberikan susu formula dan tidak diberikan ASI lagi serta tradisi keluarga yang memberikan makanan langsung ketika bayi lahir agar bayi tampak gemuk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif menurut beberapa hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Pendidikan. Menurut penelitian Nasution, et al. (2016), bahwa pemberian

ASI tidak eksklusif lebih banyak pada ibu dengan pendidikan rendah

dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (35,7%). Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI tidak eksklusif lebih banyak pada ibu yang dengan pengetahuan rendah (90,2%), dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi (42,9%).

Pengetahuan diperoleh baik secara formal maupun informal. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal guna pemeliharaan kesehatannya. Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi status gizi anak dan keluarga.

Pekerjaan. Pekerjaan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI

eksklusif, karena untuk sementara waktu ibu tidak berada dekat dengan anaknya.

Menurut Zakiyah (2012), semua ibu yang bekerja tidak memberikan ASI

(35)

19

eksklusif kepada bayi. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Nasution, et al.

(2016) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pola pemberian ASI. Pemberian ASI tidak eksklusif lebih banyak pada ibu yang tidak bekerja (78,7%), dibandingkan dengan ibu yang bekerja (71,4%).

Dukungan suami. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution, et al. (2016)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan keluarga dengan suksesnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Salah satu dukungan keluarga yang dimaksud adalah dukungan suami. Pemberian ASI eksklusif lebih sedikit pada ibu yang tidak mendapat dukungan suami (46,7%), dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan suami (96,2%).

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting payudara ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting payudara). IMD akan sangat membantu dalam

keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun dan mencegah anak

kurang gizi (Maryunani, 2012). Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 03 tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah segera menaruh bayi di dada ibunya, kontak kulit dengan kulit (skin to skin) segera setelah lahir setidaknya 30 menit sampai 1 jam atau lebih sampai bayi

menyusu sendiri.

(36)

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2012 tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 jam. IMD dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.

IMD dilakukan dalam keadaan ibu dan bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat 1 jam. Lama waktu IMD paling singkat 1 jam dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada bayi agar dapat mencari puting payudara ibu dan menyusu sendiri.

Manfaat IMD. Ada beberapa manfaat IMD bagi ibu dan bayi (Maryunani, 2012), diantaranya : 1) Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding Attachment) pada jam-jam pertama kehidupan bayi; 2) Bagi bayi, IMD dapat

mencegah terjadinya hipotermia, karena dada ibu dapat menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari puting payudara ibu. IMD bisa meredakan ketegangan dan stres pada bayi dan ibu yang terjadi selama proses kelahiran karena adanya kontak kulit antara ibu dan bayi. Dalam pelaksanaan IMD, bayi mendapatkan ASI kolostrum atau ASI yang pertama kali keluar; 3) Bagi ibu, IMD merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin, merangsang kontraksi uterus sehingga perdarahan pasca persalinan berkurang, merangsang pengeluaran kolostrum, meningkatkan produksi ASI, ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca

persalinan lainnya dilakukan sehingga mengurangi stres ibu setelah melahirkan dan dapat menunda ovulasi.

(37)

21

Langkah – langkah IMD. Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD. Secara umum langkah IMD, adalah sebagai berikut : 1) Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu dikamar bersalin.

Segera setelah bayi lahir, dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu, keduanya diselimuti dan bayi diberi topi; 2) Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu; 3) Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama 1 jam. Bila menyusu awal terjadi sebelum satu jam biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam. Jika bayi belum mendapatkan puting susu ibu dalam satu jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting payudara ibu tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi, dan biarkan kontak kulit antara ibu dan bayi selama 30 menit atau 1 jam berikutnya.

Sebelum proses IMD selesai, tunda menimbang, mengukur, penyuntikan vitamin K dan menetes mata bayi. Setelah selesai proses IMD bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi salep mata dan penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian diberikan imunisasi Hepatitis B (HB 0) pada paha kanan.

Hambatan IMD. Pendapat yang menghambat kontak dini kulit ke kulit pada bayi baru lahir (Yohmi, 2010) adalah : 1) Bayi kedinginan (hipotermia) bila

(38)

diletakkan di dada ibu. Ini merupakan pendapat dari beberapa orang, karena sebenarnya melaksanakan IMD dapat mencegah bayi kedinginan karena bayi mendapat kehangatan saat diletakkan di dada ibu dan dipeluk oleh ibu; 2) Ibu lelah dan masih merasa kesakitan setelah melahirkan. Pada ibu yang mengalami kesulitan dalam proses persalinan, umumnya ibu akan terlalu lelah dan merasa kesakitan bila harus berpartisipasi dalam proses inisiasi menyusu dini; 3) Kurang tersedia tenaga kesehatan yang mengerti mengenai inisiasi menyusu dini; 4) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk sehingga ibu dan bayi harus segera dipindahkan ke ruang perawatan; 5) Bayi harus segera dibersihkan, ditimbang, dan diukur, perlu diberikan vitamin K dan obat tetes mata; 6) Adanya pendapat bahwa kolostrum tidak keluar, tidak cukup, tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi.

Menurut penelitian Daulay (2017), dari 73 ibu yang menjadi sampel terdapat 17 orang (23,3%) melakukan IMD dan 56 orang (76,7%) tidak

melakukan IMD. Menurut sebagian ibu, setelah melahirkan bayi tidak diletakkan di dada ibu melainkan langsung diberikan kepada ibu untuk disusui. Hal ini dilakukan karena ibu merasa lelah setelah melahirkan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan IMD. Menurut penelitian Ramadhanti (2016), faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IMD adalah keadaan bayi yang bugar. Bayi yang bugar merupakan bayi yang lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan. Kondisi bayi yang bugar membantu bayi dalam proses IMD. Faktor lainnya yang ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu keadaan ibu. keadaan ibu yang baik membantu dalam

(39)

23

proses IMD. Dari hasil penelitian keadaan ibu dalam keadaan baik, meskipun masih dalam kondisi yang lemah setelah melahirkan.

Faktor lain yang juga menghambat keberhasilan IMD pada ibu yaitu puting susu yang terbenam dan kolostrum yang tidak keluar, sehingga bayi sulit untuk mencapai puting susu ibunya apalagi untuk menghisapnya. Peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal ini Bidan juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan IMD hal ini terkait dengan komitmen pihak bidan untuk memberikan perhatian khusus terhadap perilaku IMD.

Hasil penelitian Ulandari (2018), menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan IMD pada pasien pasca bersalin di BPM Ratna Wilis Palembang tahun 2016 adalah pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan sikap ibu.

Pengetahuan ibu yang semakin baik tentang IMD maka semakin besar peluang ibu akan memberikan IMD. Pendidikan ibu yang semakin tinggi maka semakin menambah pengetahuan ibu tentang IMD sehingga ibu akan melakukan IMD kepada bayinya yang baru lahir. Begitu juga dengan sikap ibu. Sikap yang positif terhadap pemberian IMD mendorong ibu untuk melakukan IMD kepada bayinya, sebaliknya sikap yang negatif terhadap IMD membuat ibu tidak mau melakukan IMD.

Landasan Teori

Sekitar sepertiga kematian pada anak balita disebabkan oleh kekurangan gizi. Menurut UNICEF, anak kurang gizi bukan hanya disebabkan oleh

kekurangan makanan yang bergizi, tetapi juga adanya penyakit pada anak, pola asuk anak yang tidak baik dan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan.

(40)

Kekurangan gizi yang terjadi sebelum anak berusia 2 tahun akan mengalami gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan berpengaruh pada prestasi di sekolah. Upaya peningkatan status gizi dengan program yang menjangkau anak- anak mulai dari dalam kandungan hingga usia 2 tahun sedang bekerja di beberapa negara. Hal ini berdampak positif yaitu dengan menurunnya anak stunting dan kekurangan gizi lainnya (UNICEF, 2013).

Penurunan kejadian kekurangan gizi dapat dicapai dengan peningkatan nutrisi selama 1.000 hari penting yang dimulai dari sebelum, selama, dan setelah kehamilan seorang wanita serta 2 tahun pertama kehidupan anak. Setelah anak lahir, praktik menyusui yang tidak sesuai seperti menyusui non eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat waktu, penggunaan jenis makanan yang kurang beragam dapat menyebabkan pertumbuhan yang buruk (UNICEF, 2013).

Praktik pemberian makanan yang tepat untuk anak yaitu dimulai dengan menyusui dalam satu jam setelah kelahiran, pemberian ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama kehidupan dan terus menyusui sampai anak berusia 2 tahun disertai dengan pemberian makanan lunak dimulai dari anak berusia 6 bulan. Menyusui anak pada usia pertama kehidupan dapat mencegah hampir seperlima kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa inisiasi menyusu dini dapat mengurangi risiko neonatal mortalitas. Kolostrum, susu yang diproduksi ibu selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, memberikan nutrisi penting serta antibodi yang dapat meningkatkan sistem

(41)

25

kekebalan bayi, sehingga mengurangi kemungkinan kematian pada periode neonatal (UNICEF, 2013).

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan menyelamatkan hidup anak. Anak yang disusui secara eksklusif memiliki kemungkinan kecil mengalami kematian akibat diare dan radang paru-paru.

Selain itu, banyak manfaat yang dikaitkan dengan pemberian ASI eksklusif untuk ibu dan bayi termasuk pencegahan pertumbuhan yang buruk (UNICEF, 2013).

Kerangka Konsep

Pilar utama dalam proses menyusui adalah Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

IMD adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu ibu). IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui. Program pemberian ASI eksklusif merupakan program pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman tambahan. Program pemberian ASI eksklusif merupakan program yang dilaksanakan karena masih banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan berbagai penyebab sehingga mengakibatkan bayi tidak mendapatkan gizi yang cukup serta menurunnya kekebalan tubuh bayi.

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa pelaksanaan IMD merupakan salah satu faktor kunci untuk keberlangsungan pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu hal yang penting karena akan memberikan pengaruh pada status gizi bayi. Kerangka

konsep penelitian digambarkan dalam gambar 1 berikut ini :

(42)

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Pelaksanaan

IMD

Status Gizi Bayi Pemberian ASI

Eksklusif

(43)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional, yang bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan inisiasi

menyusu dini, pemberian ASI eksklusif, dan status gizi bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II pada tahun 2018.

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Alasan pemilihan lokasi karena masih banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Bayi yang masih berumur dibawah 6 bulan sudah diberikan makanan atau minuman tambahan dengan alasan ibu bekerja di ladang dan karena kebiasaan orangtua ibu yang memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Agustus 2018, dengan tahapan waktu digunakan untuk penelusuran pustaka, survei awal, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penulisan laporan.

Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(44)

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi berusia 7-12 bulan yang tercatat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi yaitu sebanyak 192 orang.

Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah bayi berumur 7-12 bulan yang tercatat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang

memiliki bayi berusia 7-12 bulan. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin :

( ) Keterangan :

N : jumlah populasi n : jumlah sampel

d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang di inginkan maka :

( ) ( )

≈ 66 bayi

Hasil perhitungan sampel dengan menggunakan rumus di atas, didapat sampel sebesar 66 bayi. Sampel penelitian yaitu bayi berusia 7-12 bulan.

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling yaitu dengan cara undian. Peneliti menuliskan nama bayi yang menjadi populasi yaitu 192 bayi pada kertas kecil, menggulung kertas tersebut lalu memasukkan kedalam gelas plastik

(45)

29

kemudian menutup dan memberi sedikit lubang. Peneliti mengundi dan mengeluarkan satu gulungan kertas. Setiap nama bayi yang keluar dicatat dan dijadikan sampel penelitian. Hal yang sama dilakukan hingga memperoleh sampel sebanyak 66 bayi. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi berusia 7-12 bulan.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independent dan variabel dependent. Variabel independent merupakan variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi, dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif. Sementara variabel dependent merupakan variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi yaitu status gizi bayi.

Adapun definisi operasional pada masing-masing variabel yang diteliti yaitu :

Pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD). Pelaksanaan IMD adalah kegiatan segera setelah bayi lahir ditengkurapkan di perut atau dada ibu dan selanjutnya bayi dibiarkan menemukan puting payudara ibu sendiri kemudian menyusu.

Pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif adalah tindakan ibu memberikan ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai berusia 6 bulan tanpa

menambahkan atau mengganti dengan makanan dan minuman lain.

(46)

Status gizi bayi. Status gizi bayi adalah keadaan gizi anak bayi berumur 7-12 bulan yang ditentukan dengan melakukan pengukuran antropometri dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB).

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu berdasarkan data primer dan sekunder.

Data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian. Data primer yang meliputi karakteristik ibu (pendidikan dan pekerjaan), karakteristik bayi (umur dan jenis kelamin), pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif diperoleh melalui teknik wawancara dengan

menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan. Wawancara dilakukan dengan cara mendatangi ke rumah responden. Responden yang digunakan adalah ibu dari bayi berusia 7-12 bulan. Data status gizi bayi diperoleh dengan

penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan. Alat pengukur yang digunakan berupa timbangan bayi dan microtoise.

Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari catatan UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi berupa jumlah bayi, gambaran umum wilayah kerja puskesmas, dan data lain yang dianggap mendukung.

(47)

31

Uji validitas dan reliabilitas. Instrumen pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang sedemikian rupa agar relevan dengan tujuan penelitian. Untuk itu, kuesioner diujicoba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Ujicoba dilakukan kepada 25 ibu yang mempunyai bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II.

Uji validitas. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi

pengukurannya. Kuesioner dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Kuesioner terdiri dari 8 pertanyaan tentang pelaksanaan IMD dan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II, dengan jumlah responden ujicoba sebanyak 25 orang maka n = 25 dan df = 23, pada taraf signifikan 10%.

Oleh karena itu, diperoleh r tabel = 0,3365. Kuesioner dikatakan valid apabila r hitung > 0,3365, maka 8 pertanyaan tersebut dikatakan valid.

Uji reliabilitas. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai 2 kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai alpha > dari 0,6. Pada pengolahan data ujicoba kuesioner diperoleh nilai alpha hitung sebesar 0,776, yang mana nilai alpha hitung

> 0,6, maka didapatkan kuesioner yang reliabel.

(48)

Intrumen Penelitian

Intrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat mengukur panjang badan yaitu microtoise, dan alat mengukur berat badan yaitu timbangan bayi.

Metode Pengukuran

Metode pengukuran untuk mengukur variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pelaksanaan IMD. Pelaksanaan IMD diukur dengan menggunakan tujuh pertanyaan tentang langkah pelaksanaan IMD yang diberikan kepada responden.

Sampel dianggap melaksanakan IMD jika melaksanakan langkah nomor 2, 4, dan 5, karena merupakan langkah utama pelaksanaan IMD. Berdasarkan jawaban yang diberikan responden, pelaksanaan IMD dikategorikan menjadi 2, yaitu :

IMD : jika menjawab langkah nomor 2, 4, dan 5 “Ya”

Tidak IMD : jika menjawab langkah nomor 2, 4, dan 5 “Tidak”

Pemberian ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif diukur dengan menggunakan pertanyaan berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif yang diberikan kepada responden. Sampel dianggap ASI eksklusif jika menjawab pertanyaan nomor 1 dan 2 benar. Berdasarkan jawaban yang diberikan responden, pemberian ASI eksklusif dikategorikan menjadi 2, yaitu :

ASI eksklusif : jika jawaban pertanyaan nomor 1 “Air Susu Ibu” dan nomor 2

“Ya”

Tidak ASI eksklusif : jika jawaban pertanyaan nomor 1 “bukan Air Susu Ibu”

dan nomor 2 “Tidak”

(49)

33

Status gizi. Status gizi bayi diperoleh dengan cara penilaian status gizi yaitu pengukuran secara antropometri dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) yang menggunakan Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kemenkes RI, 2010).

Menentukan klasifikasi status gizi menggunakan Z-score sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-score adalah sebagai berikut :

Z-score =

Status gizi diklasifikasikan berdasarkan Z-score menurut Kemenkes RI 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Z-Score Depkes RI 2010

Indeks Ambang Batas (Z-Score) Status Gizi Berat Badan

Menurut Umur (BB/U)

< -3 SD Gizi Buruk

-3 SD sampai dengan < -2SD Gizi Kurang -2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Baik

>2 SD Gizi Lebih

Panjang Badan Menurut Umur

(PB/U)

<-3 SD Sangat Pendek

-3 SD sampai dengan < -2 SD Pendek -2 SD sampai dengan 2 SD Normal

>2 SD Tinggi

Berat Badan Menurut Panjang

Badan (BB/PB)

< -3 SD Sangat Kurus

-3 SD sampai dengan < -2 SD Kurus -2 SD sampai dengan 2 SD Normal

>2 SD Gemuk

Sumber : Kemenkes RI, 2010

(50)

Metode Analisis Data

Pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Editing atau penyuntingan data. Hasil wawancara yang dikumpulkan melalui kuesioner dikoreksi dan diperbaiki untuk menghindari data atau informasi yang tidak lengkap; 2) Coding yaitu mengubah data yang ada dalam kuesioner yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan untuk memudahkan dalam memasukkan data (data entry) ke dalam mesin pengolahan data seperti komputer; 3) Entry yaitu memasukkan data dalam bentuk kode ke dalam mesin pengolah data; 4) Cleaning atau pembersihan data yaitu memastikan kembali data yang sudah dimasukkan kedalam mesing pengolah data untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode dan ketidaklengkapan data. Setelah pembersihan data selesai, selanjutnya dilakukan

proses analisis data.

Analisis data. Analisis data dalam penelitian ini diakukan dengan menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Analisis univariat hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

(51)

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Pegagan Julu II merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, dengan alamat Jalan Medan – Sidikalang No. 182/II Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Wilayah kerja Puskesmas terdiri dari sembilan desa. Gambaran umum lokasi penelitian adalah sebagai berikut :

UPTD Puskesmas Pegagan Julu II berada di Kecamatan Sumbul dengan jarak ke Ibukota Kabupaten Dairi/Sidikalang ±20 km dan terletak di bagian Timur Kabupaten Dairi dengan luas wilayah 60,68 km2. Secara astronomi terbentang antara 98º00 - 98º30 BT (Bujur Timur) dan 21º00 - 30º00 LU (Lintang Utara) dan terletak 500-700 m diatas permukaan laut. Secara geografis UPTD Puskesmas Pegagan Julu II berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Pegagan Hilir Sebelah Timur : Kecamatan Silahi Sabungan Sebelah Selatan : Kecamatan Parbuluan Sebelah Barat : Kecamatan Sitinjo

Jumlah penduduk yang bermukim di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II sebanyak 20.816 jiwa terdiri dari 10.216 laki-laki dan 10.600 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II adalah bertani sebesar 72,19%. Sarana atau fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II yaitu sebanyak 15 unit yang terdiri dari 1 unit Puskesmas, 5 unit Puskesmas Pembantu

(52)

(Pustu), dan 9 unit Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Sebagian besar ibu yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II bersalin di fasilitas kesehatan seperti Pustu dan Poskesdes dimana persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan yaitu bidan desa yang telah mengerti prosedur dan manfaat IMD sehingga proses IMD dapat terlaksana.

Gambaran Umum Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 66 responden diperoleh gambaran umum responden berdasarkan umur, pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan data umur responden paling banyak dalam penelitian ini yaitu kelompok umur antara 21 – 35 tahun sebanyak 52 responden (78,8%), sedangkan responden paling sedikit yaitu pada kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 1 responden (1,5%). Dari hasil wawancara didapatkan bahwa responden paling muda berumur 18 tahun dan responden paling tua berumur 44 tahun.

Berdasarkan data pendidikan yang ditamatkan responden dapat diketahui bahwa kelompok pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMA sebanyak 45 responden (68,2%), sedangkan kelompok pendidikan responden paling sedikit adalah perguruan tinggi sebanyak 4 responden (6,1%). Dari hasil wawancara dengan responden didapat pendidikan responden paling tinggi yaitu perguruan tinggi dan paling rendah yaitu tamat SD.

Berdasarkan data pekerjaan responden diketahui bahwa kelompok responden paling banyak yaitu pada kelompok petani sebanyak 52 responden (78,8%), sedangkan kelompok responden paling sedikit adalah pada kelompok PNS serta kelompok guru honor yaitu masing masing 1 responden (1,5%). Secara

(53)

37

umum responden merupakan petani kopi, jagung, wortel, jeruk, tomat, dan cabai.

Peneliti melihat responden termasuk kelompok pendapatan menengah kebawah, kemungkinan harus membeli bahan pangan yang cukup sesuai pendapatan. Hal ini dapat mempengaruhi pola konsumsi ibu saat mengandung dan keadaan gizi ibu serta bayi saat baru lahir. Responden pergi bekerja mulai dari pagi sampai sore sehingga bayi ditinggal dirumah bersama dengan nenek atau saudara bayi yang lebih tua. Hal ini menyebabkan bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif.

Gambaran distribusi karakteristik responden di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2

Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018

Karakteristik Responden n = 66 %

Umur

≤ 20 1 1,5

21 – 35 52 78,8

≥ 36

13 19,7

Pendidikan

Tamat SD 6 9,1

Tamat SMP 11 16,7

Tamat SMA 45 68,2

Perguruan Tinggi

4 6,1

Pekerjaan

Tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga) 10 15,2

Petani 52 78,8

PNS 1 1,5

Pedagang 2 3,0

Guru Honor 1 1,5

Gambaran Umum Bayi

Berdasarkan hasil wawancara dengan 66 responden diperoleh gambaran umum bayi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kelompok umur bayi paling

(54)

banyak adalah pada kelompok umur antara 7 – 9 bulan sebanyak 25 bayi (71,2%), sedangkan kelompok umur bayi paling sedikit adalah pada kelompok umur 10-12 bulan yaitu 11 bayi (28,8%). Sedangkan distribusi bayi dengan jenis kelamin laki- laki yaitu 36 bayi (54,6%), bayi dengan jenis kelamin perempuan yaitu 30 bayi (45,4%). Jumlah bayi dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada bayi dengan jenis kelamin perempuan. Gambaran karakteristik bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II yaitu sebagai berikut :

Tabel 3

Distribusi Karakteristik Bayi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II Tahun 2018

Umur Bayi

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

n % n % n %

7 – 9 25 53,2 22 46,8 47 100,0

10 – 12 11 57,9 8 42,1 19 100,0

Pelaksanaan IMD

Pelaksanaan IMD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II sudah baik. Hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa responden bersalin di fasilitas kesehatan yang ada diwilayah kerja puskesmas seperti Pustu dan Poskesdes dengan bantuan bidan desa yang sudah mengerti pelaksanaan IMD dan manfaat IMD. Responden yang melaksanakan IMD lebih banyak dari pada responden yang tidak melaksanakan IMD yaitu 39 responden (59,1%), sedangkan responden yang tidak melaksanakan IMD sebanyak 27 responden (40,9%).

Responden tidak melaksanakan IMD diantaranya karenakan bersalin secara operasi sesar dan sebagian responden merasa lelah setelah proses persalinan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Pelaksanaan
Gambar 1. Wawancara dengan salah satu responden yang memiliki bayi di  wilayah kerja UPTD Puskesmas Pegagan Julu II
Gambar 3. Mengukur panjang badan bayi

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam penelitian ini Intensi Bertindak (Intention to act) Terhadap Persampahan adalah kecenderungan bertindak seseorang yang terlihat dari keyakinan yang

Selisih bagian pasar adalah selisih yang disebabkan perbedaan antara laba kotor perusahaan pada penjualan industri yang sesungguhnya dibandingkan dengan laba kotor

2015, Formulasi Sediaan Pelembab Ekstrak Kering Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Bentuk Sediaan Krim, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universita Katolik

Data dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode (1) Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang kemudian akan dianalisis menggunakan uji-t satu

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perlakuan variasi penambahan asam sitrat pada sirup yang dihasilkan yang terbaik adalah sirup jeruk nipis dengan penambahan

Trans Metro Pekanbaru dalam memberikan pelayanan jasa transportasi terus berupaya agar pelanggan mendapatkan pelayanan yang mudah dan tepat.Salah satu faktor

fashion dilihat sebagai imitasi dan diferensiasi, hal ini juga dilihat oleh sosiologis lain seperti Sumner V 1940[1906]; Tarde 1903; Toennies 1963[1887]; Veblen