• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)

KABUPATEN LUWU

Dr. Ir. Sahardi, MS., dkk

Abstrak

Di Kabupaten Luwu, pemanfaatan pekarangan sebagai Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), belum optimal. Dengan masuknya inovasi teknologi RPL yang dibawa BPTP Sulsel, lahan pekarangan dapat ditata sedemikian rupa sehingga jenis tanaman apapun bisa memiliki multi fungsi sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Tujuan kegiatan ini adalah memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari; Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan limbah jerami menjadi pupuk organik, mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan, mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Kegiatan dilaksanakan di Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, berlangsung mulai Januari hingga Desember 2012, yang berada pada titik koordinat 120o 36’ 59” BT dan 3o 30’76” LS. Hasil kegiatan menunjukkan sebagian besar anggota KRPL mengkonsumsi hasil pekarangannya, dan hanya sedikit yang dijual pada pedagang keliling. Angota KRPL dapat menghemat pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 190.000/KK/bulan. Terdapat peningkatan rata-rata PPH setelah program KRPL dilaksanakan, yaitu dari 76,55 sebelum RPL dilaksanakan, menjadi 80,86.

Kata kunci : Kawasan Rumah Pangan Lestari; Pekarangan; Penghematan Pendapatan.

Abstract

In Luwu Regency, utilization of the yard as Sustainable Food Houses Region, is not optimal.

With the influx of technology innovations that RPL brought BPTP Sulawesi, their yards can be so arranged that any species can have multiple functions as a source of nutrition as well as meeting the needs of family income. The goal is to meet food and nutrition needs of families and communities by optimizing the utilization of sustainable yard; Increasing the capacity of families and communities in land use grounds for cultivation of food crops, fruits, vegetables, and medicinal plants family, raising livestock and fish and processing of rice straw into compost; and develop a family of productive economic activities so as to increase the welfare of families and create a clean and green environment healthy independent.

Activities carried out in South Paremang Salu, District Kamanre, Luwu Regency, South Sulawesi, lasted from March to August 2012, which is at the coordinate 120o 36 '59" Eastern Longitude and 3o 30'76" South Latitude. The results showed a majority of activities taking

(2)

results KRPL yard, and only a few are sold on street vendors. KRPL members can save an average expenditure of Rp. 190.000/family/month. There is an average increase of PPH after KRPL program implemented, from 76.55 before the RPL implemented, being 80.86 after RPL.

Key words : Sustainable Food Houses Region, Yard, Saving Income.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat ini.

Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa

“ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Atas dasar hal itu, maka terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia. Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan bulan Oktober 2010 di Jakarta juga mengemukakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga (Mardharini dkk., 2011).

Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan tersebut merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan (diversifikasi) pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan inovatif. Lahan tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan sebagai areal pertanaman aneka komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan. Perhatian masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih kurang, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak dilakukan.

Di Sulawesi Selatan, khususnya di kabupaten Takalar, pemanfaatan pekarangan belum optimal dan sebagian besar masih kosong. Dengan inovasi kreatifitas, lahan pekarangan dapat ditata sedemikian rupa sehingga jenis tanaman apapun bisa memiliki nilai estetika sama dengan tanaman hias dan memiliki multi fungsi sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan jenis tanaman: pangan, hortikultura, obat-obatan, ternak, ikan dan lainnya, selain dapat memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, juga berpeluang memperbanyak sumber penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik.

(3)

Kementerian Pertanian telah menyusun suatu konsep yang disebut dengan

“Kawasan Rumah Pangan Lestari” (KRPL), yang dibangun dari kumpulan Rumah Pangan Lestari (RPL). Masing-masing RPL diharapkan memenuhi prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan pendapatan, serta pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat.

Badan Litbang Pertanian melalui 65 Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia siap mendukung upaya optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan melalui dukungan inovasi teknologi dan bimbingan teknis.

Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan tersebut perlu diaktualisasikan dalam bentuk menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

BPTP Sulawesi Selatan sebagai Unit Kerja Badan Litbang Pertanian telah dan siap berperan aktif dalam pengembangan KRPL di wilayah Sulawesi Selatan. Bentuk dukungan yang akan dilakukan antara lain: (a) Penyusunan Juklak dan Juknis KRPL; (b) Koordinasi dan sosialisasi kegiatan KRPL; (c) Pelaksanaan kegiatan KRPL yang akan berlangsung di 15 kabupaten, dan (d) Upaya pengembangan KRPL di lokasi Lain.

1.2. Tujuan

Pengembangan Model KRPL bertujuan:

1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan 4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat

kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

(4)

1.3. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011).

1.4. Keluaran

a. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

b. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

c. Berkembangnya sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan terlaksananya pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan;

dan

d. Berkembangnya kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

1.5. Manfaat

a. Termanfaatkannya lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, toga, pemeliharaan ternak, ikan, dan berkembangnya usaha pengolahan hasil dan pengolahan limbah tanaman dan limbah rumah tangga menjadi kompos skala rumah tangga, sebagai sumber pendapatan keluarga.

b. Terciptanya lingkungan hijau dan bersih secara berkelanjutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Konsep dan Batasan (Mardharini dkk., 2011)

1. Rumah Pangan Lestari: rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya.

(5)

2. Penataan Pekarangan: ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas.

3. Pengelompokan Lahan Pekarangan: Dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi baik untuk menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak, dan ikan.

a. Pekarangan Perkotaan : Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4, yaitu:

(1) Perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m2; (2) Perumahan Tipe 36, luas lahan sekitar 72 m2; (3) Perumahan Tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2; dan (4) Perumahan Tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m2.

b. Pekarangan Perdesaan: Pekarangan perdesaan dikelompkkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2), dan (4) pekarangan luas (>400 m2).

4. Pemilihan komoditas: ditentukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan. Komoditas untuk pekarangan antara lain: sayuran, tanaman rempah dan obat, serta buah (pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak.

5. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL), diwujudkan dalam satu dusun (kampung) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit.

b. Manfaat sayuran dan buah-buahan serta tanaman obat sebagai tanaman pekarangan

Menurut the Department of Health & Human Services (USA), konsumsi pangan mempunyai peranan dalam timbulnya 5 dari 10 macam penyakit penyebab kematian, termasuk penyakit jantung koroner, beberapa jenis kanker, stroke, diabetes tipe 2 (non- insulin dependent) dan aterosklerosis. Pola konsumsi pangan berkaitan dengan penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, yang dikarakterisasi dengan relatif tingginya konsumsi lemak jenuh, kolesterol, natrium dan gula (refined sugar);

(6)

serta relatif rendahnya konsumsi lemak tidak jenuh, biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan (Roberfroid, 1999). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan tertentu atau senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya berhubungan dengan penurunan risiko timbulnya penyakit (Hasler, 1998). Sebagian besar senyawa tersebut berasal dari bahan pangan nabati, hanya beberapa diantaranya berasal dari pangan hewani atau dari mikroba (Muchtadi, 2012).

Banyak bukti, baik yang berasal dari studi epidemiologis maupun penelitian- penelitian in vitro dan in vivo serta percobaan klinis, mengindikasikan bahwa konsumsi pangan yang berasal dari tanaman dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit kronis, terutama kanker. Block et al. (1992 dalam Muchtadi, 2012) berdasarkan 200 buah studi epidemiologis memperlihatkan bahwa risiko timbulnya penyakit kanker pada masyarakat yang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah tinggi hanya sekitar setengahnya dibandingkan dengan masyarakat yang kurang mengonsumsi bahan pangan tersebut. Dari data tersebut, terindikasikan bahwa dalam bahan pangan nabati terkandung senyawa lain selain zat-zat gizi, yang dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit kanker tersebut. Steinmetz dan Potter (1991 dalam Muchtadi, 2012) mengidentifikasi lebih dari selusin kelas bahan kimia yang terkandung dalam tanaman dan dapat aktif secara biologis, yang sekarang dikenal sebagai senyawa fitokimia.

Tomat telah menjadi topik banyak penelitian, terutama menyangkut likopen yang merupakan karotenoid utama buah tomat (Gerster, 1997 dalam Muchtadi, 2012), serta peranannya dalam penurunan risiko timbulnya kanker (Weisburger, 1988 dalam Muchtadi, 2012). Dalam suatu penelitian cohort prospektif yang melibatkan lebih dari 47 000 orang laki-laki, ternyata bahwa mereka yang mengonsumsi produk tomat sepuluh kali atau lebih per minggu mempunyai risiko terkena kanker prostat 50% lebih rendah (Giovannuci et al, 1995 dalam Muchtadi, 2012). Penyakit kanker lain yang berhubungan terbalik dengan kadar likopen dalam serum atau jaringan, antara lain kanker payudara, saluran cerna, serviks, kantung empedu dan kulit (Clinton, 1998 dalam Muchtadi, 2012 ) serta mungkin kanker paru-paru (Li et al, 1997 dalam Muchtadi, 2012).

Mekanisme yang diusulkan tentang bagaimana likopen dapat mempengaruhi risiko kanker, adalah berhubungan dengan fungsi antioksidan-nya. Likopen diketahui merupakan

"pembersih" (quencher] singlet oksigen yang paling efisien dalam sistem biologis (Di Mascio et al. 1989 dalam Muchtadi, 2012). Fungsi antioksidan likopen dapat juga digunakan untuk menjelaskan hasil-hasil penelitian di Eropa, bahwa kadar karotenoid dalam jaringan adiposa berhubungan terbalik dengan resiko infark miokardial (Kohlmeier dalam Muchtadi, 2012).

(7)

Komponen sulfur pada bawang-bawangan yang berfungsi untuk mencegah agregasi platelet dan menurunkan kadar kolesterol. serat pangan (dietary fiber) dari berbagai sayuran, buah-buahan, serealia, dan kacang-kacangan yang berperan untuk pencegahan timbulnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan proses pencernaan;

Kurkumin pada rimpang kunyit dan l-tumeron pada rimpang temulawak yang berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit;

Selain sayuran dan buah-buahan, terdapat pula ikan yang dipelihara dalam kolam kecil di pekarangan. Ikan mengandung asam lemak omega-3 (n-3) merupakan asam lemak tidak jenuh jamak (poly-unsaturated fatty adds, PUFA). EPA (eikosapentaenoat) dan DHA (dokosaheksaenoat) diperoleh terutama dari minyak ikan (sekarang terdapat pula di pasaran EPA dan DHA yang berasal dari algae mikro). Diduga bahwa "Western diet" defisien akan asam lemak omega-3 (Simopoulos, 1991 dalam Muchtadi, 2012), dan hal ini menarik perhatian para peneliti untuk rnengetahui peranan asam lemak omega-3 dalam sejumlah penyakit, terutama penyakit jantung koroner (PJK) dan kanker; serta peranannya dalam perturnbuhan bayi.

Bahwa asam lemak omega-3 mempunyai peranan penting dalam PJK, untuk pertama kali diutarakan pada tahun 1970-an oleh Bang dan Dyerberg (1972 dalam Muchtadi, 2012 ). Mereka melaporkan bahwa orang Eskimo jarang mengidap PJK, padahal mereka banyak mengonsumsi makanan kaya akan lemak. Kardioprotektif konsumsi ikan telah diobservasi pada beberapa penelitian prospektif (Krumhout et al., 1985), tetapi tidak terbukti pada penelitian-penelitian lain (Ascherio et al, 1995 dalam Muchtadi, 2012).

Hasil negatif dapat dijelaskan bahwa meskipun asam lemak omega-3 dapat menurunkan kadar trigliserida, tetapi asam lemak tersebut tidak dapat menurunkan kadar LDL (Hasler, 1998 dalam Muchtadi, 2012 ). Namun Daviglus et al (1997 dalam Muchtadi, 2012) menunjukkan bahwa konsumsi ikan sebanyak 35 g atau lebih per hari dapat mengurangi risiko kematian akibat infark miokardial.

c. Pola Pangan Harapan

Menurut Peraturan Presiden No 22 tahun 2009 adalah Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal. Disamping itu Permentan No. 43 tahun 2009 mengenai Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal

Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan kelompok pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya untuk memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas, keragamannya dinyatakan dengan skor PPH. Semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan

(8)

semakin beragam dan bergizi seimbang (skor PPH maksimal 100). Saat ini skor PPH tahun 2010 mencapai 84,5. Sasaran skor PPH : 95,pada tahun 2015 (Anonim. 2012).

PPH tidak hanya memenuhi kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli (Hardinsyah, 1996 dalam Baliwati, 2007).

III. METODE PELAKSANAAN

3.1. Lokasi, Koordinat, dan Waktu

Lokasi kawasan model rumah pangan lestarii (KRPL) adalah Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, yang berada pada titik koordinat 120o 36’ 59” Bujur Timur dan 3o 30’76” Lintang Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan mulai Januari hingga Desember 2012.

3.2. Tahapan Kegiatan A. Persiapan

Persiapan meliputi : (1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Koordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Luwu, Dinas Pertanian Kabupaten Luwu menyarankan lokasi MKRPL adalah Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, sebab sebagian besar rumah mempunyai lahan pekarangan yang cukup luas dan belum dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, masyarakat setempat juga mudah diajak bekerjasama dan bergotong royong, serta kelompok tani setempat telah dikenal memiliki banyak pengalaman usaha tani dan telah mendapat berbagai penghargaan atas prestasinya dalam bidang pertanian. Dalam koordinasi ini, sekaligus ditentukan sebanyak 25 KK yang akan masuk dalam anggota KRPL.

B. Pembentukan Kelompok

Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat

(9)

desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.

Kelompok Wanita Tani di Desa Salu Paremang Selatan telah lama terbentuk, dengan nama KWT Harapan Sejahtera dengan Ketua: Nurhayati, Wakil Ketua: Sunarti, Sekretaris: Nurlela, Wakil Sekretaris: Musawwara, dan Bendahara: Hj. Bunga. Organisasi ini dilibatkan dalam kegiatan MKRPL dan diharapkan dapat membangun rumah pangan lestari dengan prinsip pemanfaatan pekarangan untuk pemenuhan pangan dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran dan meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

C. Sosialisasi

Dalam kegiatan sosialisasi disampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.

Kegiatan sosialisasi dilakukan pada hari Kamis, tanggal 15 Maret 2012 di Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Tim MKRPL BPTP Sulawesi Selatan untuk Kabupaten Luwu. Pesertanya diikuti oleh Kepala Desa Salu Paremang Selatan, Staf Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu, Staf Dinas Pertanian Kabupaten Luwu, Ibu-Ibu anggota Kelompok Wanita Tani Harapan Sejahtera, Penyuluh setempat, tokoh masyarakat, dan anggota Kelompok Tani Buah Harapan. Sosialisasi ini dihadiri kurang lebih 70 orang. Adapun acara dalam kegiatan ini, yakni sambutan yang dimulai oleh Kepala Desa Salu Paremang Selatan, dilanjutkan oleh Staf Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu, dan disusul oleh sambutan dari penanggung jawab kegiatan MKRPL Kabupaten Luwu BPTP Sulsel, Dr. Ir. Sahardi, MS., yang menjelaskan tentang MKRPL dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Acara sambutan dilanjutkan dengan diskusi, pembagian kelompok sebanyak 5 kelompok, serta pembagian polybag untuk wadah tanam. Acara ini berlangsung dari jam 09.00 wita sampai jam 13.00 wita, yang dipandu oleh anggota tim MKRPL Kabupaten Luwu dari BPTP Sulsel, Ir. Kartika Fauziah.

Pengembangan Jumlah Rumah Tangga

Pada saat survey lokasi, dilakukan pendataan rumah tangga yang berminat awal pendataan terdaftar 25 rumah tangga, dan hingga akhir kegiatan per November 2012, telah terdaftar 36 rumah tangga.

(10)

D. Penguatan Kelembagaan Kelompok

Penguatan Kelembagaan Kelompok dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok: (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong- royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok- kelompok masyarakat lainnya.

Kelompok Wanita Tani (KWT) Harapan Sejahtera merupakan kelompok karena adanya hubungan darah (keluarga) dan hubungan tetangga. Sehingga interaksi dengan pengurus dengan para anggotanya boleh dikatakan setiap hari. Dengan adanya kegiatan M- KRPL mulai dari perencanaan tanaman yang ditanam, pembibitan di KBD dan pembagian tanaman kepada setiap anggota berlangsung tertib dan penuh kekeluargaan. Setiap anggota mempunyai catatan mengenai jenis tanaman, tanggal tanam dan panen serta penjualan dan konsumsinya.

E. Kebun Bibit Desa (KBD)

KBD merupakan unit produksi benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan dalam membangun Rumah Pangan Lestari (RPL) maupun kawasan. KBD ini bertujuan untuk mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan

Pembangunan Kebun bibit desa (KBD) dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu.

Pembangunan KBD dilanjutkan dengan pesemaian benih. KWT Harapan Sejahtera sebagai anggota MKRPL secara bergiliran memelihara pesemaian di KBD dan menginformasikan bibit yang sudah bisa dipindahkan ke lapangan, baik ke rak vertikultur, polybag, maupun bedengan.

F. Sistem Agribisnis Budidaya Tanaman

a. Budidaya Sayuran dan Buah-buahan - Pesemaian

Pesemaian dilakukan di Kebun Bibit Desa (KBD)

Tanah pesemaian terdiri dari campuran tanah olah yang halus dicampur dengan pupuk organik hasil pelatihan dengan perbandingan 1 : 1.

(11)

KBD menghadap ke timur dengan kemiringan + 45o agar sinar matahari pagi bisa masuk separuhnya dan setelah siang hari diharapkan yang masuk 60 – 70%.

Biji tanaman sayuran dan pepaya sebelum disemaikan direndam dulu pada air hangat kuku (+50oC) selama 1 jam dan diangin-anginkan sampai benih tidak lengket lalu benih tersebut disebar merata pada media kemudian ditutup tanah tipis-tipis.

Benih tanaman sayuran dipindahkan ke wadah tanam (talam/ember plastik dibumbun/polibag kecil/daun pisang berdiameter 10 cm) tergantung anggota KRPL.

Bibit tanaman bisa dipindahkan/ditanam di polibag atau rak vertikultur apabila sudah mempunyai daun antara 4 – 5 helai daun

- Persiapan dan Penanaman

Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah sub soil (20 cm ke bawah) dicampur dengan pupuk organik (pupuk kandang dan Petroganik).

Media dimasukkan dalam media talang atau polibag besar atau tetap di bedengan Bibit tanaman dipindahkan pada media tanam yang sudah disiapkan

Penanaman dilakukan sore hari atau pagi hari dengan memasukkan tanaman sampai batas leher akar.

- Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati

Penyiangan dilakukan 1 – 2 minggu sekali tergantung banyaknya gulma yang tumbuh

Pemupukan dilakukan dengan pupuk organik (pupuk kandang) - Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit yang ditemukan dari hasil pengamatan di lapangan tersaji pada tabel di bawah. Pengendalian dilakukan dengan cara konvensional/mekanik tanpa pestisida.

(12)

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Hama Dan Penyakit Tanaman Pada Program M-Krpl Di Dusun Toangkajang Desa Saluparemang Selatan Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu Tahun 2012

No. Jenis Sayuran

&

Hama/Penyakit yang Menyerang

Persentase Tingkat Serangan

Gejala Serangan

1 Tomat

Tomato mosaic virus (ToMV)

75 Pada daun terjadi bercak-bercak hijau muda atau kuning yang tidak teratur. Bagian yang berwarna lebih muda tidak dapat berkembang secepat bagian hijau yang biasa sehingga daun menjadi berkerut atau terpuntir. Buahnya sedikit dan kecil.

Cendawan Alternaria

10 Pada daun terdapat bercak-bercak coklat kecil, bulat atau bersudut, coklat tua sampai hitam dengan lingkaran-lingkaran sepusat tampak seperti papan sasaran. Daun yang terserang menjadi cepat tua, layu, dan gugur sebelum waktunya.

Cendawan Fulvia Fulva

15 Pada sisi atas daun terdapat bercak berwarna kuning dengan batas yang kurang jelas. Pada sisis bawah daun tampak bahwa pada bercak ini terdapat satu lapisan beledu ungu kehijauan. Bercak-bercak dapat bersatu menjadi bercak besar dan lebih cepat mengering.

Keriting daun (Nicotina virus)

40 Daun-daun berkerut, terpuntir, mengeriting ke atas, berwarna tidak merata, bercabang banyak, daun kecil-kecil, buah yang dihasilkan sedikit.

2 Cabai Besar Kutu daun

(Mites)

20 Buah cabe melengkung dan berkerut. Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yangmengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabe, serangannya adalah dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagian bawahmenjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok.

Mosaik virus Gejala serangan menunjukkan tanaman lebih kerdil, buah sedikit kecil-kecil,warna daun belang-belang antara hijau tua, hijau muda, hijau dan kekuningan.Pada daun terjadi bercak-bercak hijau muda atau kuning yang tidak teratur. Bagian yang berwarna lebih muda tidak dapat berkembang secepat bagian hijau yang biasa sehingga daun menjadi berkerut atau terpuntir. Buahnya sedikit dan kecil.

3 Cabai Kecil

Mosaik virus 5 Gejala serangan menunjukkan tanaman lebih kerdil, buah sedikit kecil-kecil,warna daun belang-belang antara hijau tua, hijau muda, hijau dan kekuningan.Pada daun terjadi bercak-bercak hijau muda atau kuning yang tidak teratur. Bagian yang berwarna lebih muda tidak dapat berkembang secepat bagian hijau yang biasa sehingga daun menjadi berkerut atau terpuntir. Buahnya sedikit dan kecil.

4 Terong

Ulat grayak 10 larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas,transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.

(13)

5 Sawi

6 Paria

Kutu daun (Aphis gossypii Glover)

5 Bagian tanaman yang diserang oleh nimfa dan imago, pucuk tanaman dan daun muda. Daun yang diserang akan mengkerut, pucuk mengeriting dan melingkar shg pertumbuhan tanaman terhambat atau tanaman kerdil.

7 Bayam

- - -

8 Kangkung

Ulat grayak (Spodoptera litura)

5 larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas,transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.

9 Gambas

Hama Ulat (Liriomyza sp.)

48

10 Seledri

- - -

11 Daun bawang

- - -

12 Kacang panjang

5 Dampak langsung serangan : tanaman menjadi keriput,tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir, layu dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandungmadu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yangdapat menghambat proses fotosintesa.

13 Timun

- - -

14 Pepaya

Bercak cincin (Papaya ringspot virus)

3 Bercak-bercak/bintik-bintik kuning yang jelas pada daun pepaya menyebabkan daun menjadi belang.

15 Kelor

- - -

- Panen

Tanaman sayuran dapat dipanen sesuai umur panen jenis sayuran yang ditanam seperti bayam, kangkung dan sawi bisa dipanen pada umur 40 – 50 hari. Pemanenan dapat dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman, memotong pangkal batang dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu.

(14)

Hasil panen segera dibawa ke tempat teduh agar tidak cepat layu karena terkena sinar matahari.

- Pengolahan hasil

Pengolahan hasil tidak dilakukan secara komersial karena hasil panen langsung dijual pada pedagang keliling atau dikonsumsi sendiri. Hasil panen belum melimpah dan hanya cukup untuk kebutuhan keluarga.

- Pemasaran

Hasil panen tanaman pekarangan anggota KRPL ada yang dikonsumsi sendiri atau dijual ke pedagang keliling. Jenis produk yang dipasarkan adalah sayuran segar dan buah segar.

G. Pola Pangan Harapan (PPH) dan Angka Kecukupan Energi (AKE) Tabel 2. Perkembangan M-KRPL Kabupaten Luwu Per November 2012.

Jumlah KK (RPL) Per 30 Nov.

2012

Koordinat (Decimal

Degree)

Penghematan Pengeluaran RT (Rp./Bulan/KK)

Pola Pangan Harapan

(PPH) Bentuk Dukungan

Pemda Kelembagaan Pemasaran

Bujur Lintang Selang

(Range) Rataan Sebelum Menerapkan

RPL

Per 30 November

2012

Anggar an (Rp.)

Natur a Ket.

Jenis

Produk Jenis Pasar

Kisaran Tambahan Pendapata n Keluarga

(Rp/KK 36 120o

36’

59” BT

3o 30’76”

LS

150.000- 250.000

190.000 76.55 80,86 - Bibit - Sayuran Pedaga

ng Keliling

-

Rata-rata skor awal pola pangan harian (PPH) sebelum kegiatan adalah 76,55.

Setelah kegiatan KRPL, skor PPH meningkat menjadi 80,86 dengan rata-rata penghematan sebesar Rp. 190.000/kk/bulan. Setelah panen hasil pekarangan, anggota KRPL mengkonsumsi dan menjualnya sehingga selain meningkatkan PPH juga meningkatkan pendapatan. Skor PPH setelah KRPL lebih tinggi dibanding sebelum KRPL. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka kecukupan gizi keluarga.

Konsumsi pangan anggota M-KRPL di Desa Salu Paremang Selatan, terbesar dititikberatkan pada kelompok pangan padi-padian sebagai sumber energi, diikuti sayur dan buah-buahan, dan pangan hewani. Menurut Kandiana dkk. (2009) pola konsumsi masyarakat Sulawesi Selatan untuk sumber karbohidrat dari padi-padian hampir sama dengan gambaran pola konsumsi pangan penduduk Indonesia.

(15)

Tabel 3. Hasil Perhitungan Skor Angka Kecukupan Energi (Skor AKE) Sembilan Kelompok Pangan Pada Kegiatan M-KRPL Di Desa Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu

NO KELOMPOK PANGAN RATA-RATA NILAI MAX NILAI MIN

1 Padi-padian 196,8 578,9 34,0

2 Umbi-umbian 2,6 33,8 0,0

3 Pangan hewani 84,6 289,7 3,6

4 Minyak dan lemak 46,5 522,0 0,0

5 Buah/biji Berminyak 1,5 33,4 0,0

6 Kacang2an 20,4 135,3 0,0

7 Gula 16,9 109,2 0,0

8 Sayur dan Buah 147,7 575,9 1,4

9 Lain-lain 13,1 125,3 0,0

Total AKE 530,0 2403,4 38,9

H. Pemanfaatan Pekarangan

Semua sayuran cepat dipanen sehingga cepat pula dikonsumsi atau dijual.

Sehingga kontribusi konsumsi lebih cepat dirasakan manfaatnya, baik untuk konsumsi maupun untuk dijual. Dengan adanya hasil panen sayur dan buah kelompok wanita tani Harapan Sejahtera dapat menghemat dan meningkatkan status gizinya.

Tabel 4. Jenis Sayuran Yang Ditanam Anggota KRPL KWT Harapan Sejahtera

Klp Petani

Jenis Sayuran Jml.

Jenis.

Sayuran Yg Ditanam Tomat Cabai

Besar Cabai

Kecil Terong Sawi Paria Bayam Kangkung Gambas Seledri Daun bawang

Kac.

Panjg Timun Pepaya Kelor

I 1 X X X X X X X X X X X 11

2 X X X X X X X X X X X X 12

3 X X X X X X X X X X 10

4 X X X X X X X X X X X X X 13

5 X X X X X X X X X X X X 12

II 1 X X X X X X X X X X X X X 13

2 X X X X X X X X X X X X 12

3 X X X X X X X X X X 10

4 X X X X X X X X 8

5 X X X X X X X X X X X X 12

III 1 X X X X X X 6

2 X X X X X X X X X 9

3 X X X X X X X X X X X 11

4 X X X X X X X X X X 10

(16)

5 X X X X X X X X X 9

IV 1 X X X X X X X 7

2 X X X X X X X X X X X 11

3 X X X X X X X X X 9

4 X X X X X X X X 8

5 X X X X X X X X X X 10

V 1 X X X X X X X X X X X X 12

2 X X X X X X X X X X 10

3 X X X X X X X X X 9

4 X X X X X X X X 8

5 X X X X X X X X X 9

Total Petani Yg Menanam

24 25 24 24 22 14 6 21 17 19 21 12 5 17 3

(17)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil panen sebagian besar anggota KRPL ada yang hanya mengkonsumsi hasil pekarangannya, ada yang selain mengkonsumsi juga sebagian dijual dan ada pula yang menjual semua hasil pekarangannya.

2. Pemasaran dilakukan di pedagang keliling.

3. Ada peningkatan Pola Pangan Harian setelah program KRPL dilaksanakan. Rata-rata skor awal pola pangan harian (PPH) sebelum kegiatan adalah 76,55. Setelah kegiatan KRPL, skor PPH meningkat menjadi 80,86.

4. Anggota KRPL menghemat pada komoditi sayuran dan buah rata-rata sebesar Rp.

190.000/kk./bulan

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Metode perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) salah satu indikator M-KRP.

Baliwati, Y.F. (editor). 2007. Materi Pelatihan Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola Pangan Harian (PPH) (Tingkat I). Edisi Propinsi Jawa Barat.

Kandiana, M. Reisi N. dan Ikeu T. 2009. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Propisi Sulawesi Selatan Tahun 2005 dan 2007. Jurnal Ilmiah Agropolitan Vol. 2(1):128 – 135.

Kementerian Pertanian. 2011. Panduan Umum Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta.

Mardharini, M. Ketut, K., Zakiyah, Dalmadi dan A. Susakti. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.

Muchtadi. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Alfabeta, Bandung. 252 hal.

(18)

VI. DOKUMENTASI KEGIATAN M-KRPL (Secara Berseri) 1. Survey lokasi

2. Sosialisasi

3. Pembagian Kelompok

(19)

4. Pelaksanaan KRPL

(20)

(21)

5. Temu Lapang Bersama Ketua PKK/Ibu Bupati Kabupaten Luwu

Gambar

Tabel  3.  Hasil  Perhitungan  Skor  Angka  Kecukupan  Energi  (Skor  AKE)  Sembilan  Kelompok  Pangan  Pada  Kegiatan  M-KRPL  Di  Desa  Salu Paremang Selatan, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata Skor PPH yang diperoleh sebesar 61,01. Dengan kisaran 34,32 - 80.3 Nilai ini masih lebih rendah dari perolehan nilai PPH secara nasional tahun 2009.. Hal ini menunjukkan

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) merupakan salah satu konsep pemanfaatan lahan pekarangan baik di pedesaan maupun perkotaan untuk mendukung

Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) adalah suatu model rumah pangan yang dibangun dalam satu kawasan dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk

Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang

• Uang saku (Jika ada alokasi dari instansi pengirim), karena biaya hari libur tidak ditanggung Pusbindiklatren dan alokasi biaya SBM yang dirasakan kecil. • Biaya lain di

Masehi seribu (de)lapan ratus tujuh puluh Sembilan, dapat perintah Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu dari Makkah gurunya telah mengatakan,.. supaya pindah ke Gebang Langkat

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan..  Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja