• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”

Surakarta yang beralamat di Jl. Dr. Rajiman No. 624 Surakarta Telp. (0271) 712023.Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember 2015. Tempat tersebut merupakan satu-satunya balai rehabilitasi resmi milik pemerintah yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Privinsi Jawa Tengah untuk menangani PSK yang terjaring razia. Keberadaan balai rehabilitasi resmi diharapkan memberikan perubahan secara nyata kepada PSK yang terjaring sehingga dapat berubah dan dapat kembali bermasyarakat dengan keahlian yang didapatkan di balai rehabilitasi.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus.

Menurut Yin (2000: 1) menyatakan bahwa secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok apabila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why” dan apabila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif (descriptive research), yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang diperoleh di lapangan secara terperinci sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini akan berupaya mendeskripsikan pengalaman hidup subjek penelitian (eks WTS), dengan menggunakan studi biografi untuk menelusuri sejarah hidup eks WTS terjun ke dunia pelacuran.

Pendekatan kualitatif ini diharapkan mampu memperoleh gambaran utuh dari fenomena komunikasi intrapersonal dan interpersonal seorang mantan WTS

(2)

40

dalam melakukan proses sosial pasca razia. Untuk mengungkap realitas eks WTS dengan karakteristik sebagaimana yang telah disebutkan di atas perlu digunakan pendekatan interpretif, karena pendekatan ini akan memberi ruang bagi setiap peneliti untuk melakukan ekplorasi(penggalian) data penelitian secara alami atau lebih dekat dan lama bersama subyek penelitian (emik).

Kedekatan dan kelamaan peneliti bersama subyek penelitian memungkinkan peneliti dapat mengungkap realitas-realitas yang khas dan tersembunyi dari komunitas yang unik seperti eks wanita tuna susila,sehingga hasilpenelitianinilebih maksimal dan kaya akan data-data otentik.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasidalampenelitianiniadalah orang yang pernah terjun sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) dan terjaring oleh razia yang kemudian mengikuti program-program pendidikan diBalai Rehabilitasi Sosial

“Wanita Utama” Surakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah PSK yang telah mengikuti program pendidikan di balai rehabilitasi tersebut dan telah keluar dari balai rehabilitasi dengan jumlah tiga orang.

2. Sampel dan Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel atau purposive sample dengan mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Pengambilan sampel dengan cara ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi (Arikunto, 2006: 140). Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang berarti pengambilan sampel didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu (karakteristik) yang dipandang mempunyai sangkut paut yang sudah diketahui sebelumnya.

Menurut Sugiyono (2010: 116) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini melibatkan 21orang yang terdiri 6 eks pekerja

(3)

41

seks komersial, 3 pekerja sosial, 6 informan dari keluarga eks PSK dan 6 tokoh masyarakat. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada:

a. Eks pekerja seks komersial

Faktor usia PSK dalam kategori masih produktif yaitu antara 20-55 tahun dan bersedia untuk dilakukan wawancara. Usia yang masih produktif dimungkinkan seseorang masih dapat berubah dengan perubahan persepsi dalam dirinya dan pendidikan yang didapatkan.

Peneliti akan memilih 6 informan dari eks pekerja komersial yang masuk dan yang sudah keluar dari Balai Rehabilitasi.

b. Pekerja sosial

Peneliti memilih informan dari kalangan pekerja sosial/ peksos yang bertugas menangani maupun memberikan bimbingan pada para eks pekerja seks komersial . Pekerja sosial yang dipilih berjumlah 3 orang yang telah mengetahui karakter informan dari eks pekerja seks komersial serta mengetahui permasalahan dari informan terkait.

c. Keluarga eks PSK

Informan dalam penelitian ini melibatkan keluarga eks PSK. Peneliti akan memilih 6 informan dari pihak keluarga eks PSK. Hal ini penting mengingat seorang yang terjun ke dalam dunia pelacuran tidak terlepas dari persolan yang ada di dalam keluarganya. Informan dari pihak keluarga dibutuhkan untuk memeriksa keabsahan data yang di terima dari eks PSK,diantaranya yang berusia dewasa maupun tua baik anggota keluarga laki-laki maupun perempuan.

d. Tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat dalam penelitian ini adalah mereka yang mengetahui tentang situasi dan kondisi salah satu tetangganya dan bersama-sama berupaya untuk memperbaiki sesorang yang terjun ke dunia pelacuran. Peneliti akan memilih 6 informan dari tokoh masyarakat.

(4)

42 D. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang secara langsung didapatkan oleh peneliti melalui pengamatan di lokasi penelitian dan wawancara mendalam dengan informan. Data primer dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada subjek penelitian.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara ‘face to face’ untuk memperoleh keterangan yang sifatnya tertutup (covert behaviour). Dalam penelitian ini informan pada awalnya terkesan malu untuk memberikan keterangan dan ada juga yang tidak bisa menerima wawancara tersebut karena merasa hal itu sangat pribadi, namun setelah mengetahui maksud dari wawancara ini akhirnya para informan sangat terbuka dalam memberikan informasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang memang sudah ada yang didapatkan dari balai rehabilitasi yaitu sejumlah data PSK yang selama ini telah dibina dan direhabilitasi. Sebagai kelengkapan dari observasi dan wawancara mendalam yang telah dilakukan, peneliti mencari dan membaca buku-buku hasil penelitian atau literatur apa pun yang masih relevan dengan fokus penelitian yang dapat membantu agar data yang didapatkan lebih lengkap.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2008: 129) menyatakan sumber data adalah subjek dari mana data tersebut diperoleh. Data yang baik adalah data yang diambil dari sumber yang tepat dan akurat. Data penelitian itu dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi:

1. Observasi yang dilakukan untuk mengetahui program-program apa saja yang dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta.

(5)

43 2. Wawancara mendalam

Menurut Sutopo (2002: 59) wawancara mendalam bisa dikatakan pertanyaan dan jawabannya diserahkan atau berada pada orang yang diwawancarai. Sifat dari wawancara mendalam adalah open ended dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang dapat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara mendalam. Pelaksanaan wawancara oleh peneliti dilakukan dengan bantuan petugas dari balai rehabilitasi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mendokumentasikan seluruh kegiatan selama penelitian berlangsung berupa catatan kegiatan di balai rehabilitasi.Pelaksanaan dokumentasi kegiatan dilakukan dengan bantuan petugas dari balai rehabilitasi.

F. Validitas Data

Untuk memperoleh keabsahan data agar hasil dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan teknik pemeriksaan data yang tepat. Menurut H.B Sutopo (2002: 77) “Validitas merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian”.

Teknik validitas data yang biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu teknik trianggulasi. Patton (dalam Sutopo, 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data (datatriangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigatos triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological triangulation), dan (4) trianggulasi teoritis (theoreticall triangulation).

Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data atau sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi data mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan data dengan menggunakan beberapa sumber yang berbeda sehingga apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa lebih teruji

(6)

44

kebenarannya bila dibandingkan dengan data yang sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda.

Disamping menggunakan trianggulasi data atau sumber, peneliti juga menggunakan trianggulasi metode, yaitu mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti menggunakan trianggulasi metode karena dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan dari wawancaara dan observasi sehingga dengan menggunakan pengumpulan data yang berbeda, sumber data sejenis yang dihasilkan dapat diuji kemantapan informasinya. Dengan kedua cara tersebut, diharapkan hasil dari data yang terkumpul dalam penelitian benar- benar dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1: Teknik Validitas Data (Sumber H. B. Sutopo, 2002: 80)

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif. Cara ini dimaksudkan dengan menghubung-hubungkan berbagai keterangan yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung kemudian ditarik makna dari keterkaitan hubungan antar berbagai makna yang ada. Selanjutnya ditarik makna yang dianggap paling tinggi tingkatannya sebagai kesimpulan akhir dalam penelitian ini.

Miles and Huberman (dalam Sutopo, 2002: 94) berpendapat bahwa terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis dalam kualitatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis), dan Data

Wawancara

Observasi Content analisys

Aktivitas Dokumen/

arsip Informan

(7)

45

(2) model analisis interaktif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 94). Teknik analisis interaktif ini terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data digambarkan dalam skema berikut.

Gambar 3.2

Siklus Proses Analisis Interaktif(dalam Sutopo, 2002: 94)

H. Profil Informan

Informan dalam penelitian ini adalah Pegawai Balai Rehabilitasi Wanita Utama, wanita pekerja seks komersial (WTS) yang telah menjalani program pembinaan di pantai rehabilitasi “wanita utama” Surakarta, Keluarga eks PSK, dan Tokoh masyarakat. Daftar informan dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No Subjek Nama Alamat

Asal

Keterangan

1 Eks Pekerja Seks Komersial

1. Pr 2. SW 3. Why 4. Swr

Wonogiri Sragen Sragen Klaten Pengumpulan Data

1. Observasi 2. Wawancara 3. Dokumentasi

Reduksi Data 1. Merangkum hasil

wawancara

2. Memilih hal pokok 3. Fokus data yang penting

Penyajian Data 1. Uraian singkat 2. Bagan

3. Hubungan antarkategori

Simpulan/Verifikasi

(8)

46 5. Hrj 6. DU

Salatiga Solo 2 Pegawai Balai

Rehabilitasi Wanita Utama

1. Ibu. Nunik 2. Ibu. Prapti 3. Bp. Wardoyo

Pegawai balai

3 Keluarga eks PSK

1. NW 2. DH 3. KR 4. JT 5. KY 6. YT

(Suami Pr) (Suami SW) (Anak Why) (Suami Swr) (Saudara Hrj) (Suami DU) 4 Tokoh

masyarakat

1. TRY 2. TWR 3. YTU 4. TYR 5. TRU 6. RMN

(Tokoh Masyarakat) (Tokoh Masyarakat) Perangkat Desa (Tokoh Masyarakat) (Tokoh Masyarakat) (Tokoh Masyarakat) (Sumber : Data Primer)

Berdasarkan tabel 3.1 di atas, informan dalam penelitian ini adalah pegawai balai rehabilitasi, eks pekerja seks komersial, keluarga eks PSK, dan tokoh masyarakat. Hasil penelitian dengan informan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pekerja sosial rehabilitasi

a. Ninik Pahlawanti, S. pd (53 tahun) merupakan seorang pekerja sosial di Balai rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta yang telah bekerja selama 16 tahun. Ibu Ninik juga merupakan pembimbing informan PR,Why juga membimbing beberapa eks pekerja seks komersial di kamar nomor 2.

b. Suprapti , AKS (52 tahun) merupakan seorang pekerja sosial di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”. IBu suprapti juga merupakan ibu asrama di balai. Ibu suprapti telah bekerja sebagai pekerja sosial selama 13 tahun. Ibu Supapti juga merupakan pembimbing informan Swr, Sw, Hjr dan beberapa eks pekerja seks komersial di kamar nomor 4.

c. Suwardoyo (55 tahun) merupakan seorang pekerja sosial di Balai Rehablitasi sosial “Wanita Utama”. Bapak wardoyo merupakan koodinator pekerja sosial di Balai rehabilitasi Sosial “ Wanita Utama”

(9)

47

Surakarta. Bapak wardoyo telah bekerja sebagai pekerja sosial selama 27 tahun. Bapak wardoyo juga merupakan pembimbing informan DU dan beberapa eks pekerja seks komersial di kamar nomor 3.

2. Eks pekerja seks komersial

a. PR (37 tahun) merupakan eks pekerja seks komersial dan telah menempati selama 6 bulan di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”

Surakarta. PR berasal dari kota Wonogiri. PR mempunyai suami yang sakit-sakitan sehingga suaminya tidak dapat bekerja, PR lah yang menjadi tulang punggung di keluarganya dengan jalan PR bekerja sebagai pekerja seks komersial. Selama di Rehabilitasi PR mengikuti ketrampilan boga. Sekarang PR sudah dinyatakan keluar dari Balai Rehabilitasi dan PR sekarang disalurkan bekerja di Warung SOP sebagai pelayan.

b. SWR (49 tahun) merupakan eks pekerja seks komersial yang telah keluar dari Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta pada tahun 2014 namun SW kembali tertangkap oleh petugas ketika sedang menjajakan diri dan masuk kembali ke balai rehabilitasi pada tahun November 2015. SW berasal dari kota Klaten. SW merupakan seorang janda. Sebelum jadi pekerja seks komersial SW berkerja sebagai penyinden karena sekarang usianya sudah tua sudah jarang ada tawaran penyinden. Kemudian Swr diajak oleh temannya untuk bekerja sebagai pelacur. Selama di rehabilitasi Swr mengikuti ketrampilan boga.

c. SW (34 tahun) merupakan eks pekerja seks komersial yang telah masuk ke balai rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta untuk yang kedua kalinya. Why tertangkap di kembali oleh petugas di tempat pertama Why tertangkap. SW telah bercerai dengan suaminya. SW menjadi tulang punggung keluarganya ditambah ia mempunyai hutang di bank.

Selama di rehabilitasi pertama masuk SW mengikuti ketrampilan salon kemudian tertangkap lagi SW mengikuti ketrampilan menjahit.

(10)

48

d. Why (41 tahun) merupakan eks pekerja seks komersial dan telah menempati selama 6 bulan di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”

Surakarta. Why berasal dari kota sragen. Why mempunyai suami yang kerja serabutan. Why sebelum bekerja sebagai pekerja seks komersial ia bekerja sebagai penjual pakaian keliling, yang kemudian di tengah perjalanan ketika menjajakan pakaiannya Why di hasut oleh seorang laki-laki untuk mempuaskan laki-laki tersebut. Akhirnya Why ketagihan untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial. Why menggeluti dunia pelacuran selama 5 bulan yang kemudian Why tertangkap dan menjalani masa rehabilitasi. Why setelah keluar dari balai sekarang ia mempunyai warung kelontong dan ternak lele. Selama dibalai rehabilitasi mengikuti ketrampilan boga.

e. DU ( 35 tahun) merupakan eks pekerja seks komersial yang telah mengikuti pembinaan selama 6 bulan di Balai Rehabilitasi “Wanita Utama” Surakarta. DU berasal dari kota solo. DU mempunyai suami yang bekerja serabutan. DU sebelum bekerja sebagai pekerja seks komersial ia bekerja sebagai buruh di pasar, karena penghasilan buruh di pasar tidak besar kemudian DU menerima tawaran untuk memuaskan sopir-sopir yang ada di pasar. DU menggeluti dunia pelacuran selama 2 bulan yang kemudian ia tertangkap ketika sedang kencan di hotel. DU sekarang setelah keluar dari balai ia tidak mau kembali menjadi pekerja seks komersial, DU di salurkan untuk menjadi pelayan di Toko. Selama dibalai rehabilitasi mengikuti ketrampilan boga.

f. Hrj (26 tahun) merupakan eks pekerja seks komersia yang telah masuk kebalai rehabiltasi sosial “Wanita Utama” Surakarta untuk ke tiga kalinya. Hrj berasal dari kota salatiga. Hrj telah di usir oleh keluarganya yang kemudian ia hidup di jalanan.Hrj tidak mempunyai suami. Hrj telah lama dari ia belasan tahun telah menggeluti dunia pelacuran. Hrj sering menjajakan diri di terminal sehingga banyak kernet atau sopir bus yang menawar dia. Hjr pun bahkan mau memuaskan pelanggan dengan tidak dibayar. Selama dibalai rehabilitasi Hjr mengikuti

(11)

49

ketrampilan menjahit, kemudian dia juga pernah mengikuti ketrampilan boga.

3. Keluarga eks PSK

a. NW (39) suami Pr yang sampai penelitian ini dilakukan masih sakit- sakitan. Selama ini Pr tidak dapat bekerja karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Dengan kondisi tersebut ketika mengetahui istrinya melakukan pekerjaan sebagai seorang pekerja seks komersial hatinya sedih dan malu terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.

Perasaan tersebut muncul karena dengan kondisi itu membuat keluarga bersarnya ikut menanggung malu dan juga kampung halamannya.

Pekerjaan sebagai PSK di lingkungan tersebut dianggap tabu dan merupakan sesuatu yang sangat memalukan.

b. DH (46 tahun) adalah saudara SWR yang sesungguhnya tidak henti- hentinya memberikan masukan, arahan bahkan modal usaha bagi saudaranya tersebut. Namun seluruh bantuan tersebut mulai dihentikan karena sifat serta kelakuan SWR tidak pernah berubah dan justru merasa nyaman dengan pekerjaannya. Ketika mengetahui SWR kembali masuk ke balai rehabilitasi sempat menengok kondisinya namun sudah tidak mampu berbuat banyak karena SWR sendiri tidak mempunyai niat yang tulus untuk berubah walaupun usianya sudah tua. Dengan kondisi tersebut DH hanya pasrah dan tidak mau terlibat lebih jauh lagi dengan kehidupan SWR yang merupakan saudara kandungnya.

c. KR (20 tahun) anak SW dan sesungguhnya KR ini mengetahui profesi serta pekerjaan ibunya. Namun demikian ketika hal itu ditanyakan apakah malu atau tidak dengan enteng dia hanya menjawab itu sudah menjadi takdir untuk keluarganya. KR cenderung tidak mempedulikan pekerjaan ibunya baik atau buruk yang penting mendapatkan uang untuk kebutuhan dirinya dan keluarganya. Dia juga bukan tipe anak yang baik karena seluruh keinginannya harus dituruti dengan tidak mempedulikan pekerjaan ibunya.

(12)

50

d. JT (45 tahun) suami Why bekerja serabutan. JT mengetahui istrinya bekerja sambilan sebagai PSK ketika ada petugas balai datang ke rumah memberitahukan persoalan Why istrinya yang tertangkap dan masuk ke balai. Setelah mengetahui istrinya yang bekerja sebagai PSK pada awalnya dia marah, namun demikian dengan kondisi ekonomi keluarganya yang tidak menentu dan dia sendiri sebagai tulang punggung keluarga belum dapat mencukupi kebutuhannya, maka perasaan marah itu dipendam dalam-dalam. Setelah istrinya pulang dari balai rehabilitasi, maka keluarga tersebut memulai kehidupan baru walaupun pada awalnya berat, namun dengan bertambahnya waktu sampai saat ini kondisi sosial ekonominya jauh lebih baik.

e. YT (40 tahun) suami DU yang kesehariannya lebih banyak menganggur di rumah. YT merupakan sosok suami yang justru mengandalkan kehidupannya dari istrinya. Sebagai seorang suami, dia tidak pernah mau bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Ketika mengetahui istrinya bekerja sambilan sebagai seorang PSK, YT juga tidak nampak marah yang berlebihan atau muncul rasa malu. Dia menyadari tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. namun demikian dia juga tidak punya keinginan bekerja keras untuk menjawab persoalan ekonomi keluarganya.

f. YT (38 tahun) saudara Hrj ini merupakan sosok yang cukup baik yang terbukti ketika ditanya seputar Hrj dia menjawab apa adanya. Dia sudah cukup berbuat yang terbaik untuk Hrj karena Hrj adalah saudaranya.

Namun demikian kebaikan yang selama ini diberikan untuk Hrj disalahartikan. Hrj sering membuat malu keluarga besarnya dan tidak mau diatur karena dia maunya hidup bebas. Dengan kondisi tersebut, ketika petugas balai menghubungi dirinya untuk mengurus Hrj di balai rehabilitasi, dia tidak bersedia hadir.

4. Tokoh masyarakat

a. TRY (65 tahun), tokoh masyarakat yang juga imam di masjid.

Sebenarnya TRY sudah mengetahui pekerjaan PR sebagai PSK, namun

(13)

51

baru sebatas selentingan-selentingan dari warga masyarakat dan sebagai tokoh masyarakat dia hanya mengajak untuk tidak berburuk sangka.

Sifat kehati-hatian ditunjukkan oleh TRY karena status sebagai PSK di mata masyarakat pedesaan merupakan suatu aib yang tidak hanya menimpa keluarganya namun juga membawa lingkungannya. Baru setelah petugas balai rehabilitasi datang ke kampung tersebut TRY memberikan masukan-masukan serta arahan-arahan baik kepada keluarga PR maupun juga lingkungan dan TRY juga mengucapkan terimakasih kepada petugas balai yang ikut peduli memberikan pendidikan kepada PR dan hasilnya PR dapat bekerja yang lebih baik serta halal.

b. TWR (67 tahun), merupakan tokoh masyarakat desa asal SWR di daerah Klaten. TWR sudah mengetahui pekerjaan SWR bahkan masyarakat sekitar juga sudah mengetahui pekerjaan SWR sebagai seorang PSK.

Namun demikian TWR dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak karena pekerjaan itu sudah dilakukan sedari SWR masih muda dulu.

Profesinya sebagai seorang pesinden saat mudanya menjadikan dirinya seolah-olah merasa cantik terus. Dengan kondisi demikian, maka masyarakat tidak dapat berbuat banyak dan membiarkan pekerjaan SWR sebagai PSK hingga saat ini.

c. YTU (49 tahun), merupakan perangkat desa dan ketika mengetahui salah satu warganya didapati berurusan dengan satpol PP dan harus masuk ke balai rehabilitasi, maka sebagai seorang perangkat desa ikut merasakan malu. Usaha-usaha pembinaan dan pendekatan psikologis sudah sering dilakukan terhadap anaknya (KR) ataupun ibunya (SW) yang berprofesi sebagai PSK. Namun demikian seolah-olah dengan masukan dan bimbingan tersebut tidak diterima dengan baik yang pada akhirnya justru perangkat desa tersebut disalahkan karena dianggap tidak mampu memberikan perlindungan kepada masyarakatnya.

Dengan demikian upaya yang dilakukan perangkat desa selama ini belum membuahkan hasil.

(14)

52

d. TYR, tokoh masyarakat desa dari daerah asal Why di daerah Sragen.

Ketika mengetahui Why tertangkap satpol PP dan masuk balai rehabilitasi, TYR tidak percaya sama sekali karena Why selama ini dikenal sebagai orang baik-baik. Baru setelah petugas balai datang ke kampung tersebut TYR mengetahui pekerjaan dan profesi tambahan Why sebagai PSK. Setelah mengetahui keadaan tersebut, sebagai tokoh masyarakat TYR memberikan banyak masukan untuk segera bertaubat seutuhnya dan kembali ke jalan yang benar. Seiring berjalannya waktu, pendidikan dan pembinaan sekaligus kesabaran yang ada dalam diri keluarga Why dapat merubah status dirinya sebagai seorang eks PSK.

Sampai saat ini setidak-tidaknya keluarga Why telah dekat dan dapat berkumpul kembali dengan masyarakat umum dengan baik.

e. TRU (57 tahun) merupakan tokoh masyarakat desa dan sangat faham dengan kondisi serta keadaan keluarga DU. Keluarga DU merupakan keluarga yang hampir tidak pernah mengenal dan melakukan kegiatan sosial maupun keagamaan di lingkungannya. Sebagai tokoh masyarakat, TRU telah memberikan nasihat-nasihat kepada DU dan keluarganya namun demikian yang sering terjadi justru keluarga DU merasa dihina atas nasihat yang diberikan. Dengan melihat kondisi tersebut, maka segala perbuatan dan kegiatan yang dilakukan oleh keluarga DU secara umum warga masyarakat tidak memperdulikannya.

f. RMN (68 tahun), merupakan seorang tokoh masyarakat dan mengenal cukup baik sifat Hrj karena Hrj ini pernah ikut saudaranya di lingkungan RMN. Hrj merupakan sosok orang yang aneh dan sifat serta karakternya bukan seperti layaknya manusia pada umumnya. Hrj sering membuat onar walaupun dia berstatus ikut saudara. Bahkan ketika diberi masukan dan bimbingan bekenaan dengan keagamaan, Hrj menyatakan tidak butuh agama dan maunya hidup bebas. Hrj akhirnya diusir dari keluarganya. Disamping membuat malu keluarganya Hrj juga membuat malu lingkungan.

Gambar

Tabel 3.1  Informan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hal hal yang dilaksanakan pada saat pre dispatch adalah menentukan kombinasi sumber produksi tenaga listrik dan unit pembangkitnya yang akan memasok kebutuhan beban sistem

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada fakultas pendidikan teknik dan kejuruan. © Binanta Pran Seda

[r]

Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin yang diberi pakan artemia dan kombinasi artemia-pakan campuran yang berbeda pada hari ke-18... Namun tidak berbeda nyata dengan

Di dalam bidang pemerintahan, Administrator Pelabuhan/Kepala Pelabuhan bertindak selaku koordinator atas seluruh kegiatan baik menyangkut instansi pemerintah

Atraksi wisata air dilihat sebagai jenis atraksi yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh kawasan Rowo Jombor Permai yang sebagian besar berupa kawasan wisata air.. Cukup

dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemberian mulsa, kedalaman saluran. drainase, dan jarak antar saluran

Output dari moot court, diharapkan mengantarkan peserta didik mahasiswa fakultas hukum dapat menggali potensi diri dalam penguasaan materi yang diajarkan dengan