• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spirit Islam dan Rujukan Utama Doktrin Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Spirit Islam dan Rujukan Utama Doktrin Islam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Spirit Islam dan Rujukan Utama Doktrin Islam

Disusun Oleh:

1. Endah Setyaningsih (2101025226) 2. M. Ikmal Akbar (2101025053)

3. Resfin Alfian (2101025298)

Dosen: Amirullah,S.Pd.I, MA

2020/2021

(2)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Spirit Islam dan Rujukan Utama Doktrin Islam” . Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok di mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Amirullah selaku Dosen Pendidikan Agama Islam. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan dari berbagai pihak.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembacanya.

Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, Oktober 2021

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I SPIRIT ISLAM

A. PENGERTIAN SPIRITUAL ... 1 B. MACAM-MACAM SPIRITUAL ... 2 BAB II RUJUKAN UTAMA ISLAM

A. KEISTIMEWAAN AL-QURAN ... 5 B. ADAB MEMBACA AL-QURAN ... 6 C. BERIMAN KEPADA AL-QURAN ... 7 BAB III IJTIHAD UNTUK PERSOALAN KONTENPORER

A. PENGERTIAN IJTIHAD ... 8 B. RUANG GERAK PEMIKIRAN IJTIHAD ... 8 C. MODEL PEMIKIRAN IJTIHAD YANG DIBUTUHKAN SAAT INI

...9 BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 11

B. SARAN DAN MASUKAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA

(4)

1 BAB I Spirit Islam A. PENGERTIAN SPIRITUAL

Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan”. Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi.

1

Sedangkan Anshari dalam kamus psikologi mengatakan bahwa spiritual adalah asumsi mengenai nilai-nilai transcendental.

2

Dengan demikian spiritualitas merupakan sebagai pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas.

Spiritual semakin meluas hal itu terdapat pada masyarakat modern, maka pengalaman keagamaan semakin di dambakan orang untuk mendapatkan manisnya spiritualitas the taste of spirituality. The taste of spirituality, bukanlah diskursus pemikiran, melainkan ia merupakan diskursus rasa dan pengalaman yang erat kaitannya dengan makna hidup.

3

Pengalaman keagamaan tertinggi yang pernah berhasil dicapai oleh manusia adalah peristiwa “mi’raj” Nabi Muhammad SAW. Sehingga peristiwa ini menjadi inspirasi yang selalu dirindukan hampir semua orang, bahkan apapun agamanya. Di sinilah muncul salah satu alasan bahwa pengalaman spiritualitas sangat didambakan oleh manusia dengan berbagai macam dan bentuknya. Dan untuk menggapai pengalaman-pengalaman spiritualits itu, maka diperlukan upacara-upacara khusus guna mencapainya.

Secara esoterisme agama-agama pada hakikatnya sama. Perbendaannya terletak pada esoterisme yang kemudian memunculkan “eksoterisme” agama. Pada aspek eksoterik inilah muncul pluralitas agama. Di mana setiap agama memiliki tujuan yang sama dan objektif yaitu untuk mencapai kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 857.

2M. Hafi Anshori, Kamus Psikologi, (Surabaya: Usaha Kanisius, 1995), hlm. 653.

3Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik ; Pengalaman Keagamaan Jama’ah Maulid al-Diba’ Giri Kusuma, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta Bekerja Sama dengan Walisongo Press, Semarang, 2003), hlm. 17

(5)

Antropologi spiritual Islam memperhitungkan empat aspek dalam diri manusia, yaitu meliputi

4

:

1. Upaya dan perjuangan “psiko-spiritual” demi pengenalan diri dan disiplin.

2. Kebutuhan universal manusia akan bimbingan dalam berbagai bentuknya.

3. Hubungan individu dengan Tuhan.

4. Hubungan dimensi sosial individu manusia.

Pengalaman keagamaan, dalam arti merasakan kenikmatan religiusitas sangat didambakan oleh setiap pemeluk agama. Ini terjadi karena pengalaman keagamaan terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang bersifat universal, yaitu yang merupakan kebutuhan kodrati setelah kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi, yakni kebutuhan cinta dan mencintai Tuhan, dan kemudian melahirkan kesediaan pengabdian kepada Tuhan.

B. MACAM-MACAM SPIRITUAL 1. Spiritual Islam

Secara tidak langsung spiritualitas Islam muncul sejak pada abad ke-7 M diawali dari pencerahan Nabi Muhammad saw kepada seluruh pengikutnya.

Beliau memberikan pencerahan itu mengenai nilai-nilai moral dan spiritual yang telah diperoleh dari Allah SWT. Apa yang telah ditanamkan oleh Nabi saw kepada para pengikutnya yang awal, dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, adalah perasaan yang mendalam pada pertanggungjawaban di hadapan pengadilan Tuhan, yang mengangkat perilaku mereka dari alam duniawi dan kepatuhan yang mekanis kepada hukum, kepada alam kegiatan moral.

5

Akhirnya apa yang telah dibawa Nabi saw itu dijadikan sebagai “sendi” dalam Islam guna mencapai kedekatan diri kepada Allah SWT. Lima sendi itu yang sering kita kenal dengan sebutan “Rukun Islam” dan kelima hal itu tetap berguna

4M.W. Shafwan, Wacana Spiritual Timur dan Barat, (Penerbit Qalam, Yogyakarta,2000), hlm. 7

5 Ibid, hal. 184

(6)

3

selama seseorang ingat bahwa dasar-dasar tersebut merupakan bagian kepercayaan dan bukan hanya suatu ibadah singkat yang diangkat.

6

Lima sendi rukun Islam tersebut adalah: Pertama, Percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT. Kedua, Shalat wajib lima kali dalam sehari semalam. Ketiga, Membayar Zakat kepada yang berhak menerimanya. Keempat, Puasa dari matahari terbit hingga terbenam selama tiga puluh hari pada bulan kesembilan, “Ramadhan” dan Kelima, Ibadah Haji ke Makkah sekali seumur hidup jika mampu secara materi dan sehat jasmani.

Konsep al-Qur'an tentang berserah diri kepada Tuhan, sebagaimana telah ditekankan oleh paham kesalehan dalam arti etisnya, berkembang dalam kelompok-kelompok tertentu menjadi suatu doktrin ekstrim tentang pengingkaran dunia. Maka dalam perilaku atau motivasi dariseseorang harus berlandaskan kesucian. Begitupun dalam semua aktifitas kegiatan manusia, hendaklah harus memiliki kesadaran akan pengawasan Tuhan. Taqwa merupakan salah satu kata yang paling tinggi nilainya, yang memiliki arti kurang lebih ‘kemuliaan’ dan

‘kedermawanan’. Hingga pada akhirnya yang akan membawa manusia pada tingkat esoterisme atau yang tidak lain disebut dengan tingkat “spiritualitas”.

Spiritualitas Islam itu senantiasa identik dengan upaya menyaksikan yang satu, mengungkap yang satu, dan mengenali yang satu, sang tunggal itu yang ditegaskan dalam al- Qur'an adalah dengan nama “Allah SWT”.

7

Oleh karena itu, seseorang ketika ingin mencapai tingkatan spiritualitas harus membersihkan hijab- hijab yang telah menghalangi penyatuan diri manusia dengan Tuhannya.

2. Spiritual Dalam Kajian Barat dan Timur

Spiritualitas dalam pangdangan barat tidak selalu berkaitan dengan penghayatan agama bahkan Tuhan. Spiritualitas yang ada dalam pandangan mereka lebih mengarah pada bentuk pengalaman psikis yang pada ahirnya dapat member makna yang mendalam pada individu tersebut. Pada pandangan barat dan timur tentang spiritualitas pada ahirnya dapat mendasari penilaian dan perlakuan terhadap seni khususnya musik.

6 Ibid, hal. 5

7 Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari HAMKA ke Aa Gym, (Pustaka Nuun,Semarang, 2004), hal. 4

(7)

Dalam sikologi barat, dikatakan bahwasanya puncak kesadaran manusia seutuhnya ditekankan terhadap tingkat rasionalitasnya, sedangkan dalam ranah kesufian orang-orang timur tidaklah begitu, kesadaran yang hanya diukur dari aspek rasionalitas sepertihalnya “tidur dalam sadar”, dikarenakan sisi spiritualitas dalam pendekatan diri terhadap tuhan tak pernah bisa terukur dengan hanya menggunakan ukuran rasionalitas. Beberapa contoh spiritualitas barat yang merefleksikan kesulitan orang barat dalam hal emosional dan seksualitas adalah aktris ternama Madona yang menjadi ikon seksualitas musik pop didunia barat, ekspresi yang digelar menyerukan kebutuhan untuk menjalani hidup secara langsung dan intens.

8

8Sayyed Hossein Nasr, menjelajah dunia modern, hal,112.

(8)

5

BAB II

Rujukan Utama Islam A. KEISTIMEWAAN AL-QURAN

Allah Subhanahu wa ta’ala mengaruniakan nikmat kepada hamba-hambaNya dengan mengutus Nabi-Nya dan menurunkan kitab-Nya yang tidak terdapat di dalamnya sebarang kebatilan, baik dahulu mahupun sekarang, sehingga terbuka luaslah jalan kepada para ahli fikir untuk menghuraikan isi-isinya ataupun mengambil iktibar daripadanya sama ada yang berupa berita mahupun cerita. Al-quran juga menekankan hubungan baik sesama manusia dengan menghormati antara satu sama lain, tolong menolong jika ditimpa kesusahan.

Dengan adanya kitab itu, jelaslah jalan lurus yang mesti ditempuh, dan fahaman yang benar mesti dilalui untuk memahami pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Al- quran juga merupakan pemisah antara yang halal dengan yang haram. Fungsinya adalah sebagai cahaya petunjuk, dengan berpegang teguh kepadaNya akan selamatlah setiap manusia daripada tipu daya syaitan yang direjam. Al-quran juga merupakan kitab suci yang mengandungi nilai mukjizat yang tinggi.

Kandungannya dipenuhi dengan penawar untuk menyembuhkan hati dan jiwa yang sakit. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan kitab suci itu, pastilah manusia itu akan memperoleh petunjuk yang sihat dan barang siapa yang mengamalkannya, pastilah akan berbahagia selama-lamanya. Al-quran membekalkan pengetahuan asas tentang sains seperti proses kejadian manusia, peringkat-peringkat keidupan manusia dan sebagainya.

9

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

''Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-quran, dan Kamilah yang memelihara dan menjaganya. '' (al-Hijr:9)

Salah satu sebab mengapa dijaganya Al-quran dalam hati dan mushaf, ialah dengan jalan mengekalkan pembacaannya, meneruskan pengkajiannya dengan mengikut adab- adab dan syarat-syarat yang ditentukan. Selain itu, juga dengan menjaga perintah dan larangan yang perlu diperhatikan dalam amalan-amalan batin dan adab-adab zahir. Ibnu Mas'ud berkata ''Apabila kamu semua menginginkan ilmu pengetahuan, maka selidiklah

9 Al-syeikh Muhammad Jamaluddin dan Al-Qasimi Ad-Dimasqi. Mutiara Ihya' Ulumuddin. 2009. Selangor: Illusion Network

(9)

Al-quran, sebab di dalamnya terdapat ilmu-ilmu orang-orang yang terdahlu dan orang- orang yang terkemudian. ''

Amir bin Ash berkata; ''Barangsiapa membaca Al-quran, maka mereka akan dinaikkan ke darjat di sebelah kanan dan di sebelah kiri para Nabi, melainkan tidak diturunkan wahyu kepada mereka sahaja. ''

Seterusnya dalam mencela orang-orang yang membaca Al-quran, tetapi lalai dan leka dalam melaksanakan isi Al-quran, Rasulullah saw bersabda: ''Tidak dikatakan beriman kepada Al-quran barangsiapa yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Al-quran itu.”

B. ADAB MEMBACA AL-QURAN

Amalan-amalan batin dalam bacaan Al-quran ialah mengagungkan zat yang maha berkata-kata iaitu Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh sebab itu, pada permulaan bacaannya seseorang itu hendaklah menghadirkan dalam hatinya akan keagungan Allah Subhanahu wa ta’ala dan menginsafi bahawa apa yang dibacanya itu bukanlah percakapan manusia.

Agaknya tidak mungkin untuk menghadirkan keagunganNya itu selama pembaca itu tidak mengenangkan sifat-sifat, kebesaran serta perbuatan-perbuatanNya.

10

Kedua pembaca hendaklah memahami keagungan firman Allah Subhanahu wa ta’ala dan ketinggian nilainya. Juga keutamaan Allah Subhanahu wa ta’ala serta betapa sayangnya Allah kepada seluruh makhlukNya, dalam menyampaikan firmanNya, sehingga dapat diketahui isi dan kandungannya oleh seluruh hambaNya.

Ketiga ialah menghadirkan hati dan meninggalkan apa-apa yang diucapkan dalam hatinya sendiri. Sewaktu membaca, hendaklah betul-betul memusatkan fikiran untuk bacaannya itu, menghindarkan segala perhatian kepada yang selainnya. Orang-orang salaf terdahulu apabila membaca sesuatu ayat atau surah dan hatinya belum dapat dihadirkan pasti akan diulangi semula.

Keempat memikirkan dan merenungi, perasaan ini berada di sebalik kehadiran hati.

Oleh sebab itu, seseorang pembaca kadang-kadang sudah tidak ada yang difikirkan selain Al-quran, tetapi hanya sekadar untuk mendengarkan kepada dirinya sendiri, dan hatinya tidak merenungi dan memikirkan isi dan kandungannya. Padahal, apa-apa yang

10 Sharipah Isa. 2014. Asas-asas Pandangan Hidup Islam. Kuala Lumpur. ACIS Uitm Arau, Perlis

(10)

7

dimaksudkan dengan membaca Al-quran itu ialah memikirkan dan merenung isi kandungannya.

Kelima hendaklah memahami tujuan iaitu supaya setiap ayat itu dapat difahami degan jelas, apa yang dimaksudkan dan apa yang dikehendaki. Hal ini kerana Al-quran memuatkan berbagai-bagai persoalan misalnya menyebutkan sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’ala, menyebutkan perbuatan-perbuatanNya, menyebutkan hal ehwal para Nabi dan hal ehwal orang yang mendustakan baginda, juga bagaimanakah cara mereka itu dibinasakan dan dihancurkan serta memberitahu tentang segala perintah-perintah serta larangan-laranganNya juga menceritakan tentang syurga dan neraka.

C. BERIMAN KEPADA AL-QURAN

Al-quran adalah merupakan kitab yang terakhir diturunkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada umat manusia. Kitab ini memansukhkan penggunaan kitab-kitab sebelum ini. Al- quran diturunkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaih wa sallam untuk menjadi panduan seluruh umat Islam dahulu, kini dan selamanya.

Setiap individu muslim wajib meyakini bahawa isi kandungan semua kitab ini adalah sama dalam persoalan akidah. Semua ajaran Allah Subhanahu wa ta’ala yang ada di dalam keempat-empat kitab Allah Subhanahu wa ta’ala adalah mengandungi seruan kepada penyembahan Allah sebagai Rabb dan Illah tanpa sebarang sekutu Cuma yang membezakan antara kitab-kitab tersebut adalah dalam aspek syariatnya sahaja. Semua kitab diturunkan adalah sangat bersesuaian dengan keperluan setiap umat tersebut.

Terdapat beberapa kepentingan beriman kepada kitab Al-quran antaranya menjadi

garis panduan kepada manusia untuk mengatur perjalanan hidup agar bahagia di dunia dan

akhirat, dengan kitab ini manusia dapat mengetahui perkara ghaib seperti hari akhirat,

malaikat dan perkara-perkara yang tidak mampu dijangkau oleh akal fikiran. Selain itu

manusia dapat menyakini Al-quran meupakan kitab perlembagaan utama di dalam Islam,

seterusnya mengamalkan isi kandungannya secara keseluruhan dan manusia dapat

meneima dan menyakini Islam sebagai al-Din yang terkandung di dalam kitab suci yang

diturunkan Allah Subhanahu wa ta’ala melalui wahyu kepada nabi dari semasa ke semasa

sehinggalah kitab terakhir iaitu Al-quran.

(11)

BAB III

Ijtihad Untuk Persoalan Kontenporer

A. PENGERTIAN IJTIHAD

Dikutip dari jurnal yang berjudul 'Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam', kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd”, yang memiliki arti “al- masyoqot” (kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus ayat 9 yang artinya: ..”dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”.

Pengertian ijtihad secara etimologi memiliki pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”. Sedangkan pengertian ijtihad secara terminologi adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash yang ma’qu; agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.

Kemudian Imam al-Amidi menjelaskan pengertian ijtihad yaitu mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan menurut mayoritas ulama ushul fiqh, pengertian ijtihad adalah pencurahan segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih untuk mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syariat.

Fungsi ijtihad sendiri diantaranya adalah:

1. fungsi ijtihad al-ruju’ (kembali):mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al- Qur’an dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.

2. fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.

3. fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah

di-ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut

konteks zaman dan kondisi yang dihadapi.

(12)

9 B. RUANG GERAK PEMIKIRAN IJTIHAD

Ruang gerak pemikiran ijtihad dalam literatur ushul fiqh pada umumnya dibatasi pada hukum-hukum syara’ yang bersifat dzanniyat, tidak diperbolehkan pada hukum-hukum syara’ yang bersifat qath’iyyat.

11

Mereka sepakat bahwa teks-teks Alquran dan sunnah Rasulullah yang tidak diragukan lagi validitasnya (qath’iyat) datang dari Allah dan Rasul- Nya, bukan menjadi lapangan pemikiran ijtihad. Karena itu, Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa kategori pemikiran hukum Islam yang sudah diketahui oleh umum, diberlakukan secara umum, sudah sedemikian jelas dan valid, aturan yang demikian disebut dengan al- ahkam al-ma’lumat min al-din bi al-dharurah wa al-badahah

12

. Atau istilah lain dengan mujma’ ‘alaih wa ma’lum min al-din bi al-dharurah.

C. MODEL PEMIKIRAN IJTIHAD YANG DIBUTUHKAN SAAT INI

Disaat ini dinamika umat Islam Indonesia dalam merespon berbagai isu-isu kontemporer pemikiran hukum Islam semakin intensif, hal ini terlihat munculnya kajian- kajian keagamaan yang menghasilkan fatwa-fatwa dan pemikiran hukum Islam, baik secara personal (al-fard) maupun kolektif golongan (jamâ’i). Dinamika ini dalam satu sisi cukup menggembirakan kalangan agamawan dengan penuh optimis karena tidak akan terjadi masa kekosongan pemikiran hukum, di samping pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak ada yang berhak menutupnya,tetapi di sisi lain terdapat kelemahan yakni terjadinya kebingungan masyarakat dalam mensikapi fatwa-fatwa dan pemikiran hukum yang saling berbeda dalam suatu masalah.

Misalnya me-rebonding rambut, sebagian umat Islam mengatakan haram hukumnya bagi wanita yang masih gadis, dan sebagian yang lain mengatakan hukumnya boleh kalau wanita itu sudah menikah. Begitu pula dalam persoalan yang lain, dan seterusnya. Oleh karena itu, tampaknya masih relevan model pemikiran ijtihad yang dibutuhkan dan ditawarkan oleh Yusuf al-Qaradhawi, yaitu ijtihad intiqa’i dan ijtihad insya’i.

11 Lihat al-Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, jilid ke-2, juz ke-4, (Bayrut: Dar al-Fikr, 1424 H/2003 M.), h. 212.

Zakiyuddin Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 417. Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, juz ke-2, cet ke-2, (Bayrut:

Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998), h. 1080.

12Ali Yafie, “Posisi Ijtihad dalam Ketuhanan Ajaran Islam” dalam Ijtihad dalam Sorotan, (Bandung: Penerbit Mizan, 1988), h. 76.

(13)

a. Ijtihad intiqa’i. sebutan lain ijtihad tarjihi (eklektik-selektif ). Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa’i adalah pemikiran ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat dari beberapa pendapat yang ada yang dilakukan secara selektif dengan mengkritisi argumentasi-argumentasi masing-masing pendapat, yang pada akhirnya kita bisa memilih pendapat terkuat itu sesuai dengan standarisasi alat ukur yang digunakan dalam men-tarjih. Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa standardisasi alat pengukur tarjih ini paling tidak: (1) Pendapat itu lebih cocok dengan orang zaman sekarang, (2) Pendapat itu lebih banyak mencerminkan rahmah kepada manusia, (3) Pendapat itu lebih dekat dengan kemudahan yang diberikan oleh syara’, (4) Pendapat itu lebih utama dalam merealisir maksud- maksud syara’, maslahat manusia, dan usaha untuk menghindari kerusakan dari manusia

b. Ijtihad insya’i. Yang dimaksud dengan ijtihad insya’i (ijtihad kreatif-inovatif) ialah mengambil konklusi pemikiran hukum baru dalam suatu permasalahan, di mana permasalahan itu belum pernah dikemukakan oleh ulama terdahulu, baik masalah itu baru atau lama. Dengan kata lain, pemikiran ijtihad kreatif-inovatif ini bisa mencakup permasalahan lama (klasik) yang belum pernah didapatkan ketentuan hukum dari para ulama dahulu (salaf) kemudian oleh mujtahid kontemporer ditetapkan ketentuan hukumnya dengan pendapat yang baru.

c. Ijtihad dalam bentuk fatwa. Perkembangan faktual produk pemikiran hukum Islam berupa fatwa mufti atau ulama terus dinamis sejalan dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya masyarakat dari masa ke masa. Hal ini ditengarai dengan semakin bermunculan isu-isu kontemporer pemikiran hukum Islam dalam kehidupan mayarakat Indonesia yang menggugat para mufti atau ulama untuk memberikan penjelasan fatwa keagamaan, seperti isu-isu kontemporer pemikiran hukum Islam tersebut di atas.Fatwa dan lembaga fatwa merupakan suatu institusi yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat senantiasa menanyakan ketentuan hukum agama dari pelbagai permasalahan hukum yang terjadi kepada para ahli agama (mufti/ulama) untuk mendapatkan kepastian hukum dan tuntunan hidup sehari-hari. Di banyak negara di dunia Islam, fatwa, dan lembaga fatwa dijadikan pedomanhukum untuk masalah-masalah kontemporer.

d. Ijtihad dalam bentuk penelitian. Bentuk ijtihad yang ketiga ini adalah sangat dianjurkan untuk melakukan penelitian-penelitian melalui lembaga riset ilmiah, formal atau non formal. Riset ilmiah dimaksud bisa dalam bentuk penelitian kepustakaan (library research) dan juga penelitian lapangan (field research).

Penelitian kepustakaan dengan melalui ijtihâd intiqa’i, yaitu upaya maksimal untuk menyeleksi sebagai pendapat yang ada secara selektif dalam khazanah pustaka peninggalan fikih klasik dan kontemporer yang sarat dengan fatwa dari semua mazhab (sunni, syi’ah, dhahiri dan khawarij).

13

13Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta: UII Press, 2007), h. 81.

(14)

11

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan

Apa yang telah ditanamkan oleh Nabi Muhammad saw kepada para pengikutnya yang awal, dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, adalah perasaan yang mendalam pada pertanggung jawaban di hadapan pengadilan Tuhan, yang mengangkat perilaku mereka dari alam duniawi dan kepatuhan yang mekanis kepada hukum, kepada alam kegiatan moral.

Selain itu manusia dapat menyakini Al-quran meupakan kitab perlembagaan utama di dalam Islam, seterusnya mengamalkan isi kandungannya secara keseluruhan dan manusia dapat meneima dan menyakini Islam sebagai al-Din yang terkandung di dalam kitab suci yang diturunkan Allah Subhanahu wa ta’ala melalui wahyu kepada nabi dari semasa ke semasa sehinggalah kitab terakhir iaitu Al-quran.

Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa’i adalah pemikiran ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat dari beberapa pendapat yang ada yang dilakukan secara selektif dengan mengkritisi argumentasi-argumentasi masing-masing pendapat, yang pada akhirnya kita bisa memilih pendapat terkuat itu sesuai dengan standarisasi alat ukur yang digunakan dalam men-tarjih.

B. Saran dan Masukan

Dengan adanya pembahasan tentang Spirit Islam dan Rujukan Utama Doktrin Islam

ini, penulis mengharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang makna Spiritual

Islam dan menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai rujukan utama dalam kehidupan

sehari-harinya, serta pola pikir masyarakat dapat ikut berkembang terkait permasalahan

permasalahan modern dizaman ini.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 857.

M. Hafi Anshori, Kamus Psikologi, (Surabaya: Usaha Kanisius, 1995), hlm. 653.

Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik ; Pengalaman Keagamaan Jama’ah Maulid al- Diba’ Giri Kusuma, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta Bekerja Sama dengan Walisongo Press, Semarang, 2003), hlm. 17

M.W. Shafwan, Wacana Spiritual Timur dan Barat, (Penerbit Qalam, Yogyakarta,2000), hlm. 7

Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari HAMKA ke Aa Gym, (Pustaka Nuun,Semarang, 2004), hal. 4

Sayyed Hossein Nasr, menjelajah dunia modern, hal,112.

Al-syeikh Muhammad Jamaluddin dan Al-Qasimi Ad-Dimasqi. Mutiara Ihya' Ulumuddin.

2009. Selangor: Illusion Network

Sharipah Isa. 2014. Asas-asas Pandangan Hidup Islam. Kuala Lumpur. ACIS Uitm Arau, Perlis

Lihat al-Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, jilid ke-2, juz ke-4, (Bayrut: Dar al-Fikr, 1424 H/2003 M.), h. 212. Zakiyuddin Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 417. Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, juz ke-2, cet ke-2, (Bayrut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998), h. 1080.

Ali Yafie, “Posisi Ijtihad dalam Ketuhanan Ajaran Islam” dalam Ijtihad dalam Sorotan, (Bandung: Penerbit Mizan, 1988), h. 76.

Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta: UII Press,

2007), h. 81.

(16)

13

Referensi

Dokumen terkait

pelajaran  Sejarah Buku Nabi Muhamma d Saw yang sesuai  Flm/ gambar peristiwa kenabian (bi’tsah)  Peris tiwa turunnya wahyu pertama.  Mengamati gambar/ melihat

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Sejarah kepemimpinan Aisyah – istri Nabi Muhammad SAW – dalam dunia politik ikut memperkuat maksud dibalik cerita tentang Ratu saba' di atas. Puncak kepemimpinan Aisyah adalah

Sejarah kepemimpinan Aisyah – istri Nabi Muhammad SAW – dalam dunia politik ikut memperkuat maksud dibalik cerita tentang Ratu saba' di atas. Puncak kepemimpinan Aisyah adalah

Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk

SPI sendiri membahas tentang sejarah perkembangan agama islam dari mulai awal penyebaranya oleh Nabi Muhammad SAW sampai pada zaman kita yang sekarang ini dalam penyebaranya

Banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi Nabi Muhammad saw dalam memulai awal peradaban Islam di Mekah, baik itu hambatan dan rintangan dari dalam hal lingkup keluarga Nabi

yang diajarkan oleh Nabi saw dan penelitiannya ini khusus yang terdapat pada kitab sahih al-Bukhari saja, yang berbeda dengan penilitian ini adalah penjelasannya yang