• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: FADHILATUL HASNAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: FADHILATUL HASNAH NIM"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMANDIRIAN ANAKYANG MENGIKUTILAYANANPAUD DENGAN ANAK YANG TIDAK MENGIKUTI LAYANAN

PAUDDI JORONG BALIMBINGNAGARI BALIMBINGKEC. RAMBATAN

KAB. TANAH DATAR

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Oleh:

FADHILATUL HASNAH NIM 15300900013

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

i ABSTRAK

Fadhilatul Hasnah, NIM 15300900013. Judul Skripsi“ Kemandirian Anak Yang Mengikuti Layanan PAUD Dengan Anak Yang Tidak Mengikuti Layanan PAUD di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec. Rambatan Kab.

Tanah Datar”. Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh perbedaan kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD yang dilihat dari segi fisik seperti BAK dan BAB tanpa bantuan dan dari segi sosial &

emosional seperti kurang percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan dengan orang yang baru ditemuinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh orang tua yang memiliki anak usia 0-6 tahun di Jorong Balimbing yang berjumlah 93 orang.

Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan yaitu sampling purposive sebanyak 22 orang anak yang berusia 4-5 tahun di Jorong Balimbing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan yang tidak mengikuti layanan PAUD di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec.Rambatan Kab Tanah Datar secara umum berada pada kategori sudah mandiri hal tersebut terlihat bahwa kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD berjumlah 10 orang anak (100%). Anak yang tidak mengikuti layanan PAUD berada pada kategori mandiri sebanyak 1 orang anak (8.3%) dan 11 orang anak (91.7%) diantaranya berada pada kategori sudah mandiri. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Kata Kunci : Kemandirian; PAUD

(6)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 7

1. Kemandirian ... 7

2. Lembaga-lembaga PAUD ... 21

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berpikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi dan Sampel ... 34

1. Populasi ... 34

2. Sampel ... 34

D. Definisi Operasional ... 35

E. Pengembangan Instrumen ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 37

(7)

iii

G. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi data ... 41

B. Pembahasan ... 58

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 62

B. Implikasi ... 63

C. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan karakter merupakan hal penting dalam penanaman pendidikan karakter pada anak usia dini. Seorang anak yang sejak dini dikenalkan pada pendidikan karakter, ketika dewasa karakter-karakter yang diperolehnya tersebut akan menjadi kebiasaan dalam kesehariannya.

Sebagaimana Mulyasa (2012:67) mengungkapkan bahwa :

Pendidikan karakter bagi anak usia dini mempunyai makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang bagaimana berprilaku yang baik dalam kehidupan sehingga anak memiliki kesadaran dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan

.

Sementara itu, menurut Fadlillah dan Mualifatu (2013:39) mengungkapkan bahwa :

Ada delapan belas nilai pendidikan karakter yang wajib diterapkan di setiap proses pendidikan. Nilai-nilai karakter yang dimaksud ada nilai religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, kemandirian/mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan peduli sosial dan bertanggung jawab.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa ada delapan belas karakter dalam pendidikan, salah satunya adalah kemandirian.

Kemandirian merupakan salah satu nilai yang harus ditanamkan kepada anak karena kemandirian pada anak usia dini sangat menentukan kemandirian anak setelah dewasa nantinya.

Menurut Yamin dan Sanan (2013:58) yang menjelaskan bahwa kemandirian merupakan bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai pakaian, mandi, atau buang air kecil/besar sendiri.

Sementara itu, menurut Wiyani (2013:28) mengatakan bahwa kemandirian anak usia dini dapat diartikan sebagai karakter yang dapat

1

(9)

menjadikan anak berusia 0-6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain, khususnya orang tuanya.

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa kemandirian adalah bagaimana anak untuk dapat melakukan segala sesuatu sendiri, misalnya mencuci tangan sebelum ataupun sesudah makan, sudah mampu makan sendiri, memakai pakaian sendiri, mandi sendiri bahkan sudah bisa buang air besar maupun air kecil dikamar mandi sendiri.

Dalam kemandirian tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu terkait dalam pencapaian tugas kemandirian pada anak. Menurut Herlina (2013) faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak usia prasekolah adalah faktor internal, faktor pola asuh orang tua, faktor lingkungan, faktor kecerdasan, factor usia dan faktor pendidikan. Oleh karena itu, persoalan pendidikan kemandirian pada anak usia dini sangat penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dalam kemandirian terdapat beberapa jenis-jenis yang perlu diperhatikan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.Hal ini bertujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembangan secara optimal.

Menurut Yamin dan Sanan (2013:80-87) terdapat enam jenis-jenis kemandirian, diantaranya yaitu : kemandirian sosial dan emosional, kemandirian fisik, kemandirian intelektual, menggunakan lingkungan untuk belajar, membuat keputusan dan pilihan, refleksi dalam belajar.

Dari ke enam jenis kemandirian di atas, dua diantaranya merupakan fenomena yang akan diteliti, yaitu tentang kemandirian sosial dan emosional dan kemandirian fisik. Kemandirian sosial dan emosional merupakan langkah yang besar bagi anak yang sudah siap usianya untuk terjun kelingkungan luar rumah. Mereka akan menghadapi banyak orang dengan banyak karakter, mereka akan belajar dan mencontoh karakter apa saja yang akan mereka temui. Ada tiga kegiatan yang berbeda dalam mengajak anak untuk mengembangkan tingkat kemandirian sosial mereka.Ketiga kegiatan tersebut diantaranya adalah pemisah, transisi, dan bekerja sama. Kemandirian fisik adalah kemandirian dalam hal memenuhi

(10)

kebutuhan.Misalnya anak butuh makan, maka secara mandiri anak harus makan sendiri.Anak belajar untuk mengenakan pakaian sendiri, membiasakan membersihkan diri (mandi dan buang air) sendiri, dan lainnya.

Dalam Yamin dan Sanan (2013:79) menyatakan bahwa dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini adalah guru sebagai penanggung jawab kegiatan pembelajaran di sekolah harus mampu melaksanakan pembelajaran tentang kemandirian pada anak didiknya yang diharapkan dapat melatih dan membiasakan anak berprilaku mandiri dalam setiap aktivitasnya. Seorang guru harus mampu dan terampil dalam menyusun berbagai strategi pembelajaran, menciptakan suasana belajar, dan mampu mengintegrasikan pembelajaran kemandirian dengan aktivitas belajar anak, baik dalam suasana belajar dikelas maupun luar kelas sehingga anak dapat bekerjasama, dan saling berkompetisi serta guru harus memperlihatkan contoh yang konkrit dalam semua hal yang diajarkan.

Meski demikian, peran keluarga terutama orang tua tentu sangat penting dalam kemandirian. Susanti (2017:15) menjelaskan :

Salah satu peran orang tua adalah memberikan pendidikan atau mengembangkan perilaku kemandirian anak dalam keluarga karena orang tua adalah sosok atau pribadi yang akan ditiru oleh anak.

Penanaman kemandirian dan pengembangan kemandirian anak dalam keluarga juga didasarkan pada pola asuh dari orang tua. Pola asuh tersebut dipengaruhi oleh orang tua, dimana antara orang tua yang satu dengan yang lainnya akan berbeda dalam mendidik anak di keluarga karena hal ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan orang tua terkait dengan pola asuh anak yang ditanamkan dalam keluarga orang tua tersebut.

Dari kedua peran tersebut terlihat bahwa peran guru dan orang tua sangat penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya yaitu perkembangan kemandirian.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 27 Maret 2019 di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec. Rambatan Kab.

Tanah Datar, dari jumlah 22 orang anak yang berusia 4-5 tahun. Peneliti melihat bahwa terdapat perbedaan kemandirian diri anak yang mengikuti layanan PAUD yang dilihat dari segi fisik yaitu anak sudah bisa BAK dan

(11)

BAB tanpa bantuan sedangkan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD masih dengan bantuan. Dan dari segi sosial dan emosional anak yang mengikuti layanan PAUD sudah mampu menyesuaikan diri ditempat- tempat yang baru dan mampu berkomunikasi dengan orang lain bahkan orang yang baru ditemuinya. Sedangkan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD rata-rata anak mampu mampu berkomunikasi dengan orang lain dan masih tidak percaya diri dalam menyapa dan berkomunikasi dengan orang yang baru dikenal.

Dan pada tanggal 3 September 2019 peniliti juga melakukan observasi di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec. Rambatan Kab.

Tanah Datar. Peneliti melihat masih ada anak yang tidak mengikuti layanan PAUD yang masih ditemani oleh orang tuanya ditempat-tempat yang baru dan masih kurang percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan orang yang baru ditemuinya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Kemandirian Anak Yang Mengikuti Layanan PAUD Dengan Anak Yang Tidak Mengikuti Layanan PAUD di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut :

1. Perbandingan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik.

2. Perbandingan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka batasan masalah adalah, sebagai berikut:

(12)

1. Perbandingan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik.

2. Perbandingan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional.

D. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah yang peneliti kemukakan, bisa ditarik beberapa masalah yang dapat saya rumuskan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik ?

2. Bagaimana kemandirian anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik ?

3. Bagaimana kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional ?

4. Bagaimana kemandirian anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, dapat diketahui tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik.

2. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi fisik.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional.

4. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak yang tidak mengikuti layanan Paud dilihat dari segi sosial dan emosional.

(13)

F. Manfaat dan Luaran Penelitian

Berdasarkan paparan diatas manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Penelitian a. Bagi penulis

Menambah wawasan atau referensi pribadi tentang tingkat kemandirian anak yang mengikuti paud dengan yang tidak mengikuti paud.

b. Bagi pendidik dan calon pendidik

Memberikan informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kemandirian anak yang mengikuti paud dengan yang tidak mengikuti paud.

c. Bagi orang tua

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian anak yang mengikuti paud dengan yang tidak mengikuti paud.

2. Luaran Penelitian

Luaran penelitian merupakan target yang ingin dicapai dari sebuah penelitian. Adapun target yang ingin dicapai dari temuan penelitian ini yaitu menjadi artikel yang dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah.

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai pakaian, mandi, atau buang air kecil/besar sendiri. Yamin dan Sanan (2013:58). Sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2008:912) “mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain”.

“kemandirian bearti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain”.Selanjutnya menurut Wiyani (2013:28), mengatakan bahwa kemandirian anak usia dini dapat diartikan sebagai karakter yang dapat menjadikan anak yang berusia 0-6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain, khususnya orang tuanya.

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa kemandirian adalah karakter anak yang berusia 0-6 tahun dapat menjadikan anak berdiri sendiri tidak tergantung dengan orang lain khususnya orang tuanya dan mampu belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai pakaian, mandi atau buang air sendiri.

b. Ciri-Ciri Kemandirian Anak Usia Dini

Menurut Wiyani (2013:33-35) terdapat beberapa ciri-ciri kemandirian anak usia dini adalah sebagai berikut :

1) Memiliki kepercayaan kepada diri sendiri 2) Memiliki motivasi instrinsik yang tinggi

3) Mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri 4) Kreatif dan inovatif

5) Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihan

6) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 7) Tidak bergantung pada orang lain

7

(15)

Dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Memiliki kepercayaan kepada diri sendiri

Anak yang memiliki rasa percaya diri memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu dan menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang dapat ditimbulkan karena pilihannya.

2) Memiliki motivasi instrinsik yang tinggi

Motivasi instrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri untuk melakukan sesuatu perilaku maupun berbuatan.Motivasi instrinsik ini pada umumnya lebih kuat dan abadi dibandingkan dengan motivasi instrinsik walaupun kedua motivasi-m otivasi tersebut bisa juga berkurang dan bisa juga bertambah. Motivasi yang datang dalam akan mampu menggerakkan anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.

3) Mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri

Anak yang berkarakter mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihannya sendiri. Contohnya seperti memilih makanan yang akan dimakan, memilih baju yang akan dipakai, dan dapat memilih maianan yang akan digunakan untuk bermain, serta dapat memilih mana sandal untuk kaki kanan dan mana sandal untuk kaki kiri.

Jadi pada dasarnya ciri-ciri kemandirian pada anak usia dini tentu harus memiliki rasa kepercayaan kepada diri sendiri, memiliki motivasi instrinsik yang tinggi, mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri. Dengan demikian anak dapat berkembang secara maksimal untuk mencapai tujuan tugas perkembangan.

4) Kreatif dan inovatif

Kreatif dan inovatif pada anak usia dini merupakan salah satu cara anak yang memiliki karakter mandir, seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang lain dan tidak tergantung terhadap orang lain dalam melakukan sesuatu menyukai dan selalu ingin mencoba hal-hal baru.

5) Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihan

Pada saat anak usia dini mengambil keputusan atau pilihan tertentu ada konsekuensi yang melekat pada pilihannya. Anak yang mandiri akan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya apapun yang terjadi. Tentu saja bagi anak usia dini tanggung jawab tersebut dilakukan dalam taraf yang wajar.

6) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

(16)

Lingkungan KB maupun TK merupakan lingkungan yang baru bagi anak usia dini. Sering kali kita menemukan dengan mudah anak yang menangis ketika pertama kali masuk KB maupunTK.Bahkan kebanyakan anak ditunggui oleh orang tuanya ketika sedang belajar di kelas. Bagi anak yang memili karakter mandiri, dia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru dan dapat belajar walaupun tidak ditunggui oleh orang tuanya.

7) Tidak tergantung pada orang lain

Anak yang memiliki karakter mandiri selalu ingin mencoba sendiri dalam melakukan segala sesuatu, tidak bergantung kepada orang lain. Setelah anak berusaha melakukan sendiri tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, barulah dia meminta bantuan orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri kemandirian anak usia dini dapat dilihat dari kepercayaan kepada dirinya sendiri dengan arti lain anak memiliki kebenaran untuk melakukan sesuatu dan bertanggung jawab terhadap pilihannya, kemudian anak memiliki motivasi yang tinggi yang dapat mengarahkan anak untuk dapat melakukan segala sesuatunya sendiri, selanjutnya anak mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri,kreatif dan inovatif, bertanggung jawab, mampu menyesuaikan diri dalam lingkungannya, anak memiliki sikap mandiri, dia akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru dan dapat belajar walaupun dia tidak ditunggui oleh orang tuanya.Terakhir yang paling harus dimiliki anak tentunya tidak bergantung pada orang lain, dimana anak mandiri selalu mencoba dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain.

c. Indikator kemandirian

Menurut Brewer dalam Martinis Yamin (2013: 86-87) mengatakan bahwa indikator kemandirian Anak Taman Kanak- Kanak adalah pembiasaan yang terdiri dari kemampuan fisik,

(17)

percaya diri, bertanggung jawab, sisiplin, pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi.

Dari pendapat Brewer di atas dapat diketahui bahwa kemandirian anak usia dini dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah dikemukakan oleh para ahli, tujuh indikator yaitu sebagai berikut :

1) Kemampuan fisik

Dalam hal ini mencangkup kemapuan anak dalam hal memenuhi kebutuhannya sendiri.Misalnya anak butuh makan, maka secara mandiri anak harus bisa makan sendiri.Anak belajar untuk mengenakan pakaian sendiri, membiasakan membersihkan diri (mandi atau buang air) sendiri, dll.

2) Percaya diri

Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai.

Perwujudan kemandirian anak dapat dilihat dalam kemapuan untuk berani memilih, percaya akan kemampuannya dalam mengorganisasikan diri dan menghasilkan sesuatu yang baik.

3) Bertanggung jawab

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemapuan seseorang untuk berani menanggung resiko atau konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.

4) Disiplin

Yaitu kemapuan untuk mengembalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib serta efisien.

5) Pandai bergaul

Yaitu kemampuan menempatkan diri dalam berinteraksi dengan sesamanya di manapun dia berada.

(18)

6) Saling berbagi

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemapuan memahami kebutuhan orang lain dan bersedia memberikan apa yang dimili untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

7) Mengendalikan emosi

Yaitu kemapuan untuk mengatasi rasa tidak puas pada saat mengalami kejadian yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Pendapat lain mengatakan bahwa indikator kemandirian emosi pada anak dapat dilihat dari beberapa karakteristik (Steinberg, 1993: 289), yaitu:

1) Anak tidak serta merta lari kepada orang tua ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan.

2) Anak tidak lagi memandang orang tua sebagai mengetahui segalanya (all knowing) atau menguasi segalanya (all- pwerfull)

3) Anak sering memiliki energy emosi yang hebat untuk menyelesaikan hubungan-hubungan diluar keluarga dalam kenyataan mereka merasa lebih dekat dengan teman dari pada orang tua mereka.

4) Anak mampu memandang dan berinteraksi dengan orang tua mereka seperti dengan orang lain pada umumnya, yaitu bukan semata-mata sebagai orang tua saja, tetapi teman diskusi.

Dari uraian indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap anak untuk memiliki kepercayaan diri untuk tampil kedepan kelas, atau mengerjakan tugas-tugasnya, dapat berinteraksi dengan sesamanya di manapun berada, mau bekerja sama dengan teman, dan mampu berbagi bersama teman.

(19)

d. Upaya mengembangkan kemandirian

Mengembangkan kemandirian pada anak pada prinsipnya adalah dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak, maka anak akan semakin terampil mengembangkan kemandirian pada anak begitupun sebaliknya jika anak tidak di biasakan untuk mandiri maka anak tidak akan terbiasa untuk melakukan segala sesuatunya sendiri dengan kata lain anak tidak dapat mandiri, sebagaimana yang disarankan oleh Astuti (2005:49), yaitu:

1) Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebaginya.

2) Anak diberi kesempatan sekali mengambil keputusan sendiri, misalnya memilih baju yang akan dipakai.

3) Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga tidak ada barang yang membahayakan.

4) Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walupun sering membuat kesalahan.

5) Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.

6) Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya.

7) Latihlah anak untuk mensosialisasikan diri, sehingga anak belajar menghadapi permasalahan sosial yang lebih kompleks.

Jika anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak terpaksa.

8) Untuk anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah tangga, misalnya menyiram tanaman, membersihkan meja, menyapu ruangan, dan lain-lain.

9) Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan-alasan pengaturan waktunya.

10) Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.

(20)

11) Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan kemandirian, sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan ajak anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas fisik.

Jadi dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan kemandirian tentu orang tua harus mempertimbangkan dan melakukan beberapa hal yaitu anak-anak didorong melakukan sendiri kegiatan sehari-hari, anak diberi kesempatan sekali untuk mengambil keputusan, anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani, membiarkan anak mengerjakan sesuatu sendiri walaupun sering salah, biarkan anak bermain bersama sesuai keinginan anak, dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya, latihlah anak untuk mensosialisasikan diri dan belajar menghadapi permasalahan sosial, mendorong anak untuk mengatur jadwal pribadinya, anak- anak juga perlu diberi tanggung jawab.

e. Jenis-jenis kemandirian

Menurut Martinis Yamin (2013:80-87) jenis-jenis kemandirian anak usia dini ada enam, yaitu kemandirian sosial dan emosional, kemandirian fisik dan fungsi tubuh, kemandirian intelektual, menggunakan lingkungan untk belajar, membuat keputusan dan pilihan, refleksi dalam belajar, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Kemandirian sosial dan emosional 2) Kemandirian fisik dan fungsi tubuh 3) Kemandirian intelektual

4) Menggunakan lingkungan untuk belajar 5) Membuat keputusan dan pilihan

6) Refleksi dalam belajar

Dengan penjelasan sebagai berikut : 1) Kemandirian sosial dan emosional

Kemandirian sosial dan emosional merupakan langkah yang besar bagi anak yang sudah siap usianya untuk terjun kelingkungan luar rumah. Mereka akan menghadapi banyak orang dengan banyak krakter, mereka akan belajar dan

(21)

mencontoh karakter apa saja yang akan mereka temui. Ada tiga kegiatan yang berbeda dalam mengajak anak untuk mengembangkan tingkat kemandirian sosial mereka.Ketiga kegiatan tersebut diantaranya adalah pemisah, transisi, dan bekerja sama.

a) Pemisah, dalam hal ini dijelaskan sebagai suatu proses yang mendidik anak untuk lepas dari ketergantungan mereka terhadap orang tua atau orang dewasa yang dekat dengan mereka. Ketika sekolah, anak harus fokus pada pembelajaran dan bermain dengan temannya tanpa harus tergantung atau terus menerus bersama orang tuanya.

b) Transisi, merupakan suatu proses yang dialami oleh anak ketika ia berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya. Anak yang sering diajak oleh orang tuanya sering pindah rumah mengalami masa transisi ini. Tidak hanya itu, perpindahan anak dari rumah tempat ia tinggal dengan rumah nenek atau saudaranya yang lain juga memberikan anak pengalaman transisi. Pada awalnya anak pasti akan menjadi pendiam dan hanya menjadi pemerhati karakter orang-orang yang ada di sekitarnya.

c) Bekerja sama, merupakan sebuah kegiatan dimana anak berada dalam satu tim. Kesiapan anak dalam membeli tas atau perlengkapan sekolah lainnya mengidikasikan bahwa anak telah siap untuk bergabung dengan lingkungan baru, terutama sekolah. Di sekolah anak tidak hanya sendiri melainkan dapat teman-teman lain yang seusianya. Guru pun memiliki cara untuk membuat anak untuk meningkatkan kemandiriannya dengan cara membiarkan anak membentuk kelompok, dengan kelompok tersebut guru memberikan tugas yang mengajarkan anak untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikannya.

(22)

Dari kemandirian sosial dan emosional di atas dapat dipahami bahwa ada tiga kegiatan untuk mengajak anak mengembangkan tingkat kemandiriannya, yaitu : pertama pemisah, yaitu suatu proses yang mendidik anak untuk lepas ketergantungan dari orang tuanya, kedua transisi, yaitu proses yang dialami anak apabila berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, ketiga bekerja sama, yaitu suatu kegiatan dimana apabila anak berada di dalam satu tim atau kelompok.

2) Kemandirian fisik dan fungsi tubuh

Kemandirian secara fisik dan fungsi tubuh adalah kemandirian dalam hal memenuhi kebutuhan.Misalnya anak butuh makan, maka secara mandiri anak harus makan sendiri.Anak belajar untuk mengenakan pakaian sendiri, membiasakan membersihkan diri (mandi dan buang air) sendiri, dan lainnya.

Mengajarkan anak untuk dapat mandiri fisik dan fungsi tubuh ini juga harus secara perlahan, dampingi anak ketika sedang melakukan aktivitas tersebut, lalu ajarkan anak untuk melakukannya sendiri.Lakukan hal itu berulang-ulang, kemudian biasakan anak untuk mulai melakukannya tanpa didampingi.Kemampuan fisik mereka untuk melakukannya terlihat dengan kemauan mereka untuk belajar.

3) Kemandirian intelektual

Kemandirian intelektual lebih kepada bagaimana anak dapat mandiri belajar dan memperoleh pengetahuan.Kemandirian intelektual pada anak dapat dilihat dari bagaimana anak dapat menyelesaikan tugas sekolahnya sendiri.Jika kita perhatikan ada saja orang tua yang mengerjakan tugas dan tanggung jawab anak dan membiarkan si anak bermain tanpa memikirkan tanggung jawabnya.

(23)

Kesempatan yang diberikan kepada anak untuk mengerjakan tugasnya dapat memicu kemandirian anak, karena proses orang tua disini hanyalah sebagai fasilitator bagi anak.

4) Menggunakan lingkungan untuk belajar

Anak menggunakan lingkungan untuk belajar adalah hal yang sangat dianjurkan.Pada anak yang sedang belajar untuk mandiri, pemberian kamar sendiri sebagai ruangan privasinya merupakan hal yang sangat tepat. Di sana mereka dapatr belajar, melakukan hobi yang disukai, dan tidak bergantung pada orang tua.

Namun, anak tetap harus diawasi dan tujuan itu tidak salah digunakan menjadi kebesaran yang tak terbatas.Setelah mempersiapkan lingkungan untuk belajar, anak harus dilatih dan dipercaya untuk dapat menggunakannya sebagaimana mestinya.

Anak yang sudah mandiri dapat memanfaatkan lingkungan untuk belajar, dapat membantu anak lain untuk belajar mandiri.

Anak harus tau apa saja yang dapat mereka lakukan dengan keberadaan lingkungan yang dapat dimanfaatkannya, dengan begitu anak dapat mengidentifikasi lingkungan yang mana yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sianak.

5) Membuat keputusan dan pilihan

Anak yang kreatif dan mandiri tidak tergantung pada apa yang dikatakan orang lain, mereka membawa ide mereka sendiri dalam menyikapi segala aktifitas. Anak yang mandiri dapat membuat keputusan dan pilihan.Biasanya jika sudah mencapai tahapan ini bearti anak sudah banyak pengalaman.

Membuat keputusan atau pilihan pada awalnya mungkin akan mengalami hambatan namun lama kelaman berdasarkan

(24)

pengalaman yang diperoleh akan membuat keputusan dan pilihan secara tepat.

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa anak yang aktif dan mandiri mampu melakukan sesuatu tanpa tergantung pada orang lain bahkan orang tuanya, dan juga membuat keputusan dan pilihan bagi anak awalnya mengalami hambatan, tapi lama kelamaan akan membuat keputusan dan pilihannya sendiri.

6) Refleksi dalam belajar

Menghargai pendapat dan pandangan anak mengenai segala hal juga merupakan salah satu cara membuat anak menjadi mandiri. Menempatkan anak pada satu tim untuk mengerjakan sesuatu membuat anak dapat berbagi pandangannya dengan tema yang lain. Setelah anak belajar untuk melakukan aktifitas yang melelahkan ada baiknya jika anak diberikan kesempatan untuk merefleksikan diri.

Meskipun masih kecil namun anak sedari dini haruslah diajarkan untuk merefleksikan apa saja yang sudah ia lakukan.

Tentu saja dengan cara yang berbeda dengan orang yang dewasa lakukan. Pada anak ketika dapat bermain sambil mengobrol untuk mencari refleksi dari apa saja yang telah ia lakukan. Cara ini membuat anak tidak stres atau terbebani.

f. Tahap-Tahap Perkembangan Kemandirian Anak 4-5 Tahun Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:37-38) aspek perkembangan sosial, emosional dan kemandirian meliputi perkembangan dasar yaitu :

1. Dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa 2. Dapat menjaga keamanan diri sendiri

3. Menunujukkan rasa percaya diri 4. Dapat menunjukkan kemandirian

5. Mulai dapat menunjukkan emosi yang wajar 6. Mulai menunjukkan sikap kedisplinan 7. Mulai dapat bertanggung jawab

(25)

Sementara itu aspek perkembangan fisik/motorik meliputi perkembangan dasar menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:43-45) yaitu :

1. Dapat melakukan gerakan ditempat (gerakan dasar non lokomotor)

2. Dapat melakukan gerak berpindah tempat sederhana (gerak dasar lokomotor)

3. Dapat melakukan gerakan jari tangan untuk kelenturan otot (motorik halus)

4. Dapat melakukan koordinasi mata-tangan 5. Dapat menunjukkan ciri-ciri sehat fisik

Dari pemaparan diatas terlihat bahwa tahap perkembangan kemandirian anak 4-5 tahun meliputi aspek perkembangan sosial, emosional dan kemandirian adalah mampu menunjukkan interaksi sesama teman sebaya bahkan orang dewasa, menjaga keamanan diri sendiri, menunjukkan sikap kedisplinan dan dapat bertanggung jawab. Dan perkembangan fisik/motorik meliputi gerkana berpindah tempat, koordinasi mata-tangan dan dapat menunjukkan ciri-ciri sehat fisik.

g. Faktor-Faktor yang Mendorong Terbentuknya Kemandirian Anak Usia Dini

Betapa pentingnya karakter mandiri bagi anak. Oleh karena itu, orang tua dan guru PAUD dituntut dapat membentuk karakter mandiri anak usia dini. Agar orang tua dan guru PAUD dapat membentuk karakter mandiri pada anak usia dini seefektif dan seoptimal mungkin, mereka harus mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang dapat mendorong timbulnya kemandirian pada anak usia dini. Menurut Wiyani (2013: 37) ada dua faktor yang mendorong terbentuknya kemandirian anak usia dini:

1) Faktor internal

Faktor internal ini terdiri dari dua kondisi, yaitu kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.

(26)

Berikut adalah penjelasan dari dua kondisi tersebut:

a) Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis yang berpengaruh antara lain keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin.

b) Kondisi psikologis

Meskipun kecerdasan atau kemampuan berfikir seorang anak dapat diubah atau dikembangkan melalui lingkungan, namun faktor bawaan juga berpengaruh terhadap keberhasilan lingkungan dalam kecerdasan seorang anak.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini meliputi lingkungan, rasa cinta, dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, pola asuh dalam keluarga dan faktor pengalaman dalam hidup.

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pembentukan kemandirian anak usia dini.

Lingkungan yang baik dapat menjadikan cepat tercapainya kemandirian anak.Keluarga sebagai lingkungan terkecil bagi anak merupakan kawah candradimuka dalam pembentukan karakter anak.Kondisi lingkungan keluarga ini sangat berpengaruh dalam kemandirian anak. Dengan pemberian stimulasi yang terarah dan teratur di lingkungan keluarga, anak akan lebih cepat mandiri disbanding dengan anak yang kurang dalam mendapat stimulasi.

b) Rasa Cinta dan Kasih Sayang

Rasa cinta dan kasih sayang orang tua kepada anak hendaknyadiberikan sewajarya karena hal itu dapat mempengaruhi mutu kemandirian anak. Bila rasa cinta dan kasih sayang diberikan berlebihan, anak akan menjadi kurang mandiri.

(27)

c) Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga

Lingkungan keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter kemandirian.Pembentukan karakter kemandirian tersebut tidak lepas dari peran orang tua dan pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

Bila seorang anak sejak kecil dilatih untuk mandiri, ketika harus keluar dari asuhan orang tua untuk hidup mandiri ia tidak akan merasa takut.

d) Pengalaman dalam Kehidupan

Pengalaman dalam kehidupan anak meliputi pengalaman di lingkungan sekolah dan masyarakat.Lingkungan sekolah berpengaruh terhadap pembentukan kemandirian anak, baik melalui hubungan dengan teman maupun dengan guru.

Berdasarkan faktor yang mendorong kemandirian di atas dapat dipahami bahwa faktor yang mendorong kemandirian anak ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.Faktor eksternal meliputi lingkungan, rasa cinta dan kasih sayang, pola asuh orang tua dalam keluarga, dan pengalaman dalam hidup.

h. Aspek-Aspek Kemandirian Anak

Menurut havighurst dalam yamin dan sanan (2010:65) bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, diantaranya yaitu :

1) Aspek emosi

Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantung kebutuhan emosi dari orang tua.

2) Aspek ekonomi

Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi kepada orang tua.

(28)

3) Aspek intelektual

Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

4) Aspek sosial

Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh anak selama masa perkembangan, dimana anak akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga anak tersebut pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Bila orang tua maupun pendidik kurang memenuhi kebutuhan anak untuk mandiri, maka orang tua dan pendidik telah menciptakan hambatan pada perkembangan alamiah anak untuk mengenal dunia dan membangun kepercayaan diri dan merasa dirinya berguna. Bila anak sudah mampu melakukan sesuatu pekerjaan dan ia harus mengerjakansendiri, orang tua, pendidik atau orang-orang dewasa di sekitar harus memberi semangat dan dukungan (penghargaan) untuk melakukan sendiri semua pekerjaan tersebut.

2. Lembaga–lembaga PAUD

Menurut Wiyani (2017:85-92) menjabarkan lembaga-lembaga yang ada di PAUD, yaitu :

a. PAUD Jalur Non Formal

PAUD jalur non formal merupakan proses pendidikan bagi anak usia dini yang diselenggarakan secara tersruktur dan berjenjang di luar jalur formal.

(29)

Berbagai bentuk lembaga paud jalur non formal misalnya:

1) Pos paud

PosPAUD merupakan layanan paud yang penyelenggaraannya dapat di integrasikan dengan layanan bina keluarga balita (BKB) dan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang pengelolaannya yang dibawah pembinaan pemerintahan desa atau kelurahan. Program pos paud ditunjukan untuk anak usia dini dengan usia sebagai berikut:

a) Usia 3 hingga 30 bulan dalam bentuk program perusahaan bersama. Program ini dilaksanakan selama satu minggu sekali bersama orang tua atau pengasuhnya.

b) Usia 31 hingga 72 bulan dalam bentuk progrm bermain bersama. Untuk kelompok usia 31 hingga 48 bulan program minimal dilaksanakan 2 kali per minggu.

Kelompok usia 49 hingga 60 bulan program dilaksanakan minimal 3 kali per minggu. Kelompok usia 61 hingga 72 bulan program dilaksanakan minimal 4 kali per minggu.

Sementara itu,tiga tujuan yang hendak dicapai dalam penyelenggaraan pos paud antara lain:

a) Memberi layanan paud yang pengelolaannya berbasis masyarakat dibawah pembinaan pemerintah desa/kelurahan.

b) Memberikan layanan paud yang dapat menjangkaumasyarakat luas sehingga ke pelosok pedesaan.

c) Menggerakkam orang tua dan keluarga untuk melakukan pola asuh yang positif dirumah.

2) Taman penitipan anak (TPA)

Taman penitipan anak (TPA) merupakan salah satu bentuk lembaga paud pada jalur pendidikan non formal yang

(30)

menyelenggarakan program pendidkan sekaligus pengasuhan dan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir hingga enam tahun, Ada dua tujuan layanan program tpa, yaitu:

a) Memberikan layanan kepada anak usia 0 hingga 6 tahun yang terpaksa ditinggal oleh orang tua karena pekerjaan atau halangan lainnya,

b) Memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak hak anak yang tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang seta hak untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya.

Anak dapat diperoritaskan mendapatkan layanan TPA adalah anak yang berusia 4 tahun kebawah. Adapun beberapa jenis layanan TPA antara lain :

a) TPA perluasan, yaitu penambahan program layanan pengasuhan pada Kelompok Bermain (KB) atau Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) sehingga menjadi program Taman Penitipan Anak (TPA) tanpa menghilangkan program layanan awalnya. Tujuan dari penyelenggaraan program TPA perluasan antara lain :

(1) Meningkatkan intensitas layanan pengasuhan, pendidikan, perawatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak khususnya anak yang kedua orang tuanya bekerja diluar rumah.

(2) Menyediakan acuan bagi pengelola KB dan TK/RA yang akan memberikan penambahan layanan pengasuhan pada programnya.

(3) Meningkatkan kualitas layanan TPA perluasan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

b) TPA berbasis perkebunan, yaitu layanan pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial kepada anak sejak lahir hingga usia 6 tahun yang dilaksanakan

(31)

didaerah perkebunan. Tujuan dari penyelenggaraan program TPA berbasis perkebunan adalah untuk memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak- hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya yang secara terpaksa ditinggal oleh orang tua karena pekerjaannya di perkebunan.

c) TPA temporer, yaitu satuan layanan PAUD non formal yang hanya memberikan layanan pengasuhan kepada anak yang dititipkan sewaktu-waktu pada saat tertentu saja.

Sifat layanannya tidak permanen, lebih bersifat layanan pengasuh pada arena bermain, dan dapat diikuti oleh anak uang berganti-ganti setiap saat. Dengan adanya layanan TPA temporer diharapkan semua tempat yang melibatkan aktivitas orang tua dilengkapi dengan arena pengasuhan melalui kegiatan bermain yang menyenangkan bagi anak.

Tujuan dari pentelenggaraan layanan program TPA temporer adalah untuk memberikan layanan pengasuhan dan pembelajaran yang menyenangkan kepada anak yang mengikuti aktivitas pengasuhannya dilembaga TPA hanya sewaktu-waktu.

Waktu layanan TPA disesuaikan dengan kebutuhan lapangan dengan alokasi waktu sebagai berikut :

a) TPA full day dengan waktu 6 hingga 8 jam per hari, minimal 3 hari dalam satu minggu.

b) TPA setengah hari dengan waktu 4 hingga 5 jam per hari, minimal 3 hari dalam satu minggu.

c) TPA non reguler dengan waktu 1 hinnga 3 jam per hari,

(32)

Kurikulum yang digunakan di TPA adalah kurikulum menu genetik atau acuan lainnya yang sesuai. Kurikulum TPA mencangkup seluruh aspek perkembangan anak, antara lain :

a) Nilai agama dan moral.

b) Fisik : motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan fisik.

c) Kognitif : pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, konsep warna, konsep ukuran, poal, konsep bilangan, dan huruf.

d) Bahasa : bahasa yang diterima/didengar, bahasa untuk mengungkapkan hasil pemikiran/perasaan, dan keaksaraan.

e) Sosial dan emosional.

3) PAUD berbasis TPQ

a) Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal yang ditunjukkan bagi anak-anak sejak lahir hingga usia 18 tahun yang berasal dari keluarga muslim dalam rangka menyiapkan generasi Qurani.

b) Sedangkan PAUD berbasis TPQ adalah bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan Taman Pendidikan Al-Quran, seperti Taman Asuh Anak Muslim (TAAM). Bina Anak Muslim Berbasis Masjid (BAMBIM), dan lainnya.

c) Paud berbasis TPQ tidak dimaksud untuk mengganti TPQ yang sudah melembaga di masyarakat, tetapi untuk memperkuat dan melengkapi dengan subtansi PAUD.

Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak usia dini di masa keemasannya (golden age) untuk memastikan bahwa anak belajar denga cara bermain yang

(33)

disesuaikan dengan tahap perkembangan serta bakat dan minatnya sesuai dengan ajaran islam.

4) Kelompok bermain (KB)

Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia 2 hingga 6 tahun untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak agar kelak siap memasuki jenjang pendidikan yang lebih lanjut. Jadi dapatlah dikatakan program KB adalah pemberian layanan bagi anak usia dini untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya, yujuan dari program KB antara lain :

a) Memberikan layanan PAUD yang dapat menjangkau masyarakat luas hingga ke pelosok pedesaan.

b) Memberika wahana bermain yang mendidik bagi anak usia dini yang tidak terlayani lembaga PAUD lainnya.

c) Memberikan contoh kepada orang tua dan lembaga mengenai tata cara pemberian rangsangan pendidikan bagi anak usia dini dilingkungan keluarga.

Ruang lingkup program kegiatan KB mencagkup bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan yang meliputi aspek agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosi.

Kegiatan pengembangan keenam aspek diatas dilakukan secara terpadu dengan menggunakan pendekatan tematik melalui pelaksanaan kegiatan pembelajaran.Tujuan umum dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di KB adalah untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk masa depannya dan dapat menyesuaikan diri

(34)

denga lingkungannya. Sedangkan secara khusus, tujuan pembelajaran di KB antara lain :

a) Anak mampu mengenal dan percaya kepada tuhan yang maha esa, melakukan ibadah, mengenal ciptaan Tuhan, dan mencintai sesama.

b) Anak memiliki nilai moral, sikap, dan budi pekerti yang baik.

c) Anak mampu mengelola dan keterampilan tubuh, termasuk gerakan halus dan gerakan kasar sera mampu menerima rangsangan sensorik (panca indera).

d) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar.

e) Anak mampu berpikir kreatif, logis, kritis, memberi alasan, memecahkan dan menemukan sebab-akibat.

f) Anak memiliki keterampilan hidup (life skill) untuk membentuk kemandiriannya.

g) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, masyarakat dan mampu menghargai keragaman sosial dan budaya,serta mampu mengembangkan konsep diri, rasa memiliki, dan sikap positif terhadap belajar.

h) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta mampu menghargai hasil karya yang kreatif.

b. PAUD Jalur Formal

Taman Kanak-kanak (TK) ataupun Raudhatul Athfal (RA) merupakan bentuk lembaga PAUD jalur formal. TK/RA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia

(35)

empat sampai enam tahun. Tujuan dari penyelenggaraan TK/RA antara lain:

a) Membangun landasan bagi berkembangnya potensi anak agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, capak kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

b) Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhan dalam lingkungan bermain edukatif dan menyenangkan.

c) Membantu anak mengembangkan berbagai potensi dalam psikis dan fisik yang meliputi nilai-nilai agama dan moral, sosial dan emosi, kemandirian, kognitif dan bahasa serta fisik- motorik untuk siap memasuki jenjang pendidikan dasar.

Program kegiatan anak usia dini di TK/RA diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip PAUD berikut ini :

a) Berorientsi pada kebutuhan anak.

b) Sesuai perkembangan anak.

c) Sesuai dengan keunikan setiap individu.

d) Kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan bermain.

e) Pembelajaran berpusat pada anak.

f) Anak sebagai pembelajar aktif.

g) Anak belajar dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari gerakan ke verbal, dan dari diri sendiri ke sosial.

h) Menyediakan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran.

i) Merangsang munculnya kreatifitas dan inovasi.

j) Mengembangkan kecapakan hidup anak.

(36)

k) Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada dilingkungan sekitar.

l) Anak belajar sesuai dengan kondisi sosial budayanya.

m) Melibatkan peran serta orang tua.

n) Stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh dan mencangkup semua aspek perkembangan.

Jadi dari pemaparan di atas terlihat bahwa lembaga-lembaga Paud meliputi lembaga jalur non formal dan jalur formal. Dimana yang dimaksud dengan lembaga jalur non formal yaitu proses pendidikan bagi anak usia dini yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang diluar jalur formal. Dan yang dimaksud dengan lembaga jalur formal yaitu diselenggarakan dalam bentuk Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) istilah untuk TK islam.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan kemandirian anak.

1. Hasil penelitianSari (2016) di Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besardengan tujuan penelitian meningkatkan kemandirian anak di sentra bahan alam pada Tk Bunga Mekar Kecamatan Seulimenium Kabupaten Aceh Besar. Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif, dengan pendekatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus. Pada setiap siklus dilakukan dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Subyek dalam penelitian ini adalah anak usia dini berusia 5-6 tahun yang belum mandiri pada kelompok B TK Bunga Mekar berjumlah 10 orang yang terdiri dari 5 perempuan dan 5 laki-laki. Penelitian ini memfokuskan pada kemandirian anak sehingga anak memiliki keberanian dan rasa percaya diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian anak pada siklus I yang berkembang sangat baik (BSB)

(37)

dan berkembang sesuai harapan (BSH) adalah sebanyak 6 orang anak (60%). Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu anak yang berkembang sangat baik (BSB) dan berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 8 orang anak (80%).

2. Hasil penelitian Nurvitasari (2013) studi komparasi tingkat kemandirian anak yang mengikuti Paud dengan yang tidak mengikuti Paud di TK Aba Yogyakarta dengan tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian terhadap anak yang pernah mengikuti Paud dengan yang tidak mengikuti Paud di TK Aba Yogyakarta, metode yang digunakan survey analitik komparatif.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan populasi 47 orang dan sampel penelitian 26 orang yang mempunyai riwayat mengikuti Paud dan 21 orang yang tidak pernah mengikuti Paud. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni 2013. Analisis data yang digunakan adalah Mann-WhitneyU Test untuk uji beda. Hasil penelitian menunjukkan responden yang pernak mengikuti PAUD sebagian besar mengalami kemandirian dalam kategori sesuai 20orang (76,9) dan yang tidak pernah mengikuti PAUD sebagian besar mengalami kemandirian meragukan 11 orang (52,1). Hasil uji statistic Asymp.sig (0,001) dengan taraf signifikan 5% yang bearti <0,05 sehingga dapat disimpulkan ada [erbedaan kemandirian pada anak yang mengikuti PAUD dan dengan anak yang tidak mengikuti PAUD.

3. Hasil penelitian Dwiasmira (2012) study komparasi kemandirian anak Taman Kanak-kanak (TK) di program fullday dan Reguler dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada anak kelompok Afullday dan TK Reguler. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode komparatif. Populasi penelitian ini adalah anak-anak d TK-TK di Kecamatan Banyudono Boyolali. Sampel penelitian ini adalah anak- anak kelompok A di TKIT Al Hikam Banyudono Boyolali (fullday) dan TK Aisyiyah Bendan Boyolali (Reguler). Teknik sampling penelitian ini menggunakan non-probability sampling yaitu purposive

(38)

sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket.

Teknis analisis data penelitian menggunakan independent sampel t- test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian anak kelompok A TKIT Al Hikam Banyudono Boyolali dengan TK Aisyiyah Bendan Boyolali. TKIT Al Hikam Banyudono berada di skor 51,86 dan TK Aisyiyah Bendan Boyolali berada di skor 43 dengan selisih perbedaan skor terbesar 8,86. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemandirian antara anak-anak yang mengikuti TK program fullday dengan anak-anak yang mengikuti TK program Reguler dan anak-anak di TK fullday lebih mandiri dari anak-anak di TK Reguler.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang kemandirian anak. Selanjutnya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada metode penelitian, tempat, populasi yang akan dilakukan. Dalam penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, tempat penelitian di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec. Rambatan Kab.

Tanah Datar, yang menjadi subyek dalam penelitian yang akan dilakukan adalah orang tua yang memiliki anak usia 4-5 tahun yang membandingkan kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD.

(39)

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perbandingan tingkat kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud.

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Kemandirian Sosial

dan Emosional

Kemandirian Fisik Kemandirian

dalam hal

memenuhi kebutuhan.

 Mampu bermain bersama temannya

 Mampu menyesuaikan diri disekolah ataupun dirumah saudara

 Mampu bekerja sama dalam menyelesaikan kegiatan dan membereskan mainannya

 Terbiasa

membersihkan diri sendiri

 Mampu mengenkan pakaian sendiri.

 Mampu makan sendiri

Kemandirian Anak yang mengikuti layanan Paud dan Anak yang tidak

mengikuti layanan Paud

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini ialah deskriptif kuantitatif. Menurut Darmawan (2013: 49) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan suatu objek atau kegiatan yang menjadi perhatian peneliti. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu survei. Metode survey yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan lain sebagainya (Sugiyono,2018: 6).

Sementara itu, Priyono (2016: 43) menjelaskan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner merupakan lembaran yang berisi beberapa pertanyaan dengan struktur yang baku. Dalam pelaksanaan survei, kondisi penelitian tidak dimanipulatif oleh peneliti.

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa penelitian survey merupakan salah satu penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mendapatkan data dari responden yang alamiah tanpa adanya manipulatif dari peneliti dengan memberikan kuesioner, wawancara dan lain-lain sebagai instrumen dalam penelitian.

Alasan peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif adalah untuk membandingkat tingkat kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD.Dan juga untuk mendeskrisikan hasil dari penelitian tersebut dengan data yang alami tanpamanipulasi.

33

(41)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan. Adapun waktu penelitiandilakukan selama 10 bulan yaitu dari bulan Maret 2019 sampai bulan Desember 2019.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018: 80) bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan Bungin (2011: 109) mengatakan bahwa populasi berasal dari kata bahasa inggris population, yang berarti jumlah penduduk. Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa dalam penelitian sangat diperlukan populasi, karena populasi adalah jumlah atau suatu objek yang menjadi sasaran dalam suatu peneitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah anak dengan usia 0-6 tahun di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan yang berjumlah orang.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No Layanan pendidikan Jumlah Anak Usia 0-6 Tahun

1 Usia TK 5-6 Tahun 30

2 Usia KB 4-5 Tahun 22

3 Usia TPA 0-4 Tahun 41

Total 93

Sumber data : dari kader dan kepala sekolah

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2018:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dalam penelitian ini untuk menentukan sampelnya peneliti menggunakan teknik Sampling Purposive. Menurut Sugiyono (2017:67) Sampling Purposive adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

(42)

tertentu sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya. Jadi dapat dikatakan bahwa Sampling Purposive adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan oleh peneliti. Adapun sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada Sampling Purposive adalah sebanyak 22 orang. Alasan peneliti mengambil Sampling Purposiveyaitu untuk melihat perbedaan kemandirian anak yang usia 4-5 tahun.

Jadi dalam penelitian ini sampel dari masing-masing orang tua yang memiliki anak usia 4-5 tahun yang mengikuti layananPaud dan tidak yang mengikuti layananPaud yaitu:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

No Layanan Pendidikan Jumlah Anak

1 Anak usia 4-5 tahun yang mengikuti jalur pendidikan

10 2 Anak usia 4-5 tahun yang tidak mengikuti

jalur pendidikan

12

Total 22

Sumber data : dari kader dan kepala sekolah

D. Definisi Operasional

Definisi operasional bermanfaat untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami istilah-istilah dalam penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa istilah-istilah yang digunakan dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:

Kemandirian adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk melakukan segala sesuatu sendiri, baik yang terkait dengan aktifitas bantu dirinya sendiri maupun aktifitas dalam keseharian tanpa tergantung pada orang lain bakan orang tuanya. Adapun jenis-jenis kemandirian yang penulis maksud adalah kemandirian sosial dan emosional dan kemandirian fisik.

(43)

PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Adapunyang penulis maksud adalah anak yang mengikuti layanan KB usia 4-5 tahun.

E. Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti (Sugiyono, 2018: 92). Menurut bungin (2011: 104) menjelaskan instrumen adalah sebagai perangkat lunak dari seluruh rangkaian proses pengumpulan data penelitian di lapangan. Jadi, instrumen yang baik dalam sebuah penelitian tentu teruji validitasnya.Siregar (2011: 162) mengatakan bahwa validitas atau kesahihan adalah menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang diukur (valid if it succesfully measure the phenomenom). Berdasarkan kutipan di atas maka dapat di pahami bahwa dalam penelitian ini instrumen yang penulis gunakan studi komparasi tingkat kemandirian anak yang sekolah Paud dengan anak yang tidak sekolah Paud. Dimana skala ini dapat dikatakan valid jika penulis dapat membandingkan tingkat kemandirian anak yang sekolah Paud dengan anak yang tidak sekolah Paud Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan.

Menurut Widoyoko (2012: 141) suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Jadi instrumen yang dibuat untuk membandingkan tingkat kemandirian anak yang mengikuti layanan Paud dengan anak yang tidak mengikuti layanan Paud Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan. Instrumen yang valid yang peneliti gunakan adalah validitas konstruk (Construct Validity)Widoyoko mengatakan validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur konsep dari suatu

(44)

teori, yaitu yang menjadi dasar penyusunan instrumen (2012: 145). Untuk menguji validitas konstruk dapat digunakan pendapat para ahli (expert judgement). Setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah dikonsultasikan dengan para ahli pada bidang itu.

Validitas instrumen dilakukan dengan cara:

1) Menyusun instrumen berdasarkan teori dan pertanyaan penelitian dalammembandingkan tingkat kemandirian anak yang sekolah Paud dengan anak yang tidak sekolah Paud

2) Berdiskusi dengan teman sebaya.

3) Berkonsultasi dengan pembimbing.

4) Melakukan validasi dengan validator.

5) Analisis dan revisi instrumen hingga valid.

F. Teknik Pengumpulan Data

Alat yang penulis gunakan dalam pengumpulan data untuk membandingkan tingkat kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD adalah wawancara terstruktur . Menurut Sugiyono (2014: 225) wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data dengan menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Adapun alternatif jawaban mengunakan tiga pilihan : Selalu (S), Kadang-kadang (KK), dan Tidak Pernah (TP).

Tabel 3.3

Skor Pernyataan Skala Kemandirian Anak Yang Mengikuti Layanan PAUD Dengan Anak Yang Mengikuti Layanan PAUD

No Item Pernyataan Skor

1 Selalu (S) 3

2 Kadang-kadang (KK) 2

3 Tidak Pernah (TP) 1

Penulis akan menyebarkan skala pengukuran kepada orang tua yang memiliki anak usia 4-5 tahun di Jorong Balimbing Nagari Balimbing Kec.Rambatan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Skala

(45)

pengukuran yang penulis susun bertujuan untuk membandingkan tingkat kemandirian anak yang sekolah PAUD dengan anak yang tidak sekolah PAUD. Dalam skala pengukuran yang akan disebarkan kepada orang tua tentu harus ada rancangan instrumen dengan istilah kisi-kisi intrumen.

Gambaran hubungan antara variabel maupun sub variabel, indikator dan rancangan butir-butir instrumen yang disusun dalam bentuk tabel disebut kisi-kisi instrumen, Widoyoko (2012: 132).

Berikut bentuk skala perbandingkan tingkat kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dengan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD yaitu:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Sub

variabel Indikator Sub Indikator Kemandirian

anak usia 4-5 tahun

Fisik Terbiasa membersihkan diri sendiri

- Anak dapat BAK dan BAB (toilet training) di kamar mandi

Mampu mengenakan pakaian sendiri

- Anak mampu memakai dan membuka baju sendiri

Mandiri dalam hal makan sendiri

- Anak dapat makan sendiri

Sosial dan emosional

Mampu bermain bersama

temannya

- Anak dapat bermain bersama teman- temanya tanpa ditemani - Anak dapat

mengajak teman untuk bermain Mampu

menyesuaikan diri di sekolah

ataupun di rumah saudara

- Anak dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemuinya - Anak dapat menyapa

teman dan orang

(46)

dewasa yang baru dikenal

Mampu bekerja sama dalam menyelesaikan kegiatan dan membereskan mainannya

- Anak dapat

bekerjasama dengan teman dalam

kelompok ketika melakukan kegiatan - Anak dapat

membereskan kembali mainnya

Jumlah 9

Sumber : Yamin, 201.Panduan PAUD

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif menggunakan persentase. Menurut Sugiyono (2017:

29) statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

Untuk memperjelas proses analisis data maka dilakukan pengkategorian. Kategori tersebut terdiri atas 3 kriteria yaitu kategori Mulai Mandiri (MM), Mandiri (M) dan kategori Sudah Mandiri (SM).

Dasar penentuan kemandirian tersebut adalah menjaga tingkat konsistensi dalam penelitian. Skor yang digunakan untuk melihat kemandirian anak yang mengikuti layanan PAUD dan anak yang tidak mengikuti layanan PAUD adalah dengan cara mencari skor maksimum, skor minimum dan rentang skor serta panjang kelas interval.

Adapun pengkategorian skor sebagai berikut:

1. Skor maksimum : 3x 9 = 27 2. Skor minimum : 1 x 9 = 9 3. Rentangan skor ideal : 27 – 9 = 18 4. Banyak kriteria adalah 3 tingkatan

Gambar

Tabel 3.1  Populasi Penelitian
Tabel 3.2  Sampel Penelitian
Grafik  4.1  Gambaran  Kemandirian  Anak  Yang  Mengikuti  Layanan PAUD
Grafik 4.2 Gambaran Kemandirian Anak Yang Mengikuti  Layanan PAUD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Shoimin dalam Nasruddin (2015:18) menyatakan bahwa reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan

Dengan dibuatnya laporan biaya kualitas secara khusus dan berkala diharapkan pihak manajemen perusahaan dapat melakukan pengendalian atas kualitas produk serta

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan

Pada industri penggergajian kayu Akasia Kecamatan landasan ulin kotamadya Banjarbaru Kalimantan Selatan ini, bahan baku yang digunakan sangat baik dan bagus (cacat yang ada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman orang tua berada pada kategori paham dengan jumlah 48 orang tua (98.0%), yang terlihat dari hasil masing-masing

Adapun Indikator dan komponen kecerdasan verbal-linguistik menurut Midyawati (2017:133) menguraikan bahwa anak 1) senang berkomunikasi dengan orang lain baik dengan

Adapun yang menjadi fokus pengembangan dalam penelitian ini adalah Pengembangan media komik berbasis pendekatan scientific pada materi makanan dan minuman yang

Salah satu hikmat utama Rasul diutus, untuk menyempurnakan akhlak tentulah tidak mungkin ditinggalkan oleh setiap pendidik maupun peserta didik, terutamanya kepada