• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kepuasan kerja fisik dan sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional : studi kasus perusahaan Batik Katura Jl. Buyut Trusmi no. 5 Plered-Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kepuasan kerja fisik dan sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional : studi kasus perusahaan Batik Katura Jl. Buyut Trusmi no. 5 Plered-Cirebon."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA FISIK DAN SOSIAL DENGAN KINERJA KARYAWAN

DITINJAU DARI GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Budiman Susanto Universitas Sanata Dharma

2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional; (2) hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada seluruh karyawan yang berjumlah 30 orang di perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan regresi yang dikembangkan Chow.

(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN PHYSICAL AND SOCIAL WORKING SATISFACTION AND WORKING ACHIEVEMENT OF EMPLOYEES

PERCEIVED FROM THE LEADERSHIP STYLE

A Case study: Batik Katura Home Industry , Jl. Buyut Trusmi No.5 Plered-Cirebon

Budiman Susanto Sanata Dharma University

2011

The research attempts to discover: (1) the correlation between physical working and working achievement of the employees perceived from the situational leadership style; (2) the correlation of social working satisfaction and the job achievement of the employees perceived from the situational leadership style.

This research is a case study based on the 30 samples of the entire number of employees at batik Katura home industry, Jl. Buyut Trusmi Plered-Cirebon. The techniques of data collection were questionnaire and documentation. The technique of analysis was regression equivalent model by Chow.

(3)

Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja

Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional

Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh: Budiman Susanto NIM: 051334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja

Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional

Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh: Budiman Susanto NIM: 051334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

1. Papaku Kimteng dan Mamaku Suhemi yang senantiasa memberikan kasih sayang,

doa, dan nasehat sehingga aku bisa menjadi orang yang berguna.

2. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan

nasehat sehingga aku bisa menjadi pribadi yang dewasa dalam berfikir. 3. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang telah membuatku

berjuang untuk segera menyelesaikan kuliah.

4. Nonikku Frisca Rosecialine yang memberikan semangat hingga aku lulus

(8)

MOTTO

Keberhasilan harus mendahului nasib baik. Tidak ada orang yang bisa disebut bernasib baik,

jika dia tidak lebih dulu berhasil. Untuk berhasil, dia harus melalui proses membangun nasib

baik, yaitu:

1. Berniat untuk membaikkan kehidupan.

2. Bersungguh-sungguh bekerja.

3. Mensyukuri hasil kerja.

4. Memperluas kemanfaatan bagi sesama.

5. Memelihara kerendahan hati.

Dan itu adalah cara membuktikan iman.

(9)

Teguh-PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juni 2011

(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Budiman Susanto

Nomor Mahasiswa : 051334090

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 10 Juni 2011

Yang menyatakan

(11)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA FISIK DAN SOSIAL DENGAN KINERJA KARYAWAN

DITINJAU DARI GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Studi Kasus: Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon

Budiman Susanto Universitas Sanata Dharma

2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional; (2) hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada seluruh karyawan yang berjumlah 30 orang di perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan regresi yang dikembangkan Chow.

(12)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN PHYSICAL AND SOCIAL WORKING SATISFACTION AND WORKING ACHIEVEMENT OF EMPLOYEES

PERCEIVED FROM THE LEADERSHIP STYLE

A Case study: Batik Katura Home Industry , Jl. Buyut Trusmi No.5 Plered-Cirebon

Budiman Susanto Sanata Dharma University

2011

The research attempts to discover: (1) the correlation between physical working and working achievement of the employees perceived from the situational leadership style; (2) the correlation of social working satisfaction and the job achievement of the employees perceived from the situational leadership style.

This research is a case study based on the 30 samples of the entire number of employees at batik Katura home industry, Jl. Buyut Trusmi Plered-Cirebon. The techniques of data collection were questionnaire and documentation. The technique of analysis was regression equivalent model by Chow.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga dan Putra Tunggal-Nya Yesus Kristus atas Kasih-Nya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial dengan Kinerja Karyawan Ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Situasional”.

Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini tidaklah mungkin terlaksana dengan baik tanpa bantuan, kerjasama, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

(14)

5. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

6. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku dosen pembimbing seminar penelitian dan proposal skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

7. Staf pengajar Progrma Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;

8. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu kelancaran proses belajar selama ini;

9. Bapak Katura. AR selaku pimpinan Perusahaan Batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian;

10. Papa Kimteng dan Mama Suhemi yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;

11. Romo Markus Santoso yang telah senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan;

12. Kakakku Untung Susanto dan Adikku Tri Suharyo Susanto yang memotivasiku untuk segera menyelesaikan kuliah;

(15)

14. Febran, sugiyanto, Asih, Katarina, dan Tia, terimakasih untuk kebersamaan dan rasa kekeluargaan selama ini serta bantuan selama penyusunan skripsi; 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis

(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

(17)

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja ... 8

a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 8

b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 9

B. Kinerja Karyawan ... 10

a. Pengertian Kinerja Karyawan... 10

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan ... 11

C. Gaya Kepemimpinan Situasional ... 11

a. Pengertian Pemimpin ... 11

b. Pengertian Kepemimpinan ... 12

c. Pengertian Gaya Kepemimpinan... 13

D. Kerangka Berfikir ... 18

E. Model Penelitian ... 21

F. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 23

D. Populasi ... 24

(18)

a. Variabel Bebas (Independent Variable) ... 25

b. Variabel Terikat (Dependent Variable) ... 26

c. Variabel Moderator ... 28

F. Teknik Pengumpulan Data ... 29

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 29

1. Pengujian Validitas ... 29

2. Pengujian Reliabilitas ... 32

H. Teknik Analisis Data ... 33

1. Statistik Deskriptif ... 33

2. Uji Prasyarat Analisis ... 33

a. Uji Normalitas ... 33

b. Uji Hipotesis ... 34

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura ... 36

B. Filosofi Batik Secara Umum ... 38

C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing ... 40

D. Ciri Batik Cirebon dan Perbedaan dengan Daerah Lain ... 41

E. Motif Batik Cirebon ... 42

F. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan untuk Membatik ... 43

G. Proses Pembuatan Batik ... 44

(19)

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 46

B. Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 49

2. Uji Hipotesis ... 49

C. Pembahasan ... 51

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 57

B. Keterbatasan Penelitian ... 57

C. Saran-saran ... 58

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasional Variabel Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26

Tabel 3.2 Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja Fisik dan Sosial ... 26

Tabel 3.3 Operasional Variabel Kinerja Karyawan ... 27

Tabel 3.4 Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan ... 27

Tabel 3.5 Operasional Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28

Tabel 3.6 Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional ... 28

Tabel 3.7 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik ... 30

Tabel 3.8 Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial ... 31

Tabel 3.9 Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 31

Tabel 3.10 Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional ... 31

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Fisik ... 46

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Sosial ... 47

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kinerja Karyawan ... 47

(21)

DAFTAR GAMBAR

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam menjalankan bidang usaha, setiap perusahaan baik perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa maupun industri pasti memiliki tujuan yang harus dicapai dan memberikan arah serta menyatukan unsur-unsur yang terdapat dalam perusahaan agar mampu bertahan. Untuk mencapai tujuan-tujuan dibutuhkan serangkaian tindakan yang dikenal sebagai proses manajemen, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam suatu perusahaan, karena sumber daya manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan perusahaan dimana manusia menjadi perencana, pelaksana, serta penentu terwujudnya tujuan perusahaan.

(24)

karena sumber daya manusialah yang banyak mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kepemimpinan memiliki peranan penting pada peningkatan kinerja karyawan. Tanpa kepemimpinan, hubungan antara tujuan perseorangan atau individu dengan tujuan perusahaan mungkin tidak akan tercapai. Kondisi tersebut dapat menimbulkan situasi dimana individu bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien dalam pencapaian yang sudah direncanakan sebelumnya. Kepemimpinan yang baik tidak terlepas dari visi dan misi perusahaan yang ingin dicapai, menciptakan kepuasan kerja karyawan, serta menciptakan sistem manajemen kinerja yang efektif. Menurut Joseph Tiffin (dalam As’ad, 2000:104), kepuasan kerja sebagai sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama di antara pimpinan dan sesama karyawan. Kepuasan kerja dapat diketahui dari sikap karyawan yang tercermin dari tindakannya dalam melakukan pekerjaannya dengan semangat, disiplin, dan mau bekerjasama serta memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya. Ada banyak indikator yang mempengaruhi variabel kepuasan kerja. Tiap indikator mempunyai peranannya masing-masing dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, indikator tersebut yaitu: 1) kepuasan finansial, 2) kepuasan fisik, 3) kepuasan sosial, dan 4) kepuasan psikologi.

(25)

organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999:2). Suatu perusahaan akan meningkat kinerjanya bila adanya kerjasama dan hubungan yang baik antara pimpinan dan karyawannya. Karena dengan meningkatkan kinerja karyawan secara otomatis akan meningkatkan kinerja perusahaan. Secara umum, individu yang menunjukkan hasil kerja yang bagus dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki kinerja yang tinggi atau baik. Begitu juga sebaliknya, individu yang menunjukkan hasil kerja yang buruk dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki kinerja yang rendah atau buruk. Baik dan buruknya suatu kinerja karyawan dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya faktor kepuasan kerja. Jika karyawan tidak betah untuk bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka tidak mendapatkan kepuasan kerja yang cukup maka kinerja karyawan akan menurun. Namun sebaliknya, apabila karyawan betah dan loyal untuk bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi, karena mereka mendapatkan kepuasan kerja maka kinerja karyawan akan meningkat sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

(26)

bawahannya sangat dibutuhkan. Ketepatan seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan motivasi para bawahannya, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan baik. Namun jika kepemimpinan yang diterapkan tidak tepat, justru tidak akan menimbulkan motivasi karyawan, sebaliknya akan menurunkan motivasi karyawan itu sendiri yang dapat mengakibatkan penurunan kinerja. Untuk itu dibutuhkan gaya kepemimpinan fleksibel yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan dimana seorang pemimpin dapat bekerjasama dan dapat menekan konflik yang akan terjadi dalam kelompok kerja sehingga dapat tercapai visi dan misi perusahaan.

(27)

dikembangkan oleh Hersey dan Blancard karena pemimpin dengan gaya ini akan selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerja.

Blanchard (2007:104-105) mengatakan kepemimpinan situasional didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap orang dapat dan ingin berkembang dan tidak ada gaya kepemimpinan terbaik yang bisa mendukung perkembangan itu, sehingga anda harus menyesuaikan gaya kepemimpinan terhadap keadaan yang sedang terjadi. Kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan.

(28)

B. Batasan Masalah

Di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang baik terdapat pemimpin yang kuat di dalamnya, pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang dapat menyesuaikan dan mengidentifikasi gaya kepemimpinannya untuk bertindak dan menghasilkan suatu pola kerja yang efektif dan efisien sehingga dapat mempengaruhi bawahannya untuk pencapaian tujuan perusahaan yaitu peningkatan kinerja karyawan. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitiannya terhadap faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: faktor kepuasan fisik dan faktor kepuasan sosial.

C. Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang masalah di atas, maka atas dasar alasan itulah kemudian dirumuskan pertanyaan permasalahannya sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan

ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

2. Apakah ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:

(29)

2. Hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun bagi perusahaan, antara lain:

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan kepuasan kerja dan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi manajemen sebagai bahan informasi dan tinjauan untuk dalam mengambil kebijakan perusahaan.

3. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menambah pengetahuan pembaca dan merupakan referensi yang dapat membantu penelitian sejenis.

(30)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan hal penting yang harus dimiliki seseorang dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki sifat dinamis. Artinya, bahwa rasa puas itu bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi dan dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Kepuasan kerja dapat menurun secepat kepuasan kerja itu timbul sehingga hal ini mengharuskan para pemimpin perusahaan untuk lebih memperhatikannya.

Menurut Blum (dalam As’ad, 2000:102) kepuasan adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu, dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri.

(31)

Sedangkan Tiffin (dalam As’ad, 2000:104) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan.

Sementara Robbert Hoppeck (dalam As’ad, 1978:62) memandang bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja bahwa seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang dimiliki seorang karyawan terhadap kondisi finansial, fisik, sosial, dan psikologi serta situasi kerja.

b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Moh As’ad (1987:117-118), adalah:

1) Kepuasan psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi; minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.

2) Kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.

3) Kepuasan finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi.

(32)

B. Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Beberapa ahli mendefinisikan kinerja karyawan, di antaranya: Mohamad Mahsun (2006:25), yaitu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi.

Prawirosentono (1999:2) mendefinisikan kinerja karyawan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sedangkan menurut Simamora (2004:339) mengatakan bahwa kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.

(33)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan suatu kontruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik karyawan atau SDM dan ekstrinsik, yaitu kepemimpinan, sistem, tim, dan situasional. Uraian rinci faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Tb. Sjafri M, 2007:155-156):

1) Faktor personal atau individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja pada karyawan.

3) Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

C. Gaya Kepemimpinan Situasional a. Pengertian Pemimpin

(34)

b. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi Terry (dalam Thoha, 2007:5) merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Beberapa ahli mendefinisikan kepemimpinan (dalam Saydam, 2005:700), antara lain:

1) Robert Dubin menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas pemegang kewenangan dan pengambil keputusan (Leadership is the

exercises of authority and the making of decisions).

2) Siagian menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan adalah motor penggerak bagi sumber daya manusia dan sumber daya alam lainnya.

3) Stogdill menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan (Leadership is the process of influencing group

activities toward goal setting and goal achievement).

Menurut pendapat Handoko (1984:294), kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

(35)

Teori-teori kepemimpinan yang dikembangkan dari beberapa hasil penelitian menurut Evans dan Robert House (dalam Thoha, 2007:42) yang dikenal dengan nama teori part goal. Secara pokok, teori part goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Teori part goal, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.

3) Kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.

4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.

c. Pengertian Gaya Kepemimpinan

(36)

perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain ketika berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.

Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang di kembangkan oleh para ahli, antara lain:

1) Gaya kepemimpinan kontinum (otokrasi dan demokrasi). Tannenbaum dan Warren Schmidt (dalam Thoha, 2007:50), menggambarkan dua bidang pengaruh yang ekstrem, yaitu:

a) Pertama, bidang pengaruh pimpinan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya.

b) Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis dalam gaya kepemimpinannya.

2) Gaya kepemimpinan managerial grid. Dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Monton (dalam Thoha, 2007:53), menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan karyawannya.

3) Gaya kepemimpinan tiga dimensi. Model gaya kepemimpinan yang dibangun oleh Reddina adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Reddina membagi dua gaya kepemimpinannya, yaitu (dalam Thoha, 2007:57-58):

a) Gaya yang efektif, antara lain:

(1) Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja (motivator yang baik). (2) Pencinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan

perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.

(37)

(4) Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja.

b) Gaya yang tidak efektif, antara lain:

(1) Pencinta kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi.

(2) Missionary. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum

pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.

(3) Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu yang tidak sesuai.

(4) Lari dari tugas (deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.

4) Gaya empat sistem dari Likert. Menurut Likert (dalam Thoha, 2007:58-61), pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Likert merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen, yaitu:

a) Exploitive-authoritative. Manajer dalam hal ini sangat otokratis,

mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistik.

b) Benevolent authoritative. Pemimpin yang termasuk dalam sistem ini

mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.

c) Manajer konsultatif. Pemimpin dengan gaya ini mau melakukan

motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan pertisipasi, serta menetapkan dua pola hubungan komunikasi yakni ke atas dan ke bawah.

d) Partisipative group. Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan

(38)

5) Gaya Kepemimpinan Situasional. Kepemimpinan situasional adalah suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang dipimpinnya sehari-hari. Di balik kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta “telaten” mengamati kemajuan dari orang yang dia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk membaca siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Hal yang paling penting dari kepemimpinan tersebut, ialah bagaimana sang pemimpin menolong agar orang yang ia pimpin mengalami transformasi dan tidak berhenti pada satu tingkat kedewasaan saja.

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2007:63), kepemimpinan situasional didasarkan pada hal-hal berikut ini:

a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.

(39)

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional

Ada empat jenis gaya kepemimpinan dasar di dalam model Kepemimpinan Situasional (Blanchard, 2007:106-110):

a) Gaya kepemimpinan mengarahkan: Misalkan anda baru saja mempekerjakan seorang sales. Ada tiga hal yang menjadi tanggung jawab seorang sales, yaitu penjualan, administrasi, dan kontribusi tim. Karena sales tersebut sudah mempunyai pengalaman dalam hal administrasi dan kontribusi tim. Hasilnya, pelatihan pertamanya akan fokus kepada hal-hal yang berhubungan dengan masalah penjualan, karena ia memang tidak menguasai bidang penjualan, bagian di mana dia menjadi pemula antusias. Oleh karena itu dalam ruang lingkup kerjanya, mengarahkan adalah gaya kepemimpinan yang paling sesuai. Dengan kata lain pemimpin menyediakan arahan yang spesifik dan mengawasi hasil penjualannya, perencanaan, dan prioritas apa yang harus diselesaikan agar ia bisa sukses.

(40)

Anda ingin membangun rasa percaya dirinya, mengembalikan komitmennya, dan mendorongnya untuk menjadi lebih berinisiatif. c) Gaya kepemimpinan mendukung: Sales sudah mulai memahami proses

menjual dan melayani klien dengan baik tetapi ia ragu jika ia bisa benar-benar terjun sendiri. Di tahapan ini, ia adalah seorang pelaksana yang mampu tapi ragu-ragu di mana komitmen menjualnya berubah dari keyakinan, antusiasme menjadi perasaan tidak aman. Saat inilah gaya kepemimpinan mendukung dibutuhkan. Ia hanya membutuhkan sedikit arahan tetapi membutuhkan dukungan yang besar dari Anda untuk meningkatkan keyakinannya yang sedang melemah.

d) Gaya kepemimpinan menugaskan: Pada tahapan ini, ia sudah menguasai tugas-tugas dan keterampilan menjual, ia juga sudah berhadapan dengan klien-klien besar yang menantang dan menangani mereka dengan sukses. Di tahapan ini, ia adalah seorang pencapai mandiri dalam hal penjualan. Untuk orang yang sudah berada di level ini, menugaskan adalah gaya kepemimpinan yang terbaik. Yang harus Anda lakukan adalah mengakui hasil kerjanya yang mengagumkan dan menyediakan sumber-sumber daya yang ia butuhkan untuk melaksanakan tugasnya menjual.

Dengan demikian, kepemimpian situasional berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan yang relevan.

D. Kerangka Berpikir

1. Hubungan kepuasan kerja dari aspek fisik dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.

(41)

mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999:2).

Kepuasan kerja menjadi faktor yang cukup penting dalam menentukan kinerja, karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan individu maupun perusahaan. Bagi perusahaan, penelitian kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sedangkan kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat penting bagi karyawan, karena karyawan merupakan salah satu kekuatan utama dari perusahaan yang menginginkan terpenuhinya faktor-faktor kepuasan kerja. Menurut Moh As’ad (1987:117-118) terdapat empat faktor kepuasan kerja, salah satunya kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan atau suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.

(42)

Berdasarkan uraian di atas, ada kemungkinan gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap hubungan antara kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan.

2. Hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial dengan kinerja karyawan yang diperkuat oleh gaya kepemimpinan situasional.

Kinerja karyawan adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic

planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2006:25). Kinerja karyawan

merupakan perwujudan hasil kerja karyawan, baik secara individu maupun secara kelompok sesuai bidang pekerjaannya. Rendahnya suatu kinerja diakibatkan gagalnya pelaksanaan suatu hasil pekerjaan, sebaliknya tingginya suatu kinerja diakibatkan berhasilnya pelaksanaan suatu hasil pekerjaan. Tinggi atau rendahnya suatu hasil pekerjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor kepuasan kerja.

(43)

faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi; rekan kerja yang kompak, pemimpin yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar (Heidjrachman dan Suad Husnan, 1984:184).

Untuk mempertinggi hubungan kepuasan kerja dari aspek sosial dengan kinerja karyawan diduga akan lebih kuat jika pemimpin menggunakan kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan, dalam menjalankan bidang usahanya (Blanchard, 2007:106-110).

E. Model Penelitian

Keterangan:

Kepuasan kerja fisik. Kepuasan kerja sosial

: Gaya kepemimpinan situasional. Y : Kinerja karyawan.

Y

X3 X1

(44)

F. Hipotesis Penelitian

Ha1: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus, penelitian ini hanya dilakukan pada obyek tertentu sehingga kesimpulan yang ditarik dari penelitian ini hanya berlaku pada obyek tersebut. Menurut Arikunto (2002:120) studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, studi kasus lebih mendalam. Kesimpulan hasil penelitian hanya berlaku bagi unit yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat dilakukan penelitian ini yaitu Perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011.

(46)

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang diharapkan memberikan informasi sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, subjek penelitiannya yaitu seluruh karyawan dari perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon.

Adapun alasan mengambil subjek penelitian di atas, antara lain: a. Perusahaan dipandang sebagai perusahaan kecil karena aktivitas

usahanya dilakukan tidak di lokasi yang berbeda dengan tempat tinggal pemilik perusahaan.

b. Bentuk struktur organisasi perusahaannya tidak seluas perusahaan manufaktur lainnya, yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) direktur, (3) kepala bagian/divisi, (4) karyawan. Melainkan pemilik langsung berkomunikasi/berhubungan/bertanggungjawab terhadap karyawannya, yang terdiri dari: (1) pemilik, (2) karyawan.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah sasaran penelitian yakni data atau informasi apa yang akan dicari. Dalam hal ini, objek penelitiannya yaitu hubungan kepuasan kerja fisik dan sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

D. Populasi 1. Populasi

(47)

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan perusahaan batik Katura, Jl. Buyut Trusmi No. 5, Plered-Cirebon yang berjumlah 30 responden.

E. Operasionalisasi Variabel

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

(48)

Tabel 3.1 Variabel

penelitian

Dimensi Indikator No. item

pertanyaan

1. jenis pekerjaan 2. umur

3. pengaturan waktu kerja dan istirahat 4. perlengkapan kerja 5. keadaan ruangan

atau suhu 6. penerangan 7. pertukaran udara 8. kondisi kesehatan

karyawan

1. rekan kerja yang kompak

2. pemimpin yang adil dan bijaksana

3. pengarahan dan perintah yang wajar

10 11 13,14

12

Pengukuran variabel menggunakan Skala Likert. Skala Likert adalah skala yang disusun dalam bentuk suatu pernyataan yang menunjukkan alternatif jawaban. Alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun pernyataan negatif.

Tabel 3.2

Skala Skor Pengukuran Kepuasan Kerja Alternatif Jawaban Sangat

Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

Pernyataan Negatif 5 4 3 2 1

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

(49)

orang dalam melaksanakan kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi sesuai wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu atau kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain: 1) pengetahuan, 2) kemampuan, 3) keterampilan, 4) kepercayaan diri, 5) motivasi, dan 6) komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan.

Tabel 3.3 Variabel

penelitian

Indikator No. item

pertanyaan 4. kepercayaan diri 5. motivasi

6. komitmen yang dimiliki tiap individu karyawan

Pengukuran variabel menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun pernyataan negatif.

Tabel 3.4

Skala Skor Pengukuran Kinerja Karyawan Alternatif Jawaban Sangat

Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

(50)

c. Variabel Moderator

Variabel moderator dalam penelitian ini adalah variabel gaya kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinannya sejalan dengan kematangan atau perkembangan yang relevan. Kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional, yaitu: 1) mengarahkan, 2) melatih, 3) mendukung, 4) menugaskan.

Tabel 3.5 Variabel

penelitian

Indikator No. item

pertanyaan

2. kepemimpinan melatih 3. kepemimpinan

Pengukuran variabel ini juga menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban pada penelitian ini terdiri dari pernyataan positif maupun pernyataan negatif.

Tabel 3.6

Skala Skor Pengukuran Gaya Kepemimpinan Situasional Alternatif Jawaban Sangat

Tidak Setuju

Tidak Setuju

Netral Setuju Sangat Setuju

Pernyataan Positif 1 2 3 4 5

(51)

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:199). Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kepuasan kerja fisik dan sosial, kinerja karyawan, dan gaya kepemimpinan.

2. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua atau lebih orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:410). Teknik ini digunakan untuk melengkapi data-data dalam penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Prof. Dr. Sugiyono, 2007:422). Teknik ini digunakan untuk melengkapi data kinerja karyawan.

G. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Pengujian Validitas

(52)

(Husein Umar, 2003:72). Pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan hubungan antara skor jawaban masing-masing item pertanyaan dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0, pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product

Moment (Husein Umar, 2003:78) yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y Y = skor total item

X = skor item

N = jumlah responden

Berdasarkan hasil perhitungan, jika nilai koefisien rhitung lebih besar daripada rtabel dengan taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut dapat dikatakan valid. Jika sebaliknya maka butir soal tersebut tidak valid.

Pelaksanaan uji coba instrument penelitian ini dilakukan pada seluruh karyawan dari perusahaan batik Anofa, Jl. Buyut Trusmi No. 7, Plered-Cirebon dengan jumlah responden 30 orang. Dari hasil uji coba tersebut diketahui derajat kebebasan sebesar 28 (30-2), dengan harga kritik

product moment tabel (lampiran III:76) sebesar 0,239 dengan taraf

signifikansi 5%. Adapun rangkuman hasil penelitian uji coba validitas sebagai berikut:

Tabel 3.7

Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Fisik No.

Item

rhitung rtabel Keterangan

1 0,330 0,239 Valid

(53)

3 0,543 0,239 Valid

Rangkuman Uji Validitas Kepuasan Kerja Sosial No

Rangkuman Uji Validitas Kinerja Karyawan No

Rangkuman Uji Validitas Gaya Kepemimpinan Situasional No

4 0,781 0,239 Valid

5 0,554 0,239 Valid

(54)

7 0,632 0,239 Valid

8 0,277 0,239 Valid

9 0,553 0,239 Valid

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk dugunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menghitung reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach pada taraf signifikansi 5% (Suharsimi Arikunto, 1987:236) yaitu sebagai berikut:

  Keterangan:

= reliabilitas instrumen

= banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir

= varians total

Berdasarkan hasil perhitungan, jika koefisien alpha lebih besar dari 0,60, maka instrumen penelitian tersebut reliabel (Gozhali, 2006:42). Sebaliknya jika koefisien alpha lebih kecil dari 0,60, maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel.

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus

Cronbach-Alpha dan dikerjakan dengan program SPSS for windows versi

(55)

Tabel 3.11

Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Nilai r

hitung

Nilai r tabel

Status

Kepuasan kerja fisik 0,807 0,60 Andal

Kepuasan kerja sosial 0,786 0,60 Andal

Kinerja karyawan 0,853 0,60 Andal

Gaya kepemimpinan situasional 0,861 0,60 Andal

H. Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Prof. Dr. Sugiyono, 2009: 207). Untuk mendeskripsikan variabel kepuasan kerja, kinerja karyawan dan gaya kepemimpinan situasional, maka dilakukan perhitungan rata-rata (mean), median (skor yang membagi distribusi frekuensi menjadi dua sama besar), dan modus (skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam sekumpulan distribusi skor).

2. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang diteliti apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. Pengujian normalitas dilakukan berdasarkan rumus One-Sample

(56)

D – Max [Fo (X1) – Sn (X1) Keterangan:

D : Deviasi maksimum

Fo (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan Sn (X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5%, maka distribusi data dikatakan normal. Sebaliknya, jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka distribusi data dikatakan tidak normal.

b. Uji Hipotesis

1) Pengujian Hipotesis I

: Tidak ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

: Ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

2) Pengujian Hipotesis II

: Tidak ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

: Ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan regresi Chow (Gujarati, 1978:271) sebagai berikut:

Y = α0 + β1X1 + β2X2 + β3 (X1X2) + ui Keterangan:

(57)

X1 = variabel kepuasan kerja

X2 = variabel gaya kepemimpinan situasional

X1X2 = interksi variabel kepuasan kerja dan variabel gaya Kepemimpinan situasional

ui = faktor kesalahan stokhastik (stochastic error term)

(58)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Batik Trusmi dan Sanggar Batik Katura

Batik mulai ada di trusmi sejak abad ke 14. Suatu daerah dimana saat itu tumbuh banyak tumbuhan, kemudian para warga menebang tumbuhan tersebut namun secara seketika kemudian tumbuhan itu tumbuh kembali. Sehingga tanah tersebut dinamakan Desa Trusmi yang berasal dari kata terus bersemi. Asal mulanya Sultan keraton menyuruh orang trusmi untuk membuat batik seperti miliknya tanpa membawa contoh batik. Mereka hanya di perbolehkan melihat motifnya saja. Saat jatuh tempo, orang trusmi itu kemudian datang kembali dengan membawa batik yang telah mereka buat. Ketika itu orang trusmi tersebut meminta batik yang asli kepada Sultan, yang kemudian di bungkuslah kedua batik itu (batik yang asli dengan batik buatannya/duplikat). Orang trusmi kemudian menyuruh Sultan untuk memilih batik yang asli namun karena sangat mirip dengan yang asli sultan tidak dapat membedakannya, batik duplikat tersebut tidak ada yang meleset sama sekali dari batik aslinya. sehingga Sultan mengakui bahwa batik buatan orang trusmi sangat apik, tanpa membawa contoh batik yang aslinya dapat membuat batik yang sama persis.

(59)

selesai. Sanggar batik ini terbentuk dari sebuah toko batik mungil dan tempat orang-orang mencari informasi tentang batik khususnya batik Cirebon. Sanggar Batik Katura terbentuk pada tahun 2007. Banyak yang mengunjungi sanggar untuk dapat membuat selembar kain batik hasil tangan sendiri. Telah banyak orang maupun instansi yang belajar membatik di Sanggar Batik Katura, diantaranya SMP Al-Azhar Jakarta dengan 250 peserta, SMA 10 PGRI Jakarta, SMA 87 Jakarta, Mahasiswa UPI Bandung, serta sekolah-sekolah lain di Jawa Barat. Selain dari sekolah-sekolah, ada juga para pengrajin batik Yogyakarta dari Gunung Kidul yang mengadakan Study Banding dengan Bapak Katura. Namun perhatian turis mancanegarapun tak kalah, misalnya turis dari Perancis, Jepang, dan Brazil yang memiliki ambisi untuk belajar membatik. Dalam sanggar, peserta membatik akan didampingi oleh Bapak Katura beserta para asisten yang telah dibekali oleh Bapak Katura. Pembelajaran membatik dimulai dari sedikit pengenalan mengenai batik, kemudian Bapak Katura memberikan materi sambil peserta melakukan praktek membatik.

(60)

bagus. Bapak Katura adalah orang yang sangat peduli dengan batik, orang yang baik, ramah, terampil, ulet, telaten, cerdas, penuh kesabaran, dan yang penting memiliki selera humor. Beliau sosok pengajar yang baik dan tak segan untuk membagi ilmu tentang batik. Beliau seorang yang mampu berpikir kritis meskipun beliau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Di SDN 2 Trusmi Wetan beliau pertama kali bersekolah, kamudian melanjutkan ke SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Trusmi. Setelah itu beliau tidak melanjutkan ke tingkat selanjutnya karena keadaan ekonomi, sehingga beliau mengisi harinya dengan membantu ibunya yaitu membatik.

Hingga kini beliau masih melakukan kegiatan tersebut meskipun tidak setiap hari. Dengan latar belakang pendidikan beliau yang tidak terlalu tinggi, beliau selalu belajar dari sekelilingnya serta dengan keuletan dan berbekal ilmu membatik dari bapak dan ibunya beliau mampu mendapat Haunoris Causa dari A. University of Hawaii sebagai Master Of Art.

B. Filosofi Batik Secara Umum

(61)

oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.

Selain proses pembuatan batik yang sarat dengan makna filosofis, corak batik merupakan simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berfikir masyarakat pembuatnya. Berikut ini adalah beberapa motif batik beserta filosofinya.

1. Kawung: Motif ini berbentuk teratai yang sedang merekah. Motif melambangkan kesucian dan umur panjang.

2. Parang: Motif berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan kekuatan. Hanya boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria.

3. Sawat: Motif berbentuk sayap, hanya dikenakan oleh raja dan putra raja. Motif batik diciptakan tidak berdasarkan pertimbangan nilai estetis saja, tetapi juga berdasarkan harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk banyak simbol, misalnya sebagai berikut:

1. Ragam Hias Slobong, yaitu: Memiliki arti lancar dan longgar. Motif ini digunakan untuk melayat dan bermakna harapan agar arwah orang yang meninggal dunia dapat dengan lancar menghadap kepada Tuhan dan diterima di sisi-Nya.

(62)

C. Perbedaan antara Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing

Batik Tulis, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya agak berbeda walaupun bentuknya sama. Bentuk isen-isen relatif rapat, rapih, dan tidak kaku.

Batik Cap, yaitu antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya pasti sama, namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku. Apabila isen-isen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu dan yang lainnya menyatu, sehingga kelihatan kasar).

Batik Printing, yaitu ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru, karena batik printing biasanya meniru batik yang sudah ada, namun yang perlu diketahui tentang warna. Warna batik

printing kebanyakan tidak tembus karena proses pewarnaannya satu muka

saja.

Perbedaan Proses Pembuatan Jenis Batik Berdasarkan Cara membuat

1. Batik tulis, semua proses dikerjakan secara manual, satu per satu, dengan canting, lilin malam, kain, dan pewarna.

(63)

3. Batik printing atau sablon, pada proses batik ini, pola telah diprint di atas alat sablon, sehingga pembatikan dan pewarnaan bias dilakukan secara langsung. Jadi, proses batik dapat diselesaikan tanpa menggunakan lilin malam serta canting. Dengan demikian, proses hanya akan dan tentu saja memerlukan waktu yang lebih cepat disbanding pada proses batik tulis dan batik cap.

D. Ciri batik Cirebon dan perbedaan dengan daerah lain

Untuk lebih mudah mengenal batik Cirebon ada ciri-ciri khusus, yaitu ada garis tipis atau kecil yang dalam istilah batik Cirebon disebut Wit. Lebih jelasnya yang disebut Wit adalah garis kontur atau tali air atau juga lung-lungan dan sejenisnya, yang relatif kecil, tipis dan halus yang warnanya lebih tua dari warna dasar kain. Istilah Wit ini hanya ditemukan pada batik Tembokan (Cirebon), Popokan (Jawa), yang pada saat ini hanya dapat dikerjakan oleh pengrajin batik Cirebon. Namun terlihat ada perbedaan diantara kedua batik tersebut, perbedaan ini terlihat dari cara atau teknik mambatik.

(64)

harus memiliki keahlian khusus agar batik yang dibuat sesuai dengan apa yang diharapkan.

E. Motif batik Cirebon

Motif batik Cirebon pada dasarnya dapat digolongkan menjadi lima jenis, yaitu: (1) jenis wadasan, (2) jenis geometris, (3) jenis pangkaan, (4) jenis byur, (5) jenis semarangan:

1. Kelompok Jenis Wadasan, jenis ini ditandai dengan adanya beberapa ornamen dan benda-benda yang bersumber dari Keraton Cirebon, termasuk ornamen Wadasan itu sendiri. Kelompok jenis ini biasanya disebut batik Keraton. Adapun nama-nama motif yang termasuk jenis Kratonan, diantaranya: Singa Payung, Naga Saba, Taman Arum, Mega Mendung, dll.

2. Jenis Geometris, jenis motif ini ditandai dengan proses pendisainannya selalu menggunakan alat bantu penggaris. Sebelum dibatik, kain harus diberi garis-garis terlebih dahulu. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Motif Tambal Sewu, Liris, Kawung, Lengko-lengko, dll.

(65)

4. Jenis Byur, motif ini ditandai dengan penuhnya ornamen bunga-bungaan dan daun-daunan kecil yang mengelilingi ornamen pokok, sebagian contoh motif ini adalah: Karang Jahe, Mawar Sepasang, Dara Tarung, Banyak Angrum, dll.

5. Jenis Semarangan, motif ini menampilkan penataan secara ceplok-ceplok dengan ornamen yang sama atau motif ulang yang ditata agak renggang. Sebagian contoh motif ini adalah: motif Piring Selampad dan Kembang Kantil.

F. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membatik 1. Sehelai kain putih

Pada awal kemunculannya, kain yang digunakan sebagai bahan batik adalah kain hasil tenunan sendiri. Kain putih import baru dikenal sekitar abad ke-19. Sekarang ini anda dapat dengan mudah mendapatkan kain putih dengan harga terjangkau. Jenis kain yang dapat digunakan pun beraneka ragam, dari jenis kain mori sampai jenis sutera. Ukuran pun tidak harus lebar, cukup dengan ukuran kecil.

2. Canting

(66)

terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) pegangan canting terbuat dari bamboo, 2) mangkuk canting sebagai tempat lilin malam, dan 3) ujung canting yang berlubang sebagai ujung pena tempat keluarnya lilin malam.

3. Lilin malam dan pemanas

Sebelum digunakan, lilin malam harus dicairkan terlebih dahulu dengan cara dipanaskan di atas kompor atau pemanas lain. Lilin malam dalam proses pembuatan batik tulis berfungsi untuk menahan warna agar tidak masuk ke dalam serat kain di bagian yang tidak dikehendaki. Sedangkan bagian yang akan diwarnai dibiarkan tidak ditutupi lilin.

4. Pewarna batik

Pewarna batik yang digunakan setiap daerah berbeda-beda. Pewarna tersebut berasal dari bahan-bahan yang terdapat di daerah tersebut. Di Kebumen misalnya, pewarna batik yang digunakan adalah pohon tom, pohon pace, dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan kuning. Di Tegal digunakan pace atau mengkudu, nila, dan soga kayu.

G. Proses pembuatan batik

1. Pemotongan bahan baku (mori) sesuai dengan kebutuhan.

(67)

minggu lamanya lalu di cuci sampai bersih. Proses ini dilakukan agar zat warna bisa meresap ke dalam serat kain dengan sempurna.

3. Nglengreng: menggambar langsung pada kain.

4. Isen-isen: memberi variasi pada ornamen (motif) yang telah di lengreng. 5. Nembok: menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai. 6. Ngobat: mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan

pada larutan zat warna.

7. Nglorod: menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih.

H. Susunan Organisasi

Keterangan:

1. Pemilik, bertugas memimpin perusahaan batik Katura

2. Sekretaris merangkap sebagai bendahara, bertugas mengatur segala aktivitas produksi

3. Bendahara, bertugas untuk keluar dan masuk keuangan perusahaan

4. Pemasaran, bertugas untuk memasarkan atau memperkenalkan hasil produksi perusahaan ke daerah-daerah lain baik dalam negeri maupun mancanegara

5. Karyawan, bertugas untuk memproduksi batik

Karyawan

Bendahara

(68)

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

a. Kepuasan Kerja Fisik

Berdasarkan data hasil penelitian, skor data tertinggi untuk variabel kepuasan kerja fisik yang dicapai adalah 9 x 5 = 45 dan skor terendah adalah 9 x 1 = 9. Berdasarkan data tersebut berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensinya berdasarkan Penilaian Acuan Patokan II sebagai berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Fisik Skor Frekuensi Persentase Kategori

38 – 45 0 0% Sangat Tinggi

33 – 37 24 80% Tinggi

29 – 32 6 20% Cukup

26 – 28 0 0% Rendah

< 26 0 0% Sangat Rendah Jumlah 30 100%

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah karyawan yang berada pada tingkat kepuasan kerja fisik dikategorikan tinggi yaitu 24 (80%); kepuasan kerja fisik dikategorikan cukup yaitu 6 (20%). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa kepuasan kerja fisik tinggi.

b. Kepuasan Kerja Sosial

(69)

adalah 5 x 1 = 5. Berdasarkan data tersebut berikut ini disajikan tabel frekuensinya berdasarkan Penilaian Acuan Patokan II sebagai berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Sosial Skor Frekuensi Persentase Kategori 21 – 25 6 20% Sangat Tinggi

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah karyawan yang berada pada tingkat kepuasan kerja sosial dikategorikan sangat tinggi yaitu 6 (20%); kepuasan kerja sosial dikategorikan tinggi yaitu 24 (80%). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa kepuasan kerja sosial tinggi.

c. Kinerja Karyawan

Berdasarkan data hasil penelitian, skor data tertinggi untuk variabel kinerja karyawan yang dicapai adalah 12 x 5 = 60 dan skor terendah adalah 12 x 1 = 12. Berdasarkan data tersebut berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensinya berdasarkan Penilaian Acuan Patokan II sebagai berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Kinerja Karyawan Skor Frekuensi Persentase Kategori 51 – 60 2 6,67% Sangat Tinggi

44 – 50 26 86,66% Tinggi

39 – 43 2 6,67% Cukup

34 – 38 0 0% Rendah

(70)

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah karyawan yang berada pada tingkat kinerja dikategorikan sangat tinggi yaitu 2 (6,67%); kinerja dikategorikan tinggi yaitu 26 (86,66%); kinerja dikategorikan cukup yaitu 2 (6,67%). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa kinerja karyawan tinggi.

d. Gaya Kepemimpinan Situasional

Berdasarkan data hasil penelitian, skor data tertinggi untuk variabel gaya kepemimpinan situasional yang dicapai adalah 9 x 5 = 45 dan skor terendah adalah 9 x 1 = 9. Berdasarkan data tersebut berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensinya berdasarkan Penilaian Acuan Patokan II sebagai berikut:

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Gaya Kepemimpinan Situasional Skor Frekuensi Persentase Kategori 38 – 45 3 10% Sangat Tinggi

33 – 37 27 90% Tinggi

29 – 32 0 0% Cukup

26 – 28 0 0% Rendah

< 26 0 0% Sangat Rendah Jumlah 30 100%

(71)

B. Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan komputer program SPSS 17.0 yang memusatkan

perhatian pada penyimpangan (deviasi) terbesar. Hasil pengujian normalitas untuk variabel kepuasan kerja fisik, kepuasan kerja sosial, gaya kepemimpinan situsional, dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa nilai

Asymp.sig.(2-tailed) = 0,515 > α = 0,05 (lampiran V:92) yang berarti

distribusi data variabel kepuasan kerja fisik, kepuasan kerja sosial, gaya kepemimpinan situasional, dan kinerja karyawan normal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa distribusi data tentang variabel kepuasan kerja fisik, kepuasan kerja sosial, gaya kepemimpinan situasional, dan kinerja karyawan berdistribusi normal.

2. Uji Hipotesis

Dalam pengujian ini terdapat dua hipotesis yang akan diuji. Pengujian hipotesis pertama dan hipotesis kedua menggunakan rumus korelasi regresi Chow. Berikut ini disajikan hasil-hasil pengujian hipotesis: a. Pengujian Hipotesis I

Ho: Tidak ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

(72)

Berdasarkan hasil pengujian, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran V:92):

Y = 219,736 – 5,719X1 – 5,317X3 + 0,174 (X1.X3) Keterangan:

Y = kinerja karyawan

X1 = variabel kepuasan kerja fisik

X3 = variabel gaya kepemimpinan situasional

X1.X3 = nilai interaksi antara variabel kepuasan kerja fisik dengan variabel gaya kepemimpinan situasional

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi dari interaksi variabel kepuasan kerja fisik dengan variabel gaya kepemimpinan situasional adalah 0,174. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel tersebut memperkuat derajat hubungan kepuasan kerja fisik dengan gaya kepemimpinan situasional. Nilai signifikansi koefisien regresi dari interaksi variabel kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ = 0,460 > α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional adalah tidak signifikan.

b. Pengujian Hipotesis II

Ho: Tidak ada hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawa ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional.

(73)

Berdasarkan hasil pengujian, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran V:92):

Y = -292,659 + 16,008X2 + 9,321X3 – 0,439 (X2.X3) Keterangan:

Y = kinerja karyawan

X2 = variabel kepuasan kerja sosial

X3 = variabel gaya kepemimpinan situasional

X2.X3 = nilai interaksi antara variabel kepuasan kerja sosial dengan variabel gaya kepemimpinan situasional

 

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi dari interaksi variabel kepuasan kerja sosial dengan variabel gaya kepemimpinan situasional adalah -0,439. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel tersebut tidak memperkuat derajat hubungan kepuasan kerja sosial dengan gaya kepemimpinan situasional. Nilai signifikansi koefisien regresi dari interaksi variabel kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ = 0,085 > α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan kepuasan kerja sosial dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional adalah tidak signifikan.

C. Pembahasan

(74)

Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan kepuasan kerja fisik dengan kinerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan situasional. Hasil ini didukung oleh perhitungan koefisien regresi sebesar 0,174 dan hasil perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas (ρ) = 0,460 lebih besar dari α = 0,05.

Deskripsi kepuasan kerja fisik dikategorikan memiiki kepuasan yang tinggi (24 atau 80%). Menurut As’ad (1987:117-118), kepuasan kerja fisik adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan mempunyai tingkat kepuasan kerja fisik yang tinggi.

Deskripsi kinerja karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan dikategorikan memiliki kinerja yang tinggi (26 atau 86,66%). Menurut Mahsun (2006:25), kinerja karyawan adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan/dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi.

Deskripsi gaya kepemimpinan situasional menunjukkan bahwa, pemimpin dikategorikan tinggi/baik (27 atau 90%) sebagai pelaksana otoritas dan pembuat keputusan. Menurut Stogdill, kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan.

(75)

Gambar

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional ..................................................
Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional
Variabel Tabel 3.1 Dimensi Indikator
Variabel Tabel 3.3 Indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan kerja karyawan suatu perusahaan tidak terlepas dari faktor gaji yang diterima karena dengan meningkatnya tingkat pendapatan karyawan, akan dapat meningkatkan

Dengan demikian Hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu ada Pengeruh antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kepuasan

Mengingat pentingnya pengaruh faktor gaya kepemimpinan, motivasi, dan lingkungan kerja dalam meningkatkan kepuasan kerja guna mencapai tujuan perusahaan, maka dalam menyusun

Berkenaan dengana masalah kepuasan kerja pegawai tersebut, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan pegawai dalam pekerjaan diantaranya adalah sistem

Secara parsial Lingkungan Kerja Non Fisik memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Rumah Sakit Katolik Santo Antonius Karang Ujung

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sopiah dalam Riyadi 2018 lingkungan kerja non-fisik adalah tempat kerja yang mempengaruhi kerja seorang di organisasi seperti gaya kepemimpinan,

Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kondisi sebenarnya yang terjadi pada pegawai yang berada di PD Kebersihan Kota Bandung mengenai kepuasan kerja maka dilakukan

Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Majorsy (2007), bahwa faktor kepuasan dan semangat kerja merupakan dua faktor yang secara signifikan