• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif (Stiker) Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset Di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung Tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif (Stiker) Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset Di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung Tahun 2015."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN ELASTIC BANDAGE BERMOTIF

(STIKER) TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF ANAK

USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR

INJEKSI IV (INTRA VENA) PERSET

Studi Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

OLEH:

I KETUT ARTA AGUS WIGUNA NIM. 1102105075

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KEDOKTERAN

DENPASAR

(2)

i

SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN ELASTIC BANDAGE BERMOTIF

(STIKER) TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF ANAK

USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR

INJEKSI IV (INTRA VENA) PERSET

Studi Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

I KETUT ARTA AGUS WIGUNA 1102105075

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KEDOKTERAN

DENPASAR

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : I Ketut Arta Agus Wiguna

NIM : 1102105075

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana

Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya aku sebagai tulisan atau pikiran sendiri. Apabila dikemudian

hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015

Yang membuat pernyataan

(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN ELASTIC BANDAGE BERMOTIF

(STIKER) TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF ANAK

USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR

INJEKSI IV (INTRA VENA) PERSET

Studi Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

I KETUT ARTA AGUS WIGUNA NIM. 1102105075

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

(Ns. Francisca Shanti K., M.Kep, Sp.Kep.An) NIP. 198208282008122003

Pembimbing Pendamping

(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pembalutan di kepala menggunakan Recurrent Bandage ... 27

Gambar 2.2 Pembalutan di betis menggunakan Spiral Bandage ... 28

Gambar 2.3 Pembalutan di betis menggunakan Spiral Bandage ... 28

Gambar 2.4 Konsep Kerangka Kerja Teori Comfort ... 31

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 33

Gambar 4.1 Skema Penelitian ... 37

(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 2 Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 Anggaran Dana Penelitian

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Prosedur Tindakan Injeksi IV Perset

Lampiran 7 Master Tabel

Lampiran 8 Hasil Uji Analisa Data Menggunakan SPSS

Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian

(7)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN ELASTIC BANDAGE BERMOTIF

(STIKER) TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF ANAK

USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR

INJEKSI IV (INTRA VENA) PERSET

Studi Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

OLEH:

I KETUT ARTA AGUS WIGUNA NIM. 1102105075

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: JUMAT

TANGGAL: 19 JUNI 2015

TIM PENGUJI:

1. Ns. Francisca Shanti K., M.Kep, Sp.Kep.An Ketua ____________

2. Ns. Made Sumarni, S.Kep Sekretaris ____________

3. Ns. Made Aries Minarti, S.Kep, MNg Pembahas ____________

MENGETAHUI :

DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K)., M.Kes NIP. 19530131 198003 1 004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYA

(8)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel.3.1 Definisi Operasional Variabel Independent dan Dependent ... 34 Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Perancu (Moderator) ... 35 Tabel.4.2 Hasil Uji Normalitas Variabel Usia Responden di Responden di

Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung Tahun 2015... 51

Tabel.5.1 Hasil Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Usia pada

Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi di Rumah Sakit

Umum Daerah Klungkung Tahun 2015 ... 54

Tabel.5.2 Hasil Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi di Rumah Sakit

Umum Daerah Klungkung Tahun 2015 ... 54

Tabel.5.3 Median dari Rata-Rata Skor Tingkat Kooperatif di Rumah Sakit

Umum Daerah Klungkung Tahun 2015 ... 55

Tabel.5.4 Hasil Analisis Tingkat Kooperatif pada Kelompok Kontrol dan

Kelompok Intervensi di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

Tahun 2015 ... 56

Tabel.5.5 Hasil Analisis Perbedaan Tingkat Kooperatif pada Kelompok

Kontrol dan Intervensi di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

Tahun 2015 ... 56

Tabel.5.6 Hasil Analisis Pengaruh Usia Terhadap Tingkat Kooperatif Anak

Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset di Rumah

Sakit Umum Daerah Klungkung Tahun 2015 ... 57

Tabel.5.7 Hasil Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Ttingkat

Kooperatif Anak Usia Pra Selama Prosedur Injeksi IV Perset

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Praktis ... 8

1.4.2 Manfaat Teoritis ... 9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Usia Pra Sekolah... 10

2.1.2 Pengertian Anak Usia Pra Sekolah ... 10

2.1.3 Tahap Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah ... 10

2.2 Sikap Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah ... 13

2.2.1 Pengertian Sikap Kooperatif ... 13

2.2.2 Klasifikasi Tingkat Kooperatif Menurut Wright ... 13

(10)

ix

2.2.4 Skala Pengukuran Tingkat Kooperatif ... 16

2.3 Hospitalisasi pada Anak Usia Pra Sekolah ... 17

2.3.1 Pengertian Hospitalisasi pada Anak ... 17

2.3.2 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ... 18

2.3.3 Dampak Hospitalisasi pada Anak ... 19

2.3.4 Asuhan Keperawatan dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi .. 19

2.4 Atraumatic Care ... 20

2.4.1 Pengertian Atraumatic Care ... 20

2.4.3 Prinsip Atraumatic Care ... 21

2.5 Bandage ... 24

2.5.1 Jenis-jenis Bandages ... 25

2.5.2 Jenis-jenis Pembalutan ... 27

2.6 Stiker ... 28

2.7 Elastic Bandage (Stiker) ... 29

2.8 Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif (stiker) terhadap Tingkat Kooperatif ... 29

BAB IIIKERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 33

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34

3.2.1 Variabel penelitian ... 34

3.2.2 Definisi Operasional ... 35

3.2.3 Hipotesis ... 36

BAB IVMETODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 37

4.2 Kerangka Kerja ... 38

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

4.3.1 Tempat Penelitian ... 39

4.3.2 Waktu Penelitian ... 39

4.4 Populasi, Teknik Sampling, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian ... 40

4.4.1 Populasi Penelitian ... 40

4.5.2 Teknik Sampling ... 40

4.5.1 Sampel Penelitian ... 41

(11)

x

4.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 42

4.6.1 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 42

4.5.2 Cara Pengumpulan Data ... 43

4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 45

4.6.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 46

4.8 Etika Penelitian ... 47

4.8.1 Penghormatan Terhadap Manusia (Respect of Person) ... 47

4.8.2 Kebaikan dan Tidak Merugikan (Beneficence & Non-Malefecience) .. 48

4.8.3 Keadilan (Justice) ... 48

4.9 Pengolahan dan Analisa Data ... 48

4.9.1 Teknik pengolahan data ... 48

4.9.2 Teknik analisa data ... 49

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 52

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian ... 52

5.1.2 Karakteristik Responden ... 53

5.1.4 Hasil Analisis Data ... 55

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan: Usia, Jenis Kelamin, dan Pengalaman Dirawat ... 59

5.2.3 Tingkat Kooperatif pada Kelompok Kontrol dan Intervensi ... 62

5.2.2 Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset ... 64

5.2.4 Pengaruh Usia Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset... 68

5.2.5 Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV Perset ... 70

5.2.5 Keterbatasan Penelitian... 71

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 73

6.2.1 Bagi Masyarakat ... 73

6.2.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan ... 73

6.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 73

(12)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

IV : Intra Vena

IVFD : Intravenous Fluid Drops

SUSENAS : Survei Ekonomi Nasional

IDAI : Ikatan Dokter Indonesia

ADL : Activity Daily Living

HSBs : Health seeking behaviors of patient

(13)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian berjudul Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif (Stiker) Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi IV (Intra Vena) Perset Di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagi Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam pembuatan proposal penelitian.

3. Ns. Francisca Shanti K., M.Kep, Sp.Kep.An sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.

4. Ns. Made Sumarni, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat waktu.

5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Denpasar, Juni 2015

(14)

1

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah manusia yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari awal

kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

yang sedang dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan fisik,

psikologis, sosial, dan spiritual yang berbeda dengan orang dewasa. Apabila

kebutuhan tersebut terpenuhi, maka anak akan mampu beradaptasi dan

kesehatanya terjaga. Bila anak sakit, maka pertumbuhan dan perkembangan fisik,

psikologis, intelektual, sosial, dan spiritualnya juga dapat terganggu (Supartini,

2009).

Sehat dan sakit merupakan sebuah rentang yang dapat dialami oleh semua

manusia, tanpa terkecuali oleh anak. Anak dengan segala karakteristiknya

memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami sakit, jika dikaitkan dengan

respon imun dan kekuatan pertahanan dirinya yang masih belum optimal

(Ramdaniati, 2011). Anak usia pra sekolah dan usia sekolah merupakan usia yang

rentan terkena penyakit, sehingga banyak anak pada usia tersebut yang harus

dirawat di rumah sakit dan menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah

sakit mengalami peningkatan yang sangat dramatis (Wong, 2009).

(15)

2

pengalaman dan situasi yang baru (Potts & Mandleco, 2007). Data dari Agency for Healtcare Research and Quality dan Nationwide Inpatient Sample (2009), menyatakan bahwa jumlah anak usia dibawah 17 tahun yang dirawat di rumah

sakit amerika sebanyak 6,4 juta atau sekitar 17% dari keseluruhan jumlah pasien

yang dilakukan perawatan di rumah sakit dengan rata-rata tiga sampai empat hari

perawatan. Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 jumlah anak usia

prasekolah di Indonesia sebesar 72% dari jumlah total penduduk Indonesia, dan

diperkirakan 35 per 100 anak menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya

mengalami kecemasan. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding

pasien lain, waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20%-45%

melebihi waktu untuk merawat orang dewasa (Aidar, 2011).

Anak yang mendapatkan perawatan di rumah sakit memiliki tingkat stres yang

tinggi begitu pula dengan orang tuanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

penyebab stres yang dialami anak dan orang tuanya adalah lingkungan rumah

sakit itu sendiri, baik dari ruang perawatan, alat-alat kesehatan, maupun

lingkungan sosial seperti interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri kepada

anak yang mendapat perawatan di rumah sakit. Perasaan seperti takut, cemas,

tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya sering kali dialami

oleh anak yang dirawat di rumah sakit (Supartini 2009).

Asuhan keperawatan selama proses hospitalisasi pada umumnya memerlukan

tindakan invasif berupa injeksi maupun pemasangan infus (Nursalam, 2005).

Selama proses pemasangan infus, anak dapat mengalami rasa takut yang sangat

(16)

3

prosedur invasif di rumah sakit disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang

dimiliki mengenai tindakan invasif yang akan diberikan pada anak (Muscari,

2005). Berbagai perilaku akan ditunjukkan anak sebagai reaksi terhadap tindakan

invasif yang diperoleh selama hospitalisasi. Reaksi tersebut sangat bergantung

pada tahap perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit, maupun

kemampuan koping anak itu sendiri. Reaksi agresif yang ditunjukkan anak yaitu

dengan marah, memberontak, dan tidak kooperatif pada tindakan yang diberikan

oleh perawat. Kehilangan kontrol dan rasa cemas pada anak usia pra sekolah saat

hospitalisasi muncul akibat adanya pembatasan aktivitas sehingga mereka

menganggap bahwa tindakan dan prosedur perawatan dapat mengancam

tubuhnya. Anak yang tidak kooperatif selama perawatan dirumah sakit akan

menghambat proses penyembuhan bahkan memperburuk kondisi kesehatannya

(Supartini, 2009).

Salah satu pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan

dampak hospitalisasi pada anak adalah dengan cara memberikan pelayanan

atraumatic care. Atraumtic care adalah perawatan yang bertujuan untuk meminimalkan stres fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan

pengalaman anak dan keluarga dalam pelayanan kesehatan (Potts dan Mandleco,

2007). Salah satu contoh tindakan atraumatic care yang dapat dilakukan yaitu dengan cara memodifikasi lingkungan rumah sakit senyaman mungkin yang

disukai oleh anak-anak. Dekorasi yang bernuansa anak seperti sprai dan tirai

(17)

4

serta ditambah hiasan dinding yang bergambar lucu dapat meminimalkan dampak

hospitalisasi pada anak-anak (Supartini, 2009).

Hasil penelitian lain yang meneliti mengenai atraumatic care dilakukan oleh Solikah (2013) pada penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Lingkungan

Terapeutik Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada Anak” menyatakan reaksi

hospitalisasi berdasarkan tingkat kooperatif, responden kooperatif lebih banyak

pada kelompok intervensi yaitu 20 anak (91,0%) dan pada kelompok kontrol yaitu

14 anak (62,60%). Anak akan lebih kooperatif ketika disekitarnya lebih

menyenangkan dan situasinya tidak menegangkan atau menakutkan.

Begitu pula dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Subandi (2012) dengan

judul “Pengaruh Pemasangan Spalk Bermotif Terhadap Tingkat Kooperatif Anak

Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi Intra Vena di Rumah Sakit Wilayah

Cilacap” menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

kooperatif anak yang terpasang spalk bermotif dibandingkan dengan yang tidak

bermotif. Intervensi pemasangan spalk bermotif yang dilakukan kepada pasien

anak usia pra sekolah membuat pasien mendapatkan rasa nyaman yang

dibutuhkan selama prosedur injeksi intra vena. Kebutuhan rasa nyaman yang

didapatkan menyebabkan anak bersedia dan kooperatif selama prosedur. Hal ini

dapat diterapkan pada penelitian yang sejenis dengan penggunaan elastic bandage

bermotif (stiker) pada anak yang terpasang infus untuk meningkatkan sikap

(18)

5

melibatkan sistem limbik sebagai pusat emosional. Sedangkan pada pemasangan

infus, elastic bandage akan digunakan sebagai pembidai sehingga ketika dilakukan mobilisasi oleh anak maupun orang lain, posisi insersi tidak bergeser

ataupun tercabut (Widayati et al., 2013).

Hasil penelitian yang terkait dengan elastic bandage menyatakan pemakaian

elastic bandage pada pemasangan infus dapat mempertahankan patensi pemasangan infus pada anak. Selain berfungsi sebagai fiksasi, elastic bandage

juga dapat melindungi kulit di sekitar lokasi pemasangan serta mengurangi

penekanan selang infus secara langsung pada kulit. (Widayati et al., 2013). Pada penelitian ini elastic bandage akan dimodifikasi dengan motif stiker tempel yang disukai anak-anak dengan warna yang cerah untuk menambah ketertarikan pada

anak usia pra sekolah. Seperti yang diungkapkan Verner (2000), bahwa warna

secara psikologis mempunyai pengaruh yang kuat untuk mengalihkan perhatian

anak.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 25 November

2014 di Rumah Rakit Umum Klungkung. Hasil observasi yang dilakukan

terhadap tujuh anak usia pra sekolah yang dirawat, lima anak tidak kooperatif saat

perawat melakukan tindakan injeksi obat melalui IV perset. Berbagai respon anak

terhadap perawat muncul seperti marah-marah, memberontak, menangis kuat,

menjerit minta pulang, anak menekuk kaki, tangan atau anggota tubuh yang akan

dilakukan pemeriksaan, anak menepiskan angan perawat yang akan memberikan

tindakan, bahkan mengusir perawat yang akan memberikan injeksi. Hasil

(19)

6

perawatan anak, orang tua dari anak yang dirawat diperbolehkan untuk menemani

anaknya, dan apabila terdapat anak yang tidak kooperatif terhadap tindakan hal

yang dilakukan perawat dengan cara meminta bantuan orang tuanya untuk

membujuk anaknya. Apabila anak tetap tidak kooperatif, perawat tetap

melaksanakan tindakan dan membiarkan anak menangis.

Ruang perawatan anak tidak terdapat sarana bermain untuk anak-anak yang

dirawat, modifikasi lingkungan di ruang perawatan anak juga sedikit seperti

mengecat dinding ruangan dengan warna yang cerah saja. Jumlah anak yang yang

dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung masih tinggi. Menurut data

yang diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit Umum Klungkung menyatakan

bahwa anak usia pra sekolah yang dirawat dari bulan Januari sampai Oktober

2014 adalah sebanyak 263 orang anak dengan jumlah tertinggi terjadi pada bulan

Februari sampai dengan April dengan rata-rata 36 pasien setiap bulannya.

Prosedur pemasangan infus di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung belum

menggunakan elastic bandage bermotif (stiker), pemasangan infus hanya menggunakan perban sebagai alat fixsasi lokasi insersi dari pemasangan infus.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada saat studi pendahuluan di Rumah

Sakit Umum Daerah Klungkung dan juga didukung dengan penelitian-penelitian

terkait tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penggunaan

(20)

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian

sebagai berikut “Adakah pengaruh penggunaan elastic bandage bermotif (stiker) terhadap tingkat kooperatif anak usia pra sekolah selama prosedur injeksi IV

perset di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung tahun 2015?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan elastic bandage bermotif (stiker) terhadap tingkat kooperatif anak usia pra sekolah selama prosedur injeksi IV

perset di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,

dan pengalaman dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung tahun

2015.

b. Menganalisa tingkat kooperatif pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi.

c. Menganalisa pengaruh penggunaan elastic bandage bermotif (stiker) terhadap tingkat kooperatif anak usia pra sekolah selama prosedur injeksi

(21)

8

d. Menganalisa pengaruh usia terhadap tingkat kooperatif anak usia pra

sekolah selama prosedur injeksi IV perset di Rumah Sakit Umum Daerah

Klungkung tahun 2015.

e. Menganalisa pengaruh jenis kelamin terhadap tingkat kooperatif selama

prosedur injeksi IV perset di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1.4.1 Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Perawat dalam tatanan praktek klinik diharapkan dapat mengaplikasikan

elastic bandage bermotif (stiker) dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini juga dapat dijadikan dasar acuan teoritis dalam

pengembangan ilmu keperawatan di tatanan pendidikan keperawatan.

b. Bagi instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif baru bagi instansi

untuk mengatasi reaksi hospitalisasi yang dirasakan oleh anak usia pra

sekolah yang memperoleh tindakan invasif khususnya injeksi IV perset

dengan cara menerapkan penggunaan elastic bandage bermotif (stiker) sebagai pembidai lokasi insersi pemasangan infus.

c. Bagi peneliti

(22)

9

1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kajian pustaka untuk

menambah kasanah penelitian dalam bidang keperawatan anak bagi tenaga

(23)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Pra Sekolah

2.1.1 Pengertian Anak Usia Pra Sekolah

Anak usia pra sekolah merupakan usia perkembangan anak dari usia tiga tahun

sampai dengan lima tahun. Pada anak dalam usia tiga sampai dengan lima tahun

terjadi perubahan yang signifikan terhadap perkembangan biologis, psikososial,

kognitif, spiritual, dan sosialnya (Hockenberry & Wilson, 2009). Penjelasan yang

sedikit berbeda diungkapkan oleh Habibi (2015) berdasarkan pertumbuhan dan

perkembangannya anak usia dini dibagi menjadi beberaapa kelompok yaitu usia

bayi lahir sampai dengan 12 bulan, usia toddler (balita) pada usia satu sampai tiga

tahun, usia pra sekola dalam rentang tiga sampai enam tahun , dan masa awal

sekolah dalam usia enam sampai delapan tahun. Behrman, Kliegman, & Arvin

(1996) menjelaskan hal yang sama yaitu anak usia pra sekolah berada dalam

rentang usia tiga sampai dengan enam tahun.

2.1.2 Tahap Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah

Tahapan tumbuh kembang manusia yang paling memerlukan perhatian dan

menentukan kualitas seseorang di masa mendatang adalah pada masa anak

(Ridha, 2014). Berikut merupakan perkembangan anak pada usia pra sekolah

(24)

11

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik anak usia pra sekolah dimulai dari tiga tahun, empat

tahun dan lima tahun. Pertumbuhan tinggi badan dengan rata-rata 6,75 cm

sampai 7,5 cm per tahun dan umumnya terjadi pada perpanjangnan tungkai

kaki. Pada usia tiga tahun adalah 95 cm, pada usia empat tahun 103 cm,

dan pada usia lima tahun adalah 110 cm (Wong, 2008). Pertambahan berat

badan rata-rata per tahun adalah 2,225 kg dan pertambahan panjang badan

anak rata-rata 5-7,5 cm setiap tahun (James & Ashwill, 2007).

b. Perkembangan Psikologis

Pada masa usia pra sekolah rasa ingin tahu (corious) dan daya imaginasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya tentang segala hal di

sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Anak belum mampu membedakan

hal yang abstrak dan konkret sehingga orang tua sering menganggap anak

berdusta padahal anak tidak bermaksud demikian. Anak juga akan

mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua sehingga mempunyai

kecendrungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa (Ridha, 2014).

c. Perkembangan Kognitif

Anak pada usia pra sekola berada dalam masa peralihan antara fase

preconceptual dan fase intuitive thought. Saat anak berada pada fase

preconceptual anak akan lebih menggunakan satu istilah untuk beberapa hal yang memiliki kemiripan atau memiliki ciri-ciri yang sama, misalnya

menyebut nenek atau kakek kepada orang yang sudah tua, sudah bongkok,

(25)

12

intuitive thought, mereka sudah bisa memberikan alasan terhadap tindakan yang mereka lakukan. Anak usia pra sekolah memiliki asumsi bahwa

setiap orang memiliki pemikiran yang sama seperti mereka, sehingga perlu

menggali pemikiran mereka dengan pendekatan non verbal. (Supartini,

2002)

d. Perkembangan Spiritual

Pemahaman anak usia pra sekolah mengenai spiritualitas dipengaruhi oleh

tingkat kognitif, pengetahuan tentang keyakinan, dan agama yang

dipelajari dari keyakinan orang tuanya. Berdasarkan perkembangan rasa

bersalah anak sering mempunyai persepsi yang kurang tepat mengenai

suatu penyakit dianggap sebagai hukuman. Pengalaman keikutsertaan

dalam kegiatan keagamaan dapat membantu koping anak dalam

menghadapi penyakit dan hospitalisasi (Hockenberry & Wilson, 2009).

e. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial anak pada usia pra sekolah yaitu anak akan makin

ingin untuk melakukan berbagai macam kegiatan yang disukainya. Pada

masa ini anak akan dihadapkan dengan tuntutan sosial yang baru.

(Gunarsa, 2008). Anak usia pra sekolah sudah mampu mengatasi banyak

kecemasan yang berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan

perpisahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anak usia pra sekolah

dapat berhubungan dengan orang-orang yang tidak dikenal dengan mudah

dan mentoleransi perpisahan singkat dari orang tuanya dengan sedikit atau

(26)

13

perlindungan dari orang tua, bimbingan, dan persetujuan ketika memasuki

masa pra sekolah. (Wong, 2008).

2.2 Sikap Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah 2.2.1 Pengertian Sikap Kooperatif

Sikap kooperatif adalah tingkat individu dalam melihat dirinya sendiri sebagai

bagian dari anggota masyarakat individu yang bersikap kooperatif ditunjukkan

dengan sikap empati, toleransi, penuh kasih sayang, saling mendukung, serta

mempunyai prinsip yang kuat (Videbeck, 2008)

2.2.2 Klasifikasi Tingkat Kooperatif Menurut Wright

Menurut Wright (1975) dalam dalam Muthu dan Sivakhumar (2009) tingkat

kooperatif anak dibagi menjadi 3 skala yaitu:

a. Kooperatif, meliputi:

1. Anak menunjukkan sedikit takut dan cukup relaks.

2. Mempunyai hubungan yang baik dengan perawat dan tim kesehatan

lainnya.

3. Anak tertarik dengan prosedur tindakan dan santai dengan situasi yang

ada.

b. Anak Kurang Mampu Bersikap Kooperatif, meliputi:

1. Anak yang masih terlalu muda usianya (kurang dari tiga tahun) dan

emosinya belum matang.

(27)

14

3. Keparahan kondisi anak tidak memungkinkan bersikap kooperatif

seperti anak normal dengan usia yang sama.

c. Anak Mempunyai Sikap Potensi kooperatif

Anak ini berbeda dengan anak yang kurang mampu bersikap kooperatif

karena mereka mempunyai kemampuan untuk bekerja sama. Hal ini dapat

terjadi bila adanya pendekatan serta komuikasi yang baik, sehingga anak

yang mula-mula tidak kooperatif dapat berubah tingkah lakunya menjadi

kooperatif dan dapat dirawat. Penampilan anak yang mempunyai sikap

potensi kooperatif yaitu:

1. Tingkat laku atau sikap yang tidak terkontrol (uncontrolled behaviour), meliputi: tingkah laku pada tipe ini dapat ditemukan pada usia pra sekolah (tiga sampai enam tahun), anak menangis,

menendang, dan memukul.

2. Tingkah laku atau sikap melawan (defiant behavior), meliputi: anak tetap menolak perawatan, bersikap protes, anak keras kepala dan

manja, gagal berkomunikasi.

3. Tingkah laku atau sikap pemalu (timid behavior). Sikap pemalu merupakan gabungan antara uncontrolled behaviour dan defisiant behavior tetapi ketika menggabungkannya tidak benar maka akan kembali kepada sikap yang tidak benar maka akan kembali kepada

(28)

15

b) Over protektif terhadap lingkungan.

c) Mengisolasi diri tanpa kontak dengan orang asing.

d) Kagum terhadap orang asing terhadap situasi yang aneh.

d. Tingkah laku atau sikap tegang (Tense Cooperative Behavior), meliputi: 1. Anak menerima dan kooperatif terhadap perawatan.

2. Ketegangan biasanya ditunjukkan dengan bahasa tubuh.

3. Mata pasien mengikuti gerakan mata perawat atau tim kesehatan lain.

4. ketika berbicara suaranya bergetar.

5. Telapak tangan dan alis mata berkeringat.

e. Sikap merengek (Whining Behavior), meliputi:

1. Anak merengek tetapi mau melakukan prosedur tindakan dengan

bujukan.

2. Anak sering mengeluh sakit.

3. Merengek merupakan mekanisme kompensasi untuk mengontrol rasa

sakit.

4. Menangis dapat terkontrol, konstan, tidak keras, biasanya hanya air

mata.

2.2.3 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Kooperatif Anak.

Sikap kooperatif dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam

maupun faktor luar yang dapat mempengaruhi sikap kooperatif anak, berikut

(29)

16

a. Usia

Anak usia pra sekolah mempersepsikan hospitalisasi sebagai suatu

hukuman sehingga anak akan merasa malu, merasa bersalah, dan takut.

Tindakan dan prosedur invasif yang diperoleh di rumah sakit dianggap

mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi agresif

seperti marah, berontak, tidak mau bekerjasama dengan perawat, dan

ketergantungan dengan orang tua (Supartini, 2004). Hasil penelitian

Handayani dan Puspitasari (2009) menunjukkan peningkatan sikap

kooperatif yang paling tinggi pada anak usia tiga sampai lima tahun.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian Handayani dan Puspitasari (2009) menunjukkan jenis

kelamin anak perempuan usia pra sekolah lebih mengalami peningkatan

sikap kooperatif dibandingkan anak laki-laki usia pra sekolah.

c. Pengalaman Dirawat di Rumah Sakit

Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan selama

dirawat di rumah sakit sebelumnya, maka akan menyebabkan anak

menjadi takut dan trauma sehingga anak tidak kooperatif dengan perawat

dan tenaga kesehatan (Supartini, 2004).

2.2.4 Skala Pengukuran Tingkat Kooperatif

Pengkategorian sikap kooperatif diukur dengan menggunakan nilai tengah

(30)

17

antara nilai normal dan abnormal, atau pada penelitian ini untuk menentukan

batasan nilai yang termasuk kooperatif dan tidak kooperatif. ( Ariawan, 2011).

2.3 Hospitalisasi pada Anak Usia Pra Sekolah 2.3.1 Pengertian Hospitalisasi pada Anak

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di

rumah sakit. Keadaan seperti ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari

keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas

dalam menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitaliasi adalah pemisahan

dan kehilangan kendali dari nyeri (Marylin, 2007).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan darurat yang mengharuskan

anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.

Meskipun demikian, dirawat di rumah sakit merupakan masalah yang besar

sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas bagi anak (Supartini, 2004). Reaksi

anak terhadap penyakit adalah ketakutan akibat kurangnya pengetahuan dari anak,

cemas karena pemisahan, takut akan rasa sakit, kurang kontrol, marah, dan regresi

(James & Ashwill, 2007).

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis yang paling utama tampak pada

anak. Anak yang dirawat di rumah sakit sering mengalami krisis sebab anak

mengalami perubahan baik pada status kesehatan maupun lingkungannya, dari

kebiasaan sehari-hari, dan anak juga mempunyai sejumlah kterbatasan dalam

mekanisme koping untuk mengatasi masalah atau kejadian yang bersifat menekan.

(31)

18

prinsip-prinsip asuhan keperawatan yaitu dengan cara melakukan pendekatan

proses keperawatan (Ridha, 2014).

2.3.2 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, perkembangan anak,

pengalaman sebelumnya terhadap penyakit, sistem pendukung yang tersedia dan

mekanisme koping yang dimiliki (Salmela et al., 2010). Adapun beberapa penyebab stresor pada anak yang mengalami hospitalisasi:

a. Cemas yang Disebabkan Perpisahan

Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi usia pertengahan sampai anak

periode pra sekolah adalah cemas karena perpisahan (Narusalam,

Susilaningrum, & Utami, 2005). Hubungan anak dengan ibu sangat dekat

sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan

terhadap orang yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang

belum dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.

b. Kehilangan Kontrol

Anak-anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya.

Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal perilaku motorik,

bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup

sehari-hari (activity daily living/ADL), dan berkomunikasi. Anak-anak telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol dirinya dengan

mempertahankan kegiatan-kegiatan rutin tersebut.

(32)

19

c. Luka pada Tubuh dan Rasa Sakit (Rasa Nyeri)

Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries

(perlindungan tubuh), pada anak-anak sedikit sekali berkembang.

Berdasarkan hasil pengamatan bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut,

atau suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak

terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama dengan reaksi anak pada

tindakan yang menyakitkan. Anak biasanya sudah mampu

mengomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi

nyeri. Namun demikian, kemampuan mereka dalam menggambarkan

bentuk dan intensitas nyeri belum berkembang.

2.3.3 Dampak Hospitalisasi pada Anak

Stres akibat hospitalisasi pada anak dapat terjadi pada saat sebelum masuk rumah

sakit, selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit. Adapun perilaku

anak setelah pulang dari rumah sakit yaitun menuntut perhatian orang tua yang

lebih, sangat menentang perpisahan, terbangun di malam hari, menarik diri,

pemalu, rewel terhadap makanan, dan temper tantrum (Supartini, 2004).

2.3.4 Meminimalkan dampak hospitalisasi

Menurut Supartini (2002) Untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Mempersiapkan psikologis anak dan juga orang tua terhadap prosedur atau

tindakan yang menimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan cara menjelaskan

(33)

20

b. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan,

misalnya dengan cara bercerita, menggambar, menonton dengan cerita

yang berkaitan dengan prosedur yang akan dilakukan pada anak.

c. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat anak dilakukan

tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.

d. Tunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa

takut akibat prosedur yang dianggap menyakitkan.

2.4 Atraumatic Care

2.4.1 Pengertian Atraumatic Care

Wong (2009), menyebutkan bahwa atraumatic care berhubungan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana dari setiap prosedur tindakan yang

ditujukan pada anak bertujuan untuk mencegah atau mengurangi stres psikologi

dan fisik. Menurut Supartini (2004), atraumatic care merupakan bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan

pelayanan kesehatan anak melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi

distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua.

Perawatan terapeutik dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan, penetapan

diagnostik, pengobatan dan perawatan baik pada kasus akut maupun kronis

dengan intervensi mencakup pendekatan psikologis (Supartini, 2004). Maka dapat

(34)

21

cara mengeliminasi atau meminimalisasi stres psikologi dan fisik yang dialami

oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan.

2.4.2 Prinsip Atraumatic Care

Asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga dan atraumatic care menjadi tujuan utama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Maka dari itu upaya

mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupunorang tua selama anaknya

dalam perawatan di rumah sakit, fokus intervensi keperawatan adalah

meminimalkan stresor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan

dukungan psikologis pada anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum

dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004). Menurut Hidayat (2005), ada beberapa

prinsip perawatan Atraumatic care yang harus dimiliki oleh perawat anak, yaitu:

a. Menurunkan atau Mencegah Dampak Perpisahan dari Keluarga.

Dampak perpisahan dari keluarga dapat menyebabkan anak akan

mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, dan

kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat proses

penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak. Orang tua dapat memberikan asuhan keperawatan

yang efektif selama anaknya berada di rumah sakit. Telah terbukti dalam

beberapa penelitian bahwa anak akan merasa nyaman apabila berada

disamping orang tuanya (Supartini, 2004).

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan

(35)

22

dengan cara membolehkan meraka untuk tinggal bersama anaknya selama

24 jam (rooming in). Jika tidak memungkinkan untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud

mempertahankan kontak antar orang tua dan anak (Supartini, 2004).

b. Meningkatkan Kemampuan Orang Tua Dalam Mengontrol Perawatan

Anak.

Perasaan kehilangan kontrol dapat dicegah dengan menghindari

pembatasan fisik jika anak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Buat

jadwal kegiatan untuk prosedur terapi, latihan, bermain, dan beraktifitas

lain dalam perawatan untuk menghadapi perubahan kebiasaan atau

kegiatan sehari-hari. Fokus intervensi keperawatan adalah pada upaya

untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak

mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan

kegiatan asuhan keperawatan (Supartini, 2004).

Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak

mampu dalam menjalani kehidupanya. Anak akan selalu berhati-hati

dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan selalu bersikap waspada dalam

segala hal. Pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua

(36)

23

c. Mencegah atau Mengurangi Cedera (Injury) dan Nyeri (Dampak Psikologis).

Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak dapat dihilangkan namun dapat

dikurangi melalui tenik farmakologi (seperti prinsip pengguanaan obat

enam benar) dan teknik nonfarmakologi (seperti mempersiapkan psikologi

anak dan orang tua) (Wong, 2009). Mempersiapkan psikologi anak dan

orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, yaitu

dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan

psikologis pada orang tua (Supartini, 2004).

Pertimbangan untuk menghadirkan orang tua pada saat anak dilakukan

tindakan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, apabila meraka tidak

dapat menahan diri dan menangis, tawarkan pada orang tua dan anak untuk

mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak selama

prosedur tersebut. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan

rasa nyeri juga dapat dilakukan dengan permainan terlebih dahulu sebelum

melakukan persiapan fisik anak, misalnya dengan bercerita, menggambar,

menonton video dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau

prosedur yang akan dilakukan pada anak. Perawat diharapkan menunjukan

sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut

akibat prosedur yang menyakitkan (Supartini, 2004).

d. Tidak Melakukan Kekerasan pada Anak

Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat

(37)

24

proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan

terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak

dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak (Hidayat, 2005).

e. Modifikasi Lingkungan Fisik.

Stresor fisik dan psikis meliputi prosedur yang menyakitkan seperti

suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman,

pengekangan, suara bising, bau tidak sedap dan lingkungan kotor. Stresor

ini akan mengakibatkan ketidaknyamanan baik yang dirasakan anak

ataupun orang tua (Wong, 2009). Oleh karena itu sangat penting

dilakukannya modifikasi lingkungan untuk menjaga kenyamanan

pengguna fasilitas di rumah sakit.

Modifikasi lingkungan fisik dilakukan melalui modifikasi ruang perawatan

yang bernuansa anak sehingga anak merasa nyaman di lingkunganya

(Hidayat, 2005). Modifikasi ruang perawatan anak dapat dilakukan dengan

cara membuat situasi ruang anak seperti di rumah, diantaranya dengan

membuat dekorasi ruangan anak yang bernuansa anak, seperti

menempelkan gambar tokoh kartun, dinding ruangan berwarna cerah, dan

terdapat hiasan mainan anak (Supartini, 2004).

2.5 Bandage

Menuruit joseph A. Grafft & Katherine K. Grafft (2012) Bandages merupakan alat penyangga yang pada umumnya terbuat dari bahan kain yang digunakan

(38)

25

dan melindungi luka dari cedera lebih lanjut. Bandages bisa digunakan hampir di seluruh bagian tubuh.

2.5.1 Jenis-jenis Bandages

a. Roller bandage

Terbuat dari kain katun yang digulung seperti tabung untuk memudahkan

penggunaannya dan biasanya terbuat dari kain kasa. Roll bandage didesain untuk membalut beberapa kali bagian untuk menahan posisi dan

memberikan tekanan pada luka. Roll bandages tersedia dalam beberapa ukuran, memiliki lebar dari 2-6 inci dan memiliki panjang beberapa meter.

b. Elastic Bandage

Elastic bandages penggunaannya aman dan tidak mudah lepas dari balutan. Apabila penggunaan elastic bandage untuk mengamankan perdarahan, penggunaannya tidak dianjurkan untuk meregangkan elastic bandages secara penuh. Meregangkan elastic bandage secara penuh benar-benar dapat menghambat aliran darah yang nantinya akan menyebabkan

pembengkakan. Regangkan elastic bandage hanya setengah ketika menggunakannya untuk mengamankan perdarahan. (A. Grafft & Katherine

K. Grafft, 2012)

Pada pemasangan infus pada anak, elastic bandage akan digunakan sebagai pembidai sehingga ketika dilakukan mobilisasi baik oleh anak atau

(39)

26

karena elastic bandage difungsikan sebagai bantalan antara kulit dan infus set, sehingga selang infus tidak menekan langsung pada kulit yang pada

anak tentunya memiliki kerentanan terhadap benda asing. Dengan alasan

tersebut di atas, elastic bandage memiliki kemampuan membantu dalam mempertahankan ketahanan/patensi pemasangan infus pada anak-anak

(Widayati et al., 2013).

c. Military compresses

Terbuat dari bahan katun dan tersedia dalam bentuk paket. Millitary compresses ini telah terpasang “tails” untuk mengamankan luka perdarahan, dan dapat membalut sekitar luka perdarahan secara

bersamaan.

d. Triangular bandages

Kain berbentuk segitiga ini digunakan untuk membalut bagian tubuh yang

memiliki ukuran lebih besar. Triangular bandages bisa dilipat dengan

ukuran lebar sekitar dua inci yang disebut cravat dan bisa digunakan untuk mengamankan lengan. Cravat bisa digunakan di beberapa keadaan, seperti mengikat traksi pada fraktur ekstremitas untuk mempertahankan posisi dan

imobilisasi.

e. Torniquets

(40)

27

terkontrol, Torniquets sangat efektif untuk menghentikan perdarahan yang tidak terkontrol sampai dengan enam jam lamanya.

f. Improvisation bandage

Improvisation bandage bisa dibuat menggunakan baju yang digunting memanjang. Bandage tidak perlu steril karena bandage tidak menyentuh luka secara langsung, tetapi bandage harus diusahakan dalam keadaan

bersih.

2.5.2 Jenis-jenis Pembalutan

Menurut A. Grafft & Katherine K. Grafft (2012) ada beberapa jenis pembalutan

yang digunakan pada saat tindakan emergensi yaitu:

a. Recurrent Bandage

Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang terlalu besar seperti kepala.

Gambar.2.3 Pembalutan di kepala menggunakan Recurrent Bandage

b. Spiral Bandage

Bandage yang digunakan adalah roll bandage atau elastic bandage dan bisa digunakan untuk membalut seluruh ekstremitas. Pembalutan dimulai

(41)

28

Gambar.2.4 Pembalutan di betis menggunakan Spiral Bandage

c. Figure-of-Eight Bandage

Bandage yang digunakan yaitu elastic bandage atau bisa juga dengan menggunakan roll bandage. Biasanya digunakan untuk membalut daerah sendi dan telapak tangan atau untuk mengamankan objek tertusuk di

tempat. Jenis pembalutan Figure-of-Eight Bandage yang akan digunakan pada penelitian ini.

Gambar.2.5 Pembalutan di betis menggunakan Spiral Bandage

2.6 Stiker

Stiker adalah bahan yang dapat menempel sendiri atau dengan kata lain dia

memiliki bahan perekat sehingga dapat ditempelkan di benda Stiker pada

umumnya dibuat dari vinyl atau kertas. Bahan sticker pada umumnya terdiri dari

(42)

29

sebagai pelindung bahan perekatnya. Lapisan bawah ini harus kita kupas ketika

kita akan menempelkan sticker ke media yang kita inginkan. Bahan sticker secara

visual dibedakan menjadi dua yaitu sticker bening (transparant) dan tidak

transparant (Gugun, Ridwan, Enjang, 2012). Pada penelitian ini digunakan stiker

yang terbuat dari bahan plastik yang memiliki perekatan kuat sehingga bisa

menempel pada elastic bandage yang digunakan untuk penelitian.

2.7 Elastic Bandage Bermotif (Stiker)

Elastic bandage bermotif (stiker) adalah alat pembidai yang dimodifikasi dengan

cara menempelkan stiker yang terbuat dari bahan plastik dengan motif-motif

binatang kartun dengan warna yang cerah yang disukai oleh anak-anak dengan ,

stiker yang dipilih adalah stiker yang memiliki perekatan yang kuat sehingga

dapat menempel secara kuat pada elastic bandage dan apabila dilakukan mobilisasi oleh anak stiker tidak akan terlepas dari rekatan.

2.8 Pengaruh Penggunaan Elastic Bandage Bermotif (stiker) terhadap Tingkat Kooperatif

Hospitalisasi seringkali menimbulkan kecemasan terhadap semua tingkat usia

perkembangan anak. Adapun yang mempengaruhi kecemasan diantaranya adalah

faktor tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter, lingkungan yang baru,

maupun keluarga yang mendampingi anak selama sakit (Nursalam, Susilaningrum

& Utami, 2005). Kecemasan merupakan kesadaran kognitif terhadap adanya

(43)

30

sehingga anak menjadi sejahtera (Freeman, Gracia & Leonard, 2002). Menurut

Collip’s (1969), dalam Stubel (2008) peningkatan denyut nadi merupakan respon

fisiologis kecemasan terhadap prosedur yang menggunakan jarum suntik pada

anak yang menjalani hospitalisasi yang membuat anak merasa tidak nyaman

selama menjalani hospitalisasi.

Perawat merupakan bagian dari pemberi pelayanan kesehatan dan dituntut untuk

mampu memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk meminimalkan

dampak hospitalisasi sebagai pemenuhan aspek psikologis anak (Supartini, 2004).

Pendekatan psikologis yang dapat dilakukan yaitu dengan prinsip Atraumatic care

yang terdiri dari menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga,

meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak,

mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri, tidak melakukan kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik. Penerapan atraumatic care dapat

memberikan rasa nyaman yang lebih pada pasien yang menjalani hospitalisasi

(Hidayat, 2005).

Berdasarkan teori comfort dari Kolcaba (2003), peningkatan kenyamanan dapat memperkuat penerimaan anak dan keluarga untuk terlibat dalam

kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai kesehatan. Dalam konsep teori Comfort

memaparkan bagaimana seorang pasien mendapatkan tingkat kenyamanan dari

segi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial. Terdapat tiga tipe comfort, yaitu

relief yaitu kondisi pasien yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera, ease merupakan kondisi yang tentram atau kepuasan hati dan

(44)

31

Gambar.2.6 Konsep Kerangka Kerja Teori Comfort

Skema diatas menjelaskan kerangka kerja dari teori Kolcaba yang digunakan

dalam penelitian. Dalam kerangka kerjanya tersebut Kolcaba menguraikan tentang

teori kenyamanan sebagai berikut:

a. Adanya kebutuhan perawatan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan

kenyamanan yang spesifik yang timbul dalam suatu situasi perawatan

kesehatan.

b. Kebutuhan kenyamanan tersebut membutuhkan intervensi keperawatan

yang membutuhkan komitmen dalam perawatan kenyamanan pasien.

c. Dalam pemberian intervensi kenyamanan akan dipengaruhi oleh variabel

intervensi seperti level dari staf keperawatan, insentif yang diterima oleh

perawat, dan patient acuity

d. Tujuan dari pemberian intervensi adalah akan didapatkan

kenyamanan pasien.

e. Kenyamanan pasien akan menentukan perilaku pasien dalam mencari

kesehatan (health seeking behaviors of patient), yang ditunjukkan dengan perilaku internal, eksternal ataupun kematian dengan

(45)

32

terintegrasi yang memiliki sistem nilai positif, tujuan yang jelas terkait

dengan kenyamanan resipien, perbaikan kesehatan, dan kelangsungan

finansial.

f. Hasil akhir yang diharapkan dalam kerangka kerja penelitian ini adalah

adanya kepuasan dari resipien yang dilihat dari status fungsional resipien

atau Health seeking behaviors of patient (HSBs) yang lain, dan berdasarkan hasil survey dari perawatan kenyamanan.

Intervensi pada penelitian ini berupa penggunaan elastic bandage bermotif (stiker) sebagai alat fiksasi daerah pemasangan infus yang akan mengurangi

penampilan menyeramkan akibat fiksasi menggunakan kasa gulung. Elastic bandage bermotif (stiker) dengan perpaduan warna yang disukai oleh anak dapat mengurangi kecemasan dan rasa takut anak saat menjalani hospitalisasi, apabila

kecemasan dan rasa takut anak dapat teratasi akan terjadi peningkatan rasa

nyaman sehingga anak bisa lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini yang berjudul

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Senam Kaki

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:

Puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan judul

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Perbedaan Fungsi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh Sediaan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian berjudul Hubungan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimasi Penyalut Tablet