commit to user
PERBEDAAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM PADA KEHAMILAN
DENGAN PREEKLAMSIA RINGAN DAN KEHAMILAN NORMAL
DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Louis Hadiyanto
G.0009120
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi
dengan judul
: Perbedaan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada
Kehamilan dengan Preeklamsia Ringan dan Kehamilan Normal
di RSUD Dr. Moewardi
Louis Hadiyanto, NIM: G0009120, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan
Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Jumat, Tanggal 07 Desember 2012
Pembimbing Utama
Nama : Darto,dr., Sp.OG
NIP
: 19660203 199703 1 003
...
Pembimbing Pendamping
Nama : Nur Hafidha Hikmayani,dr., M.Clin.Epid
NIP
: 197661225 200501 2 001
...
Penguji Utama
Nama : Dr. Supriyadi Hari Respati,dr., Sp.OG
NIP
: 19610309 198802 1 001
...
Penguji Pendamping
Nama : Jarot Subandono,dr., M.Kes
NIP
: 19680704 199903 1002
...
Surakarta, ………
Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
Ketua Tim Skripsi
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, November 2012
Louis Hadiyanto
commit to user
iv
ABSTRAK
Louis Hadiyanto, G0009120, 2012.
Perbedaan Kejadian Asfiksia Neonatorum
pada Kehamilan dengan Preeklamsia Ringan dan Kehamilan Normal di RSUD
Dr. Moewardi. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Latar Belakang
: Kematian neonatal dini dan lahir mati masih tinggi, meskipun
telah terjadi penurunan angka kematian anak dalam 10-15 tahun terahkir.
Penyebab kematian adalah asfiksia, trauma kelahiran, infeksi, prematuritas,
kelainan bawaan, dan sebab-sebab lain. Hipertensi dalam kehamilan , malahan
dianggap sebagai penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang tinggi. Teori
yang sekarang banyak dikemukakan sebagai penyebab preeklamsia adalah
iskemia plasenta. Ancaman yang besar terhadap kehidupan dan janin akibat
hipertensi yang disebabkan atau diperberat oleh kehamilan kebanyakan dapat
dicegah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kejadian asfiksia neonatorum pada kehamilan dengan preeklamsia ringan dan
kehamilan normal di RSUD Dr. Moewardi.
Metode
: Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan
cross
sectional
. Instrumen yang digunakan untuk mengukur masing-masing variabel
penelitian ini adalah tensimeter, stetoskop, dan rekam medik. 60 pasien disertakan
dalam penelitian ini, yang terdiri dari 30 pasien preeklamsia ringan dan 30 pasien
dengan kehamilan normal. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
X
2(Chi kuadrat) digunakan untuk membandingkan proporsi asfiksia
neonatorum pada 2 kelompok, yaitu preeklamsia ringan dan kehamilan normal.
Kemudian data diolah dengan menggunakan aplikasi
Statistic Package for Social
Science
(SPSS) versi 13.0
for Windows
.
Hasil
: Didapatkan 3,33 % kasus asfiksia neonatorum pada kehamilan dengan
preeklamsia ringan. Namun pada kehamilan normal, tidak didapatkan satu pun
kejadian asfiksia neonatorum. Hasil analisis dengan
Fisher’s Exact Test
menunjukkan p =1,00 (p > 0,05).
Simpulan
: Tidak terdapat adanya perbedaan kejadian asfiksia neonatorum pada
kehamilan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan normal di RSUD Dr.
Moewardi.
commit to user
v
ABSTRACT
Louis Hadiyanto, G0009120, 2012
. The Difference Incidence of Asphyxia
Neonatorum in Pregnancies with Mild Preeclampsia and Normal Pregnancy at
RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis Faculty of Medicine Sebelas Maret University
Surakarta.
Background
: The incidences of early neonatal death and stillborne still be high,
though have been happened decreasing of child mortality in 10 -15 years ago.
Causes of neonatal death are asphyxia, birth trauma, infection, prematurity,
wafting disparity and other causes. Hipertensi in pregnancy considered as reason
of mortality and morbidity of perinatal. Theory which being proposed as a cause
of preeclampsia is placental ischemia. A major threat to life and the fetus due to
hypertension cused or aggravated by the pregnancy mostly preventable. This
study aimed to know difference incidence of neonatal asphyxia in pregnancies
with mild preeclampsia and normal pregnancy at RSUD Dr. Moewardi.
Methods
: This study was an analitic observational study with
cross sectional
approach. The instrument used to measure each variable of this study is
tensimenter, stethoscopes, and medical record. 60 patients included in this study,
consisted of 30 patients with mild preeclampsia and 30 patients with normal
pregnancies. The statistical test used in this study is
X
2(
Chi squared
) was used to
compare the proportion of asphyxia neonatorum in 2 groups that consisting of
mild preeclampsia and normal pregnancy.
The data were processed using the
application
Statistic Package for Social Scienc
e (SPSS) version 13.0
for Windows
.
Results
: It was found 3,33% cases of asphyxia neonatorum in pregnancy with
mild preeclampsia. However, in normal pregnancy, we do not get any incidence
asphyxia neonatorum. Result of analysis by
Fisher’s Exact Test
showed p = 1,00
(p > 0,05).
Conclusion
: There was no difference in the incidence of neonatal asphyxia in
pregnancies with mild preeclampsia and normal pregnancy at RSUD Dr.
Moewardi.
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Kejadian Asfiksia Neonatorum
pada Kehamilan dengan Preeklamsia Ringan dan Kehamilan Normal di RSUD
Dr. Moewardi”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
pengarahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1.
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini.
3.
Darto,dr., Sp.OG sebagai pembimbing utama yang telah berkenan
memberikan waktu, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.
4.
Nur Hafidha Hikmayani,dr.M,Clin.Epid. sebagai pembimbing pendamping
yang telah berkenan memberikan waktu, bimbingan, saran dan motivasi
kepada penulis.
5.
Dr. Supriyadi Hari Respati,dr. Sp.OG sebagai penguji utama yang telah
memberikan nasihat, koreksi, kritik dan saran untuk menyempurnakan
penyusunan skripsi.
6.
Jarot Subandono,dr.,M.Kes. sebagai anggota penguji yang telah memberikan
nasihat, koreksi, kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
7.
Seluruh staf ruangan PONEK RSUD Dr.Moewardi khususnya Ibu Yuni
sebagai kepala ruangan PONEK untuk segala bantuan dan kemudahannya
dalam proses pengambilan data.
8.
Seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa, khususnya
Ayahanda Richard Purnomo D.S.Sos , Ibunda Yohana Sunarti, dan kakak
Marco Yossie Asnomo.
9.
Teman-teman yang turut membantu jalannya penelitian, baik dari awal ,
proses, maupun diahkir dan semua pihak yang penulis tidak dapat
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukan yang
positif tiada lain untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
commit to user
b.
Faktor Predisposisi Preeklamsia ...
4
c.
Patofisiologi Preeklamsia ...
5
d.
Etiologi dan Patogenesis Preeklamsia ...
6
e.
Kriteria Diagnosis Preeklamsia Ringan ...
15
f.
Morfologi Plasenta pada Preeklamsia ...
16
2.
Asfiksia Neonatorum ...
21
a.
Definisi Asfiksia Neonatorum ...
21
b.
Etiologi Asfiksia Neonatorum ...
21
c.
Patofisiologi Asfiksia Neonatorum ...
23
d.
Diagnosis Asfiksia Neonatorum ...
24
e.
Komplikasi Asfiksia Neonatorum ...
25
commit to user
viii
BAB IV
HASIL PENELITIAN ...
39
BAB V
PEMBAHASAN ...
43
BAB VI
PENUTUP ...
48
A.
SIMPULAN ...
48
B.
SARAN ...
48
commit to user
ix
DAFTAR SINGKATAN
%
Persen
α
Alpha
β
Beta
mg/dl
milligrams per deciliter
mmHg
Milimeter Hydragyrum
DNA
Deoxyribonucleic Acid
EDRF
Endothelial Derived Relaxing Factor
EKN
Entero Kolitas Nekrotikan
ELISA
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
GDP
Gula Darah Puasa
GDS
Gula Darah Sewaktu
HIE
Hypoxic Ischemic Enchepalophaty
HLA
Human Leucocyte Antigen
Ig
Imunoglobulin
IL
Interleukin
LDL
Low Density Lipoprotein
NO
Nitric oxide
PIM
Pembekuan Intravaskular Menyeluruh
commit to user
x
TX
Thromboxane
TNF
Tumor Nucrosis Factor
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Penilaian Skor APGAR…...
25
Tabel 4.1.
Distrubusi karakteristik subjek penelitian di RSUD Dr. Moewardi
……….
39
Tabel 4.2.
Distribusi penderita preeklamsia ringan dan kehamilan normal
menurut derajat asfiksia neonatorum pada hasil luaran waktu lahir di
ruang PONEK RSUD Dr. Moewardi………..……….…..
41
Tabel 4.3.
Hubungan preeklamsia ringan dan kehamilan normal menurut
derajat asfiksia neonatorum pada hasil luaran waktu lahir di ruang
commit to user
xii
GAMBAR
Gambar 2.1.
Patofisiologi
HIE
…...
26
Gambar 4.1.
Diagram perbedaan kedjadian asfiksia neonatorum pada
kehamilan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan normal
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Surat Pengantar Penelitian
Surat Keterangan Penelitian
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kematian neonatal dini dan lahir mati masih tinggi, meskipun telah
terjadi penurunan angka kematian anak dalam 10-15 tahun terahkir. Dari 7,7
juta kematian bayi setiap tahun lebih dari separuh terjadi pada waktu perinatal
atau usia di bawah 1 bulan. Tiga perempat dari kematian ini terjadi pada
minggu pertama kehidupan. Lebih jauh, untuk setiap bayi baru lahir
meninggal, terjadi pula 1 lahir mati. Penyebab kematian adalah asfiksia,
trauma kelahiran, infeksi, prematuritas, kelainan bawaan, dan sebab-sebab
lain. Jika tidak meninggal, keadaan ini akan meninggalkan masalah bayi
dengan cacat (Wiknjosastro, 2009).
Kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang
sebelumnya mempunyai tensi normal, atau dapat memperberat hipertensinya
pada wanita yang sebelumnya sudah menderita hipertensi. Edema yang
menyeluruh, proteinuria atau kedua-duanya sering didapatkan bersama
hipertensi yang disebabkan atau diperberat oleh kehamilan. Kejang-kejang
dapat timbul pada keadaan hipertensi, terutama pada wanita dimana
hipertensinya tidak diperhatikan.
Apa yang menjadi penyebab preeklamsia sampai sekarang belum
commit to user
preeklamsia adalah iskemia plasenta. Apabila cukup lama maka pertumbuhan
janin akan terganggu (Wiknjosastro, 2009).
Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi kehamilan dan
sebagai salah satu dari trias komplikasi yang tetap merupakan penyebab
kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan, malahan dianggap sebagai
penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang tinggi.
Ancaman yang besar terhadap kehidupan ibu dan janin akibat hipertensi
yang disebabkan atau diperberat oleh kehamilan kebanyakan dapat dicegah.
Pengawasan prenatal yang baik dan perawatan yang tepat akan memperbaiki
penderita dengan hasil yang memuaskan bagi ibu maupun janin.
B.
Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kejadian asfiksia noenatorum pada kehamilan
dengan preeklamsia ringan dan kehamilan normal di RSUD Dr. Moewardi ?
C.
Tujuan Penelitian
Mengetahui
ada tidaknya perbedaan kejadian asfiksia neonatorum pada
kehamilan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan normal di RSUD Dr.
Moewardi.
D.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
commit to user
Memberikan informasi ilmiah dalam bidang obstetri ginekologi serta
bidang pediatri mengenai ada tidaknya perbedaan kejadian asfiksia
neonatorum pada kehamilan dengan preeklamsia ringan dan kehamilan
normal.
2.
Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai refrensi untuk
penelitian selanjutnya.
3.
Manfaat Klinis
Diharapkan dokter dapat memberikan perhatian khusus untuk pasien
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1)
Preeklamsia
a.
Definisi
Preeklamsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. (Wiknjosastro,
2009 ). Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20
minggu (Cunningham, 2005).
1)
Hipertensi : sistolik/diastolik
≥
140/90 mmHg. Kenaikan sistolik
≥
30 mmHg dan kenaikan diastolik
≥
15 mmHg tidak dipakai lagi
sebagai kriteria preeklamsia.
2)
Proteinuria :
≥
300 mg/24 jam atau
≥
1+ dipstick.
3)
Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
b.
Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung
mengalami preklamsia bila
mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut (Cunningham, 2005;
commit to user
hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar), umur yang ekstrim, riwayat
preeklamsia-eklamsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat dalam keluarga pernah
preeklamsia/eklamsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum kehamilan, obesitas,
Thrombophilia
(keadaan ini sering
didapatkan pada sindrom antifosfolipid, defisiensi faktor V Leiden,
aktivasi resistensi protein C dari hiperhomosisteinemia), dislipidemia.
c.
Patofisiologi
Vasospasme merupakan dasar dari proses preeklamsia dan
eklamsia. Kontriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme mungkin mempunyai efek
yang berbahaya terhadap pembuluh darahnya maupun organ-organ
tubuh yang dialiri. Sirkulasi dalam vasa vasorum terganggu sehingga
menimbulkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Dilatasi
segmental yang biasanya menyertai spasme arteriol segmental
mungkin akan menambah kerusakan lebih lanjut. Selain itu
Angiotensin II mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel endotel
yang menyebabkan sel-sel tersebut berkontraksi. Keadaan ini dapat
menimbulkan kebocoran interendotelial sehingga dapat dilalui
unsur-unsur darah termasuk trombosit dan fibrinogen sehingga tertimbun
dalam lapisan sub endotel (Mac.Donald, 1991).
Perubahan pada plasenta dan uterus berupa menurunnya aliran
commit to user
utroplasenta, sehingga terjadi hambatan pemberian nutrien dan
oksigenasi pada janin. Keadaan ini bila berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
gawat janin sampai kematian janin. Kelainan tonus uterus dan
kepekaan tanpa perangsangan sering didapatkan pada preeklamsia
sehingga mudah terjadi partus prematur (Wiknjosastro, 2009).
Hemokonsentrasi pada preeklamsia mungkin disebabkan
adanya vasokontriksi yang menyeluruh dan mungkin sebagai akibat
permeabilitas vaskular yang meningkat, yang merupakan hal yang
klasik, jika dibandingkan dengan kehamilan normal yaitu terlalu
sedikit cairan intra vaskular dan terlalu banyak cairan ekstra vaskular.
Kedua mekanisme tersebut dapat terlibat bersama-sama. Dalam hal
kapasitas kompartemen intravaskuler bila tidak mengalami perdarahan
isinya tidak berkurang. Vasospasme memperkecil ruangan yang harus
diisi. Pengurangan aliran berjam-jam sampai berhari-hari setelah
kelahiran, dan bila sistem vaskular dilatasi volume meningkat dan
hematokrit menurun. Oleh karena itu wanita yang mengalami
preeklamsia
akan
sangat
peka
terhadap
pemberian
cairan
(Mac.Donald, 1991).
d.
Etiologi dan Patogenesis
Pada preeklamsia patogenesis dan patofisiologis serta
perubahan-perubahan patologi fungsi organ telah banyak dibicarakan,
commit to user
yang diajukan untuk mencari etiologi dan patofisiologi maka penyakit
ini disebut dengan
the disease of theories
(Cunningham, 2005).
Patogenesis yang menerangkan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan antara lain :
1)
Iskemik plasenta
Defek utama terjadi pada plasenta dimana terdapat invasi trofoblas
yang tidak adekuat pada arteri spiralis yang menyebabkan
hipoperfusi plasenta dengan akibat cedera atau aktivasi sel endotel
plasenta. Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi
desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas
endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti
endotel, merusak jaringan muskuloelastik dinding arteri dengan
material fibrinoid. Pada usia kehamilan 14 - 16 minggu terjadi
invasi tahap kedua, yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen
arteri spiralis sampai asal arteri tersebut dalam miometrium.
Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi
penggantian endotel, perusakan jaringan muskuloelastik dan
perubahan fibrinoid dinding arteri. Ahkir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdidnding tipis, elastis dan berbentuk
seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara
pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang
meningkat. Pada preeklamsia proses plasentasi tersebut tidak
commit to user
Pertama, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel
trofoblas. Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami invasi,
terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi
invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis
yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding
muskuloelastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi
vaskular. Di samping itu juga terjadi arterosis akut pada arteri
spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil
bahkan mengalami oblitersi (Cunningham, 2005; Mabie dan Sibai,
2003; Cowles et al., 1996). Garis tengah arteri spiralis 40% lebih
kecil dibanding kehamilan normal, hal ini menyebabkan
insufisiensi dan iskemia (Matijevic dan Johnston, 1999). Teori
tentang bagaimana sel-sel trofoblas gagal mengadakan invasi ke
dalam arteri spiralis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas,
walaupun ahkir-ahkir ini faktor imunologi diduga memegang peran
penting (Erry dan Aditiawarman, 1999). Selanjutnya iskemi
plasenta yang terjadi pada preeklamsia menyebabkan transpor
elektron dalam mitrokondria berkurang, sehingga kebocoran
elektron dari rantai respirasi meningkat, bereaksi dengan sisa
molekul oksigen membentuk radikal bebas (Wiknjosastro, 2009).
2)
Faktor genetik
Preeklamsia dan eklamsia mempunyai kecenderungan menurun
commit to user
terjadinya preeklamsia berdasarkan genetik. (Kilpatrick et al.,
1992) melaporkan hubungan antara histokompatibilitas
Human
Leucocyte Antigen
(HLA-DRA4) dan
protein-uric hypertension
(Hoff et al., 1992) menyimpulkan bahwa respon humoral ibu
secara langsung melawan imunoglobulin anti HLA-DR janin yang
dapat mempengaruhi berkembangnya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang terahkir menghubungkan antara kejadian
preeklamsia dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik
nampaknya berperan pada preeklamsia tetapi belum dapat
diterangkan secara jelas manifestasinya pada penyakit ini
(Cunningham, 2005; Mabie dan Sibai, 2003; Pridjian dan Puschett,
2002).
3)
Koagulasi intravaskuler
Aktivitas koagulasi intravaskuler dan deposit fibrin bertanggung
jawab terhadap kerusakan organ yang muncul pada preeklamsia.
Aktivitas sistem koagulasi menyebabkan koagulasi intravaskular
menyeluruh dengan agregasi dan destruksi trombosit, menurunnya
kadar prokoagulan, adanya produk degradasi fibrin intravaskular
dan kerusakan organ-organ dari mikrotubulus (Cowles et al.,
1996).
4)
Faktor imunologi
Konsep ini menjelaskan peran antibodi IgG dan IgM dalam
commit to user
endotel vaskular, mengakibatkan jaringan tersebut menjadi target
imunologik yang penting. Ikatan antibodi IgG dan IgM dengan sel
endotel vaskular yang terbentuk meningkatkan aktifitas destruksi
jaringan itu sendiri. Mekanisme tersebut di atas tampak pada studi
In
Vitro
yang
menggunakan
ELISA
dan
pengecatan
imunofluoresen dimana ikatan komplek antibodi IgG, IgM dan sel
endotel vena umbilikalis janin yang terbentuk dalam
primary
culture
lebih tinggi pada serum penderita preeklamsia dibanding
serum kehamilan normal (kontrol) (Erry dan Aditiawarman, 1999;
Peaceman et al., 1992; Rappaport, 1990).
Pada penelitian lain peran IgG tertentu (antibodi fosfolipid)
dikaitkan dengan kasus-kasus wanita dengan riwayat kehamilan
yang buruk (abortus berulang, kematian janin dalam rahim) dan
preeklamsia. Antibodi fosfolipid termasuk sirkulasi imunoglobulin
yang beredar dalam sirkulasi darah serta mempengaruhi sel endotel
vaskular. Aktifitas ini terbukti dalam suatu percobaan
In Vitro
.
Sediaan fraksi IgG hasil ekstrasi dari penderita sindroma antibodi
antiphospolipid yang kemudian diinkubasikan pada persemaian
plasenta akan mengungkapkan beberapa hipotesis (Peaceman et al.,
1992; Rappaport, 1990) : (1) Antibodi fosfolipid mempengaruhi sel
endotel vaskular sehingga terjadi peningkatan tromboksan, (2)
Antibodi fosfolipid nampak aktif pada permukaan plasenta (
pars
commit to user
tersebut berikatan dengan jaringan desidua, (3) Antibodi ini
merupakan IgG transferabel faktor yaitu kemampuan menyebabkan
perubahan
karakteristik
yang
tetap,
nampak
bila
dipindahkan/ditransfer ke jaringan lain yang normal.
Hipoksia menyebabkan produksi berlebihan dari plasenta
Tumor
Necrosis Factor
(TNF). Pelepasan sitokin ke dalam pembuluh
darah maternal oleh plasenta yang mengalami hipoksia akan
mengakibatkan disfungsi endotel pada pasien preeklamsia.
Kemudian dapat terjadi efek trauma yang lebih luas oleh TNF
dengan cara peningkatan pelepasan asam lemak bebas yang akan
mengalami inflamasi. Asam lemak tak jenuh dan TNF
bersama-sama akan memperbrat stress oksidatif dan disfungsi endotel
In
Vitro
. Selanjutnya akan terjadi vasospasme plasenta dan TNF pada
produksi lokal mitrokondria dan netrofil meningkat. Pada manusia
dan binatang, peningkatan produksi TNF oleh jaringan adipose
dapat
dilihat
pada
obesitas,
resitensi
insulin
dan
hipertrigliseridemia. Sitokin akan menurunkan aktivitas lipoprotein
lipase, meningkatkan lipolisis jaringan adipose dan merupakan
mediator insulin. Secara hipotesis, peningkatan produksi TNF oleh
plasenta dan atau jaringan adipose maternal bisa berperan dalam
resistensi hormon insulin, dislipidemia dan stres oksidatif pada
commit to user
5)
Sistem renin– angiotensin–aldosteron (SRAA)
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran
penting dalam pengendalian tonus vaskular dan tekanan darah.
Pada sistem ini angiotensin disekresi oleh hepar dan dibantu oleh
renin untuk memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif
kemudian dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara
biologis oleh
angiotensin cinverting enzyme
yang terikat pada
endotel vaskular. Angiotensin II yang beredar dalam darah akan
berinteraksi dengan reseptor spesifik untuk merangsang kontraksi
otot polos, menstimulir produksi aldosteron dan menyebabkan
retensi natrium, mempercepat pelepasan norepinefrin dan
menghambat pengambilan kembali norepinefrin oleh terminalis
simpatis, serta menambah reaktivitas otot polos vaskular terhadap
norepinefrin (Cunningham, 2005) .
6)
Disfungsi endotel
Teori mengenai patogenesis preeklamsia yang relatif baru yaitu
teori mengenai disfungsi endotel. Disfungsi endotel diduga
menjadi dasar dari timbulnya manifestasi klinis pada preeklamsia
(Waker, 2000). Teori ini tidak bisa terlepas dari teori patogenesis
preeklamsia yang lain, salah satunya yaitu teori iskemia plasenta.
Pada saat plasenta mengalami iskemia, maka plasenta akan
menghasilkan peroksida lipid yang selanjutnya akan masuk dalam
commit to user
(LDL) (Matijevic dan Johnston, 1999). Dalam kadar yang rendah
peroksida lipid merupakan peristiwa normal dalam kehidupan sel
atau jaringan. Pada preeklamsia berat dijumpai perubahan
ultrastruktur mitokondria pada pembuluh darah arteri uterin dan
jaringan plasenta. Mitrokondria adalah sumber oksigen radikal dan
diperkaya oleh asam lemak tak jenuh. Maka plasenta dapat
merupakan sumber terbesar dari produksi peroksida lipid pada
kehamilan. Proses peroksida lipid meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur kehamilan, bahkan pada ahkir kehamilan
aktivitasnya menjadi dua kali lipat (Lowe, 2000; Angsar, 2002).
Dalam keadaan normal peroksida lipid selalu dijaga dalam keadaan
seimbang melalui peran antioksidan. Bila kadar antioksidan rendah
maka peroksida lipid menjadi tak terkendali dan timbullah keadaan
yang disebut dengan stres oksidatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh
beberapa peneliti, dimana pada preeklamsia terjadi penurunan
kadar antioksidan dan peningkatan produksi hasil peroksida lipid
(Lowe, 2000; Chalid dan Patellongi, 1998).
Seketika terjadi peroksida lipid yang tidak terkendali, maka proses
akan berlangsung terus. Karena lapisan sel endotel merupakan
lapisan yang terpapar langsung dengan darah arterial, maka sel
endotel menjadi sangat rentan terhadap peroksidasi lipid. Kontak
sel endotel dengan peroksida lipid akan menyebabkan kerusakan
commit to user
integritas dan patensi kompartemen vaskular, memelihara fluiditas
darah, mengatur trombosis dan mencegah koagulasi intravaskular,
regulasi inflamasi, regulasi pertumbuhan sel, oksidasi LDL dan
menjaga tonus vaskular serta mengatur permeabilitas dinding
pembuluh darah terhadap berbagai sel dan molekul (Lowe, 2000;
Murray et al., 2009). Kerusakan endotel ini jika dibiarkan akan
menimbulkan kebocoran, khususnya pada sistem vaskular mikro.
Secara alamiah tubuh akan menutup tempat kerusakan tersebut
dengan agregasi trombosit. Dalam keadaan normal, sel endotel
memproduksi PGI
2yang relatif tinggi. Sedangkan trombosit akan
memproduksi tromboksan (TXA). PGI
2adalah bahan vasodilatator
kuat, sedangkan TXA merupakan vasokonstriktor kuat. Akibat
rasio PGI
2/TXA yang menurun maka efek vasokontriktif akan
tinggi dan terjadilah hipertensi menyeluruh. Selain itu terjadi
penurunan
nitric acid
(NO) atau
Endothelial Derived Relaxing
Factor
(EDRF), sehingga menimbulkan peningkatan tahanan
perifer dan peningkatan kepekaan terhadap agonis vasopresor,
sehingga terjadi hipertensi. Inilah yang disebut sebagai disfungsi
endotel,
suatu
keadaan
dimana
didiapatkan
adanya
ketidakseimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokontriksi
(Lowe, 2000; Murray et al., 2009). Disfungsi endotel
mengakibatkan keluarnya zat-zat mediator inflamasi seperti
commit to user
endotel yang terbukti meningkat pada preeklamsia (Silver et al.,
1999; Redman et al., 1999). Membran sel lain yang juga peka
terhadap peroksida lipid yaitu membran sel eritrosit, sehingga akan
terjadi hemolisis yang akan meningkatkan kadar zat besi serum
pada preeklamsia sampai dua kali lipat. Zat besi bersama protein
hematin merupakan katalisator untuk peroksidasi lipid. Peroksidasi
lipid yang dipicu oleh zat besi serum, dipermudah oleh keadaan
hiperlipidemia pada kehamilan (Angsar, 2002).
Peroksida lipid yang merusak sel endotel kapiler glomerulus
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein sehingga
menyebabkan proteinuria, sedangkan peningkatan permeabilitas sel
endotel menyebabkan edema. Tampak bahwa tiga manifestasi utama
dari preeklamsia, yaitu hipertensi, proteinuria, dan edema merupakan
akibat dari disfungsi endotel akibat peroksidasi lipid (Pridjian dan
Puschett, 2002; Lowe, 2000).
e.
Kriteria Diagnosis
Menurut Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI,
1993), yang dimaksud dengan preeklamsia ringan didasarkan atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah
kehamilan 20 minggu.
1)
Hipertensi : sistolik/diastolik
≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥
30 mmHg dan kenaikan diastolik
≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi
commit to user
2)
Proteinuria :
≥
300 mg/24 jam atau
≥ 1 + dipsti
k.
3)
Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata
(Cunningham, 2005).
f.
Morfologi Plasenta pada Preeklamsia
Pada keadaan hipoksia akibat preeklamsia akan terjadi
penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan aliran darah menuju ke
intervili berkurang dimana hal ini akan berakibat perubahan morfologi
plasenta (Alexander et al., 2001).
1)
Perubahan morfologi plasenta
Bersamaan dengan bertambahnya umur kehamilan, maka
berat plasenta juga akan bertambah. Pada usia kehamilan 23-26
minggu perbandingan berat plasenta dengan berat janin adalah
berkisar antara 0,164 – 0,510 sedangkan pada umur kehamilan
aterm menjadi 0,098 – 0,238 dengan berat plasenta antara 400 –
600 gram.
Menurunnya aliran darah ke ruang intervili menyebabkan
berat plasenta pada preeklamsia menjadi lebih rendah dari berat
plasenta kehamilan bukan preeklamsia. Plasenta yang kecil ini
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
outcome
bahkan sampai
kematian janin. Hal ini dikarenakan plasenta yang kecil secara
fungsional tidak adekuat menyuplai kebutuhan janin akan nutrisi
commit to user
berpengaruh terhadap kejadian plasenta yang kecil seperti faktor
genetik, berat badan sebelum ibu hamil yang rendah, peningkatan
berat badan ibu selama hamil yang rendah dan penyakit sistemik
metabolik pada ibu (Granger dan Alexander, 2003).
2)
Infark plasenta
Infark merupakan daerah nekrotik pada vili yang
sebelumnya mengalami iskemia. Infark ini merupakan kelainan
yang paling banyak ditemukan dan terjadi akibat terganggunya
sirkulasi pada plasenta karena obstruksi aliran darah arteri spiralis
(Difederico dan Genbacev, 1999).
Infark yang kecil pada kehamilan bukan preeklamsia
umumnya tidak mempunyai arti klinis yang bermakna, tetapi bila
luas infark lebih dari 10 % dari luas plasenta maka akan
berhubungan dengan hipoksia janin, pertumbuhan janin terhambat
dan bahkan sampai kematian janin (Fukushima et al., 2003).
Pada tahap awal, infark berupa daerah kemerahan pada
permukaan plasenta, makin lama berubah menjadi coklat, abu-abu
dan akhirnya pada infark yang lama akan menjadi putih. Secara
mikroskopis, infark pada tahap awal berupa hilangnya daerah
intervili sehingga tampak saling berdekatan, sedangkan pada tahap
lanjut nukleus dari sinsitiotrofoblas sudah tidak tampak lagi
commit to user
3)
Hematom
Hematom adalah kumpulan jendalan darah yang mengisi
rongga sentral lobulus dan dikelilingi oleh vili yang mengalami
infark. Kelainan ini terjadi karena dilatasi dan ruptur daerah
proksimal dan arteri spiralis yang mengalami oklusi. Pada
preeklamsia, tingginya tekanan darah dan adanya kelainan pada
dinding arteria spiralis menyebabkan mudahnya hematom
(Alexander et al., 2001).
4)
Apoptosis trofoblas
Apoptosis atau kematian sel terprogram adalah proses
bunuh diri sel, dalam hal ini adalah sel trofoblas. Melalui proses ini
sel trofoblas yang mengalami iskemik akan apoptosis dini. Sel
trofoblas yang mengalami apoptosis mempunyai beberapa ciri
termasuk penyusutan volume sel, pembesaran membran plasma,
kondensasi sitoplasma, kondensasi kromatin dan pembentukan
DNA menjadi bentuk tangga berukuran oligonukleosom dan
akhirnya sel trofoblas akan apoptosis.
Pada preeklamsia menurunnya aliran darah pada ruang
intervili akibat stenosis dan oklusi arteria spiralis akan
menyebabkan perubahan gambaran histologis plasenta. Perubahan
gambaran histologis ini berupa : proliferasi sel-sel trofoblas,
syncytial knots
, penebalan membran basalis trofoblas, nekrosis
commit to user
(hipovaskular/avaskular) dan penebalan dinding arteri serta fibrosis
vili korialis (Godkin dan Jules, 1998; Bang-ning et al., 1997).
Sel-sel sitotrofoblas merupakan sel benih trofoblas yang
diperlukan saat pertumbuhan trofoblas. Di sel inilah aktivitas
sintesis DNA dan mitosis sehingga dengan demikian sel-sel
trofoblas merupakan sel yang membentuk daerah germinal
(
germinative zone
). Sedangkan sel-sel sinsitiotrofoblas akan
mengalami reduksi (pengurangan jumlah) seiring dengan makin
bertambahnya usia kehamilan. Saat mencapai usia kehamilan
aterm
, jumlah sel-sel sitotrofoblas sangat sedikit dan hanya
ditemukan pada ± 20 % vili korialis. Jika diperlukan pembentukan
sel sinsitiotrofoblas baru, seperti misalnya pada keadaan
menurunnya perfusi plasenta, maka sel-sel sitotrofoblas kembali
reaktif
dan
berproliferasi
dengan
tujuan
mengganti
sel
sinsitiotrofoblas yang rusak (Kharfi, 2003; Liz-Grana et al., 2001).
Penebalan membran basalis trofoblas seperti yang sering
ditemukan pada keadaan iskemia merupakan hasil proliferasi
sel-sel sitotrofoblas. Hal tersebut terjadi karena sel-sel sitotrofoblas juga
menghasilkan protein untuk pembentukan membran basalis
trofoblas, sehingga dengan proliferasi sel sitotrofoblas akan disertai
dengan terjadinya penebalan membran basalis (Levy, 2002)
Syncytial knots
adalah suatu penonjolan fokal inti sel
commit to user
intervili. Gambaran histologi plasenta ini umumnya ditemukan
pada mulai kehamilan 32 minggu. Mekanisme terjadinya
Syncytial
knots
ini disebabkan karena adanya penurunan aliran darah pada
vili korialis karena adanya trombosis arteri pada permukaan
plasenta yang dibuktikan dengan adanya sel-sel trofoblas yang
mengalami apoptosis (Alexander et al., 2001; Martha et al., 2002).
Pada preeklamsia kejadian apoptosis sel trofoblas karena
adanya vasokontriksi dan kerusakan pembuluh darah akibat
turunnya aliran pembuluh darah dalam sirkulasi plasenta, dimana
respon pembuluh darah terhadap angiotensin II dan kadar
tromboksan akan meningkat beberapa kali lipat, tetapi di lain
pihak, prostasiklin yang berperan dalam relaksasi pembuluh darah
dan dihasilkan oleh sel endotel vaskular uterus, arteri umbilikalis
dan vena plasenta akan menurun, sehingga efek vasokontriksi dari
angiotensin II dan tromboksan tidak dapat dicegah secara efektif.
Hal inilah yang diduga menyebabkan perubahan gambaran
histologi berupa penebalan dinding pembuluh darah dan
commit to user
2)
Asfiksia Neonatorum
a.
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan gawat bayi berupa
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan
asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada asfiksia
adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut World
Health Organization (WHO) tahun 2008 didapatkan adanya gangguan
neurologis berupa
Hypoxic Ischaemic Enchepalophaty
(HIE), akan
tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera (Sills, 2009).
Dan asfiksia neonatorum merupakan suatu sindrom dengan
gejala apnea sebagai manifestasi klinik utama, di mana bayi baru lahir
akan bernafas spontan dalam waktu 0,5 -1 menit (Oxorn, 1990).
b.
Etiologi
Asfiksia disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir (Wiknjosastro,
2009).
Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan
commit to user
1)
Faktor ibu
“Hipoksia ibu”. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.
“Gangguan aliran darah uterus”
.
Mengurangnya aliran darah pada
uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada
keadaan : (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotoni
mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit
eklampsia dan lain-lain.
2)
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta dan lain-lain.
3)
Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit
commit to user
4)
Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu : (a) pemakaian obat anestesia/analgetika yang
berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi
pusat pernafasan janin, (b) trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarahan intrakranial, (c) kelainan kongenital pada bayi
misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernafasan,
hipoplasia paru dan lain-lain.
c.
Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara, proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan sehingga terjadi “
primary gasping
”
yang akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Kegagalan pernafasan
mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbon
dioksida, diikuti dengan respiratorik asidosis. Apabila proses berlanjut
maka metabolisme sel berlangsung dalam suasana anaerobik yang
berupa glikolisis glikogen, sehingga sumber glikogen terutama pada
jantung dan hati berkurang dan asam organik yang terjadi
menyebabkan metabolik asidosis. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan
di antaranya :
1)
Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
commit to user
2)
Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk obat jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung.
3)
Pengisian udara alveolus kurang adekuat menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah
ke paru, sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berlangsung selama 8 -15 menit (Gomella et al., 2004).
d.
Diagnosis
Asfiksia dapat terjadi selama periode intrauterin atau
antepartum, durante partum maupun postpartum (William, 2004). Bila
janin mengalami asfiksia intrauterin berarti janin mengalami keadaan
gawat janin atau “fetal distress”. Secara klinis didapatkan :
1)
Bayi tidak bernafas atau nafas “megap-megap” (
gasping
)
2)
Denyut jantung < 100 X/menit
3)
Kulit sianosis
Diagnosis durante/postpartum ditegakkan berdasarkan nilai
Skor Apgar pada menit ke 1, 5, dan 10. Variabel yang diamati adalah
commit to user
Tabel 2.1.
Penilaian Skor Apgar (Finster dan Wood, 2005)
Tanda
0
1
2
Frekuensi
Tidak ada
< 100x/menit
> 100x/menit
Jantung
Usaha bernafas Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ekstremitas fleksi
Gerakan aktif
sedikit
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Warna
Biru/pucat
Tubuh kemerahan,
Tubuh &
b)
Dikatakan asfiksia sedang apabila didapatkan jumlah Skor Apgar 1
menit : 4-6
e.
Komplikasi
Dampak asfiksia berat pada organ adalah sebagai akibat dari
vasokontriksi setempat untuk mengurangi aliran darah ke organ yang
kurang vital seperti saluran cerna, ginjal, otot dan kulit agar
penggunaan oksigen berkurang. Aliran darah ke organ vital seperti
otak, jantung meningkat (Shah et al., 2004). Organ yang mengalami
kerusakan adalah :
1)
Susunan Saraf Pusat : Esefalopati hipoksik iskemik. Sarnat
membagi HIE menjadi 3 stadium. Stadium 1 (ringan) ditandai
gelisah, iritabilitas, tonus otot masih normal, hiperfleksi, takikardi,
sekresi saluran nafas berkurang, motilitas gastrointestinal
menurun, pupil dilatasi, belum terjadi kejang. Stadium 2 (sedang)
commit to user
melemah, bradikardi, sekresi saluran nafas berlebihan, motilitas
gastrointestinal meningkat, pupil miosis, kejang. Pada stadium 3
(berat) ditandai stupor dan flaksid, hiporefleksi, tidak dapat
mengeyut, refleks moro menghilang, pupil anisokor, refleks pupil
menurun, suhu tidak stabil, dan kejang berulang. Ensefalopati
hipoksik iskemik bisa terjadi pada 12 jam sampai 3 hari pertama
kehidupan (Hartono et al., 2003; Shah et al., 2004; Soetomenggolo
dan Ismael, 2000; Volpe, 2001).
Gambar 2.1.
Patofisiologi
HIE
(YuVYH dan Monintja, 1997)
2)
Paru
: Faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stres
intrauterin seperti hipoksia, asfiksia, dan asidosis. Hipoksia
menyebabkan peningkatan peristaltik gastrointestinal dan relaksasi
tonus otot sfingter ani, sehingga terjadi pengeluaran mekonium.
Apabila fetus mengalami
gasping intrauterine
, maka terjadilah
aspirasi mekonium (Shah et al., 2004; Soetomenggolo dan Ismael,
2000).
3)
Ginjal : Perinatal hipoksemia menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal dan penurunan laju
Gangguan pertukaran gas fetal –plasenta
↓pH, ↑pCO
2,
↓pO
2→ metabolisme anaerob → habisnya energi
Penurunan kardiak output
→ hipotensi
Penurunan aliran darah dan hantaran oksigen ke otak
commit to user
filtrasi glomerulus. Selain juga terjadi akibat aktivitas sistem
rennin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosine intrarenal
yang menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua
faktor ini akan mengganggu hemodinamik glomerulus. (Yu dan
Monintja, 1997; Toth-Heyn et al., 2000; Guignard dan Gouyon,
2000).
4)
Kardiovaskular : Disfungsi miokard dan penurunan kontraktilitas,
syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan hipotensi dan curah
jantung yang rendah akan mengalami gangguan autoregulasi otak
sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemia meningkat
(Shah et al., 2004).
5)
Hematologik
:
trombositopeni,
pembekuan
intravaskular
menyeluruh
(PIM).
Pembekuan
intravaskular
menyeluruh
dicetuskan oleh hipoksia, asidosis dan hipotensi. Konsumsi
trombosit dan faktor pembekuan terutama fibrinogen dan faktor V
mengakibatkan timbulnya perdarahan yang luas (Shah et al.,
2004; Yu dan Monintja, 1997).
6)
Gastrointestinal : entero kolitas nekrotikan (EKN); hal ini
disebabkan proliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang
mengalami hipoksia dan iskemia (Shah et al., 2004).
7)
Metabolik : pada asfikasia perinatal terjadi asidosis, hipoglikemik,
commit to user
8)
Infeksi/sepsis neonatal : Asfiksia merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya infeksi sistemik. Cidera sel akibat
hipoksia akan memacu respon peradangan dan terjadi perubahan
pada sistem limfatik, yaitu peregangan sel pembatas pembuluh
limfe terkecil, dengan demikian akan mempermudah mikro
organisme masuk ke dalam pembuluh limfe dan diteruskan ke
aliran pembuluh darah, menyebar ke tempat lain. Aktivitas
kemotaksis
leukosit
dan
mekanisme
mikrobisidal
sel
polimorfonuklear terhambat, mengakibatkan mudahnya kuman
berkembangbiak (Shah et al., 2004; Volpe, 2001).
f.
Hubungan Preeklamsia dengan Asfiksia Neonatorum
Apa yang menjadi penyebab preeklamsia belum diketahui
dengan pasti, tetapi vasospasme merupakan proses dasar dari
preeklamsia dan eklamsia. Kontriksi vaskular menyebabkan resistensi
aliran darah, dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme mungkin
mempunyai efek berbahaya terhadap pembuluh darahnya sendiri
maupun organ-organ tubuh yang dialiri. Sirkulasi dalam vasa vasorum
terganggu sehingga menimbulkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah. Dilatasi segmental yang biasanya menyertai spasme arteriol
segmental akan menambah kerusakan lebih lanjut. Selain itu,
angiotensin II mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel endotel
commit to user
Perubahan pada plasenta dan uterus berupa menurunnya aliran
darah ke plasenta menyebabkan gangguan pada pola sirkulasi utero
plasenta, sehingga terjadi hambatan pemberian nutrien dan oksigenasi
pada janin. Keadaan ini bila berlangsung cukup lama akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
gawat janin sampai kematian janin (Mac.Donald, 1999).
Kelainan tonus uterus dan kepekaan tanpa perangsangan sering
didapatkan pada preeklamsia sehingga mudah terjadi partus prematur.
Pada partus prematurus perkembangan organ-organ janin belum
sempurna termasuk organ pernafasan sehingga bisa menimbulkan
asfiksia neonatorum, gawat janin, maupun kematian janin
(Wiknjosastro, 2009).
Pada preeklamsia perubahan plasentanya tergantung pada
permulaanya dan lamanya penurunan aliran darah pada plasenta.
Semakin muda umur kehamilan maka akan semakin terhambat
pertumbuhan janin dan plasenta. Hal ini akan memberikan perubahan
berupa iskemia, infrak plasenta, dan penurunan aliran darah
uteroplasenta (Potter, 1977).
Iskemia atau hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia
neonatorum terjadi karena gangguan pertumbuhan gas serta transpor
oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida (Hassan,
commit to user
C.
Hipotesis
Kejadian asfiksia neonatorum pada kehamilan dengan preeklamsia
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
cross sectional
. Penelitian
observasional analitik ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan
perbedaan dua kelompok. Yang dimaksud dengan penelitian analitik, yaitu
penelitian yang hasilnya tidak hanya berhenti pada taraf pendeskripsian, akan
tetapi dilanjutkan sampai taraf pengambilan simpulan yang dilakukan dengan
menggunakan uji statistik untuk menganalisis data yang diperoleh (Arief,
2008). Yang dimaksud dengan pendekatan
cross sectional,
yaitu penelitian
dengan pengumpulan data yang dinilai secara simultan pada satu saat,
sehingga dalam studi ini tidak ada
follow up
(Pratiknya, 2011).
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang PONEK RSUD Dr. Moewardi.
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April - Agustus 2012 atau sampai
jumlah sampel tercapai.
C.
Subjek Penelitian
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah ibu hamil dengan
preeklamsia ringan dan kehamilan normal. Populasi terjangkau pada
commit to user
1.
Kriteria Inklusi
a.
Preeklamsia ringan dan kehamilan normal
b.
Usia kehamilan
≥ 37 minggu sampai dengan 40 minggu
(
aterm
)
c.
Persalinan secara spontan
d.
Usia ibu hamil 20 – 35 tahun
2.
Kriteria Ekslusi
a.
Diabetes melitus
b.
Tali pusat menumbung
c.
Preeklamsia berat
d.
Hipertensi gestasional
D.
Pencuplikan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
simple purposive
sampling
dan
quota sampling.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan
purposive sampling,
yaitu peralihan subyek berdasarkan
ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi
(Taufiqurrohman, 2004). Teknik
quota sampling
yaitu, pengambilan sampel
sampai jumlah sampel yang diperlukan tercapai.
E.
Besar Sampel
Menurut patokan umum
rule of thumb
, setiap penelitian yang
datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan
commit to user
Menggunakan
rule of thumb
sebanyak 30 sampel, akan tetapi untuk
meningkatkan presisi dan memperkuat penelitian, maka ukuran sampel total
harus mencapai 60, di mana tiap 1 variabel bebas medapatkan 30 sampel.
F.
Kerangka Penelitian
G.
Indentifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Preeklamsia ringan, Kehamilan normal
2. Variabel terikat : Asfiksia neonatorum
3.
Variabel Perancu :
Sampel
Purposive Sampling
Preeklamsia Ringan
Uji Statistik Populasi
Kehamilan Normal