commit to user
i
ANALISIS POLA SPASIAL PUSAT PERBELANJAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI TANAH
DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
REKA NOVIKA SARI NIM. F 1109019
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv
MOTTO
“ I can be what I wannabe if I hard work for it, I can be what I
wannabe…” ( Penulis )
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius , fantastis, dan
sporadic, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah
desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima
kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini
fakta penciptaan yang tak terbantahkan. ( Harun Yahya )
“ Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi- mimpi itu. “___ Arai
Kupersembahkan karya ini kepada:
1. Papa dan Mamaku tersayang yang mendoakanku tiada henti.
Penyemangat yang mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup.
2. My Little Sister, Inggih “ Ayo Berjuang!”
3. Mr. D, “ Thanks for
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas bimbingan,
pertolongan, dan kasih sayang-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul : “ANALISIS POLA SPASIAL PUSAT PERBELANJAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI TANAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persiapan, perencanaan, dan
pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Tiada yang
dapat melukiskan kebahagiaan penulis selain rasa syukur yang mendalam. Oleh
karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis
menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Supriyono, M.Si, selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan
memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah
banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.
commit to user
vi
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.
5. Seluruh Staff dan Karyawan Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, agen
properti, dan masyarakat setempat yang telah banyak membantu penulis dalam
mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak, Ibu, dan keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan
dan bimbingan kepada penulis.
7. Teman-temanku di Ekonomi Pembangunan 2009.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung
maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya
penelitian ini.
Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan
yang perlu dibenahi. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat
bermafaat bagi segenap pembaca.
Surakarta, 18 Juli 2010
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
ABSTRAKSI ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN……… xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
A. PUSAT PERBELANJAAN ... 13
1. Pengertian... 13
2. Sejarah Pusat Perbelanjaan ... 14
3. Komponen Shopping Center ... 15
commit to user
viii
B. EKONOMI TANAH ... 17
C. TEORI-TEORI NILAI TANAH... 19
1. Nilai Tanah………... 19
2. Teori Permintaan Tanah ... 21
3. Pemanfaatan Tanah………... 22
4. Teori Pemanfaatan Tanah David Ricardo……... 24
5. Konsep Nilai dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah... 25
D. TEORI LOKASI DAN PERTUMBUHAN KOTA ... 28
1. Teori Tempat Sentral…………... 28
2. Teori Klasik……...……... 29
2. Teori Neo Klasik…………... 30
E. TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH……... 35
F. TEORI DESAIN SPASIAL KOTA…...……... 37
G. KAWASAN PERKOTAAN DAN URBANISASI... 39
H. PROSES PEMEKARANKOTA……...……... 40
I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TANAH... 41
J. PENELITIAN SEBELUMNYA... 43
K. KERANGKA PEMIKIRAN ... 45
L. HIPOTESA... 47
BAB III METODE PENELITIAN 48
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN ...48
B. JENIS DAN SUMBER DATA ... 48
commit to user
ix
D. METODE ANALISIS... 49
1. Analisis Deskriptif... 50
2. Analisis Spasial ... 50
3. Analisis Regresi OLS ... 53
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 60
A. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SURAKARTA ... 60
1. Profil Wilayah………... 60
2. Orientasi Wilayah…………... 61
3. Kondisi Perekonomian Daerah ... 61
4. Transportasi………... 61
5. Layanan Publik……….……….. 62
B. KARATERISTIK KOTA SURAKARTA………... 62
1. Pariwisata………... 63
2. Perayaan Budaya………... 63
3. Batik Solo………... 64
4. Wisata Kuliner………... 64
C. GAMBARAN UMUM PUSAT PERBELANJAAN ... 64
1. Solo Grand Mall ... 64
2. Solo Square……... 64
3. Singosaren Plaza ... 67
4. Pusat Grosir Solo (PGS)... 70
5. Beteng Trade Center ... 70
commit to user
x
1. Hasil Analisis Spasial……….………. 72
2. Hasil Analisis Regresi………. 72
a. Uji Asumsi Kalsik... 75
b. Uji Statistik……... 81
G. INTERPRESTASI HASIL ... 85
BAB V PENUTUP 88
A. KESIMPULAN ... 88
B. SARAN ... 89
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta... 4
1.2 Data Sarana Perdagangan Di Kota Surakarta………6
2.1 Tipe Pusat Perbelanjaan……….6
3.1 Prosedur Dan Aktiviatas Utama Dalam SIG ...52
4.1 Luas Wilayah Kota Surakarta……...60
4.2 Data Harga Tanah, Luas Area, Tingkat Kepadatan Penduduk, Banyaknya Rumah, Banyaknya Pertokoan Per Kelurahan Tahun 2009………..76
4.3 Estimasi Data dengan Model Regresi Linear dengan Metode OLS…..…77
4.4 Matrik Korelasi Uji Multikolinearitas...79
4.5 Hasil Uji White Untuk Mendeteksi Heteroskedastik……….... 80
4.6 Hasil BG Test………...81
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
TABEL Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran………... 45
3.1 Daerah Kritis Uji T... 57
3.2 Daerah Kritis Uji F ……... 59
4.1 Pola Persebaran Pusat Perbelanjaan……….73
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Harga Tanah, Luas Area, Kepadatan Penduduk, Jumlah Industri, Jumlah Rumah, dan Jumlah Toko Per Kelurahan Tahun 2009
Lampiran 2 Data Harga Tanah, Luas Area, Kepadatan Penduduk, Jumlah Industri, Jumlah Rumah, dan Jumlah Toko Per Kelurahan Tahun 2009 dalam Log
Lampiran 3 Hasil Estimasi Data dengan Model Regresi Linear dengan Metode Kuadrat Terkecil (OLS)
Lampiran 4 Hasil Uji Multikolinearitas
Lampiran 5 Hasil Uji White Untuk Mendeteksi Heteroskedastik Lampiran 6 Hasil Uji BG Test
commit to user ABSTRAK
ANALISIS POLA SPASIAL PUSAT PERBELANJAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI TANAH
DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 REKA NOVIKA SARI
F 1109019
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tentang pengaruh dari banyak unit rumah, banyak unit pertokoan, tingkat kepadatan penduduk dan luas area terhadap nilai tanah sekitar pusat perbelanjaan di Kota Surakarta tahun 2009. Juga untuk mengidentifikasi lokasi letak pusat perbelanjaan di Kota Surakarta dan mengetahui bagaimana pengaruh pola spasial pusat perbelanjaan di Kota Surakarta terhadap nilai tanah.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang bersifat cross section pada tahun 2009.Data diperoleh dari BPS, agen properti, wawancara dengan masyarakat sekitar kelurahan, dan instansi yang terkait. Analisa spasial dengan SIG (Sistem Informasi Geografis ) untuk mengidenifikasi lokasi pusat perbelanjaan dan mengetahui pola pusat perbelanjaan dan model ekonometrika metode OLS (Ordinary Least Square) untuk melihat besarnya pengaruh dan untuk ketepatan analisis selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik dan uji statistik.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis menggunakan SIG menggambarkan pusat perbelanjaan di Kota Surakarta mengelompok di pusat kota, pola spasial pusat perbelanjaan di Kota Surakarta membentuk kluster di pusat kota dan nilai tanah di daerah sekitar pusat perbelanjaan tersebut sangat tinggi, yaitu 2 hingga 4 juta per m2 sedangkan analisis OLS dengan regresi menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap nilai tanah di Kota Surakarta adalah luas area, jumlah rumah dan jumlah pertokoan. Variabel tingkat kepadatan penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah.
Saran yang dapat diajukan adalah pemerintah perlu memperhatikan perencanaan pembagunan kota selanjutnya, di area yang bersangkutan agar tidak terjadi kemacetan yang lebih parah, dan dalam memberikan ijin pembangunan pusat perbelanjaan, hendaknya pemerintah mengarahkan ke kelurahan yang belum memiliki pusat perbelanjaan dengan nilai tanah yang rendah, agar nilai tanah disekitarnya dapat naik.
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Menurut Anwar
(2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan
wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan
yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi
wilayah.
Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami
evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada
pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need
approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Terwujudnya pembangunan wilayah dan kota pada saat ini lebih banyak
ditentukan oleh perilaku pasar, komunikasi, informasi yang transparan kepada
masyarakat pelaku pembangunan. Oleh sebab itu, upaya pembangunan wilayah
dan kota dilakukan dengan menawarkan kepada semua pelaku pembangunan
wilayah dan kota sesuai dengan kebutuhan kota masing-masing. Dalam Upaya
commit to user
2
ditekankan pada penyiapan pedoman, norma, standar, peraturan, pengembangan
informasi dan teknologi, perumusan kebijakan dan strategi nasional. Disisi lain,
pemerintah semakin dituntut untuk mengenali permasalahan wilayah dan kota dan
pemecahan yang inovatif yang tidak lagi tergantung pada pemerintah, meskipun
pemerintah masih mempunyai kewajiban membantu dalam pembangunan wilayah
dan perkotaan.
Konsepsi pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pembangunan
proyek- proyek berdasarkan hasil analisa data spasial (Sandy dalam Kartono,
1989). Karena yang disajikan adalah fakta spasial maka ketersediaan peta menjadi
mutlak diperlukan. Karena keseluruhan proyek berada di tingkat kabupaten/kota
maka pemerintah kabupaten/kota mutlak perlu menyiapkan peta-peta fakta
wilayah dalam tema-tema yang lengkap.
Pembangunan di suatu wilayah pada hakikatnya bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator
penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah
pertumbuhan ekonominya yang merupakan perkembangan dalam kegiatan
perekonomian masyarakat yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat pun meningkat
(Sukirno 1999:10).
Todaro (1997:14) menyatakan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi selain upaya menciptakan pertumbuhan yang
commit to user
3
tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran atau
upaya menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk, karena dengan kesempatan
kerja penduduk atau masyarakat akan memperoleh pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi
(economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi,
dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menciptakan berbagai
kesempatan bagi masyarakat dan investor untuk pembangunan kota.
Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa
Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi
Jawa Tengah. Secara geografis, letak Kota Surakarta sangat strategis dan
merupakan titik persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai
daerah tujuan dan bangkitan pergerakan.
Kota Surakarta sebagai pusat WP VIII mempunyai tingkat pertumbuhan
kota yang sangat pesat yang dapat dilihat dan pertumbuhan ekonomi daerah dan
sistem aktivitas kota sentra pertumbuhan fisik kota. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang ditandai dengan
semakin tingginya pendapatan perkapita masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Kota
Surakarta cukup dinamis. Sejak terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 dan
tahun 1998. Pertumbuhan pada tahun tersebut minus 13,93 persen. Namun, pada
periode 2001-2009, perekonomian Kota Surakarta menunjukkan adanya
commit to user
4
bergeraknya sektor-sektor ekonomi perdagangan. Selain itu, pembangunan fisik
yang cukup banyak di Kota Surakarta mengakibatkan kenaikan pada sektor lain.
Tingginya pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta menunjukkan bahwa iklim
usaha di Kota Surakarta baik.
Kota Surakarta juga memiliki budaya dan masyarakat yang hangat. Keraton,
batik dan Pasar Klewer adalah tiga hal yang menjadi simbol identitas Kota
Surakarta. Eksistensi Keraton Kasunanan Kota Surakarta Hadiningrat dan Pura
Mangkunegaran (sejak 1745) menjadikan Solo sebagai poros, sejarah, seni dan
budaya yang memiliki nilai jual. Nilai jual ini termanifestasi melalui
bangunan-bangunan kuno, tradisi yang terpelihara, dan karya seni yang menakjubkan.
Tatanan sosial penduduk setempat yang tak lepas dari sentuhan-sentuhan kultural
dan spasial keraton semakin menambah daya tarik. Salah satu tradisi yang
berlangsung turun temurun dan semakin mengangkat nama daerah ini adalah
commit to user
5
Indonesia. Pariwisata dan perdagangan ibarat dua sisi mata uang, dimana
keduanya saling mendukung dalam meningkatkan sektor ekonomi. Maka dari itu
banyak rencana pembangunan yang telah terealisasi dan identitas. Kota Surakarta
semakin jelas. Berbagai gedung-gedung mewah telah berdiri dengan megah
seperti pusat perbelanjaan, apartemen dan gedung perkantoran.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta di dukung faktor adanya event–
event kebudayaan seperti Solo Batik Carnival (SBC), Bengawan Solo Fair (BSF),
Solo Internasional Etnic Music (SIEM), Solo International Perfoming Art (SIPA), Internasional Performing Art Mart (IPAM) dan lainnya. Banyaknya event-event
kebudayaan menjadikan Kota Surakarta sebagai kota pertunjukan seni. Gelar Kota
Surakarta sebagai kota wisata, kota batik, kota budaya, kota wisata kuliner, dan
lainnya memberi peluang ekonomi bagi penduduk setempat maupun pendatang.
Dampak dari globalisasi ekonomi adalah ekspansi retail yang agresif
memicu pengejaran kepada konsumen dengan pusat perbelanjaan (mall) sebagai
media komersialisasi, menjadikan ruang kota menjadi terdikte. Hal ini
memunculkan fenomena retailisasi di beberapa kota besar di Indonesia. Gejala ini
relatif sulit dikendalikan karena berlaku sistem pasar, yang digerakkan oleh supply
and demand, dimana hadirnya konsep belanja modern telah mewabah sebagai
produk dari kapitalisme global.
Aspek yang muncul terkait dengan fungsi keruangan adalah munculnya alih
fungsi lahan ke arah retailisasi, penurunan daya dukung lingkungan kota,
munculnya kemacetan dari kegiatan retail pada lokasi-lokasi strategis dan dampak
commit to user
6
retailer kecil sebagai basis ekonomi kerakyatan bagi usaha kecil, mikro dan
menengah.
Kota Surakarta merupakan kota terbesar kedua di Jawa Tengah dari
pertumbuhan ekonomi dan perdagangannya yang menjadikan kota ini sebagai
target pasar dari industri retail modern untuk melakukan ekspansi pasar di kota
ini. Pada dekade sebelumnya, dimana Kota Surakarta identik dengan pasar
tradisionalnya sebagai warisan budaya dan icon kota, periode selanjutnya tahun
2000-an, ekspansi retail nasional dan asing yang berlokasi di shopping centre menunjukkan peningkatan.
Tabel 1.2
Data Sarana Perdagangan Di Kota Surakarta Tahun 2003-2008
Pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dibatasi agar pasar tradisional tetap
ada dan dapat dilestarikan. Pusat perbelanjaan modern adalah bangunan yang
terdiri dari komplek – komplek toko yang terhubung oleh jalan kecil sehingga
pengunjung dapat dengan mudah berjalan dari unit ke unit. Didalamnya juga
terdapat area parkir yang modern, mall ini juga disebut versi indoor dari tempat
perbelanjaan tradisional. Pusat perbelanjaan merupakan salah satu wadah investasi
commit to user
7
Pembangunan pusat perbelanjaan menimbulkan banyak penawaran barang
bermerek, mulai dari merek lokal sampai merek luar negeri dengan kualitas dan
harga yang beraneka. Sebuah hubungan yang kontras dengan pasar tradisional,
fenomena yang tidak seimbang dilihat dari segi sosial. Akan tetapi keduanya telah
memiliki konsumen tersendiri, baik pusat perbelanjaan yang berdiri megah
maupun pasar tradisional dengan keunikannya. Pusat perbelanjaan difungsikan
untuk memberi kemudahan kepada masyarakatnya untuk membeli beraneka
barang dalam satu kawasan. Hal ini merupakan sebuah kemudahan dan fasilitas
yang hebat serta akan memberi dampak pada masyarakat yang konsumtif. Akan
tetapi hal ini diperlukan untuk mendorong kota untuk menjadi kota yang maju dan
mandiri, meskipun banyak eksternalitas yang akan terjadi.
Kota Surakarta memiliki beberapa pusat perbelanjaan modern seperti Solo
Grand Mall, Solo Square, Singosaren Plaza, Beteng Trade Centre dan Pusat
Grosir Solo. Disamping itu ada pusat perbelanjaan tradisional yang unik, beberapa
diantaranya adalah: Pasar Gedhe, Pasar Klewer, Pasar Kembang, Pasar Legi,
Pasar Notoharjo, dan Pasar Malam Ngarsopuran. Dari beberapa pusat
perbelanjaan tersebut memiliki karakteristik dan konsumen yang beraneka.
Pembangunan pusat perbelanjaan dapat mempengaruhi harga tanah di
sekitar daerah tersebut. Di beberapa jalan - jalan besar meskipun bukan jalan
utama yang dimana berada di sekitar pusat perbelanjaan, harga tanah cenderung
naik. Harga sebelum adanya pusat perbelanjaan yang semula di bawah 1 juta
rupiah maka menjadi 2 hingga 4 juta rupiah dan naik pertahun rata – rata
commit to user
8
Penelitian ini mengkaji penentuan dalam memilih variabel dan faktor yang
mempengaruhinya serta menentukan nilai signifikasi dari variabel tersebut. Harga
tanah yang cenderung meningkat sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, karena
tanah bersifar riil dan tetap. Dengan adanya pusat perbelanjaan sebagai pusat
ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan daerah sekitarnya. Dari hal ini,
maka akan terjadi pemusatan kehidupan mendekati suatu sentral sehingga di
sekitar pusat perbelanjaan akan mengalami peningkatan jumlah penduduk, jumlah
rumah, dan jumlah toko yang akan mempengaruhi peningkatan terhadap nilai
tanah.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan berkaitan dengan penelitian ini antara
lain : Mangkoesoebroto (1992; 55-69), penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
jangka panjang, permintaan akan tanah senantiasa bertambah karena berbagai
faktor, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kenaikan penghasilan
masyarakat, dan perubahan selera.
Mark Eppli ( 1998 ) meneliti alokasi nilai pada wilayah sekitar pusat
perbelanjaan, hasilnya pengaruh lokasi, perbandingan belanja, dan kesan tiap
pusat perbelanjaan merupakan faktor dalam penentuan jumlah pelanggan dan
pedagang di pusat perbelanjaan. Sedangkan, Noegroho (2001) mengkaji pengaruh
penyebaran pertokoan terhadap nilai tanah di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur
dengan menggunakan analisis regresi. Hasilnya menunjukkan bahwa penyebaran
pertokoan, jarak ke pusat kota, dan koefisien lantai bangunan berpengaruh
commit to user
9
Mudji Hartono (2008) dengan judul “Penentuan Nilai Tanah Dengan
Analisis Spasial, AHP Dan Regresi Di Sekitar Wilayah Bencana Banjir Lumpur
Kabupaten Sidoarjo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan nilai tanah
secara massal di sekitar wilayah bencana untuk memperoleh nilai yang lebih
objektif melalui pendekatan analisis spasial, metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan analisa statistik regresi berganda. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tanah pada penelitian ini ditentukan melalui literatur review terdiri atas jarak
bidang ke CBD, jarak ke jalan utama, jarak ke lokasi bencana, jarak ke relokasi
infrastruktur dan jenis penggunaan lahan.
Kuncoro (2001) menyatakan bahwa pusat perbelanjaan cenderung menyebar
di beberapa daerah yaitu Surabaya Selatan dan Surabaya Timur. Pola pusat
perbelanjaan mempengaruhi nilai tanah. Ada beberapa variabel yang
mempengaruhi nilai tanah adalah luas area kelurahan, tingkat kepadatan
penduduk, jumlah unit rumah, jumlah unit pertokoan, dan jumlah unit industri di
kelurahan tersebut. Beberapa variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah
jumlah rumah dan jumlah pertokoan, karena lahan di daerah sekitar sudah tidak
ada yang kosong maka tidak ada pula penawarannya. Sedangkan variabel yang
signifikan mempengaruhi nilai tanah adalah tingkat kepadatan penduduk, jumlah
industri, jumlah pertokoan dan yang tidak signifikan adalah jumlah perumahan.
Hidayati (1999) meneliti pengaruh pusat kegiatan ekonomi terhadap nilai
tanah di Yogyakarta. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier
commit to user
10
ke pusat kegiatan ekonomi, kepadatan penduduk, dan rasio kepadatan bangunan
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah.
Adrian Sutawijaya (2004) meneliti analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tanah sebagai penilaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB
di Kota Semarang. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuadrat
terkecil biasa. Hasil penelitian menyebutkan faktor kepadatan penduduk, jarak ke
pusat kota, lebar jalanm kondisi jalan, ketersediaan sarana transportasi angkutan
umum bus/angkot, dan faktor lingkungan yang bebas banjir sangat berpengaruh
terhadap nilai tanah di Kota Semarang.
Pusat perbelanjaan yang cukup banyak berdiri di Kota Surakarta seperti Solo
Square, Solo Grand Mall, dan lainnya, menimbulkan dugaan bahwa tiap pusat
perbelanjaan akan mempengaruhi nilai tanah rata-rata di kelurahan sekitarnya,
yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan tipe pusat perbelanjaan. Akibatnya
adalah nilai tanah pada suatu kelurahan dengan beberapa pusat perbelanjaan
relatif lebih tinggi bila dibandingkan nilai tanah pada suatu kelurahan yang jauh
dari pusat perbelanjaan. Namun, variabel lain dapat berpengaruh dalam wilayah
kelurahan.
Pengaruh keberadaan pusat-pusat perbelanjaan terhadap nilai tanah di
kelurahan sekitarnya di Kota Surakarta merupakan hal menarik untuk diteliti dan
dipelajari. Demikian pula dengan variabel lain seperti luas wilayah kelurahan,
kepadatan penduduk, dan jumlah bangunan terhadap nilai tanah di Kota Surakarta.
commit to user
11
Perbelanjaan dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Tanah di Kota Surakarta Tahun 2009 “.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah letak lokasi pusat-pusat perbelanjaan di Kota Surakarta menyebar
pada pusat kota ?
2. Bagaimana pengaruh kepadatan penduduk dan kepadatan tiap jenis
bangunan terhadap nilai tanah di Kota Surakarta ?
3. Bagaimana pengaruh pola spasial pusat perbelanjaan terhadap nilai tanah di
Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah letak lokasi pusat-pusat perbelanjaan di Kota
Surakarta menyebar pada pusat kota.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kepadatan penduduk dan kepadatan
tiap jenis bangunan terhadap nilai tanah di Kota Surakarta
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pola spasial pusat perbelanjaan
commit to user
12 D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Hasil sosialisasi dari penelitian dapat digunakan untuk merencanakan
bentuk partisipasi dan mengantisipasi dampak yang tidak baik.
2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta
Hasil penelitian dipergunakan agar dapat mengevaluasi keputusan
kebijakan, sebagai dasar dalam merencanakan rencana pembangunan
jangka panjang atau jangka menengah, serta mengevaluasi kinerja
pemerintah.
3. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi,
serta sebagai bahan referensi untuk melengkapi penelitian-penelitian
lebih lanjut dalam bidang ekonomi.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi berbagai
penelitian. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan berbagai teori yang
commit to user
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pusat Perbelanjaan
1. Pengertian
Pusat perbelanjaan adalah sekelompok penjual eceran dan usahawan
komersil lainnya yang merencanakan, mengembangkan, mendirikan,
memiliki dan mengelola sebuah properti tunggal. Pada lokasi properti ini
berdiri, disediakan juga tempat parkir. Tujuan dan ukuran besar dari pusat
perbelanjaan ini umumnya ditentukan dari karakteristik pasar yang dilayani.
Konfigurasi umum pusat perbelanjaan contohnya adalah gedung tertutup dan
pasar terbuka.
Pusat perbelanjaan adalah bangunan yang terdiri dari komplek–
komplek toko yang terhubung oleh jalan kecil sehingga pengunjung dapat
dengan mudah berjalan dari unit ke unit. Didalamnya juga terdapat area
parkir yang modern, mall juga disebut versi indoor dari tempat perbelanjaan
tradisional. Mall termasuk juga Shopping Mall adalah sebuah tempat dimana
semua koleksi toko-toko bergabung dalam area pedestrian atau sebuah jalan
pedestrian yang eksklusif dimana banyak toko-toko berdiri mengikuti jalan
commit to user
14 2. Sejarah Shopping Centre
Banyak perubahan yang telah terjadi dari zaman ke zaman, begitu juga
dengan shopping centre. Shopping centre berevolusi dari toko yang biasa
menjadi bangunan besar dengan banyak fasilitas. Awalnya shopping centre
berdiri di United State dengan adanya Arcade of Claveland dimana shopping
indoor pertama yang berdiri di tahun 1890. Kemudian disusul Country Club
Plaza pada tahun 1924 di Kansas City, Missouri. Pada awal tahun 1930an
berdiri beberapa mall seperti: Higland Park Vilage di Dallas, Texas; River
Oaks di Houston, Texas; dan Park and Shop di Washinton D.C. Mall terbuka
terbesar di dunia yang dibangun pada tahun 1957 diantaranya adalah
Sounthdale Centre di Edina dan Ala Moana Centre di Honolulu, Hawai.
Sedangkan The Bergen Mall adalah mall tertua yang berada di New Jersey
yang di buka di Paramus pada 14 November 1957.
Shopping centre terbesar telah banyak berdiri di seluruh dunia,waktu
selang silih berganti beberapa mall mendapat gelar sebagai mall terbesar di
dunia. Beberapa mall terbesar adalah: Centre Commercial Al Qods di Algiers,
South Africa; Berjaya Times Square di Kuala Lumpur,Malaysia; Beijing’s
Golden Resources Mall yang mana di buka pada Oktober 2004, mall ini
merupakan mall terbesar kedua di dunia; SM City North EDSA di Philipina di
buka pada tahun November 1985 merupakan mall terbesar ketiga di dunia;
dan SM Mall of Asia di Philipina di buka pada Mei 2006 merupakan mall
commit to user
15
Yuan di Cina. Mall terbesar di dunia peringkat tujuh adalah Dubai Mall yang
jugamerupakan mall terbesar di Timur Tengah dan Eropa.
3. Komponen Shopping Centre
Beberapa komponen pusat perbelanjaan modern adalah sebagai berikut:
a. Food Court
Food court terdiri dari beberapa fast Food dengan makanan yang
beraneka ragam yang dimana dikelilingi tempat duduk dan meja untuk
makan dan bersantai.
b. Departemant Store
Departement store merupakan proyek finansial stability dan
untuk menarik aliran retail sehingga akan menghasilkan pengunjung ke
dalam Mall. Biasanya mereka memiliki barang – barang retail yang
didiskon besar dan menerima pembayaran no cash.
c. 21 (Gedung Bioskop)
Gedung bioskop digunakan untuk menyaksikan film-film baru
yang sedang tayang baik film asing maupun film karya anak negeri.
d. Timezone
Timezone adalah suatu pusat permainan yang menyediakan
permainan yang canggih sehingga pengunjung dapat berbelanja sekaligus
commit to user
16 4. Tipe Pusat Perbelanjaan
Ada enam kriteria yang dapat digunakan untuk membedakan tipe pusat
perbelanjaan, yaitu luas lantai yang disewakan (Gross Leasable Area, GLA),
penyewa utama (anchor tenant), jenis barang dagangan, luas tanah, jarak dan
waktu tempuh, serta basis customer. The Urban Land Institute and the
International Council of Shopping Centre membedakan tipe pusat
perbelanjaan berdasarkan tiga kriteria, yaitu :
1. Penyewa utama
2. Produk yang dijual
3. Luas keseluruhan lantai yang disewakan
Tipe pusat perbelanjaan adalah neighborhood centre, community centre,
regional centre, dan superregional centre.
commit to user
17 B. Ekonomi Tanah
Ekonomi tanah merupakan bagian dari Ekonomi Umum, dimana aspek
ekonomi ini berurusan dengan pola dan proses pemanfaatan lahan termasuk benda
buatan manusia yang dibangun diatasnya, memiliki nilai yang dapat dihitung.
Penentuan penggunaan lahan merupakan suatu proses pasar, penggunaan setiap
kavling merupakan persaingan ekonomi di antara berbagai alternatif penggunaan,
sehingga proses pertumbuhan merupakan proses ekonomi dan pola penggunaan
lahan merupakan produk atau hasil dari pasar lahan (Kamus Tata Ruang,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Hal.20).
Ekonomi tanah adalah kegiatan ekonomi antar manusia dalam bidang
pertanahan. Barlowe (1972) dalam bukunya Land Resources Economics menuliskan pernyataan berikut , “Land economics may be described simply as the field of study that deals with man’s economic relationship with others respecting land” (ekonomi tanah secara sederhana dapat diartikan sebagai bidang studi yang berkaitan dengan hubungan ekonomi manusia dengan manusia lainnya
yang berkaitan dengan tanah).
Barlowe mengutip pernyataan Leonard A Salter (1942) mengenai ekonomi
tanah sebagai berikut, “land economics ia a social science that deals with those problems in which social conduct is strategically affected by the physical locational or property attributes of whole surface units” (Ekonomi tanah adalah ilmu sosial yang berkaitan dengan masalah-masalah dimana perlakuan
sosial secara strategis dipengaruhi oleh atribut fisik, lokasi atau properti dari
commit to user
18
(1992) dalam bukunya Aspek-aspek ekonomi tanah menyebutkan bahwa “Ekonomi tanah adalah aplikasi teori ekonomi kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan tanah”.
Ilmu ekonomi tanah adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia
memanfaatkan sumber permukaan bumi secara ekonomis. Dibandingkan dengan
ekonomi umum, penekanan ekonomi tanah adalah khusus pada pengalokasian dan
pemanfaatan, yaitu tanah. Walaupun sebenarnya ilmu ekonomi tanah mencakup
berbagai hubungan dengan faktor ekonomi lainnya, namum ekonomi tanah lebih
menitikberatkan pada masalah dan situasi yang berhubungan dengan faktor
kepentingan strategis dan keterbatasan tanah, baik dari segi pemanfaatannya
maupun pengaturannya.
Teori pola nilai ekonomis lahan kota, nilai ekonomis adalah lahan akan
semakin tinggi jika lokasinya semakin mendekati kawasan pusat kota. Karena
pada umumnya semakin mendekati kawasan pusat kota akan semakin tinggi
tingkat kemudahan prasarana dan sarananya, sehingga semakin strategis dan
produktif nilai lahan tersebut. Sebaliknya nilai dan harga lahan akan semakin
rendah tingkatannya jika lokasinya semakin menuju ke bagian luar kota.
Kondisi seperti hal ini terjadi karena segala kemudahan relatif semakin
berkurang dengan lokasi semakin mengarah ke bagian pinggiran kota/luar kota,
sekalipun dari segi kemampuan kualitas lahan semakin tinggi. Dengan
upaya-upaya peningkatan kemudahan (aksessibilitas) seperti pembangunan jalan atau
commit to user
19
C. Teori-Teori Yang Berkaitan Dengan Nilai Tanah
Tanah merupakan suatu sumber daya yang menyediakan ruangan (space)
yang dapat mendukung semua kebutuhan makhluk hidup. Pada dasarnya ruangan
yang disediakan sangat terbatas, sementara itu kebutuhan akan tanah mempunyai
kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan
perumahan, pertanian, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menuntut
perkembangan teoritis nilai tanah.
1. Nilai Tanah
Nilai tanah mempunyai definisi bermacam-macam tergantung pada
konteks dan tujuannya serta sudut pandangnya. Nilai tanah secara definisi
diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk dipertukarkan dengan
barang lain. Sebagai contoh tanah yang mempunyai produktivitas rendah
seperti tanah padang rumput relatif lebih rendah nilainya karena keterbatasan
dalam penggunaannya. Sedangkan nilai pasar tanah didefinisikan sebagai
harga (yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan
pembeli (Shengkel 1988: 31).
Nilai atas sebidang tanah dicerminkan oleh aliran-aliran keuntungan
yang diterima atas pemakaian sebidang tanah tersebut.
Keuntungan-keuntungan tersebut berkaitan dengan pengaruh lingkungan yang dapat
dibedakan sebagai faktor manusia dan non manusia. Faktor manusia
berkenaan dengan perbuatan manusia untuk mempertinggi nilai tanah seperti
commit to user
20
Faktor non-manusia berkenaan dengan eksternalitas yang diterima oleh
tanah tersebut. Jika eksternalitas bersifat positif, seperti dekat dengan pusat
perekonomian, bebas banjir, kepadatan penduduk, dan adanya sarana jalan,
maka tanah akan bernilai tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang tidak
menerima eksternalitas, meskipun luas dan bentuk tanah itu sama. Jika tanah
menerima eksternalitas yang bersifat negatif, seperti dekat dengan sampah
jauh dari pusat kota/perekonomian, tidak bebas banjir, maka tanah akan
bernilai rendah jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima
eksternalitas yang negatif (Pearce and Turner 1990: 78).
Nilai tanah dalam konteks pasar properti adalah nilai pasar wajar yaitu
nilai yang ditentukan atau ditetapkan oleh pembeli yang ingin membeli
sesuatu dan penjual ingin menjual sesuatu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan kedua belah pihak dalam kondisi wajar tanpa ada tekanan dari
pihak luar pada proses transaksi jual beli sehingga terjadi kemufakatan.
Pembeli dan penjual mempunyai tenggang waktu yang cukup atas properti
yang diperjualbelikan dan bertindak untuk kepentingan sendiri. Nilai pasar
pada dasarnya mencerminkan harga yang terbaik atas suatu properti pada
suatu waktu, tempat dan keadaan atau kondisi pasar tertentu. Hal ini sejalan
dengan pengertian nilai menurut Eckert (1990: 151-180) yang menyebutkan
bahwa nilai merupakan suatu waktu yang menggambarkan harga atau nilai
uang dari properti, barang atau jasa bagi pembeli dan penjual.
Kesimpulan yang diperoleh dari beberapa pengertian bahwa nilai tanah
commit to user
21
sesuatu secara langsung memberikan keuntungan ekonomis. Dalam konteks
pasar properti nilai tanah sama dengan harga pasar tanah tersebut misalnya
harga pasar tanah tinggi maka nilai tanahnya juga tinggi demikian pula
sebaliknya.
2. Teori Permintaan Tanah
Model teori permintaan tanah pertama kali dikembangkan oleh Von
Thunen (1826) merupakan suatu model sewa tanah pada sektor pertanian
yang menyatakan bahwa ada sebuah tempat sentral (kota) dengan dikelilingi
oleh dataran luas, di mana kebutuhan makanan untuk kota tersebut disediakan
oleh daerah-daerah sekitarnya. Anggapan-anggapan yang dipakai dalam
model ini adalah:
a.Hanya ada satu kota yang tidak mempunyai dan tidak cukup untuk
pertanian.
b.Tanah di sekitar perkotaan hanya digunakan untuk pertanian dan
mempunyai kurva penawaran yang inelastis sempurna.
c.Biaya transportasi proporsional terhadap jarak dari kota.
d.Produksi pertanian mempunyai skala hasil yang tetap.
Definisi sewa ekonomis (economic rent), yaitu perbedaan antara
pendapatan total dengan biaya yang dikeluarkan, maka petani akan
memutuskan untuk menanami lahan tersebut atau tidak. Semua lahan yang
ada akan menerima sewa ekonomis, tetapi lahan yang lebih dekat dengan
pusat kota akan menerima keuntungan yang lebih, sehingga akan menaikkan
commit to user
22
Dua macam daya tarik pada umumnya yang terdapat pada suatu lokasi
yaitu kemudahan dalam mencapai tempat kerja, belanja, kesehatan, sekolah,
rekreasi, dan ibadah. Lokasi lainnya memerlukan perjalanan dan keadaan
lingkungan fisik dan sosial seperti, tofografi, kebersihan air, kebersihan udara
dan kenyamanan. Von Thunen (1826) membahas mengenai hubungan lokasi
yang berada jauh dari pusat kota dengan nilai sewa tanah, maka semakin jauh
lokasi dari pusat kegiatan bisnis akan menyebabkan nilai sewanya semakin
murah.
3. Pemanfaatan Tanah
Reksohadiprodjo dan Karseno (2001:15) mengemukakan bahwa setiap
kegiatan manusia memerlukan ruang tertentu dan ruang berada di atas tanah.
Tanah bersama-sama dengan faktor – faktor produksi lain seperti tenaga
kerja, modal, teknologi dan lain – lain menjadi bahan pertimbangan untuk
menentukan tempat tertentu bagi pemanfaatan tertentu pula. Pemanfaatan
tanah sangat menentukan cara – cara masyarakat berfungsi. Seperti diketahui
tanah merupakan sumber dasar atau asal makanan, pemukiman, air serta zat
asam.
a. Persaingan Dalam Pemanfaatan Tanah
Reksohadiprodjo dan Karseno (2001:16) menyatakan bahwa tidak
dapat disangkal, tanah mempunyai kegunaan ganda. Oleh karena itu kita
tidak dapat membatasi diri pada analisis pemakaian tanah secara
individual, melainkan analisis tersebut harus didasarkan pada konsep
commit to user
23
yang baik dengan iklim yang baik, dekat pada daerah lain untuk
kepentingan tertentu, dan lain – lain. Dalam hal ini harga tanah
memegang peranan penting.
b. Permintaan Terhadap Tanah
Reksohadiprodjo dan Karseno (2001:17) mengemukakan bahwa
ada berbagai alasan mengapa orang, perusahaan dan lembaga – lembaga
berani membayar mahal. Untuk kegiatan tertentu, pasti ada preferensi
terhadap tanah tertentu. Bila pola tersebut kita lihat berdasarkan
penawaran sewa maka terdapat aras sewa yang rendah karena tanah tak
begitu menarik, ada aras sewa yang tinggi karena tanah sangat bernilai.
Kenyataan ini dinamakan rent surface. Bila sewa dilihat dari segi tanah untuk maksud tertentu maka terdapatlah rent gradien. Jadi jenis-jenis
sewa ini berbeda-beda sesuai dengan jenis pemanfaatan tanah itu sendiri.
c. Pola Pemanfaatan Tanah Di Kota–Kota
Reksohadiprodjo dan Karseno (2001:23) mengemukakan bahwa
pola pemanfaatan tanah di kota – kota mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut:
1) Pemanfaatan tanah ditentukan oleh scale economies dan aglomerasi;
jarang kita menemui tipe kota dengan bagian luar kurang padat;
2) Orang lebih suka pada tempat yang dekat pada semua kegiatan
(kerja, sekolah, belanja, hiburan dan lain – lain)
3) Orang juga tergantung pada sifat tetangganya; kalau tetangganya
commit to user
24
Berdasarkan ini semua dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya
harga beli tanah merupakan nilai sewa pada masa-masa mendatang yang
dikapitalisasikan. Oleh karena itu, timbul dua fenomena yang tidak dapat
dihindarkan yaitu:
a). Adanya spekulasi tanah, karena hasil yang diperoleh pada waktu yang
akan datang diharapkan berbeda dari hasil sekarang, terutama pada
daerah-daerah dimana perubahan cepat terjadi; dalam hal ini
pemanfaatan tanah sekarang mungkin sangat rendah dibandingkan
dengan harga spekulasi tanah yang diharapkan bagi pemanfaatan yang
baru;
b). Adanya perbaikan-perbaikan (pengembangan) terhadap tanah, artinya
mungkin di tanah tersebut dibangun gedung – gedung dan fasilitas yang
lain sehingga pajak perlu diatur kembali, pengaturan zona – zona, aturan
bangunan, dan lain-lain.
4. Teori Pemanfaatan Tanah David Ricardo
Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2001:26), teori Ricardo ini
dapat dijelaskan dengan terlebih dahulu mengambil beberapa anggapan
sebagai berikut :
a. Ketersediaan tanah pada suatu daerah dengan berbagai tingkat kesuburan
dalam hubungannya dengan produksi tanaman bahan makanan.
b. Tingkat kesuburan tanah ini dinyatakan dalam kelas-kelas tanah
1,2,3……seterusnya.Tanah dengan kelas bernomor kecil lebih subur
commit to user
25
c. Kebutuhan tenaga kerja dan input non land per satuan luas tanah dianggap tidak tergantung pada tingkat kesuburan tanah tersebut di atas.
5. Konsep Nilai dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah Manusia, dalam segala aktivitasnya memerlukan ruang sekalipun harus
dibayar mahal. Kebutuhan ruang yang berada di atas tanah tersebut menjadi
kebutuhan dasar sehingga tanah menjadi komoditas ekonomi yang dapat
dipertukarkan melalui mekanisme tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa tanah
mempunyai nilai.
Menurut American Institute of Real Estate Appraisers (Wolcott, 1987:
22-63) dalam Sutawijaya ( 2004: 72), mengemukakan empat faktor yang
dapat mempengaruhi nilai harta tanah dan bangunan antara lain:
a. Faktor ekonomi, ditunjukkan dengan hubungan permintaan dan
penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Variabel permintaan meliputi
jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan, daya beli, tingkat
suku bunga, dan biaya transaksi. Variabel penawaran meliputi jumlah
tanah yang tersedia, biaya perijinan, pajak dan biaya overhead lainnya.
b. Faktor sosial, ditunjukkan dengan karakteristik penduduk yang meliputi
jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan
dan lain-lain. Faktor ini membentuk pola penggunaan tanah pada suatu
wilayah.
c. Faktor pemerintah, seperti halnya berkaitan dengan ketentuan
commit to user
26
penggunaan tanah (zoning). Penyediaan fasilitas dan pelayanan oleh
pemerintah mempengaruhi pola penggunaan tanah, misalnya fasilitas
keamanan, kesehatan, pendidikan, jaringan transportasi, peraturan
perpajakan, dan lain-lain.
d. Faktor fisik, antara lain kondisi lingkungan, tata letak atau lokasi, dan
ketersediaan fasilitas sosial.
Menurut Abd. Rahman M.Noor (1997: 125) dalam Sutawijaya ( 2004:
72), penilaian adalah suatu penaksiran dan pendapat atas nilai dari suatu harta
tanah/kekayaan oleh seorang penilai yang didasari intrepretasi dari
faktor-faktor dan keyakinan pada waktu atau tanggal tertentu. Sedangkan Wolcott
(1987: 22-63) dalam Sutawijaya (2004;72) mengemukakan bahwa konsep
nilai ditimbulkan karena adanya faktor-faktor ekonomi sebagai berikut:
a. Kegunaan (utility), yaitu kemampuan suatu benda untuk memuaskan
keinginan, kebutuhan, dan selera manusia, misalnya tanah yang dapat
dibangun rumah di atasnya sebagai tempat tinggal manusia. Kegunaan
suatu properti tergantung pada karateristiknya, seperti ukuran (luas tanah
atau bangunan), desain bangunan, aksesibilitas, lokasi, hak kepemilikan,
dan bentuk lain dari kegunaan yang berpengaruh pada nilai properti.
b. Kelangkaan (scarcity), yaitu suatu barang yang tersedia dalam jumlah
yang terbatas akan menjadikan benda tersebut bernilai atau dapat juga
dikatakan ketersediaan atau penawaran suatu komoditas relatif terhadap
commit to user
27
c. Keinginan (desire/demand), bahwa permintaan terhadap suatu benda
menunjukkan benda tersebut bernilai atau harapan pembeli terhadap
suatu komoditas untuk dapat memuaskan kebutuhan hidupnya atau
keinginan individunya.
d. Daya beli efektif (effective purchasing power), adalah kemampuan
seseorang secara individu atau kelompok untuk berpartisipasi di pasar
dalam memperoleh suatu komoditi, ditukar dengan sejumlah uang
tertentu atau barang lain yang setara dengannya
Interaksi faktor-faktor tersebut di atas menciptakan nilai yang tercermin
dalam prinsip ekonomi permintaan dan penawaran. Permintaan suatu
komoditas tercipta karena komoditas tersebut memiliki kegunaan dan
keterbatasan di pasar. Permintaan juga dipengaruhi oleh keinginan untuk
memuaskan kebutuhan tetapi dibatasi oleh kemampuan daya beli. Seperti
pada permintaan,penawaran suatu komoditas dipengaruhi juga oleh kegunaan
dan keterbatasan di pasar. Suatu komoditas akan disediakan di pasar apabila
dapat memberikan kepuasan kepada pembelinya. Apabila daya beli
masyarakat menurun maka penawaran suatu komoditas akan berkurang,
sebaliknya apabila daya beli masyarakat meningkat maka penawaran suatu
komoditas akan meningkat pula. Menurut Eldred (1987: 4) dalam Sutawijaya
(2004:73) faktor-faktor yang menentukan nilai ekonomi dari suatu properti
tanah adalah:
a. Permintaan yang menunjukkan keinginan dan kemampuan seseorang
commit to user
28
b. Kegunaan yang menunjukkan manfaat dari properti subyek yang dapat
memberikan kepuasan pada konsumen.
c. Kelangkaan yang menunjukkan kuantitas dan kualitas dari properti lain
yang bersaingan dengan properti subyek yang bersangkutan.
d. Transferability yaitu, menunjukkan proses pengalihan hak-hak properti
dari satu pihak ke pihak lain melalui jual beli, sewa dan kontrak.
D. Teori Lokasi dan Pertumbuhan Kota 1. Teori Tempat Sentral
Christaller dengan model tempat sentral (central place model)
mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung
pusat kota. Pusat kota tersebut ada karena untuk berbagai jasa penting harus
disediakan tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat
daerah yang produktif. Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral
adalah pusat kota (Reksohadiprojo-Karseno, 1993:24).
Prinsip aglomerasi (scale economics atau ekonomi skala menuju
efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat
daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil. Artinya, kota
kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota
besar. Oleh karena itu, apabila orang yang berada di luar kota besar ingin
membeli sesuatu dapat membeli di toko sekitar tempat tinggalnya
(convinience buying). Tetapi, bila ia ingin membeli bermacam barang maka,
dia akan pergi ke kota-kota/multipurpose trip
commit to user
29
Christaller mengatakan bahwa rumah tangga memaksimalkan kegunaan
atau kepuasan dalam rangka pemilihan tempat tinggal atau pemukiman. Jadi,
orang yang dikirim ke kota dan bukan barang (commuting). Merupakan
perluasan teori perilaku konsumen, dimana konsumen memaksimalkan
konsumsi rumah, barang, dan jasa lain terbatas oleh anggaran yang terdiri dari
penghasilan uang dan penghasilan yang hilang karena aktifitas commuting yang berupa tarif angkutan dan biaya operasional kendaraan yaitu bensin,
pemeliharaan dan perbaikan (Reksohadiprojo-Karseno, 1993:40).
2.Teori Klasik
Menurut Reksohadiprojo-Karseno (1985), teori sewa dan lokasi tanah,
pada dasarnya merupakan bagian dari teori mikro tentang alokasi dan
penentuan harga-harga faktor produksi. Seperti halnya upah yang merupakan
harga bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa
tanah.
David Ricardo, berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian
rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan digunakan dalam proses
produksi, dimana sudah tidak bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan
manusia yang berada pada batas minimum kehidupan. Sehingga, “sewa tanah
akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor produksi bukan tanah
di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih
kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya.
Tingginya nilai tanah di kota bukanlah tingkat kesuburan tanah tersebut,
(Reksohadiprojo-commit to user
30
Karseno, 1985:25). Von Thunen, Tanah yang letaknya paling jauh dari kota
memiliki sewa sebesar 0 dan sewa tanah itu meningkat secara linear kearah
pusat kota, dimana proporsional dengan biaya angkutan per ton/km. Semua
tanah yang memiliki jarak yang sama terhadap kota memiliki harga sewa
yang sama (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).
2. Teori Neo Klasik
Teori ini menyebutkan bahwa suatu barang produksi dengan
menggunakan beberapa macam faktor produksi, misalnya tanah, tenaga
kerja,dan modal. Baik input maupun hasil dianggap variabel. Substitusi
diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan. Agar dicapai
keuntungan maksimum, maka seorang produsen akan menggunakan faktor
produksi sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan maksimum.
a. Teori Lokasi Von Thunen, Burges dan Homer Hoyt
Teori Von Thunen telah mulai dikenal sejak abad ke 19.
Teorinya mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam
arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang
merupakan pasar komoditi pertanian tersebut. Ia berpendapat bahwa
bila suatu laboratorium dapat diciptakan berdasarkan atas tujuh asumsi,
maka daerah lokasi jenis pertanian yang berkembang akan mengikuti
pola tertentu. Ketujuh asumsi tersebut adalah:
1). Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan
dengan daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah
commit to user
31
2). Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan
kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima
penjualan hasil pertanian dari daerah lain;
3). Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah
lain, kecuali ke daerah perkotaan tersebut;
4). Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dataran menengah;
5). Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk
mempeoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk
menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan
peemintaan yang terdapat di daerah perkotaan;
6). Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah
angkutan darat berupa gerobak yang dihela oleh kuda;
7). Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding
dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil
dalam bentuk segar.
b. Teori Alfred Weber
Teori Weber biasa disebut dengan teori biaya terkecil. Dalam
teori tersebut Weber mengasumsikan:
1). Daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang
terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua
unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan
commit to user
32
2). Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3). Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah
sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4). Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi
ada juga yang mobilitasnya tinggi.
Kritikan atas model ini terutama pada asumsi biaya transportasi
dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak memperhatikan faktor
kelembagaan dan terlalu menekankan pada posisi input.
c. Land Rent Lokasi dan Pasar Lahan
Barlow (1978:75) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai
land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial
maka nilai sewanya semakin kecil.
Lahan termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan
produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap. Barlow
mengemukakan bahwa nilai sewa sumber daya lahan dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1). Sewa kontrak (contract rent)
2). Sewa lahan (land rent)
commit to user
33
Economic rent sama dengan surplus ekonomi merupakan
kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Menurut Anwar
(1990:28) suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu:
1). Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan;
2). Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan;
3). Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan;
4). Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan.
Lahan secara fisik merupakan aset ekonomi yang tidak
dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak
dipengaruhi oleh faktor waktu, secara fisik pula lahan merupakan aset
yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar,
misalnya dengan melalui usaha reklamasi. Lahan secara fisik tidak
dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land
function and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). Atas dasar sifat ini, ketentuan penetapan harga lahan
akan sangat bersifat spesifik yang ditentukan oleh permintaan dan
penawaran/persediaan (demand and supply) lahan pada suatu wilayah
tertentu. Pertimbangan faktor lokasi didalam penentuan harga lahan
untuk berbagai penggunaan tidak sama. Hal ini sangat ditentukan oleh
pertimbangan tata ruang (Sujarto, 1986:55).
Ukuran yang umum digunakan untuk menggambarkan
commit to user
34
domestik regional bruto (PDRB) dari wilayah yang bersangkutan. Pada
dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan mendorong
perubahan yang meningkat pada permintaan lahan untuk berbagai
kebutuhan, seperti pertanian, jasa, dan kegiatan lainnya.
Penggunaan konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi
ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat.
Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas.
Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi
maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti
pemukiman dan fasilitas infrastruktur.
Land rent adalah persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru
lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun, konversi lahan
sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman
pangan, dalam hal ini memberikan proksi mengenai nilai hasil sawah.
Apabila nilai PDRB sektor tanaman pangan relatif cukup tinggi
terhadap nilai produksi kotor daerah (PDRB) keseluruhan, maka
konversi lahan sawah mungkin masih dapat dihindari (Anwar,
commit to user
35 E. Teori Pengembangan Wilayah
1. Pola Dasar Tata Kota
a. Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini
didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W.
Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan
mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri
dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini
sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam
perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk
daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah
urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion
succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan
ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak
lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun,
maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah
transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah
pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan
perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori
konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota
commit to user
36 b. Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan
bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur
sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa
jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur-jalur-jalur
dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat ke arah
pinggiran kota. Dalam perkembangannya, daerah-daerah dengan
taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor
tertentu.
Menurut Humer Hyot kecenderungan penduduk untuk
bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman
dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan
kemudahan-kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami
maupun non alami yang bersih dari polusi baik fiskal maupun non
fiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.
c. Teori Pusat Kegiatan Banyak
Menurut pendapat Harris dan Ulman, kota-kota besar tumbuh
sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari
pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem
perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala
commit to user
37 F. Teori Desain Spasial Kota
Menurut Tracik (1986) dalam suatu lingkungan permukiman ada
rangkaian antara figure ground, linkage, dan place. Figure ground menekankan adanya public civics space atau open space pada kota sebagai
figure. Melalui figure ground plan dapat diketahui antara lain pola atau
tipologi, konfigurasi solid void yang merupakan elemtal kawasan atau pattern
kawasan penelitian, kualitas ruang luar sangat dipengaruhi oleh figure
bangunan-bangunan yang melingkupinya, dimana tampak bangunan
merupakan dinding ruang luar, oleh karena itu tata letak, bentuk dan sistem
bangunan harus berada dalam sistem ruang luar yang membentuknya.
Komunikasi antara privat dan publik tercipta secara langsung. Ruang
yang mengurung (enclosure) merupakan void yang paling dominan, berskala
manusia (dalam lingkup sudut pandang mata 25-30 derajat) void adalah ruang
luar yang berskala interior, dimana ruang tersebut seperti di dalam bangunan,
sehingga ruang luar yang enclosure terasa seperti interior. Diperlukan keakraban antara bangunan sebagai private domain dan ruang luar sebagai
publik dominan yang menyatu. Dalam ¨lingkage theory¨ sirkulasi merupakan
penekanan pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang
sangat penting.
Menurut Fumihiko Maki, Linkage secara sederhana adalah perekat, yaitu suatu kegiatan yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas dan
menghasilkan bentuk fisik kota, dalam teorinya dibedakan menjadi tiga tipe
commit to user
38
linkage yang dapat diterapkan dalam kajian ini adalah group form yang merupakan ciri khas dari bentuk-bentuk spasial kota yang mempunyai kajian
sejarah. Linkage ini tidak terbentuk secara langsung tetapi selalu dihubungkan
dengan karakteristik fisik skala manusia, rentetan-rentetan space yang
dipertegas oleh bangunan, dinding, pintu gerbang, dan juga jalan yang
membentuk fasade suatu lingungan perkampungan.
Linkage theory ini dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan
arahan dalam penataan suatu kawasan (lingkungan). Dalam konteks urban
design, linkage menunjukkan hubungan pergerakan yang terjadi pada
beberapa bagian zone makro dan mikro, dengan atau tanpa aspek keragaman
fungsi yang berkaitan dengan fisik, historis, ekonomi, sosial, budaya, dan
politik (danarti Karsono, 1996).
Pentingnya place theory dalam spasial design yaitu pemahaman tentang
kultur dan karakteristik suatu daerah yang ada menjadi ciri khas untuk
digunakan sebagai salah satu pertimbangan agar penghuni (masyarakat) tidak
merasa asing di dalam lingkungannya. Sebagaimana tempat mempunyai masa
lalu (linkage history), tempat juga terus berkembang pada masa berikutnya.
Artinya, nilai sejarah sangat penting dalam suatu kawasan kota. Aspek
spesifik lingkungan menjadi indikator yang sangat penting dalam menggali
potensi, mengatur tingkat perubahan serta kemungkinan pengembangan di
masa datang, teori ini memberikan pengertian bahwa semakin penting