• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Kewarganegaraan PELAKSANAAN H. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Kewarganegaraan PELAKSANAAN H. pdf"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA

Oleh Kelompok 3 :

Umayah Arindah

153112350750002

Tri Nadyagatari

153112350750006

M. Ferhat Danial A.

153112350750007

Esca Hutama Prayogo

153112350750008

PROGAM STUDI S1 HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan ridho-Nya-lah, kami dapat menyelesaikan tugas ini, dengan judul

“PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA” dengan tepat waktu.

Makalah ini jauh dari kata sempurna, dan mungkin memiliki pembahsan yang diluar konsep yang telah kami buat, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan agar kami bisa lebih baik ke depannya.

Akhir kata, kami berharap agar apa yang kami paparkan dan jelaskan di

makalah ini dapat berguna dan dapat diambil manfaatnya bagi orang yang membacanya. Terima kasih.

Jakarta, 14 Desember 2015

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Penulisan ... 1

D. Sumber Data ... 1

E. Metode Penulisan ... 2

BAB II PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA ... 3

A. Pengertian Hak Asasi Manusia ... 3

B. Pelakasanaan Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia ... 3

C. Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia ... 12

D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia ... 12

E. Penyebab Pelanggaran HAM di Indonesia ... 14

F. Upaya Penegakan HAM Oleh Pemerintah ... 14

BAB III PENUTUP ... 18

A. Simpulan ... 18

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Indonesia telah mengenal HAM jauh sebelum Deklarasi Universal HAM disahkan, tetapi pada kenyataannya mengenal lebih dahulu tidak membuat Indonesia dapat menjalankan secara baik.

Indonesia masih dikenal dengan sistem pelaksanaan HAM yang buruk, terjadi pelanggran HAM dimana-mana tetapi Pemerintah dan rakyatnya seolah-olah menutup mata atas hal tersebut.

Oleh karena itulah, kami tertarik untuk membahas pelaksaan HAM di Indonesia.

B.

Rumusan Masalah

1. Apa sebenarnya HAM itu ?

2. Bagaimana pelaksanaan HAM di Indonesia selama ini ? 3. Aliran pemikiran hak asasi apa saja yang ada di Indonesia ? 4. Apa bentuk-bentuk pelanggaran HAM ?

5. Apa penyebab pelanggaran HAM ?

6. Apa upaya dari pemerintah demi menegakkan HAM di Indonesia ?

C.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dengan tema “Pelaksanaan HAM di Indonesia”, di mana tugas yang diberikan adalah untuk membuat satu makalah dan presentasi dari makalah tersebut dari tema yang sudah diberikan.

(5)

2

Penulisan makalah ini bersumber melalui buku dan situs mengenai artikel HAM di internet yang merupakan situs yang valid.

E.

Metode Penulisan

(6)

3

BAB II

PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

A.

Pengertian Hak Asasi Manusia

HAM merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati. Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1

Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.

B.

Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia

1. Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) Berdasarkan Masa Pemerintahan

HAM di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sesudah dua periode represi (rezim Soekarno dan rezim Soeharto), reformasi berusaha lebih memajukan hak asasi. Akan tetapi dalam kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran secara vertikal, tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami

(7)

4

kemajuan, tetapi pelaksanaan hak ekonomi masih belum dilaksanakan secara memuaskan2

a. Masa Demokrasi Parlementer

Seperti juga negara-negara berkembang lain, hak asasi menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Diskusi dilakukan menjelang dirumuskannya Undang-Undang Dasar 1945, 1949, 1950, pada sidang Konstituante (1956-1959), pada masa awal penegakan Orde Baru menjelang sidang MPRS 1968, dan pada masa Reformasi (sejak 1988).

Hak asasi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak termuat dalam suatu piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama Pasal 27-31, dan mencangkup baik bidang politik maupun ekonomi, sosail dan budaya, dalam jumlah terbatas dan dirumuskan secara singkat. Hal ini tidak mengherankan mengingat bahan

naskah ini disusun pada akhir masa pendudukan Jepang dalam suasana mendesak. Tidak cukup waktunya untuk membicarakan hak asasi secara mendalam, sedangkan kehadiran tentara Jepang di bumi Indonesia tidak kondusif untuk merumuskan hak asasi secara lengkap. Perlu juga dicatat bahwa pada saat Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan, Deklarasi Universal HAM belum ada, dan dengan demikian tidak dapat dijadikan rujukan.

Ternyata bahwa pada waktu rancangan naskah UUD dibicarakan, ada perbedaan pendapat mengenai peran hak asasi dalam negara demokrasi. Banyak kalangan berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et

du Citoyen (1979) berdasarkan individualisme dan realisme, dan karena itu bertentangan dengan asas

(8)

5

kekeluargaan dan gotong royong. Karena terdesak waktu, tercapai kompromi bahwa hak asasi dimasukkan kedalam UUD 1945, tetapi dalam jumlah terbatas.

Sementara itu dalam masyarakat cukup banyak kalangan yang berpendapat bahwa hak asasi tidak merupakan gagasan liberal belaka, sebab dalam menyusun UUD berikutnya, yaitu 1949 dan 1950, tenyata hak asasi ditambah dan diperlengkap. Selain jumlahnya terbatas dan perumusannya pendek, kita boleh bangga bahwa diantara hak yang disebut UUD 1945 terdapat hak yang bahkan belum disebut dalam Deklarasi Universal HAM (1948) yaitu hak kolektif, seperti hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri. Jadi hak asasi itu dibatasi oleh undang-undang.

Masalah hak asasi di masa Perjuangan Kemerdekaan dan dalam Demokrasi Parlementer tidak banyak di diskusikan,

memang ada bebeapa konflik bersenjata, yang terkadang penyelesaiannya tentu saja membawa korban pelanggaran hak asasi, tetapi kehidupan masyarakat sipil pada umumnya dianggap cukup demokratis, malah sering dianggap terlalu demokratis.

Keadaan ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarto (1959) untuk kembali ke UUD 1945. Maka mulailah masa Demokrasi Terpimpin.

b. Masa Demokrasi Terpimpin

(9)

6

sama sekali diabaikan, tidak ada garis jelas mengenai kebijakan ekonomi. Akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demkrasi Pancasila atau Orde Baru.3

c. Masa Demokrasi Pancasila

Pada awal Orde Baru diupayakan untuk menambah jumlah hak asasi yang termuat dalam UUD melalui suatu panitia Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang

kemudian menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara” untuk diperbincangkan dalam sidang MPRS V tahun 1968. Panitia diketuai oleh Jendral Nasution dan sebagai bahan acuan ditentukan antara lain hasil Konstituante yang telah selesai merumuskan hak asasi secara terperinci, tetap dibubarkan pada tahun 1959.

Akan tetapi, karena masa sidang yang telah ditetapkan sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangan Piagam tidak jadi dibicarkan dalam sidang pleno. Dengan demikian, perumusan dan pengaturan hak asasi seperti yang ditentukan pada 1945 tidak mengalami perubahan.

Pada masa Orde Baru, pemikiran-pemikiran yang pernah timbul dimasa penyusunan UUD 1945 dan dimuat dalam tulisan-tulisan Prof. Supomo yang tercantum dalam buku Moh, Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 berkembang kembali, dan konsep-konsep seperti negara integralis, negara kekeluargaan, gotong royong, musyawarah mufakat, anti-individualisme, kewajiban yang tidak terlepas dari hak, kepentingan masyarakat lebih penting dari kepentingan individu, mulai masuk agenda politik. Akan tetapi, dalam

(10)

7

usaha mewujudkan stabilitas politik untuk menunjang ekonomi, pemenuhan berbagai hak politik, antara lain kebebasan mengutarakan pendapat, banyak diabaikan dan dilanggar.

Menjelang akhir masa Presiden Soeharto ada seruan kuat dari kalangan masyarakat, terutama civil society, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan hak politik, agar stabilitas, yang memang diperlukan untuk pembangunan yang berkesinambungan, tidak menghambat proses demokratisasi.

Salah satu masalah ialah tidak adanya persamaan persepsi antara penguasa dan masyarakat mngenai konsep

“kepentingan umumn” dan “keamanan nasional”. Tidak

jelas kapan kepentingan individu berakhir dan kepentingan umum dimulai. Begitu pula kapan keamanan (law and

order) terancam dan kapan keresahan yang ada masih dapat ditoleransi sebagi ungkapan hak mengeluarkan pendapat.

Penafsiran mengenai konsep “kepentingan umum”, “keamanan umum”, dan “stabilitas nasional” seolah-olah merupakan monopoli dari pihak yang memiliki kekuasaan politik dan keuasaan ekonomi.

Bagaimanapun juga, tidak dapat disangkal bahwa citra Indonesia di luar negeri sangat rendah, baik mengenai pelanggran hak asasi, maupun mengenai korupsi yang merajalela, seklaipun penguasa selalu menolak pandangan bahwa hak asasi di Indonesia menjadi maslaah besar. Akumulasi tindakan represif akhirnya menjatuhkan Presiden Soeharto.

(11)

8

Juga tuntutan akan berkurangnya dominasi eksekutif, peningkatan transparasi, akuntabilitas, dan demokratisasi sukar dibendung.

Berkat tuntutan-tuntutanh itu pada akhir tahun 1993 dibentuk Komini Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan dua puluh lima anggota tokoh masyrakat yang dianggap tinggi kredibilitasnya, yang diharapkan dapat meningkatkan penanganan pelanggaran hak asasi. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1988 Presiden Soeharto meletakkan jabatan dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden Prof. Dr. Habibie.

d. Masa Reformasi

Pemerintah Habibie (mei 1988- Oktober 1999) pada awal masa Reformasi mencanangkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 1998 – 2003, yang

sayangnya sampai sekarang belum banyak dilaksanakan. Dalam masa Reformasi pula Indonesia meratifikasi dua Konvensi HAM yang penting yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, dan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.4

Tahun-tahun pertama Reformasi ditandai oleh konflik horisontal, di mana pelanggaran hak asasi dilakukan oleh kelomnpok-kelompok masyarakat sendiri. Di masa Reformasi, terutama dalam melaksanakan hak mengutarakan pendapat, Reformasi sangat berhasil. Akam tetapi dalam masa Reformasi pemenuhan hak asasi ekonomi telah mengalami kemunduran tajam. Sekalipun

(12)

9

banyak faktor internasional mempengaruhi ekonomi Indonesia, akan tetapi tidak sedikit faktor internal yang menyebabkannya. Selain itu, beberapa kemajuan yang telah dicapai di bidang pertumbuhan ekonomi, pemberantasan pengangguran, dan pendapatan perkapita mengalami kemunduran.

2. Hak Asasi Perempuan (HAP)

Konsep HAP sedikitnya memiliki dua makna yang terkandung didalamnya. Yang pertama, HAP hanya dimaknai sekadar berdasarkan akal sehat. Logika yang dipakai adalah pengakuan bahwa perempuan adalah manusia, dan karenanya sudah sewajarnya mereka juga memiliki hak asasi. Masalahnya dalam realitasnya memperlihatkan tidak serta merta pengakuan bahwa perempuan adalah manusia juga berdampak terhadap perlindungan hak-hak dasar mereka sebagai manusia.5

Makna yang kedua, dibalik istilah HAP terkandung visi dan maksud transformasi relasi sosial melalui perubahan relasi kekuasaan yang berbasis gender. Makna HAP yang kedua ini memang lebih revolusioner karena adanya pengintegrasian HAP ke dalam standar HAM.

HAP di indonesia cukup menonjol. Menurut UUD 1945 secara formal tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pasal 27 UUD 1945 misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Akan teteapi, dalam praktiknya perempuan masih banyak mengalami deskriminasi. Dengan kata lain, kedudukan secara de jure jauh berbeda dengan kedudukan secara de facto.

Sebenarnya, kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat sebab banyak ketentuan berbagai undang-undang serta

(13)

10

peraturan-peraturan lain yang memberi perlindungan yuridisi padanya. Selain itu, HAP sendiri banyak terdapat dalam naskah baik itu di Indonesia sendiri maupun naskah yang bersifat internasional. Berikut tabel Hak Perempuan dalam naskah yang ada selama ini.

No. Tahun

Naskah

1. 1945 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27

2. 1958 Undang-Undang No. 68 Tahun 1958, Konvensi Hak Politik Perempuan

3. 1984

Undang-Undang No. 7 Tahun 1984, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita (CEDAW)

4. 1966/1967

Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi Indonesia)

5. 1993 Deklarasi Wina, Pasal I/18

6. 1998 .K. Presiden No. 181, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)

7. 2002 rotocol dari CEDAW ditandatangani

8. 2003 Undang-Undang No. 12, pemilihan Umum, Pasal 65

(14)

11

kekerasan dalam rumah tangga, kewarganegaraan, dan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak. Meskipun membutuhkan waktu yang panjang, pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah (Presiden Republik Indonesia) mengesahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga (PKDRT); Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan RI; dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).

Melalui tiga undang-undang ini, minimal secara legal sudah lebih ada kepastian terhadap hak-hak perempuan di Indonesia.

3. Amandemen II UUD 1945

Di bawah peemrintahan Megawati Soekarnoputeri telah terdapat peningkatan yang signifikan dalam pemajuan hak asasi secara

formal. Pada tahun 1988 melalui TAP No. XVII MPR dirumuskan suatu Piagam Hak Asasi Manusia. Jumlah hak asasi ditambah dan dijabarkan dalam 44 pasal. Dalam Piagam tersebut terdapat hal baru yang sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa perkembangan hak asasi di luar negeri, antara lain masuknya konsep yang tidak boleh dikurang dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).6

Sesudah mengalami beberapa periode di mana konsepsi mengenai hak asasi terus-menerus berubah, Indonesia cenderung menganut suatu konsep mengenai hak asasi yang agak berbeda dengan Kovenan Internasional. Dengan tetap memegang teguh asas universalitas, definisi ini juga memasukkan unsur agama (hak asasi adalah anugerah Tuhan yang Maha Kuasa) dalam definisinya mengingat pentingnya agama bagi bangsa Indonesia. Tambahan ini tidak menyalahi Konferensi Wina (1988) yang

(15)

12

mencanangkan bahwa ciri khas (particularities) perlu diperhatikan, asal tidak menyalahi hak asasi itu sendiri.

C.

Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia

Di Indonesia ada dua aliran pemikiran mengenai hak-hak asasi. Aliran pertama, yang lebih bersifat inward looking, berpendapat bahwa dalam membahas hak asasi kita hanya memakai Indonesia sebagai referensi, karena kita sudah kenal hak asasi mulai dari zaman dahulu kala. Lagi pula kesejahteraan rakyat sangat perlu ditangani secara serius. Pendapat ini sangat implisit berarti bahwa Indonesia tidak perlu menghiraukan pendapat dari luar serta naskah-naskah hak asasinya.

Aliran lain adalah kelompok aktivis HAM yang sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit, cenderung mengacu pada perumusan

persepsi dunia Barat dengan lebih menonjolkan hak-hak politik seperti kebebasan mengutarakan pendapat. Kelompok ini, yang dapat disebut

outward looking, menerima apa saja apa yang telah dikonsekuensikan dalam berbagai forum internasional dan memakai perumusan itu sebagai patokan untuk usaha penegakan hak asasi dalam negeri.

Lagipula, dikhawatirkan bahwa beberapa nilai tradisional seperti negara integralistik memberi justifikasi untuk mempertahankan kecenderungan ke arah strong goverment yang dapat dengan mudah dapat berkembang menjadi otoriterisme. Akan tetapi, sesudah diterimanya Deklarasi Wina (1993) kedua pandangan ini telah mengalami semacam konvergensi.7

D.

Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM

1. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM Pelanggaran yang sering dijumpai dalam masyarakat antara lain.

7

(16)

13

a. Deskriminasi

Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan yang dilakukan langsung atau tidak lengsung yang didasarkan perbedaan manusia atas suku, ras, etnis, dan agama.8

b. Penyiksaan

Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani.

2. Pelanggaran HAM Menurut Sifatnya

a. Pelanggaran HAM Berat

Pelanggaran HAM berat merupakan pelanggaran HAM yang mengancam nyawa manusia.

b. Pelanggaran HAM Ringan

Pelanggaran HAM ringan merupakan pelanggaran HAM yang tidak menancam jiwa manusia. Pelanggaran HAM berat dibagi atas dua kategori sesuai dengan UU RI No. 26 tahun 2000 menyatakan bahwa :

1) Kejahatan Genosida merupakan tindakan yang bertujuan menghancurkan sebagian atau seluruh anggota kelompok suku, ras, etnis dan agama.

2) Kejahatan kemanusiaan adalah tindakan serangan yang meluas dan sistematis dan ditujukan kepada masyarakat sipil.

8

(17)

14

E.

Penyebab Pelanggaran HAM

Penyebab pelanggaran HAM terbagi atas dua kategori yakni :

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia. Contohnya :

a. Sikap egois

b. Kurang kesadaran HAM c. Sikap tidak toleran

2. Faktor Eksternal

Faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia. Contohnya :

a. Penyalahgunaan kekuasaan b. Kurang tegasnya aparat negara c. Penyalahgunaan teknologi d. Kesenjangan sosial dan ekonomi

F.

Upaya Penegakan HAM oleh Pemerintah

Upaya penegakan HAM oleh pemerintah meliputi sebagai berikut.

1. Pembentukan Komnas HAM

a. Pengertian Komnas HAM

Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnay dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan

(18)

15

Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presdien No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

b. Tujuan Komnas HAM

1) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM

2) Meningkatkan perlindungan dan penegakkan HAM guna berkembangnya pribadi mausia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

c. Pelayanan yang Diberikan Oleh Komnas HAM

Kita dapat mengajukan laporan pelanggaran hak asasi

manusia kepada Komnas HAM dengan dasar Pasal 90 UU

RI No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan, “Setiap orang dan

atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan

pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas HAM.”

Semua pengaduan dapat dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan awal yang jelas tentang materi atau persoalan yang diadukan atau dilaporkan.

Berikut pelayanan yang diberikan Komnas HAM.

1) Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM 2) Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran

(19)

16

3) Investigasi, yaitu pencarian data, informasi, dan fakta yang berkaitan dengan peristiwa dalam masyarakat yang patut diduga merupakan pelanggaran HAM

4) Penyelesaian perkara melalui perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. 5) Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat

melalui proses peradilan di pengadilan HAM

2. Pembentukan instrumen HAM

a. Pengertian Instrumen HAM

Ketentuan hukum HAM atau disebut juga instrumen HAM merupoakan alat yang berupa peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas

instrumen nasional HAM dan instrumen internasional HAM.9

1) Instrumen Nasional HAM

Instrumen nasional HAM merupakan instrumen yang terbatas pada suatu negara. Berikut instrumen nasional HAM.

a) Undang-Undang Dasar 1945; b) Tap MPR No. XVII/MPR/1998;

c) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;

d) UU No. 26 Tahun 200 Tentang Pengadilan HAM;

(20)

17

e) UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;

f) Keppres No. 50 Tahun 1993 Tentang Komnas HAM;

g) Keppres No. 181 Tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan;

h) Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.

2) Instrumen Internasional HAM

Intrumen internasional HAM merupakan instrumen yang menjadi acuan ngera-negara di dunia dan mengikat secara hukum bagi negar yang telah mengesahkannya (meratifikasi).

Berikut instrumen internasional HAM. a) Piagam PBB, 1945;

b) Deklarasi Universal HAM 1948;

c) Instrumen internasional lain menegenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.

3. Pembentukan Pengadilan HAM

a. Pengertian Pengadilan HAM

(21)

18

merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.10

b. Tempat Kedudukan

Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

c. Lingkup Kewenangan

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

10 Diakses tanggal 13 Desember 2015 dari situs

(22)

19

BAB III

PENUTUP

A.

Simpulan

HAM di Indonesia masih banyak memiliki masalah-masalh ang harus dibenahi, baik itu dari segi pemerintah maupun dari segi masyarakat. Indonesia memang sudah cukup bagus dalam hal dasar-dasar acuan dalam melaksanakaan HAM begitu pun dengan peraturan yang ada, tetapi Indonesia masih belum bisa menjalankan semua dasar-dasar HAM yang telah dimiliki secara baik.

B.

Saran

(23)

20

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

Edukasi PPKn. 2015. Instrumen HAM (Hak Asasi Manusia), Ketentuan, dan

Dasar Hukumnya. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs

www.edukasippkn.com/2015/05/instrumen-ham-hak-asasi-manusia.html?m=1.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Diakses tanggal 13

Desember 2015 dari situs www.komnas.go.id.

Prabugomong. 2010. HAM. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs

http://prabugomong.com/2010/10/02/ham/.

Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. 2011.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Undnag-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Jakarta.

Wikipedia. 2015. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Diakses tanggal 13

Desember 2015 dari situs

(24)

21

Wikipedia. 2015. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Diakses tanggal

13 Desember 2015 dari situs

http://id.m.wikipedia.com/wiki/Pengadilan_hak_asasi_manusia_di_indone

sia.

X.1 SMANSA – Edukasi Tak Boleh Dibatasi. 2014. Pengertian dan Definisi

HAM. Diakses pada tanggal 14 Desember 2015 dari situs

Referensi

Dokumen terkait

Patutlah kita panjatkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena dengan pimpinan dan bimbingan-Nya maka Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir (TA) bagi mahasiswa

Apakah keluarga memberikan informasi kepada pengasuh bayi (seperti pembantu, atau anggota keluarga sendiri) bahwa selama ibu bekerja, bayi hanya boleh diberikan ASI saja tanpa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan oleh dewan berpengaruh negatif pada kedua periode dengan ukuran pasar, kompetensi komite audit berpengaruh

Pada pengujian simultan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa variabel ekspektasi kinerja (X 1 ), ekspektasi usaha (X 2 ) dan faktor sosial (X 3 ) secara simultan

Berikut ini analisa yang berkaitan dengan kegiatan di rumah sakit pendidikan, baik itu kegiatan staff medis dan non medis, pasien serta bagian service.. Alur Dokter, Staff

Graph database adalah relasi driven. Melihat struktur data, itu akan menjadi grafik terarah dalam arti matematis. Dibandingkan dengan SQL, mereka sedikit berbeda. Dengan

UNGSI BHINEKA TUNGGAL UNGSI BHINEKA TUNGGAL IK IKA

Dalam hal ini perselisihan industrial yang sering terjadi di dalam praktik perindustrian ialah perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang selalu meningkat setiap