• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa K"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran PKn

2.1.1.1 Hakikat PKn

PKn atau Civic Education (Winataputra, 2007: 21) adalah proses pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi konstitusional negaranya melalui berbagai bentuk interaksi dalam praksis demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mata pelajaran PPKn berubah menjadi PKn sebagai mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship). Mata pelajaran ini memfokuskan pada pembentukan diri yang beragama (agama, sosial-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa) untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Zamroni (Ubaedillah dan Rozak, 2008: 6) menyebutkan bahwa PKn merupakan suatu pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat agar berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi merupakan bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Somantri (Ubaedillah dan Rozak, 2008: 8) menyebutkan bahwa PKn ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

(2)

1. Civic education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah. 2. Civic education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat

menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.

3. Dalam civic education, termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.

Tujuan PKn menurut Ubaedillah dan Rozak (2008: 10) adalah untuk membangun karakter (character building) bangsa yang antara lain: 1) membentuk kecakapan partisipatif warga negara yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 2) menjadikan warga negara yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis, tetapi tetap memiliki komitmen menjaga persatuan dan integritas bangsa; 3) mengembangkan budaya demokrasi yang berkeadaban, yaitu kebebasan, persamaan, toleransi, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, PKn sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa PKn merupakan pendidikan yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia karena bertujuan mempersiapkan warga masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis, yang ditanamkan melalui program-program sekolah.

2.1.1.2 Pendidikan Kewarganegaraan di SD

Berdasarkan Permendiknas No. 14 Tahun 2007 (2007:63), mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

(3)

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain, baik secara langsung mapun tidak langsung, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Ruang lingkup materi pada mata pelajaran PKn menurut Permendiknas No. 14 Tahun 2007 (2007: 63) meliputi beberapa aspek, yaitu :

1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, dan hukum dan peradilan internasional.

3. Hak asasi manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, kemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan rnengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

(4)

6. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi-pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

7. Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.

8. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn SD

Menurut Bermawi Munthe (2009: 31) standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan tercapai dalam mempelajari suatu pembelajaran sedangkan kompetensi dasar adalah jabaran dari standar kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dikuasai siswa atau dengan kata lain kompetensi dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya standar kompetensi. Di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar SD/MI, maka ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran PKn SD kelas 5 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 sebagai berikut:

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas 5 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

3.Memahami kebebasan berorganisasi

3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi

3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat

3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah 4. Menghargai

keputusan bersama

(5)

2.1.1.4 Materi Nilai yang dapat Dipatuhi dalam Berorganisasi 1. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

2. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

3. Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

4. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

5. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

6. Bersahabat / Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

7. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

8. Tanggung Jawab

(6)

2.1.1.5 Standar Proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Standar proses digunakan sebagai acuan dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran serta melakukan penilaian. Berikut adalah standar proses KTSP berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007:

a. Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang kegiatan

pembelajaran berdasarkan standar proses adalah sebagai berikut:

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik. RPP disusun dengan

memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat

intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuansosial, emosi,

gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,

norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik. Proses pembelajaran dirancang

dengan berpusat pada peserta didik untukmendorong motivasi, minat,

kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dansemangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses pembelajaran

dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,pemahaman beragam

bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan program

pemberian umpan balik positif, penguatan,pengayaan, dan remedi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan memperhatikan

keterkaitan dan keterpaduan antara SK,KD, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, indikator pencapaiankompetensi, penilaian, dan sumber belajar

dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan

mengakomodasikan pembelajaran tematik,keterpaduan lintas mata pelajaran,

lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan

mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara

(7)

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Implementasi dari rancangan pembelajaran harus tetap mengacu pada

standar proses. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan standar proses harus

dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

kegiatan penutup. Kegiatan inti dibagi kembali menjadi 3 (tiga) yaitu eksplorasi,

elaborasi dan konfirmasi. Berikut uraian masing-masing tahapan yang harus

dilaksanakan guru berdasarkan standar proses:

1. Kegiatan Pendahuluan

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses

pembelajaran.

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akandicapai.

d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai

silabus.

2. Kegiatan Inti

a. Eksplorasi

1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang

topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam

takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media

pembelajaran,dan sumber belajar lain.

3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatanpembelajaran.

5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,studio,

atau lapangan.

b. Elaborasi

1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui

(8)

2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan

lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.

3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.

4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan

kolaboratif.

5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar.

6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.

7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok.

8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,serta

produk yang dihasilkan.

9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

c. Konfirmasi

1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.

2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

3. Kegiatan Penutup

a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/

simpulan pelajaran.

b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

(9)

d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,

program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik

tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta

didik.

e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

c. Penilaian Hasil Pembelajaran

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk

mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai

bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses

pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram

dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan

kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau

produk,portofolio, dan penilaian diri.

2.1.2 Model Konvensional Ceramah

Model konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru ke siswa, metode pembelajaran konvensional ini salah satunya yaitu ceramah.

Metode ceramah adalah suatu bentuk metode yang dilaksanakan oleh guru dengan memberikan sejumlah informasi kepada sejumlah siswa, baik di dalam atau di luar ruangan (Soegeng Santoso dalam Etin Solihatin, 2013: 122). Menurut

James Popham, metode ceramah sebagai metode mengajar dimana guru menyajikan informasi secara lisan (Etin Solihatin, 2013: 122).

(10)

dipergunakan oleh guru, dan metode ini divariasi dengan metode lain (Martinis Yamin, 2007: 139-140).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode ceramah sebagai suatu bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan secara lisan oleh guru terhadap kelompok siswa. Guru menjadi pusat tumpuan keberhasilan metode ceramah, dan komunikasi yang dilakukan hanya searah yakni dari guru kepada siswa. Dengan demikian akibat dari komunikasi searah dalam metode ini, maka guru haruslah memiliki keterampilan menjelaskan (explaining skills) dan kemampuan memilih dan menggunakan alat bantu penjelasan yang tepat.

Kecenderungan guru menganggap metode ceramah sebagai metode pembelajaran yang paling mudah. Anggapan demikian sebenarnya kurang tepat

Mc. Leish (PPPG IPS dan PMP Malang, 2006:49) memandang bahwa keberhasilan metode ceramah tergantung harapan siswa. Jika siswa menyukai, maka penggunaan metode ceramah akan berfaedah, sebaliknya jika siswa tidak menyukai, maka penggunaan metode ceramah akan menemui kegagalan.

2.1.2.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah

Berdasarkan hasil penelitian para ahli, Mc Keachi, Verner dan Dickinson,

(11)

mempersyaratkan partisipasi siswa, tujuan kognitif tingkat tinggi, yang mencakup analisis, sintesis, dan evaluasi, dan para siswa yang intelegensi atau pengalaman pendidikannya rata-rata atau di bawah rata-rata. Dengan demikian metode ceramah haruslah dipahami sebagai metode yang tidak mudah, karena jumlah pendengar (siswa) banyak, menyajikan penemuan baru, membangkitkan semangat dan merangsang imajinasi, bukanlah pekerjaan mudah. Padahal seringkali metode ceramah yang guru lakukan sebetulnya menarik, berbalik menjadi penyajian yang menjemukan (Etin Solihatin, 2013: 123).

Martinis Yamin (2007:140) menjelaskan bahwa metode ceramah dapat dilakukan oleh guru:

1. Untuk memberikan pengarahan, petunjuk di awal pembelajaran,

2. Waktu terbatas, sedangkan materi / informasi banyak yang akan disampingkan,

3. Lembaga pendidikan sedikit memiliki staf pengajar, sedangkan jumlah siswa banyak.

Sedangkan keterbatasan metode ceramah menurut Martinis Yamin (2007:140) sebagai berikut:

1. Keberhasilan siswa tidak terukur,

2. Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur, 3. Peran serta siswa dalam pembelajaran rendah, 4. Materi kurang terfokus,

5. Pembicaraan sering melantur.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Ceramah

Etin Solihatin (2013:124) menjelaskan ada empat langkah pemakaian metode ceramah meliputi:

1. Tahap persiapan ceramah

(12)

diceramahkan, memilih dan mempersiapkan media instruksional atau alat bantu yang akan digunakan dalam ceramah.

2. Tahap awal ceramah

Tahap awal ceramah mencakup, peningkatan hubungan guru-siswa, peningkatan perhatian siswa, mengemukakan pokok-pokok isi ceramah. 3. Tahap pengembangan ceramah

Tahap pengembangan ceramah mencakup memberi keterampilan secara singkat dan jelas, mempergunakan papan tulis, menerangkan kembali dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang yang lebih jelas, memperinci dan memperluas keadaan, memberikan balikan (feed back) sebanyak-banyaknya selama berceramah, mengatur alokasi waktu ceramah.

4. Tahap akhir ceramah

Melakukan tanya jawab dan mengadakan evaluasi untuk mengevaluasi keberhasilan proses pembelajaran.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa secara singkat langkah-langkah model konvensional ceramah adalah:

1. Menyampaikan materi pokok. 2. Guru menjelaskan materi. 3. Guru memberikan pertanyaan. 4. Guru menjawab pertanyaan siswa. 5. Memberikan tes.

2.1.3 Pembelajaran VCT

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran VCT

(13)

harus mampu membina keaktifan siswa dalam pembelajaran antara lain melalui pertanyaan yang menggugah analisis siswa.

Menurut Sutarjo Adisusilo (2012:141) “model VCT adalah pembelajaran pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya”. Peserta didik dibantu menjernihkan, memperjelas atau mengklarifikasikan nilai-nilai hidupnya, lewat values problem solving, diskusi, dialog dan presentasi. Misalnya peserta didik dibantu menyadari nilai hidup mana yang sebaiknya diutamakan dan dilaksanakan, lewat pembahasan kasus-kasus hidup yang sarat dengan konflik nilai atau moral. Hall (Sutarjo Adisusilo, 2012:145) mengartikan teknik klarifikasi nilai (VCT) sebagai berikut:

By value clarification we mean a methodology or process by which we help a person to discover values through behavior, feelings, ideas, and through important choices he has made and is continually, in fact, acting upon in and through his life.

Dengan klarifikasi nilai, peserta didik tidak disuruh menghafal dan tidak

“disuapi” dengan nilai-nilai yang sudah dipilihkan pihak lain, melainkan dibantu untuk menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan, mengembangkan, memilih, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai hidupnya sendiri.

(14)

Dengan demikian teknik VCT adalah cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk membina dan menanamkan sikap dan nilai-nilai tertentu agar terjadi perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih baik.

2.1.3.2 Tujuan VCT

Amri dan Ahmadi (2010:208) mengemukakan pengertian strategi pembelajaran afektif sebagai strategi yang tidak hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya yaitu sikap dan keterampilan afektif. Menurut Douglas Superka (Zaim Elmurabok, 2008:70), model VCT memiliki tiga tujuan, yaitu:

1. Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain;

2. Membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain berhubungan dengan nilai-nilai mereka sendiri;

3. Membantu siswa supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.

Wina Sanjaya (2011:284) juga mengemukakan tujuan dari model VCT, yaitu:

1. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang nilai; 2. Membina kesadaran tentang nilai-nilai yang dimilikinya, baik tingkatan

maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulan;

3. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu dengan cara yang rasional dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan menjadi milik siswa;

(15)

Sedangkan Sutarjo Adisusilo (2012:142) mengemukakan bahwa tujuan dan kegunaan Teknik Klarifikasi Nilai (TKN / VCT) ialah:

1. Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain;

2. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berkaitan dengan nilai-nilai yang diyakininya;

3. Membantu peserta didik agar mampu menggunakan akal budi dan kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah lakunya sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dan kegunaan Teknik Klarifikasi Nilai adalah pembelajaran yang tidak hanya bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif saja, tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya yaitu membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mempelajari suatu peristiwa sejarah melalui proses menganalisa nilai yang sudah ada serta mengetahui kesadaran siswa terhadap suatu nilai, membina, dan menanamkan nilai atau sikap, meningkatkan sikap atau nilai untuk mengambil keputusan dengan mengetahui alternatif-alternatif dan segala konsekuensi-konsekuensinya.

2.1.3.3Kelebihan dan Kelemahan VCT

Casteel (Sutarjo Adisusilo, 2012:151) menulis ada enam alasan mengapa pendidikan sebaiknya menggunakan VCT dalam pembelajaran nilai di kelas, yaitu:

a. Value clarification enhances the ability of students to communicate their ideas, beliefs, values, and feelings.

b. Value clarification enhances the ability of students to empathize swith other person, especially those circumstances may differ significantly from their own.

c. Value clarification enhances the ability of students to resolve problems as they arise.

(16)

e. Value clarification enhances the ability of students to engage in decision making.

f. Value clarification enhances the ability of students to hold and use consistent beliefs and disbeliefs.

Jadi, secara singkat Casteel (Sutarjo Adisusilo, 2012:151) mau menegaskan bahwa VCT amat berguna bagi peserta didik untuk mengomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat; berlatih berempati pada teman lain bahkan yang mungkin berbeda keyakinannya; berlatih memecahkan persoalan dilema moral; berlatih untuk setuju atau menolak keputusan kelompok; berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan atau melepas keyakinannya.

Menurut Cheppy (Sutarjo Adisusilo, 2012:152), kekuatan pendekatan ini terutama memberikan penghargaan yang tinggi kepada peserta didik sebagai individu yang mempunyai hak dan kebebasan untuk memilih, menentukan sikap dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri.

Adisusilo (2012:152) mengungkapkan bahwa VCT memiliki kelebihan diantaranya:

a. Membantu siswa untuk berproses menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain.

b. Membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri.

c. Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku mereka sendiri dan akhirnya didorong untuk menghayatinya.

Sedangkan menurut A. Kosasih Djahiri (1979:28), kelebihan dari model VCT antara lain sebagai berikut:

a. Mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral.

(17)

c. Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata.

d. Mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi siswa, terutaa afektualnya.

e. Mampu memberikan pengalaman belajar ddalam berbagai kehidupan.

f. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral yang ada di dalam diri seseorang.

g. Menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan beroral tinggi.

Sama halnya dengan pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan ini juga mengandung kelemahan sebab dapat menampilkan bias budaya barat. Dalam pendekatan ini, kriteria benar-salah dapat relatif, karena sangat mementingkan nilai perseorangan. VCT memang dikembangkan dalam budaya barat yang cenderung amat individualistis dan liberal. Oleh sebab itu, seorang pendidik harus bijak dalam memberi pendampingan agar dalam pemilihan, penentuan nilai, peserta didik tidak tercabut dari akar budayanya.

2.1.3.4Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Klarifikasi Nilai/ VCT

Beberapa ahli mengemukakan tentang langkah-langkah pengajaran yang menggunakan VCT. Menurut Hall dan Simon (Sutarjo Adisusilo, 2012:147) ada tiga proses klarifikasi nilai, yaitu sebagai berikut.

1. Memilih 1. Memilih dengan bebas

2. Memilih dari berbagai alternatif

3. Memilih berbagai alternatif setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya

2. Menghargai / menjunjung tinggi

4. Menghargai dan merasa bahagia dengan pilihannya 5. Bersedia mengakui/menegaskan pilihannya itu di depan

umum

3. Bertindak 6. Berbuat/berperilaku sesuatu sesuai dengan pilihannya 7. Berulang-ulang bertindak sesuai dengan pilihannya itu

hingga akhirnya merupakan pola hidupnya.

(18)

1. Memilih dengan bebas.

Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari segala bentuk tekanan. Lingkungan dapat memaksakan sesuatu nilai pada seseorang yang sebenarnya tidak disukainya. Adakalanya lingkungan menuntut untuk melakukan sesuatu yang tidak berdasarkan keyakinan. Hal yang demikian belum merupakan nilai yang sesungguhnya. Nilai yang sesungguhnya adalah nilai yang dipilih secara bebas. Karena itu nilai-nilai yang ditanamkan pada masa kanak-kanak belum merupakan nilai yang sesungguhnya bagi anak yang bersangkutan; itu baru indikator nilai atau benih nilai yang dapat berkembang menjadi nilai yang dapat berkembang menjadi nilai yang sesungguhnya.

2. Memilih dari berbagai alternatif.

Memilih secara bebas mengandaikan ada berbagai alternatif. Kalau tidak ada alternatif pilihan, maka tidak ada kebebasan memilih.

3. Memilih sesudah mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing alternatif.

Memilih nilai berarti menentukan suatu nilai sesudah mempertimbangkan konsekuensi dari semua alternatif yang ada. Tidak mengetahui akibat suatu alternatif berarti tidak mengetahui apa yang akan terjadi dan apa akibatnya; jika demikian seseorang tidak bebas memilih. Sebaliknya jika seseorang mengetahui akibat-akibat dari alternatif yang ada, maka dia dapat memilih dengan lebih tepat. Dapat terjadi bahwa akibat pilihan tidak ada pilihan bebas, tetapi apabila orang sudah menyadari akibat-akibat pilihannya, maka dia harus mempertimbangkan pilihannya kembali.

4. Menghargai dan senang dengan pilihan yang dibuat.

(19)

pilihannya. Jadi, kalau seseorang memilih sesuatu nilai, seharusnya dia merasa bahagia, senang atas pilihannya.

5. Bersedia mengakui pilihan di muka umum.

Kalau nilai dijunjung tinggi, dihargai dan membuat orang bahagia atau senang maka orang tentu bersedia mengakui, menyatakannya kepada orang lain. Kalau orang menjunjung tinggi suatu nilai, maka orang yang bersangkutan bisa diharapkan akan mengomunikasikan kepada orang lain. 6. Berperilaku sesuai dengan pilihan.

Agar sesuatu benar-benar merupakan nilai bagi seseorang, maka sikap hidup, tindakan yang bersangkutan harus berdasarkan nilai itu; nilai itu harus diwujudkan atau tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya. Salah satu pertanyaan yang perlu diajukan untuk melihat apakah sesuatu sudah

merupakan nilai yang sesungguhnya ialah pertanyaan ini: “ Apakah saya sudah bertindak berdasarkan nilai yang saya pilih, atau apakah pilihan masih

merupakan sesuatu yang sedang saya pertimbangkan?”. Kalau orang belum

mewujudkannya dalam sikap atau tingkah lakunya, belum bertindak sesuai dengan pilihannya itu, maka nilai tersebut belum merupakan nilai yang sesungguhnya; hal yang dikatakan sebagai nilai itu hanyalah suatu keinginan, gagasan, impian saja. Dengan klarifikasi nilai, orang dibantu untuk dapat membedakan apa yang dilakukannya dan apa yang diinginkannya, dirasakannya atau dipikirkannya. Tindakan seseorang mencerminkan nilai yang dianut, yang diyakininya; dia bertindak dan mengambil keputusan sesuai dengan nilainya. Dengan demikian, nilai itu memberikan arah pada hidupnya. Bobot suatu nilai dapat juga diukur dengan melihat berapa banyak waktu yang digunakan untuk memperhatikan nilai tertentu, berapa banyak tenaga yang dicurahkan demi nilai yang dianutnya, dan seberapa banyak hartanya yang dikorbankan demi nilai yang diyakininya.

7. Berulang-ulang berperilaku sesuai dengan pilihan sehingga terbentuk suatu pola hidup.

(20)

bertindak berdasarkan nilai yang diyakininya, dan ini berulang-ulang sehingga merupakan pola hidupnya. Dalam tahapan ini nilai bukan saja dipahami, dimengerti (kognitif), diyakini kebenarannya (afektif), tetapi diwujudkan (psikomotor) dalam perbuatan atau tindakan hidup.

Jadi ketujuh subproses atau aspek tersebut harus ada agar sesuatu benar-benar merupakan nilai bagi seseorang. Dengan kata lain, ketujuh subproses itulah yang dipandang sebagai kriteria untuk menentukan apakah sesuatu itu merupakan nilai yang sesungguhnya (true value) bagi orang yang bersangkutan. Kalau ada yang berkurang, maka itu belum merupakan nilai yang sesungguhnya, itu baru merupakan indikator nilai (a value indicator).

2.1.4 Media Video Interaktif

Menurut Briggs (Hamdani, 2010:243) “media pembelajaran meliputi alat

yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atau buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide

(gambar), foto, gambar, televisi, dan komputer”.

Sanjaya (Hamdani, 2010: 244) menyatakan bahwa “media pembelajaran

meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan”.

(21)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.

Menurut Kemp & Dayton (Arsyad, 2001:19) media pembelajaran memiliki tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan dan kelompok yang pendengarnya dalam jumlah besar, yaitu 1) memotivasi minat atau tindakan 2) menyajikan informasi 3) memberi instruksi.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa fungsi dari media pembelajaran adalah

1. Menjembatani antara guru dan siswa dalam rangka menyampaikan materi bahan ajar

2. Membantu siswa memahami bahan ajar

3. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan pembelajaran 4. Mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu

5. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.

Raharjo (Iswidayati, 2010: 15) menjelaskan kelebihan menggunakan media dalam pembelajaran. Adapun kelebihan media dalam pembelajaran antara lain :

1. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih jelas dipahami siswa sehingga memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

2. Metode mengajar akan lebih bervariasi

3. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar

(22)

Arsyad (Rusman, 2011:218) mengemukakan “video merupakan

serangkaian gambar gerak yang disertai suara yang membentuk satu kesatuan yang dirangkai menjadi sebuah alur, dengan pesan-pesan didalamnya untuk ketercapaian tujuan pembelajaran yang disimpan dengan proses penyimpanan pada media pita dan disk”.

Video merupakan media yang cocok sebagai media pembelajaran di kelas. Di kelompok kecil, maupun secara individual. Bukan saja diberikan kepada anak-anak normal tetapi juga kepada anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak-anak tunagrahita ringan. Media video ini tidak hanya dapat dilihat tetapi juga dapat didengar. Fungsi lain dari video adalah dapat menarik minat, perhatian siswa, memperjelas sajian ide dan mengilustrasikan sehingga anak tidak cepat lupa. Disamping itu secara ekonomis video termasuk media yang relatif lebih murah baik harga maupun pengoperasiannya.

Menurut Seels dan Glasgow (Arsyad, 2002:36) media pembelajaran interaktif adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa) yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan kecepatan dan sekuensi penyajian.

Dari pengertian video dan pengertian interaktif di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media video interaktif adalah serangkaian gambar gerak yang disertai suara yang membentuk satu kesatuan yang dirangkai menjadi sebuah alur, dengan pesan-pesan didalamnya untuk ketercapaian tujuan pembelajaran dan membuat pembelajaran menjadi lebih aktif dan menciptakan interaksi dua arah antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan lingkungannya.

2.1.5 Sintaks Metode Ceramah berbantu Media Video Interaktif dalam Pembelajaran PKn berdasarkan Standar Proses

(23)

1) Kegiatan pendahuluan

1. Siswa mengucapkan salam dan berdoa. 2. Presensi kehadiran siswa.

3. Siswa melakukan apersepsi dengan menyanyikan lagu dari sabang sampai merauke.

4. Guru memberikan beberapa pertanyaan tentang ulasan materi minggu lalu. 5. Siswa mendengarkan penjelaskan guru tentang tujuan pembelajaran. 6. Guru memeriksa kesiapan siswa.

2) Kegiatan inti a. Eksplorasi

1. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi tugas-tugas tiap pengurus organisasi di sekolah, cara membentuk organisasi di dalam kelas, serta nilai-nilai yang dapat di patuhi dalam berorganisasi.

2. Siswa mengamati video interaktif tentang pemilihan organisasi pengurus kelas.

3. Siswa melakukan tanya jawab mengenai video yang telah diamati. b. Elaborasi

1. Siswa mencatat dan membuat rangkuman dari penjelasan guru. 2. Siswa menanyakan jika ada materi yang kurang jelas.

3. Siswa berlatih mengerjakan soal-soal latihan. 4. Siswa mencocokan hasil jawabannya.

c. Konfirmasi

1. Guru membantu menguatkan jawaban masing-masing siswa.

2. Siswa dan guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

3. Guru memberikan apresiasi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan siswa dan memotivasi siswa yang kurang aktif.

3) Kegiatan penutup

(24)

3. Siswa mengerjakan lembar evaluasi.

4. Siswa dan guru melakukan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan. 5. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mencari cerita-cerita yang

berdilema moral dari sebuah video atau berita yang di tonton di TV beserta penyelesaiannya serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk dipresentasikan minggu berikutnya.

6. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

7. Siswa dan guru menutup pembelajaran dengan mengucap salam.

2.1.6 Sintaks Model Pembelajaran VCT berbantu Media Video Interaktif dalam Pembelajaran PKn berdasarkan Standar Proses

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran VCT, dapat dibuat sintak model pembelajaran VCT berbantu media pembelajaran video interaktif sesuai standar proses sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal

1. Siswa mengucapkan salam dan berdoa. 2. Presensi kehadiran siswa.

3. Siswa melakukan apersepsi dengan menyanyikan lagu dari sabang sampai merauke.

4. Guru memberikan beberapa pertanyaan tentang ulasan materi minggu lalu. 5. Siswa mendengarkan penjelaskan guru tentang tujuan pembelajaran. 6. Guru memeriksa kesiapan siswa.

b. Kegiatan Inti a) Eksplorasi

1. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi tugas-tugas tiap pengurus organisasi di sekolah, cara membentuk organisasi di dalam kelas, serta nilai-nilai yang dapat di patuhi dalam berorganisasi.

2. Siswa mengamati video interaktif tentang pemilihan organisasi pengurus kelas.

(25)

4. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang berdilema moral dari video interaktif yang telah diamati oleh peserta didik dan praktek pemilihan ketua kelas tersebut.

b) Elaborasi

1. Guru menyampaikan beberapa topik permasalahan / materi yang berdilema moral.

2. Siswa memilih secara bebas untuk menjawab permasalahan yang ada. 3. Siswa memilih dari berbagai alternatif.

4. Secara individu siswa menjawab masing-masing alternatif yang telah di pilih dengan mempertimbangkan akibatnya.

5. Siswa membentuk kelompok menjadi 5 (4-5 orang).

6. Siswa mendiskusikan masing-masing jawabannya dan menyimpulkan secara bersama di dalam kelompok.

7. Siswa melakukan diskusi pleno kelas, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya masing-masing kemudian kelompok lain memberikan tanggapan ataupun masukan dan begitu seterusnya.

8. Guru membina kebanggaan atas pilihan masing-masing jawaban dan memberikan apersepsi pada setiap jawaban.

c) Konfirmasi

1. Guru membantu menguatkan jawaban masing-masing siswa.

2. Siswa diarahkan guru untuk melaksanakan hasil kesimpulan nilai dalam kasus dilematis itu dalam kehidupan sehari-hari.

3. Siswa dan guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

4. Guru memberikan apresiasi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan siswa dan memotivasi siswa yang kurang aktif.

c. Kegiatan Penutup

1. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran. 2. Guru membagikan lembar evaluasi.

(26)

4. Siswa dan guru melakukan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan. 5. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mencari cerita-cerita yang

berdilema moral dari sebuah video atau berita yang di tonton di TV beserta penyelesaiannya serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk dipresentasikan minggu berikutnya.

6. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

7. Siswa dan guru menutup pembelajaran dengan mengucap salam. 2.1.7 Hasil Belajar

2.1.7.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Suprijono Agus (2011:7) adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Sudjana (2001: 22) menegaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Menurut Oemar Hamalik (2006:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Cara mengetahui keberhasilan kegiatan pembelajaran, guru dapat melakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi/tes. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan (UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 21).

(27)

a. ketrampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitung sampai kepada penalaran yang rumit.

b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.

c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta. d. Ketrampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga, dsb.

e. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimulai seseorang.

Jadi hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar dan dapat dinilai atau diukur melalui evaluasi/tes. Hasil belajar dapat dilihat setelah seseorang melakukan aktivitas belajar baik sesuatu yang baru atau penyempurnaan dari yang pernah dipelajari sebelumnya yang akhirnya akan membentuk suatu kepribadian dan dapat digambarkan dengan prestasi yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.

2.1.7.2 Komponen atau Aspek-Aspek Hasil Belajar

Menurut Rifa’i dan Anni (2009: 85) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah melaksanakan kegiatan belajar. Bloom

dalam Rifa’i dan Anni (2009: 85) menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:

1. Ranah kognitif, merupakan ranah yang berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah ini mencakup kategori: 1) pengetahuan, 2) pemahaman, 3) penerapan, 4) analisis, 5) sintesis, dan 6) penilaian.

(28)

Tabel 2

Rumusan Tujuan Belajar Domain Afektif dari David Krathwohl

No Kategori dari Taxonomi Tujuan Belajar Istilah Hasil Belajar yang Behavioristis

Peserta didik dapat mengidentifikasi 3 unsur terpenting dari tata tertib sekolah. 2 Menjawab partisipasi aktif

dari peserte didik. Tidak

Peserta didik dapat bertindak sesuai tata tertib sekolah. 3 Menilai:

Peserta didik dapat membedakan tindakan yang sesuai tata tertib sekolah dan yang melanggar baik untuk teman maupun untuk dirinya.

(29)

Contoh rumusan indikator:

Setelah mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, peserta didik dapat merancang masa depan kariernya secara rasional.

5 Karakterisasi dari nilai atau kelompok nilai;

Peserta didik dapat menunjukkan kebiasaan hidup yang sehat sekalipun tidak diketahui orang lain.

3. Ranah psikomotor, yaitu ranah yang berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Simpson

(Rifa’i dan Anni 2009: 89) yaitu: 1) persepsi, 2) kesiapan, 3) gerakan

terbimbing, 4) gerakan terbiasa, 5) gerakan kompleks, 6) penyesuaian, dan 7) kreativitas.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi pada seseorang, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor setelah melakukan kegiatan belajar.

Cara mengukur hasil belajar ada dua cara, yaitu:

1. Tes, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tes pada umumnya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif. Berikut ini ada 2 jenis tes yaitu uraian dan objektif (Sudjana, 2011: 35).

a. Tes uraian yang dalam literatur disebut juga dengan essay examination,

(30)

bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Dalam hal inilah kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Bentuk tes uraian dibedakan menjadi a) uraian bebas, b) uraian terbatas dan terstruktur. Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Pada uraian terbatas pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Sedangkan bentuk uraian terstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawab.

b. Tes objektif

Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Soal-soal bentuk objektif ini dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda. Kecuali bentuk jawaban singkat, dalam soal-soal bentuk objektif telah telah tersedia kemungkinan-kemungkinan jawaban (options) yang dapat dipilih.

2. Nontes yaitu teknik pengukuran hasil belajar yang pada umumnya digunakan untuk mengukur hasil belajar afektif dan psikomotor. Alat penilaian nontes menurut Sudjana (2011:67-99) antara lain: a) wawancara dan kuesioner, b) skala, c) observasi, d) studi kasus, e) sosiometri.

2.1.8 Hubungan Model Pembelajaran VCT Berbantu Media Video Interaktif dengan hasil belajar

(31)

Mengingat mata pelajaran PKn adalah jenis ilmu sosial-humaniora seperti pendidikan nilai moral jadi perlu adanya media juga yang bisa digunakan untuk penekanan konsep tentang nilai-moral dalam kehidupan sehari-hari. Diantara beberapa media yang ada, salah satunya adalah media video interaktif. Pada pembelajaran PKn video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif Pada ranah afektif, video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari potensi dampak emosional yang dimiliki oleh video, dimana ia mampu secara langsung memberikan sisi penyikapan personal dan sosial siswa, sesuai yang telah dipaparkan pada halaman 3.

Jadi model pembelajaran VCT merupakan pembelajaran nilai dimana siswa diarahkan untuk memahami nilai-nilai yang ada dalam mata pelajaran PKn yang kemudian di kaitkan dan diimplementasikan dalam kehidupan siswa, sehingga menjadikannya lebih baik dalam pengambilan keputusan di saat bertindak dan bersikap.

2.2 Kajian Yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini penulis berusaha mencari penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya. Penelitian relevan yang telah penulis temukan antara lain:

Menurut penelitian yang dilakukan Fairizah Haris (2013) dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran VCT untuk meningkatkan Kesadaran Nilai

(32)

menggunakan model pembelajaran VCT dapat meningkatkan kesadaran nilai menghargai jasa pahlawan. Hal ini dapat dilihat dari lembar penilaian skala sikap setiap siklusnya. Semakin banyak siswa yang mencapai skor ketuntasan minimal yang ditentukan. Peningkatan ini sesuai dengan target indikator keberhasilan yang telah dirumuskan peneliti.

Dalam E-journal Undiksha penelitian yang dilakukan Ni Pt.Yoni Rahayudhi, A. A. Gd.Agung, dan I Dw. Kade Tastra (2012) dengan judul

penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran VCT Berbantuan Media Microsoft Powerpoint Terhadap Prestasi Belajar Pkn Siswa Kelas V SD gugus II

Kecamatan Tegallalang”, disimpulkan bahwa (1) Deskripsi prestasi belajar PKn siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaan konvensional menunjukan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa Mo < Md < M atau 24,30 < 26,00 < 27,10. Berdasarkan pedoman konversi penilaian skala lima berada pada kategori sedang, (2) Deskripsi prestasi belajar PKn siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) berbantuan media Microsoft PowerPoint

menunjukan skor cenderung tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa Mo > Md > M atau 45,78 > 43,90 > 42,50. Berdasarkan pedoman penilaian skala lima berada pada kategori tinggi. Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model pembelajaran VCT berbantuan media

Microsoft PowerPoint terhadap prestasi belajar PKn siswa diketahui bahwa t hitung > t tabel (9,23 > 2,00 dengan taraf signifikansi 5%).

Menurut penelitian yang dilakukan Imaniar Purbasari (2012) dengan judul

“Pengaruh Model Pembelajaran VCT(Value Clarification Technique) terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Sejarah Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2011/2012 Ditinjau dari Kecerdasan

(33)

pra-aksara dan pra-aksara siswa SMA Negeri Kabupaten Kudus. Uraian di atas dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 3

(34)

dalam pembelajaran PKn adalah pembelajaran VCT. Penggunaan pembelajaran VCT atau teknik klarifikasi nilai bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual, mengembangkan watak dan kepribadian yang baik serta ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari peserta didik demi terwujudnya tujuan bangsa dan negara.

Model ceramah berbantu video interaktif memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1) menyimak materi pokok, 2) menyimak video interaktif pemilihan pengurus kelas, 3) menjawab pertanyaan guru, 4) mengajukan pertanyaan, 5) mengerjakan tes.

(35)

Gambar 2 Bagan kerangka pikir

3. Siswa berdiskusi secara kelompok.

4. Diskusi pleno kelas.

5. Guru membina kebanggaan atas pilihan masing-masing jawaban dan memberikan apersepsi pada setiap jawaban.

6. Guru membantu menguatkan jawaban masing-masing siswa.

7. Guru mengarahkan siswa untuk melaksanakan hasil pilihannya itu macam cerita berdilema moral dan menampilkan video interaktif.

2. Siswa memilih secara bebas alternatif jawaban masing-masing dari topik.

1. Menyimak materi pokok.

(36)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kajian-kajian penelitian yang relevan dan kerangka pikir, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : Ada perbedaan efektivitas model konvensional metode ceramah berbantu media video interaktif dan pembelajaran VCT berbantu media video interaktif terhadap hasil belajar PKn kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga semester II tahun pelajaran 2014/2015.

Dalam hipotesis terdapat hipotesis nihil dan hipotesis alternatif yaitu sebagai berikut :

1. Hipotesis nihil atau nol hipotesis (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antar variabel.

2. Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antar variabel.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak ada perbedaan efektivitas pembelajaran VCT berbantu media video interaktif dan model konvensional metode ceramah berbantu media video interaktif terhadap hasil belajar siswa PKn kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga semester II tahun pelajaran 2014/2015.

Gambar

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan
Tabel 2
Tabel 3 Kajian Penelitian yang Relevan
Gambar 2 Bagan kerangka pikir

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum dilakukan konseling, keluarga belum mengerti tentang perkembangan motorik kasar normal pada bayi, faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan

adapun saran-sarannya bagi perusahaan sepatu Converse asli ( original) yaitu (1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap terhadap pemalsuan merek mewah

di Uchiko Town yang secara umum menunjukkan bahwa Uchiko Town memiliki sektor basis dan unggulan pada sektor agrikultur dan seiiring perkembangan zaman, dua

Sensor non-fotografik berupa scanner menerima pantulan dari satu wilayah sangat sempit pada permukaan bumi (instanteous field of view/IFOV = medan pandang sesaat) yang masuk ke

Kesimpulan dari asuhan kebidanan secara komprehesif pada Ny “S” dengan kehamilan normal (Usia &gt; 35 tahun) yaitu proses asuhan kebidanan komprehesif dari

Dalam analisis fungsional ada banyak topik yang mengacu pada ruang, misal ruang Hilbert, dalam ruang Hilbert ada beberapa konsep dasar yang perlu diketahui terlebih dahulu yaitu

Struktur histologi hati mencit (M. musculus L.) jantan yang diberi paparan kebisingan 12 jam/hari (perbesaran 100x, pewarnaan HE). kongesti pada vena

Jika bangunan kaku (fixed) terhadap tanah (dan tidak dapat tergeser) gaya inersia yang menahan percepatan tanah akan bekerja pada tiap-tiap elemen struktur