• Tidak ada hasil yang ditemukan

FARMAKOTERAPI PASIEN DIABETES MELITUS TI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FARMAKOTERAPI PASIEN DIABETES MELITUS TI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3

FARMAKOTERAPI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2, ANEMIA, DAN ULKUS PEDIS

Disusun Oleh:

Afifah Dwi Rahmatika (G1F014027) Astriana Dian Wahdani (G1F014035)

Alim Wijaya (G1F013039)

Amyda Ayu Dian Ritami (G1F014053) Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)

Nama Dosen Pembimbing : Ika Mustikaningtyas Tanggal Diskusi Kelompok : 13 april 2017

Nama Asisten : Aliyah

Tanggal Diskusi Dosen : 18 Mei 2017

LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017

(2)

A. REKAM KASUS FARMAKOTERAPI PASIEN RAWAT INAP Identitas Pasien

Nama Pasien Tn YT Umur/TTL 57 th

No. Rekam Medik 00954291 BB -

Alamat Tambaksogra TB -

Status Jaminan - Jenis Kelamin L

Riwayat MRS

Tanggal MRS 03-01-15 Tanggal KRS

Riwayat MRS Lemas, Kaki kiri terasa sakit, terdapat luka di kaki kiri >1 bulan

Riwayat Penyakit DM

Riwayat Obat Metformin, Glimepirid Riwayat Lifestyle -

Diagnosa DM II, Anemia, Ulkus Pedis

Parameter Penyakit

TTV Tanggal

3/1/15 4/1/15 5/1/15 6/1/15 7/1/15 8/1/15 TD 180/100 140/80 150/90 150/80 130/80 130/80

N 78 96 88 88 88 80

RR 16 20 22 21 22 21

Suhu 38,3 36 36 36 36 36,5

BAB Cair Cair

Data Laboratorium

Pemeriksaan Satuan Tanggal Pemeriksaan Satuan Tanggal

3/1/15 7/1

Hb / gr/dL 8 Segmen/ /mm3 85,1

Leukosit/ /mm3 15.890 Limfosit/ /mm3 8

(3)

Eritrosit/ 106 sel/mm3 2,3 Kreatinin/ mg/dL 1,17 Trombosit/ mm3 354.000 Ureum/ mmol/L 29,5

MCV/ fL 81 GDP mg/dL 162 (4/1/15) ;

151 (5/1/15)

MCH/ pg/sel 27,7 G2JPP mg/dL 164 (4/1/15)

MCHC/ gr/dL 34,2

RDW/ % 13,9

MPV/ /mm3 10,2

Basofil/ /mm3 0,1

GDS/ mg/dL 267

Eosinofil/ /mm3 1

Batang/ /mm3 0,6

Terapi Saat MRS

Obat Dosis Frek Tanggal

3 4 5 6 7 8 IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm v v v v v v Inj.Ceftriaxon 1 gr 2 kali v v v v v v Inj.Ketorolac 30 2 kali v v v v v v

Amlodipin 10 mg 1 kali v v v v v v

PCT 500 mg 2 tab v v v v v v

Diaform 2 tab 3 kali - v v v v v Diazepam 2 mg 2 kali - - v v v v Metformin 500 mg 1-0-1 v V v v v v Glimepirid 2 mg 1-0-0 v V v v v v

Terapi Saat KRS

Nama Obat Dosis Frekuensi

Metformin 500 mg 1-0-1

(4)

Clindamicin 150 mg 3 x 1

B. DASAR TEORI 1. Patofisiologi

(Kartika, 2017)

Gambar 1. Patofisiologi Ulcer dan Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasikronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom(Kartika, 2017).

(5)

ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit.Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal.Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot (Kartika, 2017).

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai(Kartika, 2017).

2. Guideline Terapi

(6)

Gambar 1. Guideline Terapi diabetes Melitus

(Sumber: Lipskyet al, 2012).

Gambar 3. Guideline Terapi Ulkus Pedis

C. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN SOAP

1. Subjective

Nama Pasien : Tn. YT No. Rekam Medik : 00954291 Umur/TTL : 57 th

BB : -

TB : -

(7)

Alamat : Tambaksogra Status Jaminan : -

Riwayat MRS : Lemas, Kaki kiri terasa sakit, terdapat luka di kaki kiri >1 bulan

Riwayat Penyakit : DM

Riwayat Obat : Metformin, Glimepirid Riwayat Lifestyle : -

Diagnosa : DM II, Anemia, Ulkus Pedis

2. Objective

Parameter Penyakit

TTV Tanggal Nilai

Normal Keterangan Interpretasi 3/1/15 4/1/15 5/1/15 6/1/15 7/1/15 8/1/15

(8)

Leukosit 15890 - - 3200-10000 / mm3 Meningkat Ulkus Pedis Segmen 85,1 - - 36-73 % Meningkat Ulkus Pedis Limfosit 8 - - 15-45 % Normal Ulkus Pedis Eusinofil 1 - - 0-6 % Normal Ulkus pedis

 Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofil terutama berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini memegang peranan penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan penyakit noninfeksi seperti artritis reumatoid, asma dan radang perut. Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasaninfeksi (Kemenkes, 2011).

 Limfosit merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini kecil dan bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses inflamasi. Hanya 5% dari total limfosit yang beredar pada sirkulasi. Limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dantrauma (Kemenkes, 2011).

 Adanya penurunan nilai eritrosit, Hb, Hct dan MCH menunjukkan adanya anemia pada pasien. Rendahnya nilai Hb membuat tubuh memproduksi eritrosit dalam jumlah yang sedikit. Adanya nilai Hct yang rendah juga salah satu tanda adanya kelainan pada darah. MCV merupakan parameter ukuran rata-rata eritrosit yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis anemia, MCV < normal menunjukkan anemia defisiensi besi. MCH < normal menunjukkan sedikitnya jumlah Hb yang membawa oksigen (NIH, 2011).

 Menurut Singh et al (2009) anemia pada laki-laki ditandai apabila nilai Hb < 13 g/dL.

3. Assesment

Diagnosa Pasien : DM II, Anemia, Ulkus Pedis Problem medik yang perlu diterapi : -

Terapi Pasien

Terapi yang telah diterima pasien

Obat Dosis Frek Tanggal

(9)

Inj.Ceftriaxon 1 gr 2 kali v v v v v v

Drug Therapy Problem (DTP)

Subjective Objective Assessment

-

GDS = 267 mg/dL; GDP = 162 mg/dL; G2JPP = 164 mg/dL;

HbA1c 10,9 %

DRP: Kebutuhan terapi tambahan (Glimepirid saat KRS)

Pada saat KRS, pasien hanya diberikan terapi OHO metformin saja. Padahal penggunaan terapi kombinasi 2 OHO (metformin dan glimepirid) seharusnya diberikan selama minimal 3 bulan untuk kemudian di cek kadar HbA1C dan GDS nya untuk menentukan langkah terapi yang selanjutnya (Kim et al., 2014). Oleh karena itu, seharusnya pasien tetap diberikan terapi kombinasi 2 obat tersebut saat KRS.

Penyelesaian : Diberikan terapi glimepirid saat KRS.

Lemas disebabkan karena adanya hambatan saat eritropoiesis terutama pada pasien DM. Hambatan ini terjadi karena adanya pengaruh sitokin inflamasi terutama IL-6. Sehingga terapi yang diberikan adalah erythropoietin Stimulating Agent (ESA) (Pavkovic et al., 2004).

Penyelesaian : Diberikan Darbepoetin Alfa (0,46 – 0,59 µg/Kg/minggu) secara subkutan selama 4 minggu.

Kaki kiri

DRP: Obat tidak Efektif (Ulkus Pedis)

(10)

1 bulan RR > 20 kali per menit, dan leukosit > 12.000/mm3. Ceftriaxon kurang di rekomendasikan sebagai terapi pilihan untuk mengatasi Ulkus Pedis Grade 4 (Severe) (Lipsky et al, 2012).

Piperacillin/Tazobactam merupakan antibiotik yang direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk ulkus pedis Grade 4 (Severe) (Modha, et al., 2007, Lipsky, et al., 2012, Abbas, et al., 2015)

Penyelesaian : Injeksi Ceftriaxon diganti dengan Piperacillin/Tazobactam.

- Suhu 38,5C (3/1/15)

DRP: Overdose ( Paracetamol)

Pada kasus pasien mengalami demam pada hari pertama dan telah diatasi dengan parasetamol. Pada hari kedua MRS suhu tubuh pasien kembali normal (36C). Namun selama MRS pasien tetap diberikan parasetamol meskipun suhu tubuhnya sudah normal. Menurut Hammond & Boyle (2011), antipiretik tidak boleh digunakan secara rutin karena dapat bersifat toksik. Sehingga penggunaan parasetamol hanya digunakan saat demam saja.

Penyelesaian : Parasetamol digunakan saat pasien demam saja diaform tetap dilanjutkan selama MRS. Menurut drugs.com, penggunaan kaolin tidak bolehlebih dari 2 hari, sehingga diaform sebaiknya diberikan saat diare saja.

Penyelesaian : Diaform digunakan saat diare saja, maksimal 2 hari. Apabila diare

Kaki kiri

terasa sakit -

DRP : Overdose (Inj Ketorolac)

(11)

sehari selama 5 hari.

Penyelesaian : Inj Ketorolac diberikan secara IV 1 kali sehari.

4. Plan

a. Tujuan Terapi

 Menghilangkan keluhan dan tanda DM, mengontrol kadar glukosa darah pasien.

 Mencegah dan menghambat progresivitas ulkus pedis.

 Mengatasi Anemia.

b. Terapi Non-Farmakologis

 Diet sehat atau perubahan gaya hidup, cukup istirahat, melakukan olahraga

ringan.

 Menghindari faktor resiko seperti kelebihan berat badan, merokok, atau

konsumsi alcohol.

 Melakukan diet, sehingga meminimalkan beban berat ulkus. Meliputi bedrest

atau kursi roda sehingga tidak terjadi trauma berulang di tempat yang sama.

 Menjaga kelembaban di daerah yang luka, penggunaan balutan di lokasi ulkus

dengan kasa steril.

 Menjaga kebersihan kaki.

c. Terapi farmakologis yang Diterima Pasien 1. IVFD NaCl 0,9 %

(12)

(Kitabachi, 2009)

2. Tazosin (Piperacillin dan Tazobactam)

Menurut Lipsky (2012), ulkus pedis pasien termasuk ke dalam Grade 4 (Severe), dapat dilihat dari suhu > 38oC, RR > 20 kali per menit, dan leukosit > 12.000/mm3. Piperacillin/Tazobactam merupakan antibiotik yang direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk ulkus pedis Grade 4 (Severe) (Modhaet al., 2007, Lipskyet al., 2012, Abbaset al., 2015).

(13)

Ertepenem, Ampicillin/Sulbactam, dan Moxifloxacin. Piperacillin/Tazobactam memiliki remisi klinik yang lebih baik apabila dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral seperti Amoxicillin/Clavulanate (Scharper, 2013).

Dosis Piperacillin/Tazobactam yang digunakan untuk mengatasi ulkus pedis grade 4 (Severe) adalah 4,5 gram secara IV diberikan 3 kali sehari (Lipsky, 2012, MIMS, 2017).

3. Amoxicillin/Clavulanate

Amoxicillin/Calvulanate merupakan antibiotik golongan penicillin dengan spektrum luas. Pasien ulkus pedis grade 4 (Severe) diberikan terapi utama secara parenteral/IV kemudian diganti secara peroral secepatnya apabila kondisi pasien telah stabil (Lipsky, 2012). Menurut Anti-Infective Subcommittee (2004), Piperacilin/Tazobactam 4,5 gram IV 3 kali sehari diganti menggunakan Amoxicillin/Clavulanate 875 mg PO 2 kali sehari ± Azithromycin 250 mg PO setiap hari untuk mendapatkan remisi klinis yang lebih baik.Sehingga Amoxicillin/Clavulanate dipilih sebagai terapi KRS pasien.

(Anti-Infective Subcommittee, 2004)

4. Injeksi Ketorolak

(14)

disebabkan dari ulkus pedis. Tingkat nyeri pada ulkus pedis berada diatas angka 5.6 atau berada pada tingkat sedang – parah (Davis et al., 2006; Haefeli dan Elfering, 2006 dan Ministry of Health, 2012). Berdasarkan guidelinepain management terapi farmakologi untuk nyeri dengan tingkat sedang – parah adalah menggunakan opioid atau morfine. Lebih lanjut, pada guideline juga menyebutkan bahwa penggunaan ketorolac 30 mg IV dianggap setara dengan 4 mg IV morfin. Sehingga penggunaan ketorolac 30 mg IV 2 kali sehari dinilai tepat untuk mengatasi nyeri pada pasien ulkus pedis (Ministry of Health, 2012).

Penggunaan ketorolak tidak disarankan untuk penggunaan jangka panjang atau > 5 hari karena dapat memberikan beberapa efek samping yaitu koagulasi, gangguan gastointestinal, dan nefrotokosisitas (Heo et al., 2015 dan Jusuf, 2008). Sehingga jangka terapi yang disarankan untuk pasien adalah injeksi ketorolac 30 mg IV 1 kali sehari selama 5 hari.

5. Inj Diazepam

Diazepam merupakan obat golongan benzodiazepin yang mempengaruhi sitem saraf otak dan memberikan efek penenang. Penggunaan diazepam dapat memberikan efek analgesik (Pramod et al., 2011). Selain itu, penggunaan secara bersamaan antara diazepam dan ketorolac tidak menimbulkan interaksi obat sehingga injeksi diazepam secara IV dengan dosis 2 mg 2 kali sehari dinilai tepat untuk diberikan pada pasien (Drug, 2017 dan Medscape, 2017).

6. Amlodipin

(15)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seccia ela al. (1995) mengkonfirmasi efikasi antihipertensi amlodipin pada pasien diabetes dengan hipertensi, dan menyarankan penggunaannya pada pasien DM dengan hipertensi karena adanya pengaruh yang menguntungkan dari obat ini pada kontrol glikemik dan lipid. Penelitian menunjukkan adanya penurunan nilai SBP dan DBP yang signifikan setelah 2 minggu pengobatan dan bahkan lebih terasa setelah 4 minggu. Penurunan TD terjadi 3 sampai 8 dan 24 jam setelah asupan obat di pagi hari.

(16)

7. Paracetamol

Pada kasus pasien mengalami demam pada hari pertama dan telah diatasi dengan parasetamol. Pada hari kedua MRS suhu tubuh pasien kembali normal (36C). Namun selama MRS pasien tetap diberikan parasetamol meskipun suhu tubuhnya sudah normal. Menurut Hammond & Boyle (2011), antipiretik tidak boleh digunakan secara rutin karena dapat bersifat toksik. Sehingga penggunaan parasetamol hanya digunakan saat demam saja.

Selain digunakan sebagai antipiretik saat MRS, terapi parasetamol diberikan kembali pada saat KRS untuk mengatasi nyeri kaki yang dialami oleh pasien karena adanya ulkus pedis. Pemberian PCT ini diberikan sebagai terapi alternatif karena ketorolac yang diberikan saat MRS hanya dapat diberikan maksimal 5 hari, sehingga untuk menangani nyeri digunakan PCT. Menurut Toft (2014) untuk neuropati diabetes paracetamol yang merupakan obat penghilang rasa sakit, juga dikenal sebagai analgesic akan memblokir pesan nyeri ke otak Sehingga otak tidak tahu bahwa seharusnya merasakan rasa sakit.

Menurut Hall et al. (2013), penggunaan parasetamol, baik dosis tunggal maupun kombinasi dengan kodein atau dihydrocodeine merupakan salah satu pengobatan lini pertama yang paling umum digunakan untuk kondisi nyeri neuropati seperti PHN, PDN, nyeri punggung bawah neuropati, atau nyeri tungkai phantom. Sehingga untuk mengatasi nyeri pada kaki setelah KRS dapat diberikan PCT.

8. Diaform

(17)

poliuri, polifagi dan polidipsi sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien belum mengalami symptom sehingga pasien diberi dual terapi. Pada kasus, pasien diberikan kombinasi metformin dan glimepirid selama di rumah sakit. Kemudian dilakukan pengecekan GDP pada tanggal 4 dan 5, hasilnya kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar GDP, sehingga dapat diasumsikan bahwa kombinasi obat tersebut efektif untuk digunakan pada pasien DM kasus ini. Dosis glimepiride saat MRS diberikan 2 mg sekali sehari dan dosis metformin 500 mg dua kali sehari. Menurut MIMS (2017)dosis metformin 500 mg dan glimepirid 2 mg yang diberikan kepada pasien sudah sesuai.

(18)

(MIMS, 2017).

Pasien diberikan metformin 500 mg 2 kali sehari dalam sediaan tablet metformin dan diberikan tablet glimepirid 2 mg 1 kali sehari sebelum makan atau bersama makanan. Menurut Shimpi (2009), kombinasi metformin dan glimepirid dapat mengontrol kadar glukosa lebih baik daripada kombinasi metformin dan glibenklamid, karena dapat menurunkan kadar HbA1C, GDP dan GDS lebih signifikan. Pada saat KRS, pasien hanya diberikan terapi OHO metformin saja. Padahal penggunaan terapi kombinasi 2 OHO (metformin dan glimepirid) seharusnya diberikan selama minimal 3 bulan untuk kemudian di cek kadar HbA1C dan GDS nya untuk menentukan langkah terapi yang selanjutnya (Kim et al, 2014). Oleh karena itu, seharusnya pasien tetap diberikan terapi kombinasi 2 obat tersebut saat KRS.

(Sumber: Kim et al, 2014).

(19)

Menurut Pavkovic et al. (2004) pasien DM2 disertai anemia diberikan terapi erithropoetin stimulating agent (ESA). ESA bekerja pada semua agen yang meningkatkan eritropoiesis baik melalui aksi langsung maupun tidak langsung pada reseptor erythropoietin. Ada 3 jenis ESA yang tersedia pada saat ini yaitu epoetin alfa, epoetin beta, dan darbepoetin. Epoetin alfa dan beta telah dirancang menyerupai eritropoetin endogen secara molekuler dan memiliki farmakokinetik yang sama. Epoetin alfa dan beta merupakan short acting ESA, sedangkan darbepoetin merupakan ESA generasi kedua yang memiliki aksi long acting (KDOQI, 2006).

Menurut Can et al., (2013) dan Loughnan et al. (2011), Epoetin Alfa, Epoetin Beta, dan Darbepoetin alfa memiliki efek yang tidak jauh berbeda. Namun menurut Carerra et al., (2009) pengunaan darbepotein alfa lebih efisien dari segi harga dan frekuensi. Sehingga terapi anemia yang dipilih adalah darbepoetin alfa berhubung usia pasien 57 tahun dan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Dosis darbepoetin yang diberikan adalah (0,46 – 0,59 µg/Kg/minggu) secara subkutan. Terapi dilakukan selama 4 minggu karena pada pasien anemia dengan tingkat Hb awal kurang dari target, Hb meningkat sebesar ±1 g/dL pada 4 minggu awal pemberian. Pemberian melalui subkutan lebih efektif pada pasien non dialisis karena pada pmeberian subkutan resiko terjadinya aplasia sel darah merah lebih kecil dan pemberian secara subkutan lebih mudah jika dibandingkan intravena.

Jadi, saran terapi untuk Ny. Wa:

Obat Dosis Frekuensi Tanggal

3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm - V V V V V V

Tazocin 4,5 gr IV 3X V V V V V V

Injeksi Ketorolak 30 mg 1X V V V V V -

(20)

PCT 500 mg 3X V - - - - -

Diaform 2 tab 3X - V - - - -

Inj Diazepam IV 2 mg 2X V V V V V -

Metformin 500 mg 1-0-1 V V V V V V

Glimepirid 1 mg 1-0-0 V V V V V V

Darbepoetin Alfa 0,59

µg/Kg/mgg

- V - - - - -

Terapi yang disarankan saat KRS

Obat Dosis Frekuensi

Amlodipin 5 mg 1X sehari selama 5 hari

Metformin 500 mg 1-0-1 (2X sehari)

Glimepirid 1 mg 1-0-0 (1X sehari)

Darbepoetin Alfa (Aranesp)

0,59 µg/Kg/mgg 1X seminggu selama 3 minggu

Amoxicillin/Clavulanate (Augmentin)

875 mg PO 2 x 1 sehari (06.00, 18.00) Dengan durasi 7 -10 hari

d. Konseling Informasi dan Edukasi (KIE) Tenaga Kesehatan

 Perlu dilakukan pengecekan kadar ferritin dan saturasi transferin pada pasien untuk memutuskan perlu digunakan suplementasi besi sebagai terapi adjuvant atau tidak.

 Pemberian darbopoetin alfa dengan dosis 0,46 – 0,59 µg/Kg/minggu secara sc yaitu pada tanggal 3/1 ; 10/1 ; 17/1

(21)

 Mengecek HbA1c dan GDS 3 bulan setelah pemberian OHO.

 Memonitoring tanda dan gejala terjadinya hipoglikemi seperti menggigil, sakit kepala, lapar dll.

 Mengkonfirmasi kepada dokter terkait terapi yang disarankan.

 Piperacillin/Tazobactam tidak bisa dicampur dengan obat lain dalam 1 syringe.  Dilakukan monitoring leukosit setiap 3 hari

Dokter

 Mengkonfirmasi apabila target keberhasilan nilai GDS belum tercapai untuk penggantian terapi atau penggunaan triple terapi.

 Segera dilakukan monitoring mengenai jenis luka yang dialami pasien. Pasien

 Memotivasi pasien untuk melakukan diet dan merubah gaya hidup.  Memotivasi kepatuhan minum obat pasien.

 Mengingatkan jadwal minum obat setelah KRS

e. Monitoring

Obat Monitoring Target

Keberhasilan

Keberhasilan ESO

Tazocin Menurunkan kadar leukosit sehingga Amlodipin TD Pasien Normal Pembengkakan

pergelangan kaki atau

(22)

140-Glimepirid terkontrol. sakit kepala, mual, serta dibutuhkannya terapi tambahan darbepoetin alfa dan gimepirid KRS. Penatalaksanaan terapi farmakologis sebaiknya diberikan yaitu NaCl 0,9%, tazozin, inj. ketorolak, almodipin, PCT, diaform, diazepam, glimepirid, metformin, dan darbepoetin alfa.

E. DAFTAR PUSTAKA

(23)

Bader, Mazen S., 2008, Diabetic Foot Infection, American Family Physician, 78 (1) : 71 - 79. Can, C., Emre, S., Bilge, I., Yilmaz, A., and Sirin, A., 2013. Comparison of recombinant human

erythropoietin and darbepoetinalpha in children. Pediatrics International (2013) 55, 296–299.

Carrera, F., and Burnier, M., 2009. Use of darbepoetin alfa in the treatment of anaemia of chronic kidneydisease: clinical andpharmacoeconomic considerations. NDT Plus (2009) 2 [Suppl 1]: i9–i17.

Davies, M., Brophy, S., Williams, R., dan Taylor, A., 2006. The Prevalence, Severity, and Impact of Painful Diabetic Peripheral Neuropathy in Type 2 Diabetes. Diabetes Care Vol. 2.

Haefeli, M., dan Elfering, A., 2006. Pain Assessment. Eur Spine J 15: S17-S24.

Hall GC, Morant SV, Carroll D, Gabriel ZL, McQuay HJ. 2013. An observational descriptive study of the epidemiology and treatment of neuropathic pain in a UK general population. BMC Family Practice. 14:28. [DOI: 10.1186/ 1471-2296-14-28].

Hammond NE, Boyle M. 2011. Pharmacological versus non-pharmacological antipyretic treatments in febrile critically ill adult patients: a systematic review and meta-analysis. Australian Critical Care. 24(1): 4-17.

Heo, B.H., Park, J.H., Choi, J.I., Kim, W. M., Lee, H. G., Cho, S. Y., dan Yoon, M. H., 2015. A Comparative Effect of Proparacetamol and Ketorolac in Postoperative Patient Controlled Analgesia. Korean J Pain Vol. 28 No. 3: 203-209.

James PA, Ortiz E, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults: (JNC8). JAMA. 5;311(5):507-20.

Jusuf, Jenny, 2008. Efektivitas dan Efek Samping ketorolac Sebagai Tokolitik pada Ancaman Persalinan Prematur Tinjauan Perbandingan dengan Nifedipin. Tesis. Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi UNDIP. Semarang.

Kartika, Ronald, W., 2017, Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik, CDK-248,44 (1) : 18 – 22. KDOQI, 2006, Anemia In Chronic Kidney Disease In Adults, American Journal of Kidney

Diseases, 47(5):S54-S57.

Ko GT, Chan HC, Chan CH. 2001. Blood pressure reduction and tolerability of amlodipine versus nifedipine retard in Chinese patients with type 2 diabetes mellitus and hypertension: a randomized 1-year clinical trial. Int J Clin Pharmacol Ther. (8):331-5. Lipsky, B. A., Berendt A. R., Cornia P. B., et al., 2012, 2012 Infectious Diseases Society of

America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections, CID 2012, 54 : 132 - 173.

Loughnan, A., Ali, G. R., Abeygunasekara, S. C., 2011, Comparison of the Therapeutic Efficacy of Epoetin Beta and Epoetin Alfa in Maintenance Phase Hemodialysis Patients, Renal Failure, 33(3):373-375.

(24)

MIMS, 2017, Tazocin, http://www.mims.com/indonesia/ drug/info/tazocin/?type=full diakses tanggal 17 Mei 2017.

Ministry of Health, 2012. Pain Management Guideline. Republic of Rwanda.

Modha, D., Bukhari S., Swann A., Kong M., Dawson K., 2007, Antimicrobial Guidelines for the Empirical Management of Diabetic Foot Infections, UHL Policies and Guidelines Committee.

NIH, 2011, Your Guide To Anemia, US Department of Health and Human Services : United State.

Pramod, G.V., Shambulingappa, P., Shashikanth, M.C., dan Lee, S., 2011. Analgesic Efficacy od Diazepam and Placebo in Patients with Temporomandibular Disorders: A double blind Randomized Clinical Trial. Indian J Dent Res 2011; 22:404-9.

Scharper, N. C., Dryrden M., Kujath P., et al., 2013, Efficacy and safety of IV/PO moxifloxacin and IV piperacillin/tazobactam followed by PO amoxicillin/clavulanic acid in the treatment of diabetic foot infections: results of the RELIEF study, Infection, 41:175–186. Singh, D.K., Peter, W., and Ken, F., 2009. Erythropoietic stress and anemia in diabetes mellitus.

Nat. Rev. Endocrinol. 5, 204–210 (2009).

T.M. Seccia, V Vulpis, S. Ricci and A. Pirrelli. 1995. Antihypertensive and Metabolic Effects of Amlodipine in Patients with Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus. Clin. Drug Invest. 9 (1): 16-21.

(25)

F. LAMPIRAN

(Heo, et al. 2015)

(Davies, et al, 2006)

Haefeli, M., dan Elfering, A., 2006

Gambar

Gambar 1. Patofisiologi Ulcer dan Diabetes Melitus
Gambar 1. Guideline Terapi diabetes Melitus

Referensi

Dokumen terkait

In order to carry out slope analysis at large scale on Martian surface based low-resolution data such as MOLA data, while alleviating the smoothness problem of slopes due to

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-3/W1, 2017 2017 International Symposium on Planetary Remote Sensing

Atas segala pertolonganMu dan RidhloMu , sehingga penulis dapat menye lesaikan penelitian skripsi dengan judul” EFEK IMUNOMODULATOR EKSUDAT IKAN GABUS ( Channa

Mereka mampu berinteraksi dengan sangat baik dengan teknologi digital seperti internet, video games , dan computer games (Selwyn, 2009). Anak sebagai pengguna aplikasi

Aktivitas tersebut tercermin dalam tradisi nyambungan, yakni kebiasaan masyarakat Baduy mengirim atau menyumbang sesuatu kepada warga yang sedang menyelenggarakan

Pengamatan gambaran histologis dan penelitian morfometrik menunjukkan bahwa gambaran mitosis pada tumor phyllodes cenderung dijumpai pada stroma yang dekat dengan

Pada beberapa tanah, kerikil batu dan batuan induk dari lapisan lapisan tanah ada juga yang mempengaruhi tekstur dan penggunaan tanah.Tekstur suatu tanah merupakan