• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Sosial dan lembaga sosial (13)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Interaksi Sosial dan lembaga sosial (13)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Manusia senantiasa melakukan hubungan dan pengaruh timbal balik dengan manusia yang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bahkan, secara ekstrim manusia akan mempunyai arti jika ada manusia yang lain tempat ia berinteraksi. Interaksi sosial bisa didefinisikan sebagai hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok individu yang lainnya. Interaksi sosial merupakan bentuk dari dinamika sosial budaya yang ada didalam masyarakat. Dengan demikian, dengan interaksi sosial akan memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan didalam masyarakat yang akan membentuk hal-hal yang baru yang membuat dinamika masyarakat menjadi hidup. Perubahan-perubahan ini akan terjadi sambung-menyambung dari generasi yang satu ke generasi berikutnya sepanjang zaman.

Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas dan integrasi sosial (Kymlicka, 2007; Modood, 2007; Parekh, 2002; Philips, 2006). Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorang dengan kelompok manusia. Dalam berinteraksi seseorang individu atau kelompok sosial sedang berusaha atau belajar untuk memahami tindakan sosial seorang individu ataupun kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur bila individu dalam masyarakat dapat bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, yakni tindakan yang disesuaikan dengan situasi sosial saat itu, tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, serta individu bertindak sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat.

(2)

Interaksi yaitu suatu relasi antara dua sistem yang terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada suatu sistem akan mempengaruhi kejadian yang terjadi pada sistem lainnya. Interaksi adalah suatu pertalian sosial antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lainnya. (Chaplin, 2011)

Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1982) interaksi sosial merupakan hubunngan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut antara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.

BAB II PEMBAHASAN A. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Interaksi Sosial

(3)

hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia.

Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative proses Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak dua, yaitu ciri fisik dan penampilan. Ciri fisik adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras.

(4)

situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.

1) Kontak Sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan.

Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut :

 Antara orang perorangan. Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaankebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.

(5)

 Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

2) Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan (Soekanto, 1982).

Sedangkan menurut Wiryawan & Noorhadi (dalam Resita, Herawati, & Suhadi 2014) komunikasi dapat didefinisikan sebagai berikut:

 Komunikasi dapat di pandang sebagai proses penyampaian informasi.

 Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seorang kepada orang lain.

 Komunikasi di artikan sebagai peroses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang di sampaikan.

(6)

berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

3. Dasar Berlangsungnya Interaksi Sosial

Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu (vide Bonner, Sosial Psychology, no. 3):

1) Faktor Imitasi

(7)

Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik.Peranan imitasi dalam interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar.

Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya. Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.

2) Faktor Sugesti

Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hamper sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain dluarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu:

(8)

Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia ketika terkena sugesti berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat terjadi misalnya apabila orang itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada orang banyak itu.

b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)

(9)

membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.

c. Sugesti karena otoritas atau prestise

Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan-pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.

d. Sugesti karena mayoritas

Dalam hal ini, orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan apabila ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh ebagian besar dari golongannya, kelompknya atau masyarakatnya.

e. Sugesti karena ”will to believe

Terdapat pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.

3) Fakor Identifikasi

(10)

cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.

(11)

4) Faktor Simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba. Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

(12)

Dalam proses interaksi sosial menghasilkan 2 bentuk yaitu proses sosial asosiatif dan disosiatif.

1) Proses/interaksi Sosial Asosiatif

Adalah proses sosial yang membawa ke arah persatuan dan kerja sama. Proses ini disebut juga sebagai proses yang positif. Beberapa proses sosial yang bersifat asosiatif adalah :

 Asimilasi

Proses asimilasi terjadi apabila dalam masyarakat terdapat perbedaan kebudayaan diantara kedua belah pihak, ada proses saling menyesuaikan, ada interaksi intensif antara kedua belah pihak.

 Kerja sama (cooperation)

Merupakan bentuk yang paling utama dalam proses interaksi sosial karena interaksi sosial yang dilakukan oleh seorang/kelompok orang bertujuan untuk memenuhi kepentingan/kebutuhan bersama.

o Kerjasama spontan : kerjasama yang timbul secara spontan.

o Kerjasama langsung : kerjasama yang terjadi karena adanya perintah dari atasan.

o Kerjasama kontrak : kerjasama yang terjadi atas dasar ketentuan tertentu yang disetujui bersama untuk jangka waktu tertentu.

o Kerjasama tradisional : kerjasama yang terbentuk karena adanya sistem tradisi yang kondusif.

 Akomodasi

Sebagai proses usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk meredakan atau memecahkan konflik dalam rangka mencapai kestabilan.

(13)

Merupakan proses sosial yang timbul akibat suatu kebudayaan asing/kebudayaan lain tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Terdapat dua alasan untuk membedakan tingkat budaya dan psikologis. Pertama, dalam psikologi lintas budaya kita memandang perilaku individu sebagai interaksi dengan konteks budaya yang terjadi (Berry, Poortinga, Segall dan Dasen dalam Berry dan Safdar, 2007). Kedua, tidak setiap individu masuk, berpartisipasi atau berubah dengan cara akulturasi yang sama. Terdapat perbedaan individu yang besar dalam akulturasi psikologis, walaupun diantara individu yang memiliki budaya yang sama dan tinggal dalam wilayah akulturatif yang sama (Sam dan Berry dalam Berry dan Safdar, 2007). Mengacu dengan pernyataan Berry dan Safdar tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam akulturasi psikologis, dampak yang ditimbulkan dari adanya kontak antar budaya (budaya asli dengan budaya luar) tidak hanya berupa perubahan tetapi juga dapat berupa perilaku mempertahankan budaya asli. Ketika individu dihadapkan pada fenomena perubahan budaya dalam kelompoknya sebagai akibat masuknya budaya luar, maka pada individu tersebut akan terjadi akulturasi psikologis. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Berry (dalam Matsumoto dan Juang, 2008) serta pada Berry (2005), Individu akan melakukan salah satu strategi akulturasi yang terdiri dari empat macam yaitu:Intergrasi (integration), Asimilasi (assimiliation), Separasi (separation), dan Marginalisasi (marginalization)

(14)
(15)

memiliki selera dan gaya hidup layaknya orang barat. Mulai dari desain rumah, perabotan rumah, sampai hampir pada tiap barang yang di beli dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya barat. Singkatnya, budaya luar (budaya barat) yang masuk ke indonesia membuat banyak perubahan dalam perilaku individu.

2) Proses/interaksi sosial disosiatif

Merupakan interaksi sosial yang membawa ke arah perpecahan. Ada beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif yaitu :

 Konflik Sosial atau Pertentangan

Dapat diartikan sebagai suatu proses antara dua orang atau lebih, maupun kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

 Persaingan (competition)

Merupakan suatu proses sosial yang melibatkan mencapai keuntungan melalui bidang kehidupan yang pada suatu saat tertentu menjadi pusat perhatian umum, tanpa ancaman/kekerasan.

 Kontrovensi

Merupakan suatu proses sosial yang posisinya berada diantara persaingan dan konflik. Kontrovensi dapat berwujud sikap tidak senang, baik secara terbuka/sembunyi-sembunyi. B. STUDI KASUS

AN adalah seorang siswa kelas tiga salah satu sekolah menengah atas di kota Samarinda. AN memiliki tiga orang saudara, satu kakak perempuan dan dua adik laki-laki. Ayah AN bekerja di salah satu lembaga swasta sedangkan ibu AN hanya sebagai ibu rumah tangga.

(16)

AN merupakan anak yang penurut. Ia selalu menaati baik aturan agamanya maupun apa yang dikatakan orang tuanya. Teman-teman serta para tetangga AN pun menganggap AN anak yang ramah dan menyenangkan.

Ketika lulus dari SMP, AN diterima di salah satu sekolah menengah negeri yang cukup terkenal di kotanya. Di sekolah itu, jilbab bukan merupakan suatu kewajiban sehingga terdapat siswa muslim yang tidak memakai jilbab. Di sekolahnya, ia memiliki tiga orang teman akrab, yang kesemuanya beragama islam namun tidak memakai jilbab.

Walaupun AN bersekolah di sekolah negeri yang cukup terkenal dikarenakan prestasi para alumni sekolah tersebut, hal itu tidak menjamin apakah siswa-siswa yang masuk ke sekolah itu adalah siswa yang benar-benar “baik”, karena beberapa dari mereka kadang berkata-kata kasar saat berbicara, walaupun itu hanya obrolan ringan, kepada sesama teman sekelas mereka. Situasi itu membuat AN merasa cukup tidak nyaman.

Ketika naik ke kelas dua, AN perlahan-lahan mulai berubah. Perubahan pertama yang ia sendiri rasakan adalah ia bisa dengan luwes menyebutkan kata-kata kasar saat ia berbicara, padahal dulu ia sangat risih ketika mendengar hal tersebut. Lalu, ia pun perlahan-lahan mengubah penampilannya. Jika dulu ia mengenakan jilbab panjang yang menutupi bagian dadanya, sekarang ia hanya memakai jilbab hanya sekadar memenuhi perintah ibu dan ayahnya.

Sampai akhirnya, ia mulai menyukai beberapa artis barat, salah satunya adalah Miley Cyrus. Pada wawancara yang kami lakukan terhadap AN, ketertarikan dan kesukaannya terhadap Miley membut ia mulai meniru cara berpakaian Miley dan akhirnya ia memutuskan untuk melepas jilbabnya.

(17)

Sebelum memasuki analisis kasus, terdapat satu teori dalam bahasan interaksi sosial yang perlu kita ketahui untuk menganalisis kasus AN. Teori ini berasal dari seorang psikolog bernama Leon Festinger. Teori yang disebut sebagai Teori Perbandingan Sosial ini berbicara tentang proses pembandingan diri dengan diri orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama dengan manusia lain, dan dalam proses kehidupannya itu muncul keinginan manusia untuk dapat mengevaluasi atau melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat memenuhi keinginan tersebut, manusia akan membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal-hal yang dibandingkan adalah hampir semuanya merupakan hal-hal yang dimiliki semua umat manusia, contohnya seperti status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian, dan lainnya. Konsekuensi yang timbul dari proses perbandingan tersebut adalah penilaian yang lebih baik atau bahkan penilaian yang lebih buruk terhadap diri kita dan orang lain.

Menurut kami, AN melakukan perbandingan mengenai caranya berpakaian terhadap ketiga teman akrabnya, karena menurut wawancara yang kami lakukan, AN beberapa kali mengungkapkan bahwa terkadang ia merasa iri dengan ketiga temannya yang dapat berpakaian semau mereka, tanpa ada larangan dan perintah dari orang tua mereka mengenai apa yang mereka gunakan. Belakangan kami mengetahui bahwa AN menggunakan jilbab hanya karena kehendak orang tuanya, tanpa peduli bahwa itu merupakan kewajiban dalam agama Islam. Menurut Leon Festinger dalam teorinya tersebut, manusia cenderung memilih orang sebaya atau teman dekat mereka yang berada satu lingkungan dengan mereka untuk dijadikan sasaran perbandingan.

(18)

bahwa teman-teman akrabnya mungkin saja pernah mengatakan “kamu kayaknya lebih cantik kalau nggak pakai jilbab deh,” dibuktikan dengan dukungan teman-temannya saat AN mulai melepas jilbabnya. Hal itu secara tidak langsung akan mengubah mindset AN tentang dirinya, apakah ia lebih cantik menggunakan jilbab atau tanpa menggunakan jilbab.

Miley Cyrus, salah satu idola AN pun secara tidak langsung memiliki peran dalam perubahan gaya berpakaian AN. Saat menemui kami untuk mengadakan wawancara, ia hanya mengenakan celana jeans pendek dan kaus pendek yang ketat. Kecenderungan AN untuk menyerupai idolanya dalam hal berpakaian diakibatkan adanya proses imitasi yang cukup berperan dalam proses interaksi sosial.

Selain itu, masuknya budaya barat ke Indonesia, termasuk gaya berpakaiannya, turut berperan dalam perubahan gaya berpakaian AN. Gaya berpakaian budaya barat yang minim kini dapat kita jumpai hampir di seluruh daerah di Indonesia. Orang-orang yang berpakaian ala budaya barat akan sangat mudah dijumpai. Dikarenakan banyak dan beragamnya jenis pakaian ala budaya barat yang masuk ke Indonesia, maka generasi remaja secara pelan-pelan membentuk standar bersama dalam berpakaian dan berperilaku. Umumnya, standar ini akan dipopulerkan oleh orang-orang yang terkenal dan memiliki pengaruh besar dalam hal gaya berpakaian, seperti contohnya artis.

BAB III KESIMPULAN

(19)

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu antara orang perorangan, antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.

Bentuk-bentuk interaksi sosial ada yang disebut Proses Asosiatif (Proseses of Association) dan Proses Disosiatif (Proseses of Dissociation). Yang termasuk proses asosiasi adalah (1) Kerja Sama (Cooperation), (2) Akomodasi (Accomodation), (3) Asimilasi (Assimilation), dan (4) Akulturasi (Acculturation). Yang termasuk proses disosiatif yaitu Persaingan (Competition), Kontravensi (Contravention), dan Pertentangan atau pertikaian (Conflict).

Pada kasus AN, kesimpulan yang dapat kami ambil terkait faktor yang menyebabkan perubahan gaya berpakaian AN adalah:

1. Proses perbandingan dirinya dengan teman-temannya. 2. Sugesti dari ketiga teman-temannya.

3. Peniruan tokoh idola AN. 4. Pengaruh budaya barat.

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Rahman, Agus Abdul. 2014. Psikologi Sosial : Integrasi Pengetahuan Wahyu dan

Pegetahuan Empirik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Susanto (2013:186) menyatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,

Pada Model PBM berbeda dengan model pembelajaran lainnya. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulan bahwa para ulama telah membuat kralifikasi ilmu tasawuf dalam islam. Kedudukan ilmu tasawuf saat ini merupakan bagian

5 RFDN/7627-1/2017 Asyari Hasan Penyederhanaan Nilai Mata Uang dalam Aksioma Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6 RFDN/7478-1/2017 Muhammad Jafar Anwar Pendidikan

Dari hasil uji soal berjumlah 25 butir soal dan responden 30 siswa, diperoleh 22 soal yang valid dan yang akan digunakan 20 soal sebagai soal post-test untuk mengetahui hasil

Oleh karena itu pengkajian, pendalaman, pengamalan pesan komunikasi Islam menjadi sangat dominan bagi pelaksana komunikasi (komunikator).. Saluran di sini adalah media