• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN tua TERHADAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN tua TERHADAP"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS TEKNIK PRODI TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

(2)

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN

TUBERKULOSIS (TB)

DI DESA PASAYANGAN MARTAPURA

KABUPATEN BANJAR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Besar Mata Kuliah Epidemiologi

Dosen Pembimbing Prof. Dr. Qomariyatus S, ST., M.Kes dan Nova Annisa, M.Si.

OLEH :

NURSELA ISTIQOMAH H1E114051

DINA PUSPITA SARI H1E114208

LINDA SINAGA H1E114230

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

BANJARBARU

(3)

Ucapan t erim akasih kepada :

Rektor Universitas Lambung Mangkurat

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.

NIP. 19660331 199102 1 001

Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat

Dr-Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

NIP. 19750719 200003 1 002

Kepala Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat

(4)

Dosen Mata Kuliah Epidemiologi

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp., S.T., Mkes.

NIP. 19780420 200501 2 002

Dosen Mata Kuliah Epidemiologi

Nova Annisa, M.Si NIP.

Mahasiswa Mahasiswa

Dina Puspita Sari

Mahasiswa

(5)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian Epidemiologi yang berjudul “Hubungan Kualitas Lingkungan Terhadap Penularan TB Di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan Laporan Penelitian ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nova Annisa, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam pembuatan Laporan Penelitian Epidemiologi ini. Serta dari teman sekelompok dengan mencari berbagai materi-materi yang bisa dijadikan sebagai isi di dalam tugas ini dan akhirnya tantangan itu bisa teratasi dengan baik dan lancar. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Penelitian Epidemiologi ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa Laporan Penelitian Epidemiologi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan Laporan Penelitian Epidemiologi selanjutnya.

Banjarbaru, Desember 2015

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

2 Tinjauan Pustaka ... 3

2.1 Sejarah Tuberkulosis... 3

2.2 Pengertian TB ... 5

2.3 Sumber Penularan TB... 6

2.4 Klasifikasi TB ... 7

(7)

2.6 Gejala-gejala Penularan TB ... 12

2.7 Faktor-faktor Penularan TB ... 14

3 Metodologi Penelitian ... 26

3.1 Metode Deskriptif ... 26

3.2 Metode Analitik... 26

3.3 Metode Eksperimental... 26

4 Hasil dan Pembahasan ... 27

4.1 Hasil Penelitian ... 27

4.2 Pembahasan... 28

4.2.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 28

4.2.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 29

4.2.3 Lingkungan Tempat Tinggal Penderita TB ... 29

5 Penutup ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

Daftar Rujukan... 32

Indeks... 36

Soal-soal Pertanyaan ... 38

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru……….14

Gambar 4.1 Penularan TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar selama 6 Tahun Terakhir...27

(10)

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus Multi-Drug Resistance (MDR). Tuberkulosis (TB) pada kualitas lingkungan yang buruk sangat mempengaruhi kecepatan penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis. Kualitas lingkungan sangat mempengaruhi penyebaran kuman TB di tempat tinggal masyarakat setempat.

Penyakit TB paru ini mudah menular, dan cara penularan biasanya terjadi melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei dari orang penderita TB paru yang infeksius, yaitu pasien TB paru BTA positif. Mengingat Tuberculosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka harus diperiksa 3 spesimen dalam waktu 2 hari berturut – turut yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu ( SPS ). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan diketemukannya BTA (Basil Tahan Asam) pada pemeriksaan dahak. Secara mikroskopis, hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya positif. Penderita yang kumannya tidak ditemukan dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita BTA negatif) sangat tidak menular. TB Paru BTA (-) di bagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Batuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced” atau “milier”) dan keadaan umum penderita batuk (Depkes RI, 2007).

(11)

1.2 Rumusan Masalah

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah sistem sirkulasi dan sistem pernafasan. Faktor lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit termasuk tuberkulosis paru. Dari identifikasi masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah hubungan antara kualitas lingkungan terhadap penularan TB di Desa Pasayangan Martapuran Kabupaten Banjar ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan kualitas lingkungan tehadap penularan TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyebaran TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar

3. Pencegahan penularan TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya para penderita TB dalam pelaksanaan pengobatan serta meningkatkan pengetahuan tentang penyakit TB.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit TB. 3. Bagi Instansi atau Puskesmas

(12)

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Tuberkulosis

Penyakit TB sudah ada sejak jaman purbakala. Penemuan arkeologis di Mesir menemukan sisa tulang belakang manusia dengan tanda spondylitis tuberculosa dari tahun 3700 SM dan mumi tahun 1000 SM dengan ciri penyakit yang sama. Hippocrates berpendapat bahwa TB adalah penyakit keturunan. Galenus dokter di zaman Romawi berpendirian TB adalah penyakit menular. Selama 15 abad kedua paham ini dianut berbagai ahli kedokteran. Villamin (1827-1892) pertama kali membuktikan secara ilmiah TB adalah penyakit menular tetapi penyebabnya belum diketahui. Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882 menemukan basil TB dan semua pihak menerima TB adalah penyakit menular. Laennec tahun 1819 menemukan stetoskop menjadikan pemeriksaan jasmani hal penting dalam diagnosis klinis TB, hampir 70 tahun sebelum penemuan Robert Koch. Wilhelhm Rontgen tahun 1895 menemukan sinar-X sehingga makin melengkapi diagnosis TB. Von Pirquet tahun 1907 menunjukkan sarana diagnosis lain TB dengan uji tuberkulin. Penemuan Von Pirquet ini disempurnakan oleh Mantoux dan tekniknya distandarkan kemudian disebarluaskan, uji ini dikenal dengan nama Mantoux. Permulaan abad ke-20 semua sarana diagnosis TB sudah tersedia lengkap dan di pakai terus sehingga sekarang. Penemuan sarana diagnosis baru untuk TB lebih ditekankan untuk diagnosis yang lebih cepat dan dapat dilakukan sendiri oleh dokter tanpa perlu tenaga ahli lain (Lyanda, 2012).

(13)

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada sebagian besar negara di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit TBC ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan (DepKes RI, 2001). Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium Africanum dan MycobacteriumBovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering (Stanford dkk, 1994).

Di Indonesia Tuberkulosis masih merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Penderita TB di Indonesia merupakan urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien, sekitar 10 % dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. (DepKes, 2007).

Indonesia menduduki rangking 4 dari 22 negara Negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB dan memberikan kontribusi jumlah kasus TB di dunia sebesar prevalensi TB - 730.000/tahun. Kematian akibat TB – 67,000 orang/tahun. diobati oleh program - 44.4% dan 5 propinsi terbanyak dengan TB diobati diantaranya; DKI Jakarta 68.9%,Yogyakarta 67,3%, Jawa Barat 56,2%, Sulawesi Barat 54,2%, Jawa Tengah 50,4 %. Beban TB Global dan TB Indonesia, dari angka kesakitan TB global 25,205 sakit/hari,11.050 sakit/jam 17 sakit/menit dan TB Indonesia 1,464 sakit TB/hari, 61 sakit TB/jam, 1 sakit TB/menit. Sedangkan angka kematian TB Global 4,657 mati/hari,194 mati/jam, 3 mati/ menit dan angka kematian TB Indonesia 241 mati/hari, 10 mati/jam, 1 mati/6 menit. Fakta-fakta TB diantaranya:

1. TB membunuh satu juta pertahun dan lebih dari 250.000 mereka meninggal di usia produktif,

(14)

4. Pembunuh wanita terbanyak dibandingkan semua kombinasi penyebab kematian pada wanita,

5. TB membunuh lebih dari 100.000 anak setiap tahunnya.

Di Indonesia, penyakit ini merupakan pembunuh ke dua setelah penyakit kardiovaskuler dan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Setiap tahun diperkirakan sekitar 450.000 kasus TB Paru terjadi di Indonesia dengan jumlah kematian sekitar 175.000 per tahun. Padahal upaya untuk mengendalikannya telah dilakukan sejak lama dan tidak pernah berhenti hingga kini.

2.2 Pengertian TB

Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tidur lama) beberapa tahun (DepKes RI, 2005).

Penyakit TBC ini diakibatkan infeksi kuman mikrobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru, ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, sampai otak. TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi di negeri ini. (Gklinis, 2004).

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara yaitu lewat percikan ludah, bersin dan batuk. Penyakit TB paru biasanya menyerang paru dan dapat pula menyerang organ tubuh yang lain. TB paru masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Penyakit TB paru banyak menyerang kelompok usia produktif dan kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang rendah (Aditama, 2002).

(15)

0,3 – 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik-manik atau bersegmen. Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 600C (Miller, 1982).

Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan (Soemirat, 1982).

2.3 Sumber PenularanTB

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat. Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita, penyebaran kuman dalam udara yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet di udara sekitar penderita TB. Penderita TB yang mengandung banyak sekali kuman dapat dilihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita yang kumannya tidak ditemukan dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita BTA negatif) sangat tidak menular (DepKes RI, 2005).

(16)

Tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantarannya gizi buruk atau HIV/AIDS (Fatimah, 2008).

Penderita TB BTA positif menularkan kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi debu yang mengandung kuman tuberculosis dan dapat bertahan di udara beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap oleh orang lain. Jika kuman tersebut telah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, kemudian membelah diri (berkembang biak), maka dapat terjadi infeksi (DepKes RI, 2005).

Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif adalah besar kemungkinannya terpapar terpapar dengan kuman tuberculosis. Orang yang telah terinfeksi belum tentu langsung mejadi sakit, sementara waktu kuman berada dalam tubuh dalam keadaan dormant (tidur) dan dapat ditentukan dengan tes tuberculin. Orang menjadi sakit biasanyadalam waktu paling cepat sekitar 3– 6 bulan setelah terjadi infeksi. Orang yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita TB sepanjang sisa hidupnya. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, gizi buruk atau HIV/AIDS (Murti, 2014).

Dengan diketahui penyebab penyakit tuberkulosis disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Mycobacterium tuberculosis maka dapat diupayakan berbagai tindakan baik pencegahan maupun pengobatan yang terkait dengan penyakit ini. Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri yang dapat menyebar dari seseorang penderita ke orang laian melalui udara. Pada umumnya menginfeksi paru paru, namun dapat juga menginfeksi bagian lain seperti otak, tulang, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Penyakit ini dapat diobati, namun dapat menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan pengobatan yang tepat (WHO, 2009).

2.4 Klasifikasi TB

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;

3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

(17)

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah: 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.

2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:

1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi

2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 3. Mengurangi efek samping

Berikut adalah klasifikasi TB berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis Paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Berikut adalah klasifikasi TB berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis:

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(18)

e. Pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Obat Anti TB).

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

Berikut adalah klasifikasi TB Paru berdasarkan tingkat keparahanan penyakit :

1. TB Paru BTA Negatif Foto Toraks Positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2. TB Ekstra Paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Berikut adalah klasifikasi TB berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: 1. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

(19)

4. Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (DepKes RI, 2007)

2.5 Cara Penularan TB

Cara penularan penyakit ini adalah melalui sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif. Ditularkan melaui media udara dari percikan dahak (droplet nuclei), dimana sekali batuk atau bersin dapat menghasilkan 3000 percikan dahak, percikan ini dapat bertahan lama, dalam keadaan lembab namun dengan sinar matarahari langsung kuman dapat dimatikan. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat keposistifan dari hasil pemeriksaan dahaknya maka makin banyak pula kuman yang dapat dikeluarkan (DepKes RI, 2006).

Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi “droplet nucleus” yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1 – 5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25 % - 50 % angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup (Simanjuntak, 1990).

(20)

limfosit. Kuman TB hampir selalu dapat bersarang di dalam sumsum tulang, hati, kelenjar limfe, tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas terbentuk. Infeksi yang alami, setelah sekitar 4 – 8 minggu tubuh melakukan mekanisme pertahanan secara cepat. Pada sebagian anak-anak atau orang dewasa mempunyai pertahanan alami terhadap infeksi primer sehingga secara perlahan dapat sembuh. Tetapi kompleks primer ini dapat lebih progresif dan membesar yang pada akhirnya akan muncul menjadi penyakit tuberkulosis setelah 12 bulan. Kurang lebih 10 % individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit terutama pada balita, pubertas dan akil balig dan keadaan-keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas seperti infeksi HIV, penggunaan obat-obat imunosupresan yang lama, diabetes melitus dan silikosis. Fokus primer yang terjadi dapat melebur dan menghilang atau terjadi perkejuan sentra yang terdiri atas otolitis sel yang tidak sempurna. Lesi-lesi ini akan pulih spontan, melunak, mencair atau jika multifikasi basil tuberculosis dihambat oleh kekebalan tubuh dan pengobatan yang diberikan, maka lesi akan dibungkus oleh fibroflas dan serat kolagen. Proses terakhir yang terjadi adalah hialinasi dan perkapuran. Jika lesi berkembang, maka darah pekejutan akan membesar secara lambat dan sering kali terjadi perforasi ke dalam bronkus, mengakibatkan pengosongan bahan setengah cair tersebut sehingga terbentuk rongga di dalam paru-paru. Sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 – 90 %), belum tentu menjadi sakit tuberkulosis. Untuk sementara, kuman yang ada dalam tubuh berada dalam keadaan dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut diketahui hanya dengan tes tuberkulin. Mereka menjadi sakit (menderita tuberkulosis) paling cepat setelah 3 bulan setelah terinfeksi, dan mereka yang tidak sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang hidupnya (Soemirat, 2000).

(21)

tingkat awal pencegahan penularan penyakit TB Paru dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi dahak, sprei tempat tidur, sarung bantal dan sebagainya. Sterilisasi ini dilakukan dengan penyinaran sinar matahari langsung untuk membunuh kuman TB dalam waktu 5 menit. Penyinaran sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan di daerah tropis, sedangkan di tempat yang gelap dan kuman TB dapat bertahan selama bertahun-tahun.

2.6 Gejala-gejala Penularan TB

Gejala-gejala Tuberkulosis adalah sebagai berikut : 1. Batuk berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih, 2. Dahak bercampur darah,

3. Sesak nafas dan rasa nyeri di dada, 4. Badan terasa lemah,

5. Kehilangan nafsu makan dan berat badan. Gejala klinis penyakit Tuberkulosis, yaitu: 1. Gejala Klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala local dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat), dimana gejala tersebut adalah batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas dan nyeri pada bagian dada. Gejala ini sangat bervariasi: tegantung dari berat atau tidaknya luas lesi yang ditimbulkan oleh kuman tersebut. Gejala Sistemik, dapat berupa demam, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.

2. Gejala Tuberkulosis Ekstra Paru

Misalnya, pada lifadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran pada organ limfa, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sesuai dengan organ yang terserang (Perhimpunan Dokter Paru, 2006). Riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama sekali, dalam kurun waktu lima tahun adalah sebagai berikut:

- Pasien 50 % meninggal

- 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi

- 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (DepKes RI, 2006).

(22)

penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi aktif).

Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS) (Fatimah, 2008).

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksan dahak SPS diulang.

1. Kalau hasil rontgen mendukung TB Paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif.

2. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB Paru. Maka pemeriksaan dahak SPS diulangi

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spectrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 – 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB Paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

1. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif. 2. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk

mendukung diagnosis TB Paru.

a. Bila hasil rontgen mendukungTB Paru, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA negatif Rontgen positif.

b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, penderita tersebut bukan TB Paru.

(23)

Gambar 2.1 Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru (Fatimah, 2008). 2.7 Faktor-faktor Penularan TB

(24)

dengan kejadian TB paru dimana OR sebesar 2,716 dan dipengaruhi oleh kondisi pencahayaan dimana OR sebesar 4,256, dan ventilasi dimana OR sebesar 2,567. Wiasa (2009) juga telah melakukan penelitian yang sama dan memperoleh hasil bahwa kepadatan hunian berhubungan secara signifikan dengan kejadian TB paru dimana OR sebesar 11,76 dan pencahayaan berhubungan signifikan dengan kejadian TB paru dengan OR sebesar 12,82. Faktor lingkungan perumahan memegang peranan penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Lingkungan fisik meliputi kepadatan hunian (rasio jumlah kamar tidur dan orang), ventilasi, dan suhu ruangan (Apriani, 2001).

Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment) :

1. Agent

Agent adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi/mencukupi syarat untuk menimbulkan penyakit.Agentmemerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya patogenitas, infektifitas dan virulensi. Patogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Patogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di dalmnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

2. Host

(25)

a. Jenis kelamin

Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler. Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko yang masih memerlukan evidence pada masing-masing wilayah, sebagai dasar pengendalian atau dasar manajemen (DepKes RI, 2001).

b. Umur

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru. Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua. Umur produktif sangat berbahaya terhadap tingkat penularan karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain, mobilitas yang tinggi dan memungkinkan untuk menular ke orang lain serta lingkungan sekitar tempat tinggal. (DepKes RI, 2001).

Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

e. Status gizi

(26)

dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru.

f. Penyakit infeksi HIV

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan meningkat pula (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain (Azwar, 1995) :

a. Kepadatan Penghuni Rumah

Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya (Smith dan Moss , 1994).

Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2

(27)

penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m² perorang daerah pedesaan 10 m² per orang.

Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB paru dengan BTA (+). Kuman TB paru cukup resisten terhadap antiseptik tetapi dengan cepat akan menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet yang dapat merusak atau melemahkan fungsi vital organisme dan kemudian mematikan. Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru anak paling banyak adalah tingkat kepadatan rendah. Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan ventilasi rumah (Behrman,et al2003).

Daerah perkotaan (urban) yang lebih padat penduduknya dibandingkan di pedesaan (rural), peluang terjadinya kontak dengan penderita TB paru lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya. Dapat disimpulkan bahwa orang yang rentan (susceptible) akan terpapar dengan penderita TB paru menular lebih tinggi pada wilayah yang pada penduduknya walaupun insiden sama antara yang penduduk padat dan penduduk tidak padat (Karyadiet al,2006).

Kepadatan hunian akan memudahkan terjadinya penularan penyakit TB paru di dalam rumah tangga. Bila dalam satu rumah tangga terdapat satu orang penderita TB paru aktif dan tidak diobati secara benar maka akan menginfeksi anggota keluarga terutama kelompok yang rentan seperti bayi dan balita, semakin padat hunian suatu rumah tangga maka semakin besar risiko penularan (Karyadiet al,2006).

b. Kelembaban Rumah

(28)

tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberculosis(Azwar, 1995).

Kelembaban di dalam rumah menurut Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :

- Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp ) - Merembes melalui dinding ( percolating damp ) - Bocor melalui atap ( roof leaks )

Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atausaluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambunganpondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersediaventilasi yang cukup.

c. Ventilasi

Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknyaudara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udaradi dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10%luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya (DepKes, 1989).

Ventilasi rumah sangat berperan dalam penularan penyakit TB Paru didalam keluarga. Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan minimum luas lubang ventilasi tetap 5% luas lantai, dan jika ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah pintu atau jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi berjumlah 10% luas lantai (Soesanto dkk, 2000).

(29)

tuberculosis (Azwar, 1995).Hal ini berhubungan dengan minimal luas jendela/ ventilasi adalah 15% dari luas lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi menurut Azwar (1999):

- Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan O2yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya 02di dalam rumah yang

berarti kadar CO2yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat,

- Menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang optimal (sehat) yaitu sekitar 40 – 70% kelembaban yang lebih dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri - bakteri patogen (penyebab penyakit),

- Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

- Lingkungan perokok dapat menyebabkan udara mengandung nitrogen oksida sehingga menurunkan kekebalan pada tubuh terutama pada saluran napas karena berkembang menjadi makrofag yang dapat menyebab infeksi.

Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik (DepKes RI, 1994).

Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri,terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situselalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa olehudara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidakmemenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya prosespertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

d. Pencahayaan Sinar Matahari

(30)

(1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut (Azwar, 1995).

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru.

Warna Kaca Waktu mematikan (menit)

Hijau 45

Merah 20 – 30

Biru 10 – 20

Tak Berwarna 5 – 10

Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994).

Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari (Sri Soewati, 2000). e. Suhu Udara

Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18 - 30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi.Mycobacterium tuberculosistumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuhM. tuberculosisdan tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap (Anonim, 1999).

(31)

18o atau > 30omemiliki risiko terkena TB paru sebesar 2,7 an 5,1 kali dibandingkan dengan suhu ruangan 18-30oC.Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18 - 30°C. Gould dan Brooker (2003) menyatakan bahwa bakteriM. tuberculosismerupakan bakteri mesofilik yang bisa hidup pada suhu udara 10-40oC. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,M. tuberculosistumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuhM. tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap (Anonim, 1999).

f. Lantai rumah

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.

g. Dinding

Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batudan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.

(32)

konsumsi alkohol dan merokok serta kapasitas paru-paru (Caminero, 2010; Firdiana, 2008).

Dalam upaya pemberantasan TB Paru, beberapa faktor telah di ketahui berhubungan dengan terjadinya TB Paru antara lain kebiasaan merokok, minum alkohol, pemakai obat–obatan, malnutrisi, udara dan ventilasi yang kurang baik, keeratan kontak, status vaksinasi BCG, lama kontak dan sedikitnya cahaya matahari yang masuk kedalam rumah,(WHO, 2003) dan berdasarkan menurut Thoriqotul Hidayati (2007) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya TB Paru antara lain: faktor kontak dengan sumber penular, faktor lingkungan dan beberapa faktor individu seperti status vaksinasi BCG, kebiasaan merokok, umur dan jenis kelamin.

Kondisi perumahan dengan padat penghuni tidak terlepas dari masalah sosial ekonomi. Pada abad 19 di Eropa, kemiskinan selama revolusi industri banyak mengakibatkan kematian karena tuberkulosis (Weiss KB, 1998). Hal ini sampai sekarang masih dialami di negara miskin dan di negara berkembang seperti di Indonesia. Hal kemiskinan ini pulalah yang menurut para dokter ahli paru, mengakibatkan penderita TB putus berobat karena kendala biaya transportasi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

(33)

tidak batuk darah (20 persen), tidak ada biaya berobat (14 persen) dan merasa tidak ada perubahan (7 persen).Hal ini kemungkinan merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan berobat penderita TB (Bali T Bangkes, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya angka kejadian TB paru tersebut antara lain yaitu: predisposisi (status gizi, imunisasi dan pendidikan), faktor pendukung (lingkungan rumah, sosial ekonomi, fasilitas dan sarana kesehatan), faktor pendorong (gaya hidup dan perilaku masyarakat) serta faktor lain (usia dan jenis kelamin). Infeksi Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen adalah pengaruh dari luar individu yang menyebabkan sakit. Faktor endogen merupakan faktor dari dalam individu itu sendiri yang membuatnya rentan terhadap infeksi tuberkulosis paru. Salah satu faktor endogen yang menyebabkan orang menjadi rentan terhadap timbulnya TB paru adalah status gizi. Asupan makan yang tidak mencukupi biasanya menyebabkan keadaan gizi kurang sehingga mempermudah masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit infeksi. Salah satu faktor eksogen yang menyebabkan orang menjadi rentan terhadap timbulnya TB paru adalah pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia yang masih rendah dapat mempengaruhi pemahaman seseorang tentang penyakit TB paru, cara pengobatan dan bahaya akibat minum obat tidak teratur. Faktor eksogen dan endogen inilah yang menjadi faktor risiko terjadinya TB paru. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian guna mengetahui gambaran faktor risiko TB paru berdasarkan status gizi dan pendidikan.

Penyebab utama meningkatnya masalah TB antara lain adalah :

1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara yang sedang berkembang.

2. Kegagalan TB selama ini.

(34)

kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.

(35)

3. Metode Penelitian

3.1 Metode Deskriptif

Suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang sutau keadaan secara objektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada sekarang ini.

Penyakit TB merupakan penyakit menular yang paling bebahaya di Indonesia. Berdasarkan hasil observasi lapangan di provinsi Kalimantan Selatan daerah Martapura di Desa Pasayangan Kabupaten Banjar, penularan TB di masyarakat masih belum bisa ditanggulangi dengan baik. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang penularan kuman TB di sekitar masyarakat.

3.2 Metode Analitik

Metode penilitian analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena baik antara faktor risiko atau faktor penyebab atau determinan dan faktor efek antar faktor risiko maupun antar faktor efek. Yang dimaksud faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor risiko.

Dalam penelitian analitik ini membahas tentang bagaimana terjadinya penularan kuman TB dan mengapa penularan TB dapat terjadi di sekitar masyarakat Desa Pasayangan.

3.3 Meode Eksperimental

(36)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian

Secara umum perkembangan penularan TB tiap tahunnya tidak menetap. Namun tingginya penularan TB di Desa Pasayangan di tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat akan faktor lingkungan yang mempengaruhi penularan TB sekitar masyarakat di Desa Pasayangan. Kebanyakan masyarakat tidak mengetahui secara detail mengenai penularan kuman TB di sekitar lingkungannya. Sehingga masalah lingkungan tersebut dianggap sepele oleh masyarakat. Tingkat penularan TB di Desa Pasayangan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 4.1 Penularan TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar selama 6 Tahun Terakhir

Dalam hasil observasi yang dilakukan, ternyata di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar lebih banyak orang dewasa khususnya laki-laki dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini dikarenakan orang dewasa lebih sering berinteraksi dengan orang lain tanpa menyadari bahwa orang tersebut terserang kuman TB. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

0

(37)

Adapun hasil penelitian eksperimen yang dilakukan pada uji laboratorium oleh penulis untuk mengetahui bahwa seseorang tersebut positif terserang penyakit TB yaitu dengan melakukan penelitian terhadap dahak penderita.

Gambar 4.2 Hasil Penelitian Dahak Penderita TB

Dari hasil penelitian dahak penderita TB dapat dilihat pada gambar diatas terdapat noda garis merah yang menunjukkan adanya mikrobakteri dalam sampel dahak. Seorang laki-laki berusia 60 tahun menderita batuk, produksi sputum dan dahak yang bercampur dengan darah dan berwarna biru. Warna dalam dahak menunjukkan hasil Tuberkulosis (TB).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Lokasi Penelitian

(38)

4.2.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Penyakit Tuberkulosis (TB) ini banyak menyerang orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah. Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis) dan dapat ditularkan melalui sekresi pernafasan yang di hembuskan oleh penderitanya kemudian di hirup oleh orang lain yang jaraknya berdekatan dengan si penderita.

Dari hasil observasi yang kami lakukan, penyebaran kuman TB yang paling cepat tersebar yaitu dengan seringnya masyarakat berinteraksi dengan seseorang dimana seseorang tersebut tanpa disadari telah terserang TB. Seperti yang terjadi di kelurahan Pasayangan, pada awalnya hanya beberapa orang yang terserang TB namun, karena padatnya penduduk dan masyarakat sering melakukan interaksi dengan penderitan sehingga hal ini mempengaruhi percepatan penularan TB.

Sumber penularan penyakit Tuberkulosis (TB) adalah pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan, kuman TB Paru tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Gejala penyakit Tuberkulosis (TB) kadang tidak terlihat. Gejala TB antara lain rasa sakit di dada, kehilangan berat badan, dan nafsu makan serta banyak mengeluarkan keringat, terutama di malam hari.

4.2.3 Lingkungan Tempat Tinggal Penderita TB

(39)
(40)

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

1. Kualitas lingkungan yang buruk di sekitar Desa Pasayangan, dapat mempercepat penyebaran kuman TB di sekitar masyarakat. Lingkungan Desa Pasayangan Martapura masih jauh dari kata bersih karena kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga kebersihan tempat tinggal mereka sendiri. Kebanyakan masyarakat sekitar bertempat tinggal di kawasaan yang padat, kumuh, dan sangat dekat dengan wilayah pasar yang kotor. Kebiasaan masyarakat yang jarang membuka jendela rumah saat pagi hari dapat menyebabkan kelembaban dan juga mempercepat perkembangan kuman TB.

2. Penyeberan TB di Desa Payangan terjadi akibat adanya interaksi antar masyrakat sekitar yang tanpa menyadari telah lama terserang kuman TB. Kuman Tb (Mycobacterium tuberculosis) dapat ditularkan melalui sekresi pernapasan yang dihembuskan oleh penderita dan pada waktu batuk atau bersin penderita TB menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

3. Pencegahan penularan TB yang dilakukan masyarakat Desa Pasayangan Martapura yaitu dengan membersihkan lingkungan sekitar, setiap hari membuka ventilasi rumah, dan penderita TB menggunakan masker saat berinteraksi denga masyarakat sekitar.

5.2 Saran

1. Sebaiknya penderita lebih memperhatikan kebersihan lingkungan sekitarnya terutama di lingkungan tempat tinggal. Apabila masyarakat terserang batuk yang disertai dengan dahak yang berdarah, segera periksa ke puskesmas terdekat agar penyakit tersebut dapat diobati sebelum mencapai ke BTA (+).

(41)

DAFTAR RUJUKAN

1. Aditama, T. 2002. Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis Terbaru. (online) (http://www.tbindonesia.or.id) diakses 18 November 2015).

2. Ahmadi, Umar Fahmi. 2005. Menejemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

3. Anonim. 1999.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.829/MenKes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

4. Apriani, W. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Tb paru di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2000. Tesis. Program Pascasarja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok

5. Ardi. M., Linda. A. 2010. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Organisasi Dengan Minat Berorganisasi Pada SISWA Fakultas Psikologi UNI SUSKA. Jurnal Psikologi 2010.

6. Atmosukarto, Sri Soewati. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Media Litbang Kesehatan, Vol 9. Jakarta

7. Azwar A. 1995.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara. Jakarta 8. Azwar, A. 1999.Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara. Jakarta

9. Badan Litbang Kesehatan. 2005. Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta

10. Balaji, V., Daley P., Azad, A.A., Sudarsanam, T., Michael, J., Sarojini, Sahni, Diana, R., George, C.P., Abraham, I., Thomas, K., Ganesh, A., John K R., & Mathai D. 2010. Risk Factors for MDR and XDR-TB in a Tertiary Referral Hospital in India. PLoS ONE, 5(3).

11. Behrman, R. E., Kliegman, R. M., dan Jenson, H.B. 2003. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi-16. W.B. Saunders Company. Phildelphia

12. Caminero, J.A. 2010.Multidrug-resistant Tuber-culosis: Epidemiology, Risk Factors, and Case Finding. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 14(4) 382–390.

(42)

14. Departemen Kesehatan RI. 1994. Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP. Jakarta

15. Departemen Kesehatan RI. 2001. Departemen Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

16. Departemen Kesehatan RI. 2005. Upaya Pencegahan TB Paru Di Indonesia.

17. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. tersedia: www.depkes.go.id

18. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pointers Menkes Menyambut Hari TBC Sedunia 2007. www.depkes.go.id

19. Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Pedoman Tehnik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, No. 20/kprs/1986. Jakarta

20. Fatimah. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilapcap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari). Tesis : Universitas Diponegoro Semarang

21. Firdiana P, Widya H.C. 2008. Hubungan antara Luas Ventilasi dan Pencahayaan Rumah dengan Terjadinya Tuber Culosis Paru Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Kecamatan Tembalang Semarang Tahun 2007. Jurnal Kemas, 3(2):89-101

22. Gklinis. 2004. Pengobatan Tuberculosis Paru Masih Menjadi Masalah. Jakarta

23. Global tuberculosis Institute. A history of Tubeculosis Treatment. New Jersey Medical School. tersedia : http:globaltb.njms.rutgerse.edu

24. Gould dan Brooker. 2003.Mikrobiologi Terapan. EGC. Jakarta 25. Hidayati, T. 2000.Tuberculosis. FKUI. Jakarta

26. Karyadi, E., West, E.C., Schultink, W., Nelwan, H.R., Gross, R., dan Amin, Z. 2003. A double-blind, placebo-controlled study of vitamin A and Zinc Supplementation in persons with tuberculosis in Indonesia. Effects on clinical response and nutritional status (online) (http://www.ajcn.org) diakses pada November 2015

(43)

28. Lyanda, April. 2012. RAPID TB TEST. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8 29. Miller F. J. W. 1982. Tuberculosis in Children Evolution, Epidemiology

Treatment, Prevention, Churchil Livingstone. Edinburgh LondonMelbourne and New York

30. Misnadiarly, Simanjuntak, Ch Pudjarwoto. 1990. Pengaruh Faktor Gizi danPemberian BCG terhadap Timbulnya Penyakit tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran

31. Misnadiarly, Simanjuntak, Ch Pudjarwoto. 1990. Pengaruh Faktor Gizi dan Pemberian BCG terhadap Timbulnya Penyakit tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran

32. Needham DM, Godfrey-Faussett P., Foster SD. 1998. Barriers to tuberculosis control in urbanZambia: the economic impact and burden onpatients prior to diagnosis. Int J Tuberc Lung Dis; 2:811-17.

33. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta

34. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, 1 - 29.

35. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis (Pedoman diagnosis dan Penatalaksanaan) di Indonesia. PDPI; 2006; tersedia : http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

36. Prasetyowati, I., dan Chatarina. U. W. 2009. Hubungan Antara Pencahayaan Rumah, Kepadatan Penghuni dan Kelembaban, dan Risiko Terjadinya Infeksi TB Anak SD di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran Indonesia VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009.

37. Sanropie, Djasio, dkk. 1989. Pengawasan Penyehatan Pemukiman untuk Institusi Pendidikan Sanitasi Lingkungan. Pusdiknakes Depkes RI. Jakarta 38. Smith P.G. dan Moss A. R. 1994. Epidemiology of Tuberculosis

Patoghenesis, Protection and control.ASM Press. Washington DC

39. Soemirat. Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

(44)

41. Stanford S., John P., Herbert MS. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi, Edisi 4. Terjemahan Samik W. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta

42. Subaeti, T. 2005.Faktor Risiko Tb paru Pada Petugas Mikroskopis Di Kabupaten Kebumen. (online) (http://www.fkm.undip.ac.id) diakses pada November 2015

43. Sugiharto. 2004.Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian Penyakit Tb paru di Puskesmas Jenggot. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang

44. WHO. 2003.Tuberculosis. WHO. Genewa

45. Wiasa, I,W. 2009.Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tb paru di Kabupaten Tabanan. Tesis. Universitas Airlangga. Surabaya

(45)
(46)
(47)

Soal-soal Pertanyaan

1. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman…. a. Mycobacterium Bovis

3. Berikut ini yang termasuk ‘Host’ dalam faktor penularan TB, kecuali…. a. Status Gizi

b. Umur

c. Jenis Kelamin d. Kekebalan e. Ventilasi

4. Apa kepanjangan dari BTA ? a. Basil Tahan Air

b. Basil Tahan Asam c. Basil Tahan Api d. Baja Tahan Api e. Baja Tahan Asam

5. Berikut adalah gejala-gejala penyakit TB, kecuali…. a. Batuk berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih b. Bintik-bintik merah di kulit

c. Dahak bercampur darah

d. Sesak nafas dan rasa nyeri di dada

(48)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi dan Persetujuan menjadi Responden Penelitian 39

Lampiran 2 Lembar Pernyataan dan Persetujuan menjadi Responden

Penelitian.………. 40

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Penelitian ……….……..…... 41

(49)
(50)

Lampiran 1. Lembar Informasi dan Persetujuan menjadi Responden Penelitian

PROGRAM STUDTI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Kepada Yth. Bapak Responden

di-Tempat,

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan kegiatan penelitian yang akan kami lakukan tentang “Hubungan Kualitas Lingkungan Terhadap Penularan Tuberkuloasis (TB) di Desa

Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar”, maka kami peneliti mohon kesediaan Bapak untuk menjadi responden dalam kegiatan penelitian ini.

Bapak diminta kesediannya untuk memberikan keterangan sesuai dengan yang Bapak ketahui pada saat di minta informasi melalui kuesioner. Identitas bapak tidak akan disebutkan dalam hasil penelitian, dan informasi yang Bapak berikan akan di jaga kerahasiaannya.

Demikian informasi ini kami sampaikan, atas kesediaan Bapak saya ucapkan terimakasih.

Peneliti

Nursela Istiqomah Dina Puspita Sari Linda Sinaga

(51)

Lampiran 2. Lembar Pernyataan dan Persetujuan menjadi Responden Penelitian

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya penelitian tentang “Hubungan Kualitas Lingkungan Terhadap Penularan Tuberkuloasis (TB) di Desa

Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar”, untuk memenuhi persyaratan penyusunan laporan pada program studi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat, yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan penulaaran TB yang diakibatkan oleh kualitas lingkungan dan dari kebiasaan berinteraksi dengan penderita TB.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur/Tanggal lahir :

Alamat :

Menyatakan bahwa untuk keperluan tersebut saya BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA menjadi responden dalam penelitian ini, dan akan memberikan keterangan yang seluas-luasnya dengan yang saya ketahui.

Yang Membuat Pernyataan

(52)

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Penelitian

KUESIONER

PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS (TB) TERHADAP MASYARAKAT

1. Anda tinggal di kelurahan mana?

2. Apakah kelurahan yang anda tempati penduduknya padat? ∑ YA

TIDAK TIDAK TAHU

3. Apakah anda memiliki ventilasi rumah yang memadai? YA

TIDAK TIDAK TAHU

4. Apakah rumah yang anda tempati mendapatkan sinar matahari yang cukup? YA

TIDAK TIDAK TAHU

5. Apakah anda orang yang selalu menjaga kebersihan rumah ? YA

TIDAK

KADANG-KADANG

6. Apakah anda tau tentang penyakit TB sebelumnya? YA

TIDAK

7. Apakah anda pernah mengalami batuk sampai berdarah? YA

(53)

8. Saat anda tau ada masyarakat yang terserang batuk, apakah anda sering berinteraksi dengan orang tersebut?

YA TIDAK

KADANG-KADANG

9. Saat anda tau anda terserang TB, apakah anda sering memakai pelindung diri seperti masker saat berinteraksi dengan orang lain?

YA TIDAK

KADANG-KADANG

10. Berapa banyak orang menurut anda yang tertular TB di kelurahan anda tempati?

(54)

Gambar

Gambar 2.1Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru (Fatimah, 2008).
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai
Gambar 4.1 Penularan TB di Desa Pasayangan Martapura Kabupaten Banjar
Gambar 4.2 Hasil Penelitian Dahak Penderita TB

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Kegiatan Penyelenggaraan Penyehatan Lingkungan, Program Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Magelang Tahun Anggaran 2012

Jika komputer dan perangkat yang terpasang tidak dimatikan secara otomatis saat Anda menonaktifkan sistem pengoperasian Anda, tekan dan tahan tombol daya selama sekitar 6 detik

As Delivered - 18 May 2017 o First, as a follow-up to the adopted Guidelines for Hotline Communications among Senior Officials of the Ministries of Foreign Affairs of ASEAN

satu dengan yang lainnya. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian yang belum terbaca kepada masing- masing peserta didik. Kegiatan diakhiri dengan diskusi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan sistem pengendalian intern berdasarkan lima unsur pengendalian

Dari hasil ujicoba program simulasi dan shorewall asli dengan konfigurasi. jaringan dan data yang sama diperoleh hasil

Untuk membuat Modul ini penulis membuat struktur navigasi dan storyboard dengan menggunakan Macromedia Flash MX 2004 serta komponen-komponen lainnya yang mendukung proses

Nilai probabilitas yang dihasilkan dalam uji hipotesis III yang menujukan hasil sebesar p = 0,048, dimana hal tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan pengaruh