MAKALAH
HUKUM PERDATA
Perikatan dan Perjanjian
DISUSUN OLEH :
Sarintan Polii (16.1.2.007)
ANGGI MAMONTO (16.1.2.019)
Rifaldi Mangumpaus (16.1.2.030)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Rosdalina, S.Ag, M.Hum
PRODI/JURUSAN : HUKUM EKONOMI SYARI’AH
SEMESTER : III
\
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, perjanjian, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Perikatan dan Perjanjian 2. Sebutkan sumber-Sumber Perikatan 3. Apa obyek dan Subyek Perikatan 4. Sebutkan macam-Macam Perikatan 5. Sebutkan unsur-Unsur Perjanjian 6. Apa sSyarat Sahnya Suatu Perjanjian
7. Bagaimana analisis Kasus Perikatan dan Perjanjian
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah suatu Hubungan Hukum, antara dua orang atau dua pihak atau lebih, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.2
Yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta-benda) antara 2 orang yang memberi hak kepada yang satu untuk memnuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan pihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan ini.3
Obyek dari perikatan adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan, yang terdiri dari:
1. Memberikan sesuatu, misalnya: membayar harga, menyerahkan barang, dan sebagainya.
2. berbuat sesuatu, misalnya: memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, berdasarkan putusan pengadilan.4
2. Sumber-Sumber Perikatan
Suatu perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian dan dari Undang-undang. Perikatan yang lahir dari Undang-undang saja, dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan dari manusia, yang terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu:
a. Tindakan yang menurut hukum, b. Tindakan yang melanggar hukum,
Suatu perikatan yang lahir karena perjanjian harus memenuhi 4 syarat untuk sahnya, yaitu :
2 Mr. C. ASSER, Hukum Perdata (Jakarta: Dian Rakyat, 2001), hlm. 16
3 Mr. C. ASSER, Hukum Perdata (Jakarta: Dian Rakyat, 2001), hlm. 16
a. Adanya kemauan bebas dari kedua pihak berdasarkan persesuaina pendapat, artinya tidak ada paksaan (dwang), penipuan (bedrog), atau kekeliruan (dwaling).
b. Adanya kecakapan bertindak pada masing-masing pihak. c. Sesuatu hal tertentu (ada obyek tertentu) yang diperjanjikan. d. Ada sesuatu sebab yang halal, artinya tidak terlarang.5
Perikatan yang lahir dari undang-undang saja adalah : Perikatan-perikatan yang ditimbulkan oleh perhubungan kekeluargaan, misalnya: anak yang mampu memberikan nafkah kepada orang tuanya yang berada dalam kemiskinan.6
Suatu perikatan dapat hapus dengan alasan-alasan seperti tersebut di bawah ini: 1. Karena pembayaran; yang dimaksud dengan pembayaran adalah
pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian dengan sukarela.
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan, yaitu pembayaran tunai yang diberikan debitur namun tidak diterima oleh kreditur, kemudian disimpan oleh debitur di pengadilan.
3. Karena pembaharuan hutang (novasi); hutang lama diganti dengan hutang baru.
4. Karena kompensasi: Jika seorang berhutang mempunyai suatu piutang terhadap si berpiutang sehingga kedua orang sama-sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang lain.
5. Percampuran hutang: yaitu apabila “pada suatu perikatan kedudukan debitur dan kreditur ada dalam satu tangan.
6. Karena pembebasan hutang: yaitu bila kreditur membesaskan segala hutangnya.
7. Karena musnahnya barang yang dijanjikan, perjanjian batal.
8. Karena pembatalan; dalam perjanjian itu ternyata salah satu pihak tidak cakap.
5 A. Siti Soetami SH, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Jakarta: PT ERESCO Anggota IKAPI, 1992), Hlm. 22
9. Ada satu sebab lagi yang diatur dalam bab tersendiri, yaitu karena lewat waktu/daluwarsa.7
3. Objek Perikatan
Objek dari perikatan ialah apa yang harus dipenuhi oleh si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi. Prestasi inni dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Obyek dari suatu perikatan selalu berupa suati tindakan (Positif dan negatife), yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Juga dalam hal perikatan untuk memberikan sesuatu, obyek dari perikatan tersebut bukanlah barang yang akan diberikan, yaitu obyek prestasi, melainkan adalah prestasi itu sendiri.8
4. Subyek Perikatan
Pada setiap perikatan terdapat paling sedikit seorang si berpiutang dan seorang si berutang. Perikatan itu ialah, suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Orang yang berhak atas prestasi, dinamakan si berpiutang atau crediteur. Mereka adalh subyek-subyek dari perikatan itu. Berdasarkan kekuatan perikatan yang sama, dapat terjadi bahwa dua orang atau lebih berhak sebagai si berpiutang.9
5. Macam-Macam Perikatan a. Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat adalah suatu yang digantungkan pada suatu kejadian kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.10
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
Bedanya dengan perikatan suatu syarat adalah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang
c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatife)
7 Djumadi, S.H., H.Hum, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004) Hlm. 243
8 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2003) Hlm. 13
9 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2003) Hlm. 19
Perikatan alternatef adalah suatu perikatan dimana debitur berkewajiban melaksanakan sesuatu atau dari dua lebih prestasi yang dipilih baik menurut pilihan debitur.
d. Perikatan tanggung menanggung
Ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya.11
C. HUKUM PERJANJIAN
1. Pengertian Tentang Perjanjian
Jika kita membicarakan tentang definisi perjanjian, maka pertama-tama harus diketahui ketentuan pengertian perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.12
Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedududkan perjanjian kerja. Akan tetapi jika pengertian mengenai perjanjian seperti tersebut diatas dilihat secara mendalam, akan terlihat bahwa pengertian tersebut ternyata mempunyai arti yang luas dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut di buat.
Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Maksud asa tersebut adalah bahwa setiap orang pada
11 A. Siti Soetami SH, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT ERESCO Anggota IKAPI, 1992, Halm 28
dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.13
2. Unsur-Unsur Perjanjian
a. Ada pihak-pihak
Pihak-pihak yang ada disini paling sedikit harus ada dua orang. Para pihak bertidak sebagai subyek perjanjian tersebut. Subyek mana bisa terdiri dari manusia atau badan hukum.
b. Ada persetujuan antara para pihak
Para pihal sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian haruslah memberikan suatu kebebasan untuk mengadakan bargaining
atau tawar-menawar di antara keduanya, hal-hal ini bisa disebut dengan asa konsensualitas dalam suatu perjanjian.
c. Ada Tujuan yang akan dicapai
Suatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan sarana perjanjian tersebut suatu ingin mereka capai sendiri.14
d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan
Para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu denga yang lainnya saling berlawanan.
e. Ada bentuk tertentu
13 A. Siti Soetami SH, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT ERESCO Anggota IKAPI, 1992, Halm 15-16
Suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis.
f. Ada syarat-syarat tertentu
Dalam suatu perjanjian tetang isinya, harus ada syarat-syarat tertentu.15
3. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Sebelumya telah diuraikan, bahwa suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.16
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian atau persetujuan telah ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:
“ Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, c. Suatu hal tertentu,
d. Suatu sebab yang halal”.17
4. Beberapa Asas Dalam Suatu Perjanjian
a. Asas Kebebasan Berkontrak Atau Open Sytem
Asas yang utama dalam suatu perjanjian adalah adanya asas yang tebuka atau open sytem, maksudnya bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja dan dengan siapa saja. Ketentuan tentang asa ini disebutkan di dalam pasal 1338 15 A. Siti Soetami SH, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT ERESCO Anggota IKAPI, 1992, Hlm 34
16 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), Hlm. 128
KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini biasa disebut dengan asa kebebasan berkontrak atau freedom of contract.
b. Asas Konsensual Atau Asas Kekuasaan Bersepakat
Asas yang harus di perhatikan dalam suatu perjanjian , adalah asas konsensual atau asas kekuasaan bersepakatan atau contract vrijheid, ketentuan ini disebutkan pada pasal 1458 KUHPerdata. Maksud dari asas ini adalah, bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata sepakat, antara para pihak yang mengadakan perjanjian.
c. Asas Kelengkapan Atau Optimal Sytem
Maksud dari asas ini adalah apabila para pihak yang mengadakan perjanjian, berkeinginan lain, mereka bisa menyingkirkan pasal-pasal yang ada pada undang-undang. Akan tetapi jika tidak secara tegas ditentukan di dalam suatu perjanjian, maka ketentuan pada undang-undanglah yang dinyatakan berlaku.18
D. Analisi Kasus Perikatan dan Perjanjian
Sewa - Menyewa Ruangan
Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
ANALISIS KASUS
Kasus PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) ini mengenai sewa harga tempat untuk pertokoan, pada awal nya pihak PT SDP kesulitan untuk memasarkan tempatnya kemudian dia mengajak para pedagang untuk meramaikan komplek pertokoan di pusat kota surabaya itu. salah seorang pedagang menerima ajakan PT Surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta. Menerima “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, service charga, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP.
Akan tetapi perjanjian antara keduanya hanya tinggal perjanjian, kewajiban Tarmin ternyata tidak dipenuhi,Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya, pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
Menurut saya :
untuk bapak Tarmin : kewajiban harus dibayarkan dengan sepenuhnya, jangan menganggap kesepakatan hanya sebuah formalitas, kesepakatan itu sesuatu yang harus dilakukan, karena sudah disetujui oleh pihak lain.
BAB III
PENUTUP
perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan, Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Dalam kita undang-undang hukum perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undag-undnag bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memeuni unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pebgawasab dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan didepan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjankujian
Daftar Pusaka
Mashudi, 1995, Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju,
SH Siti Soetami A., 1992, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT ERESCO Anggota IKAPI
H.Hum Djumadi, S.H., 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada