• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI JARING PENGAMAN SISTEM PERBANKAN NASIONAL

(Makalah ini Diajukan Guna Memehuni Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan)

Di susun oleh:

ETHY OKTAFIANI M.A 8111412281

AZIZAH AZ ZAHARA 8111412291

DIAH KARTIKA 8111412302

ARGA SATRIYA PAMUNGKAS 8111412305

DEWI NURUS SALAMAH P. 8111412312

FIRMAN MUTTAQIN 8111412314

JURUSAN ILMU HUKUM

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perekonomian di Indonesia bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang sangat diakui. Keberadaan lembaga keuangan dalam system perekonomian dan sektor keuangan pada khusunya merupakan hal yang penting. Hal ini terutamaberkaitan dengan masalah permodalan dan perputaran uang. Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menyalurkan dana adalah pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham. Dalam praktek lembaga keuangan terdiri dari perbankan dan non perbankan1Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.

(3)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional ?

2. Bagaimana peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan syariah ?

C. Tujuan

1. Guna mengetahui peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional.

2. Guna mengetahui peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Syariah.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari pembuatan makalah ini melalui dua pandangan diantaranya sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bernilai ilmiah bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan tentang peran lembaga penjamin simpanan terhadap perbankan nasional .

(4)

Secara praktis hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya mengenai bagaimana peran lembaga penjamin simpanan terhadap nasabah perbankan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

(5)

Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diUndang-undangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.

Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.

Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam efek bola salju tersebut saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya program penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat

Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang independen.

(6)

Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Fungsi penjaminan diejawantahkan dengan melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut, sedangkan fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank resolution).

Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak sistemik ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan pada penghitungan biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim penjaminan. Sedangkan, keputusan untuk menyelamatkan gagal yang berdampak sistemik ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu, LPS bertindak sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah diputuskan berdampak sistemik.

Dalam upaya dalam menyelamatkan bank gagal, LPS memunyai kewenangan, antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan modal sementara (PMS); serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS mempunyai jangka waktu penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan 5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus menjual seluruh saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara (PMS) secara terbuka dan transparan.

(7)

tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga keberlangsungan program penjaminan simpanan dapat terus dijaga.

Lembaga Penjamin Simpanan juga memiliki fungsi, wewenang dan juga tugas tersendiri yang bertujuan untuk kenyamanan nsabah. Diantara funsi, wewenang dan tugas dari LPS sebagai mana disebutkan dalam Undang-Undang adalah:2

Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan : 1. Menjamin simpanan para nasabah penyimpan

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai kewenangan. Sejak tangal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin oleh LPS maksimum 100 juta per nasabah per bank. Yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan dari 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayar dari hasil s likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan public penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan. Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, pemerintah kemudian mengeluarkan perpu No. 3 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp. 2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali apabila krisis global meluas atau mereda.

Sementara dalam menjalankan sifat-sifatnya Lembaga Penjamin Simpanan memiliki tugas sebagai berikut :

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan. 2. Melaksanakan penjaminan simpanan

(8)

4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan penyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistematik. Melaksanakan penanganan Bank gagal yang berdampak sistematik.

Lembaga Pejamin Simpanan juga dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank gagal dengan kewenagan:

1. Menetapkan dan memungut prremi penjaminan.

2. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.

3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan.

4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil peemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar keberhasilan bank.

5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.

6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

7. Menunjuk, menguaskan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS melaksanakan sebagian dari tugas tertentu.

8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjamin simpanan.

9. Menjatuhkan sanksi administrative

C. Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan

(9)

simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.

Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap bank.

D. Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan

Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;

2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari bank; dan

3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut

E. Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan

(10)

bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS.

Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

F. Simpanan yang dapat dijaminkan

1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu

2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah

3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain 4.

4. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account)

5. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.

6. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan

G. Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan

Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:

(11)

2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari bank; dan

3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.

Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS. Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

(12)

A. Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional

Sebelum menjelaskan peran atau tugas LPS dalam menjamin simpanan nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan perlu dijelaskan hubungan kelembagaan atau koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, LPS, Kementerian Keuangan, dan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

Untuk pengamanan sistem perbankan nasional penerapannya dapat dianalogikan sebagai tim sepakbola ada penyerang, pemain tengah, bek (pemain belakang) dan kiper. Setiap posisi punya peran masing-masing. Jika dianalogikan dengan sistem perbankan kita memiliki fungsi masing-masing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai ujung tombak (front office). Dengan perannya mengatur dan mengawasi mikroprudensial dengan kuat dan efektif, OJK diharapkan mampu mendorong perbankan untuk mencapai goal (tujuan), yaitu sistem perbankan yang sehat, stabil, bertumbuh, dan bermanfaat bagi rakyat banyak. Selain itu, dengan mengidentifikasi permasalahan secara dini dan tindakan perbaikan yang segera (prompt corrective actions) diharapkan permasalahan perbankan dapat diatasi pada stadium awal.

Adapun tujuan OJK dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

1. terselenggara secara teratur, adil. transparan, dan akuntabel;

2. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan

3. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

(13)

Selanjutnya di belakang OJK berdiri Bank Indonesia (BI) sebagai lini tengah berperan mengatur kebijakan makroprudensial (moneter dan sistem pembayaran) yang kondusif bagi industri perbankan sehingga dapat membantu menciptakan peluang terjadinya goal. Konkretnya, saat sebuah bank menghadapi masalah likuiditas, BI bisa memberikan fasilitas pinjaman likuiditas sebagai bentuk pertahanan terhadap sistem ekonomi Indonesia.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berada pada posisi belakang/bertahan, LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan melaksanakan resolusi (penyehatan) bank gagal. Bank gagal dan bank yang dicabut izinnya pada umumnya mengalami permasalahan solvabilitas. Pelaksanaan fungsi tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Di samping itu, berdasarkan Pasal 42 UU No. 21 Tahun 2011, LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK, karena pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Berdasarkan undang-undang, lingkup pemeriksaan LPS terhadap bank meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan, tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas aset, dan kejahatan di sektor perbankan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank Indonesia dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.(zullfi diane zaini 2006 : 49)

Jika ketiga pertahanan tersebut tidak mampu bertahan juga, Kementerian Keuangan adalah pemain terakhir yang diharapkan mampu menjaga gawang tetap aman. Kemenkeu sebagai pemegang otoritas terhadap fiskal dan koordinator FSN mampu memberikan kebijakan untuk menjaga sistem perbankan tetap stabil. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuklah Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). FKSSK adalah Operasionalisasi dari Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dengan anggota terdiri atas:

(14)

4. Ketua Dewan Komisioner LPS selaku anggota.

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dibantu kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. Dalam kondisi normal, FKSSK:

1. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan; 2. melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;

3. membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan

4. melakukan pertukaran informasi.

Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah tejadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke FKSSK untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. .(zullfi diane zaini 2006 : 66)

Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS berwenang mengambil dan melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan keputusan FKSSK dalam kondisi tidak normal. Kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan DPR. Keputusan DPR wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 jam sejak pengajuan persetujuan.

Dapat digambarkan sebagai berikut

Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional

SISTEM PERBANKAN YANG SEHAT, STABIL, BERTUMBUH,

(15)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah bagian dari sistem Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)/anggota FKSSK bersama dengan BI, Menteri Keuangan, dan OJK. FKSSK menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Keputusan FKSSK yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal (bank resolotion) yang ditangani berdampak sistemik mengikat LPS.

LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah FKSSK menyerahkan penanganannya kepada LPS. LPS melakukan peyelesaian atau penanganan bank gagal berdampak sistemik dengan cara: melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama. Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank assistance) hanya dapat dilakukan apabila:

1. pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal sekurang-kurangnya 20 persen dari perkiraan biaya penanganan;

2. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:

3. menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS;

Otoritas KERANGKA HUKUM YANG SOLID, PEMBAGIAN TUGAS DAN

(16)

5. dan tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai: 7. penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia; 8. data keuangan Nasabah Debitur

9. struktur permodalan dan susunan pemegang saham tiga tahun terakhir dan informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban dan permodalan bank yang dibutuhkan LPS. ( zulkarnain sitompul 2002 : 86)

Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dengan penyertaan modal dengan pemegang saham, berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004:

1. pemegang saham dan pengurus bank melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak, kepemilikan, kepengurusan dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud; dan

2. pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS dalam hal proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan Bank Gagal setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran modal sekurang-kurangnya 20 persen dari perkiraan biaya penanganan. Biaya penanganan Bank Gagal yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank. LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama tiga tahun sejak penyerahan segala hak, kepemilikan, kepengurusan dan/atau kepentingan lain pada bank dimaksud. Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS, paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS. Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun maka dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya dua kali dengan masing-masing perpanjangan selama satu tahun.

(17)

sementara yang dikeluarkan oleh LPS tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan 2 kali dengan masing-masing perpanjangan selama 1 tahun, LPS menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan tingkat pengembalian yang optimal, tanpa memperhatikan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS dalam jangka waktu satu tahun berikutnya. ( Thomas Suyatno 2005 : 102)

Penjelasan di atas adalah peran LPS dalam melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dengan penyertaan modal oleh pemegang saham. Sedangkan penanganan bank gagal berdampak sistemik tanpa penyertaan modal oleh pemegang saham serta penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang merupakan tugas dan tanggung jawab LPS tidak dibahas dalam artikel ini.

Selanjutnya LPS dalam melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal mempunyai kewenangan diantaranya menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan. Kemudian LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia.

Namun demikian, berdasarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS bahwa Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

1. terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan; 2. terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun;

3. jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kuran dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank; atau

(18)

5. Selanjutnya, kemungkinan bisa saja terjadi bahwa klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi terjadi:

6. data Simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat di bank;

7. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; misalnya nasabah yang memperoleh hasil bunga jauh di atas tingkat pasar; dan 8. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank

menjadi tidak sehat, misalnya penerima kredit yang kreditnya macet. ( Thomas Suyatno 2005 : 102)

B. Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Syariah Peran lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan Syariah. Pendirian lembaga Penjamin simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya pendirian perlindungan terhadap dua resiko yang berada didalam perbankan. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sebentara sebagian besar dari simpanan dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini enyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dengan jumlah besar dengan segera atas simpanan nasabanh yang dikelolanya bila terjadi penarikan tiba-tiba oleh nasabah dalam jumlah yang sangat besar.( Kasmit, 2002 : 87)

Keterbatasn dalam penyediaan dana cash ini adalah karena bank tidak dapat menarik segala pinjaman yang telqah disalurkan. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya, nasabah akan menjadi panic dan akan menutup rekeningnya yang ada pada bank tersebut sekalipun abnk tersebut sebenarnya dalam keadaan sehat.

Sesuai ketentuan Pasal 3 PP Nomor 39/2005 dan pasal 23 peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2006 simpanan bank syariah yang dijamin oleh LPS yaitu: (peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2006)

1. Giro berdasarkan prinsip wadiah (untuk BUS dan UUS) 2. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah

(19)

4. Deposito berdasarkan prinsip mudlarabah mutlaqoh atau dengan prinsip mudlarabah muqoyyad yang resikonya ditanggung oleh bank.

5. Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapatkan pertimbangan LPP (Bank Indonesia)

Mengenai pembayaran klaim penjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak subrograsi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenagan hak dan kewenangan tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga keberlangsungan program penjaminan simpanan akan terus dijaga.

Sementara itu dalam penjaminan terhadap nasabah perbankan syariah pihak Lembaga Penjamin Simpanan sebenarnya hampir sam dengan bank konvensionsesuai akad awal yang dipakai oleh nasabah pada saat awal melakual. Namun yang ada dalam perbankan syariah adalah sesuai akad awal saat nasabah melakukan penyimpanan terhadap uangnya

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

(20)

mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan serta melaksanakan penjaminan simpanan.

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuklah Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), yang salah satu anggotanya adalah LPS. LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah FKSSK menyerahkan penanganannya kepada LPS. dan LPS menjamin simpanan nasabah sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam penjaminan terhadap nasabah perbankan syariah pihak Lembaga Penjamin Simpanan sebenarnya hampir sam dengan bank konvensionsesuai akad awal yang dipakai oleh nasabah pada saat awal melakual. Namun yang ada dalam perbankan syariah adalah sesuai akad awal saat nasabah melakukan penyimpanan terhadap uangnya

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999

Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS.

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2006

Diane Zaini, Zulfi. 2006. Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan. :UBL

(21)

Suyatno,Thomas.2005. Kelembagaan Perbankan.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

http://www.lps.go.id/web/guest/penjaminan-simpanan;jsessionid=9BB6D6C1EC1B02FB9E978B8A87379B26

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan dari data tersebut mengindikasikan bahwa efektivitas penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di tingkat penyidikan pada Kepolisian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara umur (p=0,004) dan efek samping (p=0,000) terhadap kejadian penghentian (drop out) alat

Informasi Politik mengenai proses pembuatan kebijakan politik didesa/kelurahan.Untuk mengetahui pemahaman generasi muda mengenai hal tersebut diajukan pertanyaan:

Untuk meminimalkan permasalahan tersebut perlu dibuatlah sebuah sistem yang dapat melakukan identifikasi terhadap jenis-jenis penyakit tanaman padi berdasarkan

Pelanggan yang sangat puas umumnya lebih setia, membeli lebih banyak, membicarakan hal-hal yang menyenangkan tentang produknya, tidak banyak memberi perhatian pada merek pesaing

Hasil dari proses kalsinasi dapat dilihat dengan cara pemeriksaan kadar kapur bebas pada beton 

positif pada pasien gangguan jiwa khususnya yang mengalami masalah harga diri

Sony Irianto, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang telah memberikan kesempatan hingga peneliti