BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan otonomi daerah dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas
kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan
dan kesejahteraan masyarakat daerah. Implementasi kebijakan otonomi daerah
telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun
kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu
perubahan tersebut yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi
kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah berubah statusnya
menjadi perangkat daerah, sebagai perangkat daerah, Camat dalam menjalankan
tugasnya mendapat kewenangan dan bertanggungjawab kepada bupati/walikota
Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan,
kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur oleh Peraturan
Pemerintah. Sebagai perangkat daerah, Camat memiliki kewenangan dalam hal
urusan pelayanan masyarakat selain itu kecamatan juga akan mengemban
penyelenggaraan tugas – tugas umum pemerintahan.
Istianto (2009:2) Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau
kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan,
dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung oleh
kapasitas organisasi pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud, sebaliknya kelemahan
kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan kinerja birokrasi di
Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan
dan bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah
kabupaten/kota. Pertanggungjawaban camat kepada bupati/walikota melalui
sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif yang berarti camat
merupakan bawahan langsung sekretaris daerah, karena secara struktural camat
berada langsung di bawah bupati/walikota. Camat juga berperan sebagai kepala
Wilayah, akan tetapi tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan, karena
melakasanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas
– tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi
pemerintah di wilayah kecamatan
Seorang Pemimpin harus bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi
pegawainya dalam pelaksanaan pekerjaan, karena segala tindakan, perilaku, dan
kebijakan dari pemimpin sangat mempengaruhi kinerja pegawainya. Kinerja
adalah prestasi yang di capai seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya (Siswanto, 2002:235). Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai pegawai per satuan periode waktu dalam
melaksanakn tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Penilaian prestasi kinerja merupakan usaha yang dilakukan pemimpin
untuk menilai hasil kinerja bawahannya.
Kartini (2005 :93) Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
pegawai dalam organisasi adalah kepemimpinan atau pemimpin. Fungsi pemimpin
adalah untuk memandu, menuntun, membimbing, memberikan dan membangun
motivasi – motivasi kerja, menjalin komunikasi yang baik dalam memberikan
pengawasan yang efisien dan membawa bawahannya kepada sasaran yang ingin
dituju dengan kriteria dan waktu yang telah ditetapkan .
Kecamatan Medan Selayang adalah suatu Instansi Pemerintah. Kecamatan
merupakan barisan terdepan melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan
itu, pentingnya tugas, fungsi dan wewenang kecamatan untuk pembangunan
daerah adalah yang paling dekat dengan masyarakat tersebut.
Pemerintahan kecamatan Medan Selayang, yang berkerja untuk
masyarakat sudah seharusnya memberi pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan tersebut, pegawai kantor kecamatan
Medan Selayang harus efektif dalam menjalankan pekerjaannya. Akan tetapi
kenyataan yang terjadi di lapangan, sering ditemukan pegawai yang tidak berkerja
efektif sebagaimana mestinya, dimana para pegawai sering datang terlambat
masuk kerja dari jam kerja yang telah ditentukan, bahkan meninggalkan kantor
sebelum jam kerja berakhir. Fasilitas-fasilitas pendukung bagi para pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaannya juga masih belum memadai , sehingga
terkadang mereka memberikan pelayanan yang kurang memuaskan terhadap
masyarakat. Oleh karena itu disini dituntut kepemimpinan seorang camat dalam
mengelola para bawahannya agar lebih efektif dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya demi terciptanya aparatur pemerintahan yang baik.
Untuk mencapai kinerja yang baik, Camat dan pegawai harus saling
bekerjasama dimana mereka haruslah menyadari tugas dan tanggung jawabnya
masing – masing demi kemajuan bersama. Hal ini mendorong penulis untuk
mengkaji dan meneliti masalah Kepemimpinan Camat yang dikaitkan dengan
kinerja pegawai. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Camat Terhadap Kinerja Pegawai (Pada Kantor Camat Medan Selayang”).
1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan pokok dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana performansi kepemimpinan camat di Kantor Camat Medan
Selayang?
2. Bagaimana kinerja pegawai di Kantor Camat Medan Selayang?
3. Bagaimana pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja pegawai di
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui performansi kepemimpinan camat di Kantor Camat Medan
Selayang.
2. Mengetahui kinerja pegawai di Kantor Camat Medan Selayang.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja
pegawai di Kantor Camat Medan Selayang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah:
1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan penulis menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa
permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan ilmu
yang di dapat didalam perkuliahan.
2. Bagi Instansi terkait, penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang
berguna bagi kemajuan instansi itu sendiri.
3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatra Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat
untuk melengkapi ragam penelitian yang telah dilakukan oleh para
mahasiswa serta dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas dan diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiswa dimasa yang
akan datang.
1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Kepemimpinan
1.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai
sifat, kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang
sedemikian rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati dan orang lain bersedia
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan sebagai
proses untuk mempengaruhi orang lain (Rivai,2004 : 64).
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang – orang agar mereka
suka berusaha mencapai tujuan – tujuan kelompok (George R. Terry dalam
Kartini Kartono (2005 : 57).
Hasibuan (2003:170) “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”.
Sedangkan menurut Ordway Tead dalam bukunya The Art of Leadership
menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang – orang agar
mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Kartono,
2005:57).
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain agar mau
berperan serta dalam rangka memenuhi tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dimana defenisi kepemimpinan akhirnya dikategorikan menjadi tiga
elemen. (Susanto A.B; Koesnadi Kardi, 2003:115), yakni :
1. Kepemimpinan merupakan proses ;
2. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara
pimpinan dan bawahan;
3. Kepemimpinan merupakan ajakan kepada orang lain
Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
secara umum pengertian pemimpin adalah suatu kewanangan yang disertai
kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan untuk menggerakan
orang-orang yang berada dibawah koordinasinya dalam usaha mencapai tujuan yang
ditetapkan suatu organisasi.
Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994 : 33) mengatakan
pemimpin adalah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial
dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/ upaya
1.5.1.2. Teori Kepemimpinan
Wursanto (2009 : 197), Beberapa teori tentang kepemimpinan yaitu :
1. Teori Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia
memiliki kelebihan daripada pengikutnya.
2. Teori Sifat
Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik
apabila memeiliki sifat – sifat yang lebih baik daripada yang di pimpin atau
dengan kata lain hendaknya seorang pemimpin yang baik harus memiliki sifat –
sifat yang positif sehinnga para pengikutnya dapat menjadi pengikut yang baik
dan memberikan dukungan kepada pemimpinnya.
3. Teori Keturunan
Seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan, karena
orang tuanya seorang pemimpin maka anaknya otomstis akan menjadi pemimpin
menggantikan orang tuanya.
4. Teori Kharismatik
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang
tersebut memeiliki pengaruh yang sangat besar.
5. Teori Bakat
Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin lahir
karena bakatnya.
6. Teori Sosial
Teori ini beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjadi
pemimpin.
1.5.1.3. Fungsi – Fungsi Kepemimpinan
Fungsi – Fungsi Kepemimpinan menurut Siagian (2003:47) adalah sebagai
berikut :
1. Pemimpin sebagai penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak – pihak di
luar organisasi.
3. Pemimpin selaku komunikator yang efektif.
4. Mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama
dalam mengenai situasi konflik
5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.
Sedangkan menurut Nawawi dan Martini Hadari (2004:75) fungsi pokok
kepemimpinan, yaitu :
1. Fungsi Instruktif
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi
perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai,
melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan
perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang
yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Dalam hal ini fungsi orang yang
dipimpin adalah sebagai pelaksana perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang
ada kaitannya dengan perintah tersebut, sepenuhnya adalah merupakan fungsi
pemimpin, fungsi ini juga berarti bahwa keputusan yang ditetapkan pemimpin
tanpa kemauan para bawahannya tidak akan berarti. Jika perintah tidak
dilaksanakan juga tidak akan ada artinya. Intinya, kemampuan bawahan
menggerakan pegawainya agar melaksanakan perintah, bersumber dari keputusan
yang ditetapkan. Perintah yang jelas dari pimpinan berati juga sebagai perwujudan
proses bimbingan dan pengarahan yang dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan organisasi.
2. Fungsi Konsultatif
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua
arah. Hal tersebut digunakan sebagai usaha untuk menetapkan keputusan yang
memerlukan bahan pertimbangan dan mungkin perlu konsultasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi yang dimaksudkan untuk memperoleh
memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun
dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kesepakatan yang dijabarkan dari
tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing. Fungsi ini tidak sekedar
berlangsung dua arah, tetapi juga perwujudan pelaksanaan hubungan manusia
yang efektif antara pemimpin dan orang yang dipimpin baik dalam keikutsertaan
mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Sekalipun memiliki
kesempatan yang sama bukan berarti setiap orang bertindak semaunya, tetapi
harus dilakukan dan dikerjakan secara terkendali dan terarah yang merupakan
kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
Dengan demikian musyawarah menjadi hal yang sangat penting dalam
kesempatan berpartisipasi melaksanakan program organisasi. Pemimpin tidak
sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, akan
tetapi pemimpin harus tetap dalam posisi sebagai pemimpin yang melaksanakan
fungssi kepemimpinan bukan sebagai pelaksana.
4. Fungsi Delegasi
Dalam melaksanakan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan
wewenang membuat atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya
adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan
untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab.
Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan
kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh pemimpin seorang diri. Jika pemimpin
berkerja seorang diri, ia pasti tidak dapat berbuat banyak dan mungkin dapat
menjadi tidak berarti sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenang perlu
didelegasikan kepada para bawahannya agar dapat dilaksanakan secara efektif dan
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus
mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkannya
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawaasan. Dalam
melakukan kegiatan tersebut berarti pemimpin berusaha mencegah terjadinya
kekeliruan atau kesalahan setiap perseorangan dalam melaksanakan beban kerja
atau perintah dari pimpinannya.
Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diatas, diselenggarakan dalam aktifitas
kepemimpinan secara intergral. Aktifitas atau kegiatan kepemimpinan yang
bersifat intergral tersebut dalam hal pelaksanaannya akan berlangsung sebagai
berikut ;
a. Pemimpin berkewajiban mejabarkan program kerja yang menjadi keputusan
yang kongkrit untuk dilaksanakan sesuai dengan prioritasnya masing-masing
keputusan-keputusan itu harus jelas hubungannya dengan tujuan
kelompok/organisasi.
b. Pemimpin harus mampu menterjemahkan keputusan-keputusan menjadi
intruksi yang jelas, sesuai dengan kemampuan anggota yang
melaksanakannya. Setiap anggota yang melaksanakannya. Setiap anggota
harus mengetahui dari siapa intruksi diterima dan pada siapa di
pertanggungjawabkan.
c. Pemimpin harus berusaha untuk mengembangkan dan menyalurkan kebebasan
berpikir dan mengeluarkan pendapat baik secara perorangan maupun
kelompok kecil. Pemimpin harus mampu menghargai gagasan, pendapat,
saran, kritik anggotanya sebagai wujud dari partisipasinya. Usaha
mengembangkan partisipasi anggota tidak sekedar ikut aktif dalam
melaksanakan perintah, tetapi juga dalam memberikan informasi dan masukan
untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pemimpin dalam membuat dan
d. Mengembangkan kerjasama yang harmonis, sehingga setiap anggota
mengerjakan apa yang harus dikerjakannya, dan bekerjasama dalam
mengerjakan sesuatu yang memerlukan kebersamaan. Pemimpin harus mampu
memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan, prestasi atau
kelebihan yang dimiliki setiap anggota kelompok/organisasinya.
e. Pemimpin harus membantu dalam mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggungjawab
masing-masing. Setiap anggota harus didorong agar tumbuh menjadi orang
yang mampu menyelesaikan masalah-masalahnya, dengan menghindari
ketergantungan yang berlebihan dari pemimpian atau orang lain. Setiap
anggota harus dibina agar tidak menjadi orang yang selalu menunggu perintah.
Namun diharapkan setiap anggota/bawahan adalah orang yang inisiatif artinya
mampu berkerja dengan sendirinya karena kesadaran bahwa ia memiliki
tanggungjawab.
1.5.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam organisasi dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
1. Faktor Intrapersonal
Faktor Intrapersonal terdiri dari kecerdasan kepemimpinan, peran jenis
kelamin dan faktor edukasi.
Kemampuan intelektual merupakan kondisi internal yang dimiliki individu
yang merupakan interaksi herediter dengan lingkungan. Hasil penelitian
Murphy (1996) disimpulkan bahwa pemimpin yang efektif mengikuti Tujuh
Prinsip Petunjuk (The Seven Guiding Principles of Leadership) yang
menginformasikan IQ Kepemimpinan yang tinggi dan memenuhi delapan
peran khusus (The Eight Roles of The Workleader) yang diperlukan untuk
menerjemahkan prinsip tersebut ke dalam tindakan nyata. Ketujuh prinsip
tersebut yaitu :
1. Jadilah seorang peraih prestasi (be an achiever)
2. Jadilah orang yang pragmatis (be pragmatic)
4. Berfokuslah pada konsumen (be customer focused)
5. Milikilah Komitmen (be committed)
6. Belajarlah menjadi orang yang optimis (learn to be optimist)
7. Menerima Tanggung Jawab (accept responsibility)
Adapun kedelapan peran dan cara – cara yang perlu dikuasai agar
pemimpin dapat mengendalikan serata masuk ke dalam ketujuh prinsip diatas
adalah : 1.Pemilih, 2.Penghubung, 3.Pemecah Masalah, 4.Evaluator,
5.Negosiator, 6.Penyembuh, 7.Pelindung, 8.Sinergi.
Corsini (1987), peran jenis kelamin merupakan sekumpulan atribut, sikap,
trait kepribadian dan perilaku yang dianggap sesuai untuk masing – masing
jenis kelamin.
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi menuju suatu
perubahan. Adanya perubahan menandakan terjadinya proses belajar.
2. Faktor Interpersonal
Faktor Interpersonal terdiri dari gaya kepemimpinan , perilaku kepemimpinan,
dan faktor kultural.
Dalam mengarahkan bawahan agar melakukan pekerjaan yang sesuai, seorang
pemimpin harus bias memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi
bawahannya. Pemimpin juga harus menampilkan perilaku yang dapat
mengembangkan hubungan dengan pengikut, sehingga mereka menjadi
termotivasi, memiliki komitmen tinggi dan berdedikasi. Perilaku yang
diharapkan yaitu memiliki perhatian terhadap pengikut, serta member
dorongan dan tantangan sesuai kebutuhan pengikut.
Menurut Nahavandi (2000) Kultur atau budaya juga mempengaruhi nilai dan
keyakinan serta mempengaruhi gaya kepemimpinan dan hubungan
interpersonal seseorang.
1.5.1.5. Tipe Kepemimpinan
1. Tipe karismatis
Tipe pemimpin karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan pembawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain,
sehinnga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan
pengawal yang bias dipercaya.
2. Tipe paternalistis dan maternalistis
Yaitu tipe kepemimpinan dengan sifat – sifat sebagai berikut :
1. Menganggap bawahannya sebagai manusia belum dewasa yang
masih perlu dikembangkan
2. Bersikap terlalu melindungi
3. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengambil keputusan
4. Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
intuk berinisiatif
5. Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan imajinasi sendiri
6. Selalu bersikap mahatahu dan maha benar
Sedangkan tipe kepemimpinan yang maternalistis dimana terdapat sikap
over protective atau terlalu melindungi disertai kasih saying yang berlebihan.
3. Tipe militeristis
Adapun sifat – sifat pemimpin yang militeristis adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan system perintah/komando terhadap
bawahannya
2. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
3. Sangat menyenangi formalitas dan tanda – tanda kebesaran
yang berlebihan.
4. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya
5. Tidak menghendaki saran , usul dan kritikan – kritikan dari
bawahannya.
4. Tipe otokratis
Kepemimpinan otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipenuhi. Setiap perintah dan kebijakan
ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Pemimpin
otokratis senantiasa ingin berkuasa absolute, tunggal dan merajai
keadaan._
5. Tipe laisser faire
Pemimpin dengan tipe laissez faire dalam memimpin kelompoknya
bersifat membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri, dimana
pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompoknya. Semua
pekerjaan dan tanggungjawab dilakukan oleh bawahan sendiri.
6. Tipe populistis
Kepemimpinan populistis berpegang teguh pada nilai – nilai
masyarakat yang tradisional, juga kurang mempercayai dukungan
kekuatan serta bantuan hutang – hutang luar negeri (asing).
7. Tipe administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif adalah kepemimpinan yang
mampu menyelenggarakan tugas – tugas administrasi secara efektif
8. Tipe demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya, dimana
terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan penekanan
pada rasa tanggungjawabinternal (pada diri sendiri ) dan kerjasama
yang baik. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap
individu dan mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan.
1.5.1.6. Metode Kepemimpinan
Metode kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin
dalam membimbing para pengikutnya untuk melakukan sesuatu. Dengan metode
kepemimpinan diharapkan bisa membantu keberhasilan pemimpin dalam
Ordway Tead dalam bukunya (The Art of Administration, 1951)
mengemukakan metode kepemimpinan sebagai berikut :
1. Memberi perintah
Perintah timbul dari situasi formal dan relasi kerja. Oleh karena itu
perintah adalah fakta fungsional yang berbentuk intruksi, komando, peraturan
tata tertib yang harus dipatuhi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian perintah adalah sebagai berikut :
1. Kondisi pribadi individu yang diberi perintah
2. Situasi lingkungan sekitar yang harus dipertimbangkan dalam
pemberian perintah
3. Perintah harus jelas, ringkas, namun tegas
4. Penggunan nada suara yang wajar, tidak dipaksakan, ramah agar
enak dan mudah ditangkap
5. Kesopansantunan dalam penyampain perintah member pengaruh
pada pelaksanaan perintah agar bias dipatuhi
6. Perintah tidak terlalu banyak agar tidak membingungkan dan tidak
menghambat pengambilan keputusan
2. Memberikan celaan dan pujian
Celaan harus diberikan secara objektif dan tidak bersifar subjektif, juga
tidak disertai emosi – emosi yang negatif (benci, dendam, curiga dan lain –
lain). Celan sebaiknya berupa teguran dan dilakukan secara rahasia dengan
maksut agar orang yang melanggar atau berbuat kesalahan menyadari
kesalahannya dan bersedia memperbaikiperilakunya.
Sebaliknya pujian juga harus diberikan, sebab pribadi yang
bersangkutan telah melakukan tugasnya dengan baik dan mampu berprestasi.
Pujian ini dapat memberikan semangat, kegairahan kerja dan dorongan
emosional yng baik.
3. Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar
Pemimpin harus bersifat objektif dan jujur. Pemimpin harus
anggota – anggota lainnya, menumbuhkan keraguan serta kecemburuan
sosial.
4. Peka terhadap saran – saran
Sifat pemimpin harus terbuka dan peka pada saran – saran
eksternal yang positif sifatnya. Pemimpin harus menghargai pendapat –
pendapat orang lain dan kemudian mengkombinasiaknnya dengan ide –
ide sendiri. Hal ini bias membangkitkan inisiatif kelompok untuk
memberikan saran – saran yang baik.
5. Memperkuat rasa kesatuan kelompok
Dalam menghadapi bermacam – macam tantangan dan situasi
masyarakat modern, diperlukan pemimpin yang bisa menciptakan rasa
kesatuan kelompok dengan loyalitas tinggi dan kekompakan yang utuh.
Hal ini bias meningkatkan moral kelompok dan semangat kelompok.
6. Menciptakan disiplin diri dan disiplin kelompok
Disiplin kelompok bias berhasil apabila pemimpin bersikap arif
bijaksana, memberikan teladan, disiplin, dan menerapakan seluruh
prosedur dengan konsekuen.
7. Meredam kabar angin dan isu – isu yang tidak benar
Kesatuan rdan efektivitas kerja dari kelompok bias diguncang oleh
gangguan kabar – kabar yang tidak benar yang diarahkan pada perorangan
atau pada organisasi secara keseluruhan. Maka pemimpin dalam hal ini
berkewajiban untuk mengusut kabar yang tidak benar tersebut dan
memberikan peringatan atau sanksi pada orang – orang yang mampunyai
rasa dendam sehinnga tanpa sadar menyebarkan kabar yang buruk. Dalam
hal ini pemimpin harus menetralkan situasi dengan memberikan
penerangan dan kebijaksannan baru yang akan diterapkan (Kartono, 2005).
1.5.1.7. Asas – Asas Kepemimpinan
1. Kemanusiaan, mengutamakan sifat – sifat kemanusiaan, yaitu
pembingan manusia oleh manusia untuk mengembagkan potensi
dan kemampuan setiap individu, demi tujuan – tujuan manusiaa
2. Efisien, Efisiensi teknis maupun sosial berkaitan cengan terbatasnya
sumber – sumber materi dan jumlah manusia. Atas prinsip
penghematan adanya nilai – nilai eknomis serta asas –asas
menajemen modern.
3. Kesejahteraan dan kebahagian yang lebih merata menuju pada taraf
kehidupan yang lebih tinggi.
1.5.2. Kinerja Pegawai
1.5.2.1. Pengertian Kinerja Pegawai
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005: 67) bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Mangkunegara (2005: 75) juga menyatakan bahwa pada umumnya kinerja
dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja
individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi
adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok.
Stolovitch (1992) mengatakan kinerja adalah merupakan seperangkat
hasil yang dicapai dan merujuk kepada tingkatan pencapaian serta pelaksanan
sesuatu pekerjaan yang diminta.
Osborn (1991) dalam Rivai (2005 : 15) mengatakan bahwa kinerja adalah
sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas – tugas, baik yang dilakukan
individu, kelompok maupun perusahaan.
Simamora (2005:120) mengatakan bahwa kinerja pegawai adalah tingkat
1.5.2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai menurut Prawirosentono
(1999) dalam Sutrisno (2010:176) adalah sebagai berikut :
1. Efektifitas dan Efesiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya
kinerja diukur oleh efektifitas dan efesiensi. Dikatakan efektif bila mencapai
tujuan, dikatakan efesien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai
tujuan. Artinya, efektifitas dari kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efesien berkaitan dengan jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
2. Otoritas dan Tanggung jawab
Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam organisasi akan
mendukung kinerja pegawai. Kinerja pegawai akan dapat terwujud bila
pegawai memiliki komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan
disiplin yang tinggi.
3. Disiplin
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
pegawai terhadap peraturan dan ketetapan organisasi. Bila peraturan dan
ketepatan yang ada dalam organisasi sering dilanggar maka pegawai memiliki
disiplin yang buruk. Sebaliknya bila pegawai tunduk pada peraturan dalam
organisasi, mengambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.
4. Inisiatif
Inisatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide
untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap
inisiatif yang baik sebaikya mendapatkan perhatian dan tanggapan positif dari
atasan.
1.5.2.3. Pengukuran Kinerja Pegawai
Dessler (2000 : 514 – 516 ) menyatakan bahwa dalam melaksanakan
penilaian terhadap kinerja para pegawai, maka harus diperhatikan lima faktor
1. Kualitas pekerjaan meliputi : akurasi, ketelitian, penampilan dan
penerimaan keluaran.
2. Kuantitas pekerjaan meliputi : volume keluaran dan kontribusi
3. Supervisi yang diperlukan meliputi : membutuhkan saran, arahan atau
perbaikan.
4. Kehadiran meliputi : regularitas, dapat dipercaya dan ketepatan waktu
5. Konservasi meliputi : pencegahan , pemborosan, kerusakan dan
pemeliharaan peralatan.
1.5.2.4. Pengaruh Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Fungsi kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai
usaha untuk mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai untuk berkerja keras,
memiliki semangat kerja yang tinggi dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan
organisasi. Hal ini terutama terikat dengan fungsi mengatur hubungan antara individu
atau kelompok dengan organisasi. Selain itu, fungsi pemimpin dalam mempengaruhi
dan mengarahkan individu atau kelompok yang bertujuan untuk membantu organisasi
bergerak kearah pencapaian tujuan organisasi.
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagai besar ditentukan oleh
pemimpin. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pemimpin dalam bersikap dan
bertindak. Cara bersikap dan bertindak dapat terlihat dengan cara melakukan suatu
pekerjaan. Suatu ungkapan mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang
bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini merupakan
ungkapan yang mendudukan posisi pemimpin dalam suatu instansi pemerintahan
khususnya, pada posisi yang terpenting. Dimana pada hal ini pemimpin tersebut
adalah seorang Camat, yang bertugas membawahi para pegawainya yang berada pada
kecamatan Medan Selayang.
Kinerja seorang pegawai adalah sebagai hasil pekerjaan atau kegiatan
seorang pegawai secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya. Kinerja pegawai yang baik akan terwujud apabila kepemimpinan
dalam organisasi tersebut dapat mempunyai cerminan yang baik pula. Karena
Ini disebabkan karena pemimpinlah yang memberikan pengarahan, pengaruh dan
motivasi bawahannya agar mampu menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang
baik dan pelayanan prima sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik.
Tercapainya tujuan organisasi diharapkan tercapainya pula tujuan individu
para bawahan. Suatu organisasi akan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya
apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal
termasuk peningkatan efektivitas kerjanya masing-masing. Seseorang pegawai
akan efektif dalam melakukan pekerjaan apabila terdapat keyakinan dalam dirinya
bahwa berbagai keinginan, kebutuhan, harapan dan tujuannya dapat tercapai.
Dalam hal ini dapat dilihat peran dan tugas seorang camat pada
pemerintahan Kecamatan Medan Selayang adalah berusaha untuk mempengaruhi
para pegawainya dengan cara memotivasi dan komunikasi untuk terus berkerja
secara efektif sesuai dengan waktu dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata
lain, efektif tidaknya pekerjaan yang dilakukan para pegawainya tergantung
bagaimana cara atau sikap seorang Camat dalam memimpin. Atau apa-apa saja
kegiatan yang perlu dilakukan agar semua pegawai mau dan rela mengikuti semua
keinginan Camat tersebut demi mencapai tujuan organisasi.
1.6. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara yang menghubungkan dua variable
atau lebih (Sugiono:70). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teori yang
telah dijelaskan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Alternatif (Ha) :
Ada hubungan positif antara kepemimpinan camat dengan kinerja pegawai di
Kantor Camat Medan Selayang.
2. Hipotesis Nol (Ho) :
Tidak ada hubungan antara kepemimpinan camat dengan kinerja pegawai di
1.7. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk mengambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat
ilmu sosial. Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Kepemimpinan Camat
Kepemimpinan Camat adalah melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati sesuai karakteristik
wilayah kebutuhan daerah dan menyelenggarakan kegiatan
pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
1.8. Definisi Operasional
Definisi oprasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat
diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa kedalam
variabel-variabel tersebut, singarimbun (1995:46).
1. Variabel (X)
Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan,
dengan indikator-indikatornya adalah :
a. Pengarahan
Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti
oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.
b. Komunikasi
Komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan
c. Pengambilan keputusan
memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan
keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan
d. Motivasi
memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan kepada bawahan
dalam pelaksanaan pekerjaan
2. Variable Terikat (Y)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kinerja pegawai,
dengan indikatornya adalah :
a. Kuantitas kerja
Dilihat dari penyelesaian semua tugas dengan baik dan tanpa banyak
kesalahan.
b. Kualitas kerja
Berupa kerapian, ketelitian dan mematuhi semua peraturan dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaanya.
c. Pemanfaatan waktu
Dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
d. Kerja sama
Kemampuan pegawai dalam membina hubungan dengan pegawai lain