• Tidak ada hasil yang ditemukan

POPULATION PRESSURE AND ENVIRONMENT CARRYING CAPACITY OF AGRICULTURAL LAND IN PESISIR SELATAN DISTRICT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POPULATION PRESSURE AND ENVIRONMENT CARRYING CAPACITY OF AGRICULTURAL LAND IN PESISIR SELATAN DISTRICT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

POPULATION PRESSURE AND ENVIRONMENT CARRYING CAPACITY

OF AGRICULTURAL LAND IN PESISIR SELATAN DISTRICT

By:

Lucy Nofriyanti1 Erna Juita2 Elvi Zuriyani3

1.the geography education student of STKIP PGRI Sumatera Barat. 2,3 the lecturer at geography department of STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This study aimed to obtain and analyze the data population pressure and environmental carrying capacity of agricultural land in Pesisir Selatan District of: 1) the population pressure on agricultural land and 2) Environmental capacity of agricultural land in Pesisir Selatan District.

This type of research is quantitative descriptive. Data obtained from the relevant agencies, namely, BPS Regency South Coast, South Coast Regional Development Planning Agency, and the Department of Agriculture and Food Plants Pesisir Selatan District. Data analysis techniques include population pressure on land (TP) and the carrying capacity of the land.

The results showed as follows; 1) The rate of population pressure on the Pesisir Selatan District in the period of 6 years from 2009 to 2013 is 0.36 or is at the level of light pressure. This means Pesisir Selatan District has not exceeded the threshold (TP <1) means the number of people that there is still a balance with the carrying capacity of land to meet the need for food. And 2) the carrying capacity level of crop farms panga in Pesisir Selatan District in 2013 was 0.13 mean <1 or in class III according to the classification level of the carrying capacity of agricultural land. Environmental carrying capacity in Pesisir Selatan District showed that the level of environmental carrying capacity of agricultural land in the Pesisir Selatan District are still high that the excess agricultural produce compared to the total population

Key Words: pressure, enviromental

(3)

PENDAHULUAN

Pertumbuhan atau pertambahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kelahiran dan urbanisasi. Kedua faktor ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab tidak seimbangnya laju pertumbuhan ekonomi dan sosial, ketidakseimbangan tersebut dapat terjadi apabila angka laju pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah tidak seimbang dengan angka laju pertumbuhan ekonomi dan sosial pada wilayah tersebut. Selain itu, masih adanya disparitas pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan yang juga merupakan salah satu penyebab terjadinya arus migrasi dari satu wilayah yang lain.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2013 tentang izin lingkungan, Menteri Negara Lingkungan Hidup memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2013 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan.

Sumberdaya tanah yang merupakan bagian dari lingkungan hidup abiotik, penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap aktifitas manusia seperti pertanian, industri, pemukiman dan jalan-jalan. Penggunaan tanah yang luas adalah untuk sektor pertanian yang meliputi penggunaan untuk pertanian tanaman pangan, pertanian yang keras, untuk kehutanan maupun untuk ladang penggembalaan dan perikanan. Pendek kata tanah merupakan sumberdaya serbaguna, tanah berguna untuk memenuhi kebutuhan kebendaan, kesehatan dan kejiwaan bahkan tanah penting untuk memelihara sumberdaya lain yaitu vegetasi dan air (Rahardjo : 1997: 8).

Sifat petani pada umumnya adalah petani kecil dengan luas lahan yang sempit. Rata-rata luas lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar per keluarga petani (Soemarwoto, 2009), karena pertumbuhan penduduk petani, luas lahan yang dikuasai, menunjukan kecenderungan yang semakin sempit. Makin banyak pula petani yang tidak mempunyai lahan. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk

terhadap lahan pertanian, dengan kata lain kebutuhan akan lahan garapan terus bertambah. Tetapi karena luas lahan terbatas, sehingga kemampuan suatu wilayah untuk mendukung kehidupan, yaitu yang disebut daya dukung lingkungan terbatas pula, karena tekanan penduduk terhadap lahan pertanian terus meningkat, cepat atau lambat ambang batas daya dukung lingkungan akan terlambat.

Apabila lahan yang tersedia tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan penduduk, maka akan muncul berbagai macam reaksi, antara lain : penduduk membuka hutan untuk ditanami tanaman musiman guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Menanami daerah rawan erosi yaitu areal lahan dengan kelerengan tinggi (lebih besar 40%). Menggunakan areal-areal yang kurang subur dan semakin tinggi tingkat urbanisasi ke daerah perkotaan. Dalam menganalisis tekanan penduduk di atas lahan pertanian yang perlu mendapat perhatian adalah kualitas lahan pertanian. Kualitas lahan pertanian merupakan fungsi dari berbagai unsur, meliputi: kandungan hama, intensitas tanaman, teknologi penggunaan lahan, nilai ekonomis dan standar hidup layak.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode 2000-2010 lebih tinggi dibanding periode 1990-2000. Laju pertumbuhan penduduk 2000-2010 mencapai 1,49 persen atau lebih tinggi dibanding periode 1990-2000 yang hanya mencapai 1,45 persen, sesuai dengan hasil sensus tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,56 juta orang (BPS, 2014). Untuk memenuhi kebutuhan pangan 237,56 juta orang dibutuhkan lahan produktif untuk tanaman padi seluas 13 juta ha, namun saat ini lahan padi yang diolah seluas 7,7 ha, jika pertambahan penduduk setiap tahunnya sebesar 1,49% atau bahkan melebihi, maka dengan sendirinya akan mendatangkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kelaparan, kekumuhan kota, berkurangnya daya dukung lahan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Jumlah penduduk tambah banyak, kebutuhan pangan penduduk tambah besar. Struktur umur penduduk yang saat ini didominasi penduduk usia produktif, kebutuhan pangan juga tambah besar. Dulu waktu swasembada beras tahun 1980-an, penduduk Indonesia didominasi oleh anak-anak yang kebutuhan pangannya tidak besar, sedangkan sekarang, dominasi penduduk usia produktif menyebabkan kebutuhan pangannya meningkat drastis. Pada saat kita dituntut mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional,

(4)

peningkatan produktivitas sektor pertanian di Indonesia justru terkendala oleh kenyataan bahwa rata-rata umur petani kita semakin tua. (Harian Republika online, 8 Juli 2014, diakses 9 Oktober 2015).

Sumatera Barat memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahan sub optimal seperti lahan kering, rawa, lebak, pasang surut dan gambut yang produktifitasnya relatif rendah, karena jenis tanah yang kurang subur, namun apabila keberadaan lahan tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologi budidaya dan dengan dukungan infrastuktur yang cukup, maka lahan tersebut dapat dirubah menjadi lahan-lahan produktif.

Ruang wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan perlu dikelola, dimanfaatkan dan dilindungi untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Ruang dalam arti wadah kehidupan manusia yang meliputi tanah, air dan ruang angkasa beserta sumber alam yang terkandung di dalamnya sebagai satu kesatuan, ketersediaannya bukan tak terbatas, baik dalam pengertian mutlak maupun dalam pengertian nisbi, sehingga kegiatan budidaya untuk pemanfataannya yang tak terkendali akan menyebabkan rusaknya lingkungan ruang itu sendiri yang pada akhirnya dapat berakibat malapetaka bagi penghuninya.

Kabupaten Pesisir Selatan sebagai sentra pertanian di Sumatera Barat juga memiliki beberapa masalah dalam perkembangannya, melihat merosotnya tingkat kesejahteraan petani, hal ini disebabkan oleh aksessabilitas pemasaran hasil pertanian yang kurang memadai, petani membutuhkan dana yang besar untuk pemasaran, hal tersebut tidak seimbang dengan hasil penjualan sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari bagi para petani dan standar hidup layak bagi petani kini dipertanyakan.

Penduduk Kabupaten Pesisir Selatan mayoritas hidup bertani. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. Namun hal ini sangat disayangkan, kesejahteraan hidup petani sangat dikhawatirkan dibawah standar hidup layak sebab lahan produktif yang dulunya luas, kini kian menyempit karena lahan permukiman penduduk.

Permasalahan yang dihadapi dengan tekanan penduduk dilahan pertanian, bagi masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan berkaitan erat dengan ketergantungan penduduk terhadap lahan pertanian. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Pesisir Selatan dari tahun 2008-2013

sebesar 0,75%, dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 442.681 jiwa dan lahan pertanian yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2013 adalah sebesar 20.834 Ha, terdiri dari lahan sawah, tegalan, perkebunan dan ladang. Melihat hal tersebut, keterbatasan lahan pertanian yang berpengaruh terhadap pendapatan dan tingkat perekonomian masyarakat, terbatasnya lapangan kerja di luar sektor pertanian, alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian untuk perumahan, kantor, jalan dan prasarana lain, dan juga tingginya tingkat pertumbuhan penduduk untuk beberapa wilayah yang padat penduduk (Pesisir Selatan dalam angka, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi, menganalisis data dan membahas tentang: tekanan penduduk pada lahan pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan dan Daya dukung lingkungan lahan pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mengetahui dan mengungkapkan tekanan penduduk terhadap lahan di Kabupaten Pesisir Selatan. Subjek penelitian adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan yang terdiri dari 12 kecamatan. Teknik analisa data meliputi tekanan penduduk atas lahan (TP) dan daya dukung lahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertama, Jumlah penduduk Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013 adalah 422.681 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2008-2013 adalah sebesar 4,5% dengan rata-rata pertumbuhan 0,75%/tahun. Luas lahan pertanian yang terdiri dari sawah dan tegalan adalah 42.282 Ha. Dari jumlah tersebut, didapatkan kepadatan penduduk agraris sebesar 10,5 jiwa/ha, berarti rata-rata kepadatan penduduk agraris di Kabupaten Pesisir Selatan adalah 10 orang per hektar, artinya bahwa lahan 1 hektar dikelola oleh 10 orang.

Mata pencaharian sebagian penduduk Kabupaten Pesisir Selatan di sektor pertanian, yaitu 50,7%. Sebagian wilayah Kabupaten Pesisir Selatan masih berupa area kehutanan, sementara itu lahan sawah sebesar 8,94%. Luas lahan produktif merupakan lahan yang masih menghasilkan panen, dimanan luas lahan produktif ini dihitung dari penjumlahan luas

(5)

lahan sawah, luas lahan tegalan dan luas lahan pekarangan.

Tingkat tekanan penduduk di Kabupaten Pesisir Selatan pada periode 6 tahun yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013 adalah 0,36 atau berada pada tingkat tekanan ringan. Hal ini berarti Kabupaten Pesisir Selatan belum melebihi ambang batas (TP>1) artinya jumlah penduduk yang ada masih seimbang dengan daya dukung lahan untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan. Luas lahan untuk yang diperlukan untuk mendukung kehidupan seorang petani pada tingkat hidup yang diinginkan (ha/orang) adalah sebesar 0,36, nilai ini dilihat dari ketersediaan lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan dan lahan kering (tegalan).

Hal ini sesuai dengan pendapat Muta’ali (2013:73) yang menyatakan bahwa tekanan penduduk (population pressure) merupakan gejala adanya kelebihan penduduk (overpopulation) di suatu daerah, mengingat ketersedian sumberdaya yang terdapat untuk kehidupan penduduk, sesuai dengan standar hidup yang diinginkan di daerah yang bersangkutan. Dikaitkan dengan daya dukung, tekanan penduduk terjadi ketika di daerah yang bersangkutan jumlah penduduknya telah melampaui daya dukung. Mantra (2003) menyatakan konsep tekanan penduduk digunakan dengan asumsi bahwa wilayah Indonesia sebagian besar masih berciri agraris daerah daerah pedesaan (dengan basis kegiatan ekonomi pertanian). Konsep tekanan penduduk dari Soemarwoto sendiri mengalami tiga bentuk perkembangan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Kedua, daya dukung lingkungan di Kabupaten Pesisir Selatan menunjukkan bahwa tingkat daya dukung lingkungan lahan pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan masih tinggi sehingga hasil pertanian berlebih dibanding jumlah penduduk. Lahan pertanian yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Daya dukung lahan ini didukung jumlah produksi padi sawah sebesar 269.273 ton dan kebutuhan padi tiap orang per tahun adalah 95.97 kg (Bappenas 2014), maka penduduk yang dapat ditampung oleh hasil produksi oleh Kabupaten Pesisir Selatan setiap tahunnya adalah sebesar 2.805.803 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013 adalah sebesar 442.681 jiwa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mantra (2003) bahwa daya dukung lingkungan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan

akibat penggunaan. Daya dukung lingkungan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial ekonomi budaya yang saling mempengaruhi. Daya dukung tergantung pada persentasi lahan yang dapat digunakan untuk pertanian yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan ditentukan oleh kesesuaian lahan untuk pertanian.

Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun, baik diakibatkan oleh kegiatan manusia maupun gaya-gaya ilmiah (natural forces), seperti bencana alam. Namun dapat dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat (proper), masukan teknologi dan impor (Dahuri, 2001).

KESIMPULAN

1. Tingkat tekanan penduduk di Kabupaten Pesisir Selatan pada periode 6 tahun yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013 adalah 0,36 atau berada pada tingkat tekanan ringan. Hal ini berarti Kabupaten Pesisir Selatan belum melebihi ambang batas (TP < 1) artinya jumlah penduduk yang ada masih seimbang dengan daya dukung lahan untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan. 2. Tingkat daya dukung lahan pertanian

tanaman pangan di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013 adalah 0,13 berarti <1 atau berada di kelas III menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian. Daya dukung lingkungan di Kabupaten Pesisir Selatan menunjukkan bahwa tingkat daya dukung lingkungan lahan pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan masih tinggi sehingga hasil pertanian berlebih dibanding jumlah penduduk.

SARAN

1. Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan untuk menjaga laju pertumbuhan penduduk dengan cara mengintensifikasikan program KB dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

2. Masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan sebaiknya melakukan pola intensifikasi pertanian, mengaktifkan lahan tidak

(6)

produktif dan meningkatkan hasil produksi pertanian melalui panca usaha tani.

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas Bulan Samosir. 2013. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Salemba Empat

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Sinar Harapan

Auhadilla. 2009. “Analisis Daya Dukung

Ekosistem”. Bogor: IPB. Jurnal Penelitian.

Ariani, Rina Dwi. 2012. “Tekanan Penduduk terhadap Lahan Pertanian di Kawasan Pertanian (Kasus Kecamatan Minggir dan Moyudan). Jurnal. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada

Badan Pusat Statistik Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan dalam Angka. 2013

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Moniaga, Vicky R.B. 2011. “Analisis Daya Dukung Lahan Pertanian.” Jurnal Penelitian.

Muta’ali, Lutfi. 2013. Daya Dukung

Lingkungan untuk Perencanaan

Pengembangan Wilayah. Yogyakarta:

Fakultas Geografi UGM

Pabundu, Tika. 2005. Metode Penelitian

Geografi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rahardjo, Mugi. 2003. ”Pengumpulan Data Analisis Daya Dukung Lahan dan Tekanan Penduduk Pada Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah”. Jurnal ekonomi pembangunan

(tidak dipublikasikan).Fakultas Ekonomi

UNS Surakarta.

Setiawan, M. Helwin. 2004. “Kajian Daya Tampung Ruang untuk Pemanfaatan Lahan Kota Tarakan.” Jurnal Penelitian.

Soemarwoto, Otto. 2009. Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan. Yogyakarta: UGM

Press

Soerjani, 1987. Lingkungan: Sumberdaya

Alam, Kependudukan dalam Pembangunan.

Jakarta : Universitas Indonesia Press Soeriatmadja, 1989. Ilmu Lingkungan.

Referensi

Dokumen terkait

(8) Perhitungan biaya pembelian tenaga listrik dalam kondisi darurat (emergency energy charge) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dimulai pada saat pembangkit yang

Secara etimologi, dapat disimpulkan bahwa politik kriminal merupakan usaha yang ditempuh terkait penyelenggaraan pemerintahan dan negara, dengan merumuskan dan melaksanakan

Perusahaan yang melakukan konsep penjualan karena memanfaatkan peluang dengan menjual produknya di lokasi yang strategis dan harga yang terjangkau untuk

Prayitno (2013:103) menjelaskan bahwa kinerja guru BK meliputi konsep dasar BK, bidang pelayanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta aspek-aspek terkait

Jangan Plagiat.. bersifat birokrasi dan administratif, yang menyebabkan kesempatan untuk membaca, menulis, melakukan penelitian, mengikuti kajian ilmiah, pengkajian program

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017 telah menentukan 13 (tiga belas) Prioritas Pembangunan Daerah, yaitu : 1). Meningkatkan wawasan kebangsaan dalam mewujudkan

Peneliti :He’em. Narasumber :Tapi nanti kita naik level atas, bukan komunikasi massa lagi, tapi massa komunikasi. Massa komunikasi adalah proses penyampaian pesan

Berdasarkan data Rekam Medis Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten Sidoarjo dari 30 pasien sirosis hati yang mendapatkan terapi obat golongan beta bloker,