• Tidak ada hasil yang ditemukan

2015 LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PESERTA DIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2015 LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PESERTA DIDIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masa remaja adalah masa dimana individu berada pada tahapan yang penting, peralihan, perubahan, mencari identitas, menimbulkan ketakutan, tidak realistik, dan sebagai ambang dewasa. Menurut Hurlock (1997, hlm. 212) secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Senada dengan pernyataan di atas menurut Santrock (2007, hlm. 201) sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosi.

Berdasarkan pemaparan para ahli, masa remaja merupakan masa dimana individu sedang mengalami perkembangan emosi yang memuncak yaitu dalam arti sangat mudah berubah-ubah, mulai meledak pada awal remaja dan berlangsung lebih sering sebagai akibat dari perubahan dan pertumbuhan fisik. Menurut Desmita (2007, hlm. 190) rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 16-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir.

Pada masa remaja, individu cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran ini dapat meningkatkan kemampuan remaja dalam mengatasi emosi-emosinya. Remaja lebih menampilkan emosi-emosinya kepada orang lain. Remaja juga lebih menyadari pentingnya menutupi rasa marah dalam relasi sosial. Senada dengan pernyataan di atas menurut Saarni et all (2006, hlm. 227) remaja lebih teramapil memahami bahwa kemampuan mengkomunikasikan emosi-emosinya secara konstruktif dapat meningkatkan kualitas relasi remaja.

Menurut Gesell et all. (Hurlock, 1997, hlm. 213) emosi remaja usia empat belas tahun tidak mudah meledak dibandingkan dengan usia sebelumnya. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. Remaja usia empat belas tahun lebih memiliki stabilitas emosi, sehingga memiliki kontrol emosional yang lebih baik.

(2)

Stabilitas emosi pada usia remaja merupakan keseimbangan dan kemantapan remaja dalam memahami, mengendalikan, mengungkapkan, dan menyesuaikan perasaan secara mandiri dalam rangka memecahkan masalah dengan penuh keramahan, kesetiakawanan, dan sikap hormat terhadap diri maupun orang lain (Hurlock, 1997, hlm. 214). Sudah seharusnya remaja memiliki stabilitas emosi dengan baik dan dapat menempatkan emosi sesuai dengan keadaan yang seharusnya tanpa merugikan orang lain.

Reed, L & Maryse, R (Santrock, 2007, hlm. 201) menemukan perbedaan emosi remaja dengan dewasa, emosi remaja yang lebih ekstrim dan berlalu cepat dibandingkan orangtuanya. Sebagai contoh, dibandingkan orangtuanya, remaja memiliki kecenderungan lima kali lebih besar untuk memberitahukan dirinya berada dalam kondisi sangat bahagia dan tiga kali lebih besar untuk melaporkan dirinya berada dalam kondisi sangat sedih.

Menurut Rosenblum & Lewis (Santrock, 2007, hlm. 201) remaja memiliki suasana hati yang berubah-ubah. Remaja dapat merasakan perasaan senang, sedih, marah dan takut dalam waktu yang cepat. Pengaruh perubahan hormon dan lingkungan disekitar mempengaruhi kondisi emosional pada remaja.

Kesejahteraan psikologis dan kebahagiaan seseorang lebih ditentukan oleh perubahan atau pengalaman emosional yang sering dialaminya. Hal ini disebut sebagai afek. Jika individu lebih banyak merasakan dan mengalami afek negatif seperti marah, benci, dendam, dan kecewa maka individu akan diliputi oleh suasana piskologis yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Akibatnya, individu akan terasa sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan (Gohm dan Clore, 2002).

Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja tentunya dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya karena emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980, hlm. 218) merupakan mencapai kemandirian emosional, dimana remaja harus mampu menyalurkan dan mengelola emosinya dengan tepat.

Terdapat permasalahan klasik dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan emosi, diantaranya adalah kenakalan pada remaja. Data yang diperoleh Badan

(3)

Permasyarakatan Anak (Bapas, 2010) kelas II tentang kenakalan remaja menunjukkan selama tahun 2008, secara keseluruhan terdapat 345 perkara, tahun 2009 terdapat 312 perkara, dan tahun 2010 terdapat 309 perkara. Permasalahan tersebut berkaitan dengan stabilitas emosi yang rendah seperti pemukulan yang dilakukan oleh remaja kepada temannya. Pemukulan yang dilakukan oleh remaja tersebut dapat membuktikan tidak dapat meluapkan emosinya secara tepat, sehingga masih tidak stabil ketika dihadapkan pada masalah dan kondisi marah.

Terdapat beberapa kasus yang menarik terkait emosi pada remaja. Seorang peserta didik SMA di Surabaya diketahui tulang hidungnya retak akibat dipukuli dengan helm oleh temannya. Penyebabnya merupakan dia tidak sengaja buang angin di kelas, yang menyebabkan temannya tersebut marah, hingga akhirnya temannya tersebut membenturkan helm ke muka korban (Romana, 2012). Pada tahun 2008 Pengadilan Negeri Bandung pernah menangani kasus pembunuhan yang dilakukan pelajar SMA yang membunuh temannya sendiri akibat bertengkar hingga pelaku tersulut emosi. Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan pernyataan Saarni bahwa remaja belum mampu melakukan kontrol emosi secara lebih tepat dan mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang diterima masyarakat (Santrok, 2007, hlm. 199).

Selain penelitian yang telah disebutkan, terdapat pula hasil penelitian yang menunjukkan kaitan dengan kematangan emosi. Berdasarkan hasil penelitian Naimatu (2009) menunjukkan bahwa kematangan emosi kelas X SMK Muhamadiyah 1 Malang dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 68% peserta didik. Perilaku agresi pada peserta didik kelas X SMK Muhamadiyah 1 Malang termasuk dalam kategori rendah sebesar 42% peserta didik. Ada hubungan positif antara kematangan emosi dengan perilaku agresi. Artinya ada hubungan positif dan kuat antara variabel kematangan emosi dan perilaku agresif. Semakin tinggi kematangan emosi maka perilaku agresi akan semakin rendah.

Menurut Matthew Mc Gue, (Utami, 2013), temperamen dianggap mewakili fondasi biologis dari kepribadian seseorang kelak. Terdapatnya hubungan antara stabilitas emosi dengan tempramen sesuai dengan pendapat Allport (Gandra, 2013) temperamen merupakan gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi,

(4)

kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati. Sehingga tempramen dapat berpengaruh terhadap stabilitas emosi seseorang, dalam memberikan respon dan mengelola emosi dalam kehidupannya.

Secara teoretis menurut Strelau (K.T Strongman, 2003) sifat reaksi emosional dapat dianggap sebagai dimensi psikologi emosi dari temperamen atau struktur dari temperamen. Emosional dan perilaku dapat dianggap salah satu dari banyak jenis perilaku yang mencerminkan intensitas karakter dan kematangan. Akhirnya, emosi dapat dilihat sebagai bagian dari proses afektif-motivasi yang membantu mengatur eksitensi tertentu dan dengan demikian memiliki peran dalam berorientasi pada dimensi temperamen.

Berdasarkan data rekapitulasi di Desa Pohjejer Kecamatan Gondang Kabupaten Mojekerto, dari 100 remaja 40%-50% kasus remaja yang bermasalah karena emosi peserta didik yang masih cenderung labil. Menurut Utami (2012, hlm. 2) berbagai faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan resiko stabilitas emosi dan perilaku pada remaja antara lain kompetensi dan karakteristik individu, keluarga, kualitas sekolah dan karakteristik di level komunitas. Faktor-faktor tersebut cenderung memiliki efek komulatif, dimana faktor risiko yang besar akan meningkatkan kemungkinan dampak negatif sedangkan sejumlah besar faktor protektif akan menurunkan kemungkinan terjadinya dampak negatif. Tuntutan dan kewajiban yang harus dihadapi para remaja di sekolah dapat mempengaruhi masalah mental emosional remaja.

Meskipun meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran diri pada remaja dapat mempersiapkan mereka untuk dapat mengatasi stres dan fluktuasi emosional secara lebih efektif, namun banyak remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya secara efektif. Sebagai contoh, studi yang menggambarkan emosi dan suasana hati bagi keberhasilan akademik (Gumora & Arsenio, 2002). Bahkan seandainya tingkat kemampuan kognitif remaja dikontrol, para remaja awal menyatakan bahwa dirinya lebih banyak mengalami emosi negatif dalam menjalani rutinitas akademik, serta memiliki rata-rata nilai mata pelaran yang lebih rendah.

(5)

Menurut hasil penelitian Rashid & Hamzah (2005) terdapat korelasi antara emosi dengan pencapaian akademik di mahasiswa Melayu USM. Stabilitas emosi yang kurang baik dapat mempengaruhi peserta didik ketika belajar di sekolah. Kurangnya konsentrasi, hasil belajar yang kurang memuaskan menjadi akibat dari stabilitas emosi yang rendah.

Berdasarkan pemaparan mengenai fenomena remaja di sekolah menengah yang memiliki stabilitas emosi rendah juga tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena peserta didik yang memiliki stabilitas emosi rendah terjadi pada remaja SMP. Salah satu SMP di Kota Bandung adalah SMP Negeri 15 Bandung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMP Negeri 15 Bandung, terdapat peserta didik yang meluapkan emosi dengan meledak-ledak kepada temannya bahkan kepada guru. Perilaku yang dilakukan peserta didik tersebut dengan cara memukul dan mengejek ketika merasa trsinggung oleh teman. Melalui observasi yang dilakukan di SMP Negeri 15 Bandung, terdapat peserta didik yang terlalu larut dalam kesedihan terus menangis ketika jam pelajaran karena masalah percintaan, dan sebagainya. Dari hasil wawancara kepada siswa yang diikutsertakan dalam observasi tersebut dapat diketahui bahwa peserta didik tersebut kurang dapat mengekspresikan emosinya dengan cara yang tepat serta tidak dapat mengendalikan emosi untuk menurunkan intensitas dari lamanya terhadap kondisi-kondisi emosional.

Ketidakstabilan emosi merupakan satu kecenderungan yang menunjukkan perubahan yang cepat dan tidak dapat diduga-duga atau diramalkan dalam emosionalitas (Chaplin, 2008, hlm. 165). Kestabilan emosi yang tidak ditangani dapat menghambat perkembangan pribadi dan perkembangan sosial remaja.

Stabilitas emosi merupkan salah satu indikator dari kematangan emosi. Stabilitas emosi merupakan kebebasan dari jumlah besar dalam variasi suasana hati, sifat karakteristik orang yang memiliki kontrol emosional yang baik (Chaplin, 2008, hlm. 165). Remaja membutuhkan bantuan dalam perkembangan emosinya secara positif agar mampu mengatasi masalah-masalah yang dialaminya dengan cara yang tepat dan juga dapat mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal untuk memenuhi salah satu aspek perkembangan yaitu kematangan emosi.

(6)

Upaya untuk meningkatkan stabilitas emosi yang dialami peserta didik merupakan suatu hal yang harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan pihak sekolah. Selain itu, untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik. Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, dan bidang pembinaan siswa yaitu bimbingan dan konseling (Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 4). Salah satu bagian dalam pendidikan sekolah yang berperan adalah Bimbingan dan Konseling (BK). Bimbingan dan konseling memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya untuk mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal (ABKIN, 2008). Tugas-tugas perkembangan yang harus difasilitasi salah satunya adalah kematangan emosi sehingga dapat meningkatkan kemampuan stabilitas emosi peserta didik.

Salah satu bagian dari bimbingan dan konseling adalah program bimbingan dan konseling komperhensif. Menurut pendapat ahli Muro & Kotman (Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 26) mengemukakan bahwa struktur program bimbingan dan konseling komperhensif dikalsifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu: (1) layanan dasar bimbingan; (2) layanan responsif; (3) layanan perencanaan individual; dan (4) dukungan system.

Layanan yang diberikan untuk mengembangkan kemampuan stabilitas emosi peserta didik dengan menggunakan layanan responsif. Menurut ABKIN (2008, hlm. 209) layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapai kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu akan menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Salah satu pemberian layanan yang diberikan dalam layanan responsif adalah dengan menggunakan konseling.

Berdasarkan ASCA (Syamsu dan Nurihsan, 2008, hlm. 8) konseling merupakan hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu konseli mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Dengan konseling agar dapat membantu konseli atau peserta didik lebih pemberian layanan secara responsif.

(7)

Konseling yang diberikan untuk mengembangkan kemampuan stabilitas emosi peserta didik dengan menggunakan konseling individual.

Salah satu pendekatan dalam upaya konseling yang dapat dilakukan untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik adalah dengan menngunakan pendekatan CBT. Menurut Suditmatika, dkk. (2009, hlm. 3) CBT dipandang efektif oleh para ahli sebagai pencegahan dan penanganan terhadap gejala dan kemampuan mengontrol emosi menjelaskan bahwa CBT merupakan seperangkat prinsip dan prosedur yang memiliki asumsi bahwa proses kognitif mempengaruhi tingkah laku dan mengontrol emosi dapat diubah melalui CBT.

Teknik dalam CBT yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik dengan menggunakan Strategi Self-Management. Menurut Nursalim Self-Management (2005, hlm. 146) merupakan suatu proses dimana konseli mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi.

Self management atau pengelolaan diri merupakan suatu strategi

pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier&Cormier, 1985, hlm. 519). Merriam & Caffarella (Knowles, 2003b, hlm. 48) menyatakan bahwa pengarahan diri merupakan upaya individu untuk melakukan perencanaan, pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan. Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada individu yang mengalami masalah dalam stabilitas emosi untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan cara-cara dalam mencapai tujuannya agar mampu mengeksprsikan emosi secara tepat.

Untuk itu, maka dipandang perlu melakukan penelitian secara empiris mengenai layanan konseling dengan menggunakan teknik self-management untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik remaja agar dapat memenuhi tugas perkembangan dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Emosi merupakan keadaan perasaan individu berkenaan dengan perasaan takut, sedih, senang, atau marah, baik secara mendalam ataupun dangkal yang tampak dari perubahan jasmaninya atau ekspresi sebagai cermin dan jiwanya, dan

(8)

semua berdasarkan pengalaman individu sendiri. Emosi memainkan peranan utama dalam kehidupan remaja.

Remaja harus memiliki emosi yang stabil guna menuju kehidupan yang efektif. Stabilitas emosi merupakan salah satu indikator dari kematangan emosi. Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi apabila pada akhir masa remaja tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain merupakan individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1997, hlm. 213).

Pada dasarnya emosi bisa dibagi menjadi dua kategori umum apabila dilihat dari dampak yang ditimbulkannya. Kategori pertama adala emosi positif atau bisa disebut dengan afek positif. Emosi positif memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan. Kategori kedua adalah emosi negatif atau afek negatif. Ketikan merasakan emosi negatif dampak yang dirasakan adalah negatif, tidak menyenangkan dan menyusahkan (Safaria, 2009, hlm. 13)

Berdasarkan hasil pemaparan mengenai fenomena yang terjadi terdapat remaja yang belum mengatur emosinya untuk dapat mengekspresikan apa yang dirasakan dengan tanpa menimbulkan konflik. Serta masih terdapat remaja yang larut dengan emosi yang dialami khususnya emosi negatif. Dampak yang akan terjadi dengan menyalurkan apa yang dirasakan melalui cara-cara negatif, seperti menghakimi orang lain, memukul dan bunuh diri. Remaja yang mengekspresikan emosi dengan cara negatif memerlupak dukungan kematangan perkembangan pelanaran moral yang baik.

Menurut Chaplin (2008, hlm. 165) mengemukakan stabilitas emosi adalah terbebas dari sejumlah besar variasi atau perselingan dalam suasana hati, sifat karakteristik orang yang memiliki kontrol emosional yang baik. Langkah-langkah strategi self-management menurut Yates (1985, hlm. 4) beberapa diantaranya adalah pengontrolan reaksi terhadap sebab-sebab atau pikiran dan perasaan yang memunculkan respon pengubahan emosi secara langsung.

(9)

Bimbingan dan konseling merupakan bagian dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai perkembangan yang optimal. Bimbingan dan konseling hadir untuk membuktikan setiap individu memiliki potensi.

Menurut Syamsu, Yusuf dan Nurihsan, Juntika (2008, hlm. 9) konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna membantu disini adalah sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis yang dialami dalam kehidupannya termasuk stabilitas emosi.

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan salah satu rumpun aliran

konseling direktif yang dikemukakan oleh Williamson dengan modifikasi bersama teknik kognitif. CBT dipandang efektif oleh para ahli sebagai pencegahan dan penanganan terhadap gejala dan kemampuan mengontrol emosi (Suditmatika, dkk., 2009, hlm. 3) menjelaskan bahwa “terapi perilaku kognitif merupakan seperangkat prinsip dan prosedur yang memiliki asumsi bahwa proses kognitif mempengaruhi tingkah laku dan pengontrolan emosi dapat diubah melalui teknik kognitif dan perilaku.

Salah satu teknik yang terdapat dalam CBT adalah self-management yaitu

Self-management merupakan serangkaian teknis untuk mengubah perilaku,

pikiran, dan perasaan menurut Yates (1985, hlm. 4). Self-management dapat mengontrol emosi dan mengendalikan emosi negatif dan mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat tanpa berlebihan.

Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini merupakan “Bagaiamana Layanan Konseling dengan Menggunakan Strategi Self-Management untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung?”

Pertanyaan penelitian di atas dirinci pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:

1.2.1 Bagaimana deskripsi stabilitas emosi pada tiga orang peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung?

(10)

1.2.2 Bagaimana rancangan pelaksanaan layanan konseling dengan menggunakan strategi self-management untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung?

1.2.3 Bagaimana pelaksanaan proses strategi self-management untuk mengembangkan stabilitas emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung?

1.2.4 Bagaimana dampak pemberian layanan konseling dengan menggunakan teknik self-management untuk mengembangkan kemampuan stabilitas emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan penelitian di atas maka tujuan umum penelitian untuk mengungkap dan menganalisis data empirik mengenai layanan konseling dengan menggunakan strategi self-management untuk untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

1.3.2 Tjuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan stabilitas emosi pada tiga orang peserta didik SMP Negeri 15 Bandung kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

b. Merancang rencana pelaksanaan layanan dengan menggunakan strategi

self-management untuk mengembangkan kemampuan stabilitas emosi peserta

didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

c. Mendeskripsikan pelaksanaan proses strategi self-management untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung.

d. Mendeskripsikan dampak layanan konseling dengan menggunakan strategi

self-management untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas

(11)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ditinjau dari manfaat teoritis dan praktis merupakan sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dan pendalaman studi bimbingan dan konseling bagi peminat dalam mengembangkan teori khususnya Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalam penggunaan strategi self-management untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak yang terkait diantaranya:

a. Bagi Guru BK SMP Negeri 15 Bandung

Penelitian yang dirancang oleh peneliti, dapat dijadikan bahan rujukan untuk diaplikasikan oleh Guru BK dalam membantu peserta didik yang memiliki stabilitas emosi rendah.

b. Bagi Peserta Didik

Strategi self-management diharapkan mampu meningkatkan stabilitas emosi peserta didik sebagai unsur yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan mencapai tugas perkembangan, mengembangkan potensinya dan aktualisasi diri di lingkungan sekitar.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan penelitian lanjutan guna menguji efektivitas teknik konseling yang lainnya untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

d. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Peneliti akan menjadi salah satu contoh layanan konseling untuk meningkatkan stabilitas emosi dengan menggunakan strategi self-management.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skirpsi ini meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II Konsep Stabilitas

(12)

Emosi dan Strategi Self-Management yang terdiri dari teori stabilitas emosi, teori strategi self-management, strategi self-mangement untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik dan penelitian terdahulu. BAB III Metode Penelitian, yang terdiri dari desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, definisi operasional variable, instrument, pengumpulan data, analaisis data, pengujian keabsahan data, dan isu etik. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang memaparkan hasil penelitian, pembahasan, strategi layanan dan keterbatasan penelitian. BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang berhak menerima zakat atau sering disebut dengan mustahiq zakat adalah seperti yang Alloh SWT firmankan dalam quran surat At-Taubah ayat 60 yang artinya:..

[r]

[r]

Hasil penelitian dari banyaknya logam besi (Fe) dan mangan (Mn) yang terserap oleh arang kayu dan arang aktif kayu pada air tanah dengan perbedaan ukurang arang

Desain dari modul SD ditekankan kepada penggunaan strategi penjualan yang sensitif terhadap perubahan yang terjadi di pasar. Prioritas utama dari penggunaan modul ini adalah

[r]

Semua karya mahasiswa pendidikan IPA pada lomba fotografi, pembuatan media pembelajaran dan alat peraga dipamerkan di acara PESTA (Pekan Aksi Pendidikan IPA & Tabligh

Ditafsirkan bahwa gaji berpengaruh secara signifikans terhadap kepuasan kerja guru.(2) Ada pengaruh positif yang signifikan lingkungan kerja non fisik terhadap kepuasan