• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian

Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, www.antaranews.com

pada Sabtu, 6 Juli 2013, menuliskan berita: “70% korupsi berasal dari proyek pengadaan” dan menyebutkan bahwa: 70 persen dari 385 kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari pengadaan barang dan jasa, demikian Indonesia Procurement Watch (IPW). "Tingginya angka kasus yang ditangani KPK, menjadi indikator proyek pengadaan barang dan jasa merupakan lahan subur praktik korupsi di Indonesia," kata Direktur Program IPW Hayie Muhammad pada pelatihan peliputan Pengadaan Barang dan Jasa di Surabaya, hari ini. Disamping itu, juga disebutkan bahwa Selama ini proyek pengadaan barang dan jasa menghabiskan 30 persen anggaran APBN setiap tahun dengan peningkatan 10 persen per tahun. Tak hanya KPK, Kejaksaan juga telah mengungkap sekitar 2.000 kasus pengadaan barang dan jasa terindikasi korupsi sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

Sama halnya dalam http://www.antaranews.com/ pada tanggal 5 Juni 2013, memuat berita dengan judul: “70 persen korupsi dari barang dan jasa” Dalam berita tersebut menyebutkan bahwa: "70 persen kasus tindak pidana korupsi itu bersumber dari proyek pengadaan barang dan jasa dan ini tidak boleh dibiarkan harus ada sosial kontrol dari seluruh lapisan masyarakat," tegas Program Director Indonesia Procurement Watch (IPW) Hayie Muhammad saat menjadi narasumber

(2)

di training peningkatan kapasitas jurnalis dalam peliputan pengadaan barang dan jasa. Ia mengatakan, sebuah proyek pengadaan barang dan jasa di suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat rawan terjadi korupsi karena sejak perencanaan hingga pengerjaan bisa terjadi penggelembungan dana. Dana untuk pengadaan barang jasa di Indonesia mencapai sekitar Rp250trilium s.d Rp375triliun setiap tahunnya. Angka ini bersumber dari pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Angka Rp250triliun s.d Rp400triliun per tahunnya itu bersumber dari APBN dan ini belum termasuk dengan proyek-proyek di beberapa badan usaha milik negara (BUMN-BUMD) yang nilainya juga cukup fantastis," katanya. Ia mengaku jika proyek-proyek pengadaan barang dan jasa yang nilainya sampai ratusan triliun itu dikorupsi sedikitnya 10 persen dipastikan akan berdampak buruk bagi keuangan negara karena tingkat kebocoran itu sangat besar. Berdasarkan data penggunaan dana APBN pada tahun 2011 untuk pengerjaan proyek pengadaan nilainya mencapai Rp243triliun. Angka inipun kemudian meningkat pada tahun anggaran (TA) 2012 yakni sekitar Rp273triliun serta pada 2013 yakni sebesar Rp370triliun. Dari jumlah penganggaran itu, sebanyak 500 ribu paket pekerjaan dikerjakan dalam kurun waktu satu tahun. 120 ribu paket diantaranya pekerjaan umum. Menurutnya, anggaran pengadaan dari total dana APBN dalam setahunnya itu teralokasi untuk proyek pengadaan yang persentasenya diatas angka 30 persen per tahunnya. "Setiap tahunnya itu ada sekitar 500 ribu paket pekerjaan di 560 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Paket pekerjaan ini belum termasuk paket yang ada di BUMN serta BUMD yang nilainya juga tidak sedikit," imbuhnya.

(3)

Dalam website Transparency International Indonesia pada tanggal 7 Maret 2011 diakses tanggal 15 Oktober 2014, memuat berita: “70% Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang & Jasa”, dalam berita disebutkan bahwa: Berbagai data yang sering dilansir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan ada 70 persen lebih kasus korupsi yang terjadi dinegeri ini adalah kasus pengadaan barang dan jasa pemerintah. Senada dengan pemberitaan pada Transparency International Indonesia, dalam Waspada Online www.waspada.co.id, pada tanggal 24 September 2013 memuat berita: 70% KPK tangani kasus pengadaan barang. Dan pada tanggal 10 Oktober 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam website-nya www.kpk.go.id yang menyajikan tulisan “Membedah Permasalahan Pengadaan Barang dan Jasa I”, bahwa: “Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menjadi lahan subur untuk melakukan proses korupsi keuangan negara. Ini dilakukan oleh sebagian aparat pemerintah baik dari pegawai tingkat bawah sampai dengan tingkat paling atas (menteri). Dari keseluruhan kasus korupsi yang ditangani KPK, lebih dari 40 persen terkait pengadaan barang dan jasa. KPK mengidentifikasi, nilai yang disimpangkan dari pengadaan barang dan jasa mencapai 30 hingga 40 persen.“

Adanya kondisi tersebut Presiden Republik Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 2 tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2014, dalam rangka mempercepat pelaksanaan program dan kegiatan prioritas pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah masing-masing Pemerintah Daerah,

(4)

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2014 yang dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Serta Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015, yang antara lain menyebutkan: Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Aksi PPK Kementerian/Lembaga secara berkala; Melakukan analisis, koordinasi, dan fasilitasi untuk mengurai masalah dalam pelaksanaan Aksi PPK, didukung oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; Menyampaikan laporan pelaksanaan Aksi PPK secara berkala dan mempublikasikannya kepada masyarakat.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), pada Lampiran I Pendahuluan alinea 10, memberikan Pengertian Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.

Mardiasmo (2009) menyebutkan terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebutpada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tindakan

(5)

atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif (yaitu masyarakat dan DPR/DPRD) untuk turut mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif (pemerintah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang disebabkan oleh adanya penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif (abuse of power), rnaka pemberian wewenang tersebut harus diikuti dengan pengawasan darr pengendalian yang kuat. Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPR/DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi eksekutif dan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung melalui LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan sebagai bentuk social control. Penguatan fungsi pengendalian dilakukan melalui pembuatarr sistem pengendalian intern yang memadai dan pernberdayaan auditor internal pemerintah.

Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa laporan keuangan organisasi sektor publik merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Meskipun demikian, informasi keuangan bukan merupakan

(6)

tujuan akhir akuntansi sektor publik. Inforrnasi keuangan berfungsi memberikan dasar pertimbangan untuk pengambilam keputusart. Informasi akuntansi merupakan alat untuk melaksanakan akuntabilitas sektor publik secara efektif, bukan tujuan akhir sektor publik itu sendiri. Selama ini akuntansi identik dengan pelaksanaan akuntabilitas finansial saja.

I Gusti Agung Rai (2008) menyatakan salah satu sarana untuk mewujudkan akuntabilitas organisasi publik adalah dengan pelaporan. Akuntabilitas pemerintah di bidang keuangan diwujudkan melalui laporan keuangan pemerintah yang terdiri Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sebelum disampaikan kepada Legislatif, laporan keuangan tersebut diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) (2014) dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI) pada Standar 3250 menyebutkan bahwa: Dalam merencanakan penugasan audit intern, Auditor harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditi terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan (fraud) yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Faktor-faktor terjadinya kecurangan yang harus diperhatikan oleh auditor adalah keinginan atau tekanan yang dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan, dan sifat atau alasan seseorang untuk melakukan kecurangan. Ketidakpatutan (abuse) bisa terjadi tetapi tidak ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

(7)

Auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya ketidakpatutan (abuse) yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Meskipun demikian, auditor harus mempertimbangkan secara hati-hati karena terjadinya ketidakpatutan (abuse) ini bersifat subjektif.

Karyono (2013) menjelaskan fraud (kecurangan) menurut ACFE dalam Fraud Examiners Manual (2006) Fraud is an intentional untruth or dishonest scheme used to take deliberate and unfair advantage of another person or group of person it included any mean, such cheats another, dan penjelasan atas deteksi fraud adalah suatu tindakan untuk mengetahui bahwa fraud terjadi, siapa pelaku, siapa korbannya, dan apa penyebabnya. Kunci pada pendeteksian fraud adalah untuk dapat melihat adanya kesalahan dan ketidakberesan. Fraud (kecurangan) pada hakekatnya tersembunyi dan pelakunya pada umumnya juga akan menyembunyikan jejaknya. Oleh karena itu, pendeteksian fraud juga tidak dapat dilakukan langsung dengan melihat jejak yang ditinggalkannya. Pendeteksian fraud dilakukan dengan mengidentifikasi tanda-tanda atau gejala terjadinya, kemudian dianalisis apakah tanda-tanda itu dapat menunjukkan identifikasi awal terjadinya fraud. Meskipun ada tanda-tanda atau gejala tidak pasti terjadi fraud, tetapi setiap terjadi fraud selalu diikuti dengan adanya tanda-tanda atau gejala fraud. Oleh karena itu dengan mengenali gejala dapat mengenali sinyal atau mengenal adanya indikasi fraud.

(8)

Pengadaan Barang/Jasa menjadi salah satu kegiatan dalam pemerintahan yang rentan dengan kecurangan dan ketidakpatutan. Sebagaimana telah diuraikan dalam berita-berita tersebut di atas. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2010 (Perpres 54/2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Pengadaan barang dan jasa meliputi pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya.

Pasal 116 Perpres 54/2010 menyebutkan: K/L/D/I wajib melakukan pengawasan terhadap PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan di lingkungan K/L/D/I masing masing, dan menugaskan aparat pengawasan intern yang bersangkutan untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan. Pada penjelasan pasalnya menyebutkan: Pengawasan dan pemeriksaan atas Pengadaan Barang/Jasa dimaksudkan untuk mendukung usaha Pemerintah guna: a. meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah, mewujudkan aparatur yang profesional, bersih dan bertanggung jawab; b. memberantas penyalahgunaan wewenang dan praktek KKN; dan c. menegakkan peraturan yang berlaku dan mengamankan keuangan negara.

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) (2014), menyebutkan bahwa Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP

(9)

diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat menciptakan nilai tambah pada produk atau layanan instansi pemerintah. APIP sebagai pengawas intern pemerintah merupakan salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada pemerintahan/birokrasi yang bersih (clean government).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan memilih judul: “Pengaruh Etika, Kompetensi, Independensi Dan Pengalaman Auditor Dalam Pendeteksian Kecurangan Pengadaan Barang/Jasa pada Instansi Pemerintah Melalui Skeptisisme Profesional”.

B. Rumusan masalah penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Apakah etika auditor berpengaruh terhadap skeptisisme profesional. 2. Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap skeptisisme profesional. 3. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap skeptisisme profesional. 4. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap skeptisisme profesional. 5. Apakah etika auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan

pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

6. Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

(10)

7. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

8. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

9. Apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

10. Apakah etika auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah melalui skeptisisme profesional.

11. Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah melalui skeptisisme profesional.

12. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah melalui skeptisisme profesional.

13. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah melalui skeptisisme profesional.

C. Tujuan dan kontribusi penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh etika, kompetensi, independensi dan pengalaman auditor terhadap pendeteksian

(11)

kecurangan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah melalui skeptisisme profesional.

2. Kontribusi penelitian 2.1. Aspek Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi Auditor Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, sebagaimana yang diharapkan dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, adalah:

(1) APIP diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat menciptakan nilai tambah pada produk atau layanan instansi pemerintah. APIP sebagai pengawas intern pemerintah merupakan salah satu unsur manajemen pemerintah yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada pemerintahan/birokrasi yang bersih (clean government).;

(2) menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

(3) Peran APIP yang efektif dapat terwujud jika didukung dengan Auditor yang profesional dan kompeten dengan hasil audit intern yang semakin berkualitas, dimana auditor telah dapat mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.

(12)

2.2. Aspek Teoritis

(1) Penelitian tentang skeptisisme profesional auditor berkaitan dengan etika atau moral dan nilai-nilai yang berlaku, termasuk para akuntan diharapkan oleh masyarakat untuk berlaku jujur, adil dan tidak memihak serta mengungkapkan hasil temuan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sebagai pembuktian empiris mengenai seberapa besar pengaruh Etika, Independensi, Kompetensi dan Pengalaman Audit terhadap skeptisisme profesional auditor serta dampaknya terhadap terjadinya kecurangan dalam pengadaan barang/jasa pada isntansi pemerintah.

(2) Penelitian ini menambah atau melengkapi khasanah teori yang telah ada dalam meningkatkan kualitas implementasi auditing, khususnya dalam perencanaan audit untuk memitigasi adanya risiko terjadi kecurangan dalam audit pada Instansi Pemerintah khususnya dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang secara fenomenal penyimpangannya mencapai 30%-40% dari nilai pengadaan barang dan jasa serta dari kasus tindak pidana korupsi yang ditangani sebanyak 70% merupakan kasus pengadaan barang dan jasa.

(3) Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi untuk melakukan penelitian dengan topik-topik yang berkaitan dengan penelitian ini, baik yang bersifat melengkapi maupun melanjutkan.

(13)

3. Kontribusi kebijakan

Hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa etika, kompetensi, independensi, pengalaman auditor, berpengaruh dalam pendeteksian kecurangan pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah melalui skeptisisme profesional, agar Auditor pada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) senantiasa meningkatkan kapasitas dan kemampuan auditor melalui pelatihan keinvestigasian dan pemahaman atas kecurangan untuk meningkatkan skeptisisme professional serta mematuhi standar profesional auditor dan kode etik, dalam rangka mendukung kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka pemberantasan dan pencegahan korupsi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan sumber data yang sifatnya kepustakaan yang sumber datanya diambil dari dokumen kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, kitab-kitab, dan bentuk

Untuk mendampingi dan mewakili pemberi kuasa sepenuhnya sebagai penggugat dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum melawan PT … yang diwakili oleh …, perusahan di bidang … dengan

 Pembangunan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan, yang bersifat komunal dilakukan oleh PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Perdesaan berupa sumur pompa + bak

Untuk pengguna calon mahasiswa dan orang tua mereka, dengan Information Architecture nilai usability website institusi pendidikan tinggi bisa ditingkatkan, dengan nilai 71,2 poin

Penulisan dalam penelitian ini mengkaji tentang Pertimbangan Putusan hakim mengenai kewajiban dan tanggung jawab mantan suami istri terhadap pemenuhan hak-hak anak pasca perceraian

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang

Penelitian ini bertujuan untuk melihat motivasi belajar siswa, antara siswa yang menggunakan CD Interaktif dalam pembelajaran di kelas dengan siswa yang masih

Nilai akhir TIK dari keseluruhan kelas VIII hanya mencapai ketuntasan 71%, diharapkan oleh guru TIK adalah nilai ketuntasan 85%. Ini disebabkan karena media belajar