Paulus Wahana
PERANAI\
ILMU
PENGETAHUAI{
DAN
TANGGUNG JAWAB MANUSIA
Paulus Wahana
I.
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan merupakan suatu proses
kegiatan yang dilakukan manusia untuk
mengu;alr{an
p"ng"tuhrun secara ilmiah; diusaha_kan
secara rasional(kritis,
logis,-dan
sistematir;,oUy"tiir,
-ru,
universal' Dengan demikian diharapkan menghas,[anp.ng"i;huun
l"lt1ng
lial-hal
yang
secaraobyiktif
diha-dapinya,'rr"ip"-f"f,
kejelasan kerangka sistematis serta hubunguniogi.' unturi'iugiu,
satu dengan lainnya,
dan
secara umum Juputjltuli ;;;;;"._
tanggungiawabkan kebenarannya.Ilmu
pengetahual menjadi'ke-kayaan mental yang cukup.berhargaOugir.tLp
o.ung vung
*^i_
Iikinya,
maupurl rnenjadi khasana"hk"fuyau,
mental yang dapat diandalkan bagi umat manusia pada umumnya.Sebagai
yang
memiriki
kecenderunganuntuk
bertindak/berbuat secara tepat, tentuslja,.kgkaylan
ilmu
pengetahuan yangcukup berharga tersebut tidak disia-siakan untuk'menjadi sumber jawaban dalam menghadapi berbagai persoalan maupun
untuk
mengatasiatau memecahkan berbagai macam masalah niaup.
Il*;p;;;;;;r_
Etika Terapan
an
membantu manusiauntuk
memahami secarajelas
dan rincibagian-bagian
dari hal
yang ditelitinya,
memahami secara jelaspola-pola
hubungandan
serba ketergantungan antarasatu
hal dengan lainnya, sehingga diharapkan orang dapat memahamihubu-ngan kausalitas antara satu
hal
atau peristiwa denganhal
atau peristiwa lainnya. Lebih lanjut orang dapat memahami akibat ataukonsekuensi yang akan terjadi dari suatu
hal
atau peristiwa yangberlangsung;
dan
dengandemikian orang dapat
memprediksi/meramal, dapat memastikan hasil yang akan dicapai
dari
usahayang
dilakukannya,dan
akhirnya dapat mengaturdan
meman-faatkan lingkungan alam dan bahkan lingkungan sosial bagi keper-luan hidupnya. Dapat dikatakan bahwailmu
pengetahuanmerupa-kan
kemampuan, kekuasaan,yaitu
kekuasaanuntuk
menata,menaklukkan alam semesta dan kehidupan
ini
bagi
kepentingan hidupnya.Manusia sebagai makhluk hidup ternyata belum lengkap, melainkan
perlu
bertindakuntuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,me-ngembangkan
dirinya,
membentuk dan menjadikandirinya.
Dan sebagai makhluk multidimensional, manusia tidak cukup terpenuhidari
satu unsur atau satu segi saja, tetapi perlu pemenuhan dari berbagai macam hal dan dari berbagai macam segi. Manusia perlumewujudkan berbagai
kualitas
nilai
yang
relevan
dan
selarasdengan kecenderungan/dorongan kodratnya sebagai manusia, yaitu
misalnya:
nilai
kehidupan,nilai
kesehatan,nilai
keindahan, nilaikeamanan,
nilai
kedamaian,nilai
kerukunan,nilai
religius,
nilaikecerdasan,
nilai
kebijaksanaan, dannilai
kebahagiaan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada dalamdiri
setiap orang,diharapkan dapat mengembangkan kecerdasannya dalam
mengha-dapi dan menangani permasalahan kehidupan untuk dapat mewu-judkan berbagai macam nilai bagi perkembangan hidupnya. Dengan perkembangan
ilmu
pengetahuan, setiap orang diharapkan dapat mengembangkankemampuan,
mengembangkan kekuasaannyadalam mengantisipasi, mengatur, dan memanfaatkan lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya bagi perkembangan kehidupan-nya bersama yang lain.
Namun peningkatan kemampuan manusia berkat ilmu pengetahuan
tersebut, ternyata tidak dengan sendirinya mendorong orang untuk
Paulus Wahana
berbuat
baik.
Bila
orangterlalu
menekankannilai
tertentu danmengabaikan
nilai-nilai
lainnya, orang dapat terdorong untuk mela-kukan tindakan yang bertentangan dengan suatu nilai, ataumelaku-kan
tindakanjahat.
Sehingga kemampuan atau kekuasaan yang diperoleh manusia dari ihnu pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk berbuat jahat (misalnya: membunuh, merampok), demi untuk memperoleh sarana kebutuhan ekonomis. Maka agar orang dapat bertindak dengan bijaksanabagi
perkembangan hidupnya, selain mengembangkanilmu
pengetahuan, orang juga perlu semakinme-nyadari dan
memiliki
komitmen atau perhatian terhadap berbagai macamnilai
kemanusiaan; diharapkan orang mampu memadukan keunggulan akadernis dan kepekaan serta kepeduliaan akan nilai-nilai kemanusiaan.Dalam
rangka
menjelaskanperanan
ilmu
pengetahuan dantanggung
jawab
manusia, kami akan memaparkan secara bertahaphal-hal berikut ini, yaitu: ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan kebudayaan, serta tanggung jawab manusia dalam IPTEK.
II.
ILMU
PENGETAHUAN
DAN
TEKNOLOGI
Sebagaimana telah dijelaskan
di
depan, ilmu pengetahuan merupa-kan suatu rangkaian kegiatan (atau proses) yang dilakukan manusia, terutama dengan menggunakan akal budinya secara rasional (kritis,logis, dan
sistematis), diusahakan berdasarkan prosedur, pola kegiatan, tata langkah, tata cara dan teknik tertentu, serta memilikitujuan (teleologis), yaitu diharapkan menghasilkan (produk)
penge-tahuan
(ilmiah)
yang tersusun sistematis,memiliki
kejelasan akanobyeknya sebagai sasaran penyelidikan, kejelasan
bagian-bagian-nya secara
rinci,
serta kejelasan hubungannya satu sama lain, dandapat
diuji
kebenarannya secara luas. Secara konotatif, ilmupenge-tahuan sesungguhnya menyangkut tiga hal, yaitu: proses, prosedur,
dan produk.
Bila
diperbincangkan sebagai suatu proses, maka secarakonotatif
ilmu
pengetahuan menunjukkan pada penelitianilmiah; bila
diperbincangkan sebagai suatu prosedur, maka secara konotatif ilmu pengetahuan menunjuk pada metode ilmiah; dan bila diperbincangkan sebagai suatu produk, maka secara konotatif ilmuEtika Terapan
pengetahuan menunjuk pada pengetahuan ilmiah. (The Liang Gie, 1997:85-138).
Berdasar obyek telaahnya,
ilmu
pengetahuan mencakup seluruhalam semesta dan seisinya dengan segala aktivitas yang
berlang-sung
di
dalamnya, sejauh dapat diobservasidan
diperhitungkansecara langsung ataupun tidak langsung (menggunakan alat bantu). Berdasarkan tempatnya, obyek
ilmu
pengetahuan dapat ditemukan antara laindi
angkasa, udara, darat, dan laut. Yang adadi
angkasa,dapat ditemukan obyek-obyek ilmu pengetahuan, antara lain: bulan, bintang-bintang, planet-planet, dengan segala gerak dan peredaran-nya.
Yang
berkenaan dengan udara, dapat dibahas beberapa hal, antaralain:
lapisan-lapisan udara yang menyelimutibumi,
angin dengan berbagaijenis
gerakannya, awan,petir,
dan hujan. Yang berkenaan dengan darat, dapat dibahas hal-hal berikut, antara lain: permukaanbumi
dengan segala kehidupan yang adadi
atasnya,lapisan-lapisan tanah, unsur-unsur yang ada dalam tanah, macam-macam gerakan yang ada dalam tanah (termasuk macam-macam gempa). Berkenaan dengan laut, meliputi beberapa hal, antara lain:
air laut dengan segala gerakannya (arus laut, gelombang), berbagai
macam kehidupan
yang ada
di
laut.
Sedangkan berdasarting-katannya, yang menjadi obyek telaah
ilmu
pengetahuan meliputi: manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan macam-macam hal yangtidak
hidup, dengan segala aktivitas dan gerakannya.Dari
penje-lasan tersebut nampak bahwalingkup
lahan obyek yang dibahas ilmu pengetahuan sedemikian luas, bahkan dapat semakin luas dan semakin mendalam selaras dengan perkembangan kemampuan manusia mengobservas i.Sesuai dengan karakteristik hal yang menjadi obyek telaahnya serta
unsur atau aspek yang
ingin
diketahuinya,ilmu
pengetahuan akanmewujudkan pendekatan dan metode yang beraneka macam pula.
Meskipun demikian
ilmu
pengetahuan berusaha sedapat mungkinuntuk membangun tubuh pengetahuan (body
of
knowledge) yangterorganisir dan tersusun secara sistematis. Dan
ilmu
pengetahuan tersebut dapat merupakanmilik
setiap manusiaterkait,
sebagaikekayaan mental
yang
dapat merupakan sumber jawaban untuk menghadapi persoalan dan permasalahan hidupnya, dandi
luardiri
manusia dapat merupakan ungkapan kegiatan ilmiah/karya ilmiah,
Paulus Wahana
yang secara material tercetak dalam kertas (makalah ilmiah, jurnal
ilrniah,
buku ilmiah)
atau terekamdalam
alat
elektronik
(taperecorder,
disket, kaset,
dan
hard disk),
yang dapat
menjadikhasanah
kekayaan
umat
manusia
sebagai
sumber
ilmupengetahuan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
Sesuai dengan kecenderungan kodrat akal budi, manusia terdorong
untuk
mempertanyakan serta berusaha memperoleh pengetahuanmengenai berbagai
hal
yang dihadapinya; berusahauntuk
mem-peroleh
pengetahuanyang
semakinjelas,
semakin mendalam,semakin luas dan menyeluruh, serta semakin meyakinkan
kebe-narannya.
Selain
merasapuas
dengan pengetahuanyang
telah diperolehnya, manusia juga memiliki kecenderungan untuk mencarikemungkinan-kemungkinan penerapannya
lebih lanjut.
Keduadimensi dorongan
ini
dapat mewujudkan duajenis
ilmu
pengeta-huan,yaitu: ilmu
akademis yang cenderung bersifatteoritis
danihnu
industrialyang
cenderung bersifatpraktis.
Ilmu
akademisrelatif
lebih
menekankan padatubuh
pengetahuanilmiah
untuk pengembanganilmu
itu
sendiri, tanpa adanya pemikiran untuk kemungkinan-kemungkinan penerapannya lebih lanjut. Sedangkanihnu
industrial memusatkandiri
pada pengkajian efek-efektekno-logis
dari
pengetahuanilmiah yang
dihasilkanoleh
ilmu-ilmumurni.
Titik
berat perhatianilmu
industrial terletak padakemam-puan
instrumentalilmu
dalam
memecahkan problem-problem praktis, rnisalkan untuk kepentinganpolitik, militer
atau pun untuk kepentingan komersial.(Tim
Dosen FilsafatIlmu
Fakultas FilsafatUGM,
1996: 151).Berdasarkan kecenderungan
yang
ada dalam setiap orang, yangtidak
puas hanya sekadarmemiliki
pengetahuan yang ada dalam benak pikirannya, tetapi juga berusaha untuk mencari kemungkinan -kemungkinan untuk menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam realitas kehidupan, maka nampaklah arti praktis dari ilmupengeta-huan. Sebagaimana seseorang tidak hanya sekadar berusaha mem-peroleh pengetahuan dalam hidupnya sehari-hari, tetapi
juga
ber-usaha menerapkan hasil pemikirannya atau hasil pengetahuannyauntuk mengusahakan cara (teknik) yang
baik
dalam rangkamen-jawab
atau mengatasi segala persoalan atau permasalahan yang dihadapinya, demikian pula ia tidak hanya sekadar mengusahakanEtika Terapan
ilmu
pengetahuan, tetapijuga
berusaha menerapkanilmu
penge-tahuan tersebut
untuk
memperolehcara (teknik)
yang
dapatdipertanggungjawabkan secara ihniah dalam rangka menjawab dan mengatasi segala persoalan
dan
permasalahan kehidupan yangsemakin
rumit
dan kompleks (teknologi).Teknologi
sebenarnyadapat muncul dari dua arah, yaitu: pertama keinginan untuk
mene-rapkan
ilmu
pengetahuanke
dalam
realitas kehidupan denganrnewujudkan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
(teknologi),
dan kedua keinginanuntuk
memperoleh dasar ataupertanggungjawaban
ilmiah
terhadappraktik
kehidupan
yang semakin membutuhkan atau menuntut cara yang semakin kompleksdan rumit.
Pernyataan "teknologi adalah penerapan
ilmu"
dengan mudah dapatditemukan pada mimbar
kuliah
maupun pada pengerjaan proyekfisik.
Teknologi merupakan pengetahuan sistematis dalam bidangindustri, atau
dapat disebutilmu
industrial.
Sebagaimana ihnu pengetahuan dapat meliputi berbagai bidang kajian, demikian pulateknologi merupakan ilmu terapan (applied science) yang meliputi berbagai bidang,
dan
dapatdipilahnya menjadi
empat cabang, yakni: teknologifisik
(misalkan: teknik mesin, tekniksipil,
teknikelektro); teknologi biologis
(misalkan:
teknologi
pertanian,farmakologi); teknologi sosial
(misalkan:teknologi
pendidikan,teknologi budaya); dan teknologi
pikir
(misalkan:ilmu
komputer).(Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat
UGM,
1996: 152).Teknologi, sebagai aktivitas kerja manusia, membantu secara
fisik
atau
intelektual dalam menghasilkan bangunan, produk-produk,atau
layanan-layananyang
dapat
rneningkatkan produktivitas manusia untuk memahami, beradaptasi terhadap, dan mengendali-kan lingkungannya secara lebih baik. Teknologijuga dapatdipaha-mi
sebagai aktivitas dan hasil aktivitas, yang merujuk pada pabrik-pabrik, barang, dan layanan.Bila
dipahami dari pendekatan sistem,teknologi memiliki input, komponen, outpul, dan lingkungan. Input
teknologi
dapat berupa
kekuatan-kekuatanmaterial,
keahlian,teknik, pengetahuan, dan alat. Komponen teknologi dapat berupa
keahlian
teknik
(engineering), proses,
fabrikasi,
manufaktur, maupun organisasi. Adapun output dariteknologi adalah bangunan-bangunanfisik,
barang-barang, makanan, alat-alat, organisasi, atauEtika Terapan
sisi
ilmu
menyediakan bahan pendukung penting bagi kemajuanteknologi
yakni
berupa teori-teori;
pada
sisi
lain
penemuan-penemuan teknologis sangat membantu perluasan cakawalapene-litian
ilmiah, yakni dengan dikembangkannya perangkat-perangkatpenelitian dengan
teknologi mutakhir.
Bahkan dapat dikatakan bahwa kemajuanilmu
pengetahuan mengandaikan dukungantek-nologi,
sebaliknya kemajuanteknologi
mengandaikan dukunganilmu
pengetahuan. Keempat, sebagaiklarifikasi
konsep, istilah"ilmu"
lebih tepat dikaitkan dengan konteks "teknologis",sedang-kan istilah
"pengetahuan"lebih
sesuaibila
digunakan dalam konteks "teknis"(Tim
Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM,1996:156-157).
III.
IPTEK
DAN
KEBUDAYAAN
Sebagai makhluk
luhur
yangmemiliki akal
budi, manusia tidakbegitu saja
hidup
menyerah pada aktivitas alam, namun dengankemampuan akal-budinya manusia "turun-tangan" dan mengangkat alam (nature) menjadi alam manusiawi
(culture):
tanah menjadiladang, tumbuh-tumbuhan menjadi tanaman, barang-barang
ma-terial menjadi alatnya, rumahnya, pakaiannya. Karena kemampuan
manusia
untuk
pengangkatanitu
berdasarkanbudinya,
maka pengangkatan alam yang terjadi dengan "turun tangan" itu bisa kita sebut kebudayaan dalam arti luas.Kebudayaan mencakup seluruh aktivitas manusia, baik yang
ber-sifat
material maupun spiritual.
Kebudayaan sebagai aktivitasmanusiawi
(culture)
haruskita
bedakan dengan segala kejadianyang
berlangsung secara alamiah (nature). Kebudayaan sebagaikeseluruhan kompleks aktivitas manusia mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-kebiasaan, dan kemampuan-kemampuan lain yang dibutuhkan manusia sebagai anggota
masya-rakat. Dalam
arti
luas
kebudayaan mempunyaiempat
aspek:pertama, aspek ekonomi yaitu bahwa dengan aktivitas turun tangan
itu
manusia mengubah barang-barangmenjadi
berguna untuk manusia. Aspek kedua, ialah aspek teknik, yaitu bahwa dalam turun tanganitu
manusia menggunakan kemungkinan-kemungkinan danPaulus Wahana
sifat-sifat yang ada pada barang-barang: dia menggunakan
"hukum-hukum"
alamuntuk
menemukan caralteknik dalam menghadapipersoalan
atat
permasalahan kehidupan.Aspek
ketiga,
ialah kebudayaan dalam arti yang khas dan sempit (terbatas), yaitu dalam mengangkatalam
itu
manusiaselalu
mengekspresikan dirinya; manusia lebih mengekspresikan diri, manusia lebih memperlihatkanbudinya.
Aspek
keempat disebut perhalusan (beschaving), yaitu aspek budaya yang mendorong manusia untuk mewujudkan segala yang halus, enak, lincah danlicin,
sehinggahidup
ini
meluncurdengan lancar dan mengenakkan (Driyarkara, 1980: 83-85).
Dalam rangka memahami dinamika perubahan kebudayaan, kita
perlu memahami hubungan
individu
dan masyarakat. Pola hubu-ngan antaraindividu
dan masyarakat secarahakiki
dibentuk olehdua
pasang prosestimbal
balik ini,
yaitu:
ekstemalisasi berpa-sangan dengan internalisasi, dan obyektivasi berpasangan dengan subyektivasi. Eksternalisasiadalah
suatu
pencurahan kedirian manusia yang terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitasfisik
maupun mentalnya. Sedangkan internalisasi adalah peresapankembali realitas tersebut oleh manusia, dan mentransformasikannya
sekali
lagi dari
struktur
dunia obyektif
ke
struktur
kesadaran subyektif.Melalui
eksternalisasi, masyarakat merupakan produkmanusia;
sedangkanmelalui
internalisasidapatlah
dinyatakan bahwa manusia merupakan produkdari
masyarakat(Tim
Dosen Filsafat Ilmu Fakultas FilsafatUGM,
1996: I 5 8- 1 59).Dalam momentum eksternalisasi, aktivitas mental manusia
mencip-takan
simbol,
bahasa, sistemnilai,
norma, maupun unsur-unsur ideasional lainnya.Ada
pun aktivitasfisik
manusia menciptakan barang-barang atau pun alat teknologis untuk memenuhi hasrat dan kebutuhannya. Keseluruhan hasil eksternalisasi tersebut, baik yangmental maupun
yang
fisik,
disebut sebagai "kebudayaan" atau"dunia
manusia". Kebudayaan sebagai"dunia
manusia", sebagai"alam
kedua"
(yaitu
alam
culture yang
dibedakandari
yang nature), tidak memiliki stabilitas sebagaimanayang terdapat dalam alam binatang. Dalam rangka eksternalisasi, manusia mampu mem-bentuk "dunia"nya (Jerman: Welt) secara tidak terbatas, sedangkanbinatang
tidak
dapat melakukannya dan hanya sekadar memilikilingkungan habitat
yang kurang
lebih
bersifat
tetap
(Jerman:Etika Terapan
Umwelt). Pada perkembangan lebih lanjut, produk-produk kebuda-yaan mengalami transformasi menjadi suatu faktisitas
di
luar dirimanusia. Pada
titik
transformatif inilah mqmentum prosesobyek-tivasi terjadi. Kebudayaan sebagai produk manusia berada
di
luar subyektivitas individual, dan memiliki watak seperti dunia alamiah, yang merupakan bagian dari realitas obyektif(Tim
Dosen FilsafatIlmu Fakultas Filsafat
UGM,
1996: 160).Kebudayaan sebagai produk manusia yang sudah menjadi realitas
obyektif pada akhirnya mengondisikan manusia, baik secara
indi-vidu
maupun sosial, untuk menyesuaikandiri
dengan produknya,baik bahasa, teknologi, atau lembaga sosialnya. Pada unsur-unsur
material kebudayaan, manusia pada akhirnya harus menyesuaikan
diri
dengan perangkat teknologis yang telah dihasilkannya sendiri.Misalnya, pada dunia
agraris,
seorangpetani dituntut
untukmemiliki "pengetahuan" atau pun "keahlian" menggunakan cangkul (sebagai
alat
teknologis). Padadunia
industri, manusia (pekerjapabrik) pada akhirnya harus menyesuaikan
diri
dengan mekanisme"ban
berjalan". Demikianpula
dengan unsur-unsur non-materialdari
kebudayaan,minusia
menemukandan
membuat bahasa,namun akhirnya hidupnya atau "dunia" nya sangat ditentukan oleh
logika bahasa yang telah diciptakannya sendiri tersebut. Manusia menciptakan lembaga-lembaga sosial, namun pada akhirnya me-nentukan jenjang sosial dan pola hubungan itu sendiri (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat
UGM,
1996: 160).Proses penerimaan atau
pun
penyerapan"realitas
obyektif'
kedalam struktur subyektif
kesadaran manusia, sehingga "penge-tahuanindividu"
sesuai dengan "cadangan pengetahuanmasyara-kat",
disebut sebagai momentum proses internalisasi. Bagianter-penting
dari
momentum proses internalisasi adalah sosialisasi. Sosialisasi dibedakan menjadi dua,yaitu:
sosialisasiprimer
dan sosialisasi-sekunder. Sosialisasiprimer
adalah berbagai prosespengalihan "cadangan pengetahuan masyarakat" ke dalam
kesada-ran subyektif individu, yang berbeda antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat
lain
sesuai dengan latar sosio-historis mereka.Sosialisasi primer berakhir apabila konsep tentang "dunia
obyektif'
telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaranindividu.
Melaluisosialisasi
primer
ini
"dunia"
setiapindividu
terbentuk, berikutPaulus Wahana
unsur-unsur ideasionalnya maupun tata hubungan internal maupun eksternal antar unsur-unsur tersebut. Melalui sosialisasi primer ini, setiap
individu
mengenal dan memahami hubungan kekerabatan, hubungan sosial, hubungan ekonomis, hubunganpolitis,
dan jugatata
nilai
dalam masyarakat atau habitatnya(Tim
Dosen FilsafatIlmu Fakultas Filsafat
UGM,
1996: 16l).Berbeda dengan sosialisasi primer, sosialisasi sekunder merupakan internalisasi sejumlah "sub-dunia" kelembagaan atau berdasarkan lembaga dengan
tujuan untuk
memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan peranannya dalam masyarakat. Contoh paling mudahdari
sosialisasi sekunder adalah"pendidikan" dalam
arti
yangsempit, sebagaimana terwujud dalam pendidikan formal,
pendidi-kan
non-formal,
maupun pendidikaninformal. Identifikasi
danpenentuan peranan pada sosialisasi sekunder
lebih
khusus dandilandasi oleh tata nilai dan norrna yang khusus pula. Dari landasan
peran, tata
nilai,
dan norma yang berbeda dapat ditemukan denganmudah
perbedaan antara,misalnya: "pendidikan
umum"
dan "pendidikan kejuruan", antara "pendidikansipil"
dan "pendidikanmiliter"
(Tim
Dosen FilsafatIlmu
Fakultas FilsafatUGM,
1996:t6t-162).
Dalam kerangka tiga tahap perkembangan kebudayaan (yaitu tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsional),
"tradisi ilmu"
mulaitimbul
dalam alam pikiran ontologis. Dalam alam pikiran ontologisini
manusia bersikap mengambiljarak
terhadap alam sekitarnya, sehingga alam dapatdipelajari
dan dimanfaatkanoleh
manusia. Sikap dasar yang semula hanya berkembang pada ilmu-ilmu alam, atas peran empirisme dan positivisme, namun pada akhirnya me-rambah pula padailmu-ilmu
sosial humaniora. Dewasaini
dalamilmu-ilmu
sosial humaniorapun
sudah muncul semacampenge-trapan;
meskipun terbelakangsekali
bila
dibandingkan denganilmu-ilmu biologi
atau kehidupan, dan tentu saja lebih terbelakanglagi
dibanding
denganilmu
alam.
Dari
perkembangan tradisikeilmuan
ini
terlihat bahwa"ilmu"
memiliki
peranan yang besar baik dalam menjaga "stabilitas duniaobyektif'
melalui sosialisasi sekunder, atau pun di lain pihak berperanan "membongkar?'realitasobyektif sebagaimana dijamin oleh teori-teori ilmu yang telah ada,
dan menggantikannya dengan "realitas obyektif yang baru" melalui
Etikn Terapan
teori-teori
keilmuan yang baru. Dengan demikian adanya pema-haman yang memisahkan"ilmu"
dan "kebudayaan"baik
secarakonseptual maupun secara faktual tidak dapat diterima lagi.
"Ilmu"
merupakan
komponen
penting
"kebudayaan", bahkan
kecen-derunganakhir
abadini
semakin memberi tempat bagi dominasi"ilmu"
dalam
menciptakan universum-universumsimbolik
atau"dunia kemasuk-akalan".
Setiap
kebudayaanmemiliki
hirarki
nilai
yang
berbeda-beda sebagai dasar penentu skala prioritas. Ada sistem kebudayaan yang menekankannilai
teori, dengan mendudukkan rasionalisme,empi-risme dan metode
ilmiah
sebagai dasar penentu "duniaobyektif'.
Terdapat pula sistem kebudayaan yang menempatkan nilai ekonomi sebagai acuan dasar dari seluruh dinamika unsur kebudayaan yang
lain.
Adajuga
sistem kebudayaanyang
meletakkannilai
politissebagai dasar pengendali unsur-unsur kebudayaan
yang
lain,
di samping ada sistem kebudayaan yang menempatkannilai
religius,nilai
estetis,nilai
sosial sebagai dasar dan orientasi seluruh unsur kebudayaan. Dan setiap pilihan orientasi nilai dari kebudayaan akanmemiliki
konsekuensi masing-masing,baik
padataraf
ideasional maupun operasional.Dalam sistem kebudayaan yang
holistik,
teknologi hanyalah salahsatu komponen di antara komponen kebudayaan lainnya. Teknologi
merupakan
bagian
dari
"realitas
obyektif'
sebagaihasil
dari momentum proses eksternalisasi. Dan seperti unsur-unsur "realitasobyektif'
lain,
teknologijuga tidak "stabil".
Dengan demikian,dalam pendekatan sistem maupun dalam pendekatan
fenomeno-logis,
tidaklah tepat
bila
"teknologi"
didudukkan dalam kutuboposisi dengan "kebudayaan". Berbeda dengan peran
ilmu
yangsangat
besar dalam
pembentukandan
pengkayaan universumsimbolis manusia dalam "realitas
obyektif',
teknologilebih
ber-peran membangun "unsur material" kebudayaan manusia. Bila pada Milenium pertama sebelum Abad Masehi manusia bergumul antara dua aktivitas, yakni merenung dan berpikir, maka setelah masa itu manusiaterlibat
dalam pergulatan baru,yakni berpikir
danber-tindak.
Bila
pada masaYunani
Kuno
manusia merenung danberpikir
tentanghakikat "dunia",
setelahAbad
Masehi manusiaberpikir dan bertindak terhadap "dunia". Perubahan dari kesadaran
Paulus Wahana
pertama
yang
berupa
"berpikir
tentang
pikiran"
(thinking
of
thinking) menjadi
"berpikir
tentang tindakan" (thinkingof
acting) merupakan perubahan yang esensial. Perubahan dari alam "theoria,,ke alam
"praxis",
secara sederhana menggambarkan pula pening-katan peran teknologi dalam kebudayaan manusia.Terdapat dua "gerakan" yang cukup dominan dewasa
ini
berkaitandengan sifat paradigma mereka tentang teknologi. Gerakan pertama adalah gerakan yang berkembang dan mendapatkan latar belakang
filosofisnya dari scientism dan positivism, sedanukan gerakan kedua merupakan gerakan-gerakan yang menentang paradigma teknologi
yang
didasarkanatas
asumsi-asumsiscientisnt
dan positivisnt-Terdapattiga
ciri
pokok
dari
paradigmateknologi
dari
gerakanpertama, yakni: pertama, keharusan teknologi, yaitu bahwa setiap
ilmu
yang dapat diterapkanwajib
juga
untuk
diterapkan; kedua, setiap masalah yang timbul karena teknologi akan dapat dipecahkanoleh teknologi
pula;
dan ketiga, elitisme teknologi,yaitu
bahwa struktur teknologi menentukan bahwajenis
teknologi hanya dapatditangani
oleh
suatu kelompok
orang
tertentu.
Pandangan-pandangan
yang
mewarnai paradigmateknologi yang
demikianjelas
mengisolasikan teknologidari
komponen kebudayaan yanglain. Bahkan terdapat kecenderungan kuat untuk menganggap
tek-nologi sebagai "sistem tertutup", yang setidak-tidaknya terindikasi
dari
pernyataan bahwa masalahyang lahir
oleh teknologi hanyadapat diatasi dengan teknologi.
Ini
merupakan sikap arogan danpengingkaran
yang
serius terhadap akibat-akibat non-teknologis terhadap komponen kebudayaan yang lain.Bereaksi terhadap pengembangan teknologi
yang
didasari para-digma positivistis tersebut,lahir
gerakan yang hendak mengem-balikan teknologi pada jangkar sejarahnya, yakni untukkesejahte-raan "semua orang". Sebutan yang populer untuk paradigma kedua
ini adalah "teknologi tepat guna" (appropriate technology). Maksud utama dari gerakan kedua
ini
pada pokoknya hendak membongkarelitisme dalam teknologi dengan mengembangkan teknologi yang
lebih
dernokratis,di
samping hendak mengembangkan teknologi yang sesuai dengan situasi budaya dan geografis setiap masyarakat dengan orientasi utamauntuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhandasar. Terdapat empat nilai yang dijadikan pegangan oleh gerakan
Etika Terapan
ini,
yakni: pertama, mengutamakan usaha swadaya, baik berkaitandengan perumusan permasalahan, pemecahan masalah, maupun pengelolaan teknologinya; kedua, penghargaan yang
tinggi
terha-dap desentralisasi; ketiga, pengutamaan kegotongroyongan dalam melaksanakan sesuatu; dan
terakhir,
adanya kesadaran tanggungjawab
jangka
pendek danjangka
panjang, serta tanggung jawabsosial
dan
ekologis(Tim
Dosen FilsafatIlmu
Fakultas FilsafatUGM,
1996:167).Perbincangan tentang hubungan antara teknologi dan kebudayaan
dapat
ditilik
dari
dua sudut pandang,yakni dari
sudut pandangteknologi dan dari sudut pandang kebudayaan. Dari sudut pandang
teknologi
terbukaalternatif untuk
memandang hubungan antarateknologi dan kebudayaan dalam paradigma positivistis atau dalam paradigma "teknologi tepat guna". Masing-masing pilihan
mengan-dung
konsekuensiyang
berbeda terhadap komponen komponen kebudayaan yanglain.
Paradigma teknologi positivistis yangdi-dasari oleh metafisika materialistis jelas
memiliki
kekuatan dalam menguasai, ffrenguras, dan memuaskan hasrat tnanusia I'ang tak terbatas. Sedangkan paradigma "teknologi tepat guna"lebih
me-nuntut kearifan manusia untuk hidup secara wajar. Sedangkan dari sudut pandang kebudayaan, bagaimana pun teknologi dewasaini
dipandang sebagaianak
kandung "kebudayaanBarat",
dan
ini
berarti
bahwa penerimaanatau
pun
penolakan secara sistemik terhadap teknologi harus dilihat dalam kerangka "komunikasi antar-sistem kebudayaan". Sehingga,bagi
negara atau masyarakatpe-ngembang teknologi, suatu penemuan teknologi baru merupakan momentum proses eksternalisasi dalam rangka membangun "dunia
obyektif'
yang baru,
sedangkanbagi
negaraatau
masyarakat "konsumen teknologi", suatu "konsumsi teknologi baru" bisaber-makna: inkulturasi kebudayaan, atau akulturasi kebudayaan (Tim
Dosen Filsafat Ihnu Fakultas Filsafat
UGM,
1996: 170-171).IV.
TANGGUNG JAWAB MANUSIA DALAM IPTEK
Setelah memahami
IPTEK
serta pengaruhnya terhadap kehidupan budaya (kebudayaan) umat manusia, kiranyakita
perlumemper-IE
Paulus Wahana
timbangkan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan
IPTEK
tersebut bagi kehidupankita
maupun umat manusia padaumumnya. Namun sebelum melangkah ke pembahasan pelaksanaan kegiatan
IPTEK
secara bertanggungjawab,kita
akan membahas tentangnilai
dan
kemudian menemukannilai
yang terkandung dalam IPTEK.Nilai
merupakan kompleks kualitas yang memberikan daya tarikmanusia
untuk
menemukan serta mewujudkan dalam hidupnya.Atau
boleh dikatakan bahwa kegiatan hidup manusia sebenarnyaterarah bagi terwujudnya
nilai
dalam realitas kehidupan. Misalnya, kegiatan mandi berusaha mewujudkannilai
kebersihan,nilai
kese-garan, nilai kesehatan; kegiatan berobat berusaha mewujudkan nilaikesehatan; kegiatan
belajar
mewujudkannilai
intelektual, nilaikepandaian, nilai kebijaksanaan dalam hidup.
Sesuai dengan tahap atau langkah yang diusahakan manusia untuk
mewujudkan
nilai,
dapatlah dibedakan adanya dua macam nilai, yaitu: nilai sejati dan nilai sarana.Nilai
sejati merupakan komplekskualitas yang memang menarik dan diusahakan manusia semata-mata demi terwujudnya kualitas
itu
sendiri. Misalnya, nilai-nilaikeutamaan:
nilai
kebijaksanaan,nilai
kesetiaan,nilai
keimanan. Sedangkannilai
saranaitu
merupakan kompleks kualitas yang diusahakan untuk diwujudkan, sejauh dapat menjadi perantara atausarana
bagi
terwujudnya atau tercapainya kualitas lainnya yanglebih
diharapkan.Misalnya,
nilai
obat-obatan merupakan nilai sarana bagi terwujudnya nilai kesehatan.Berkenaan dengan
IPTEK
sebagai kegiatan yang diusahakan oleh umat manusia,kita
perlu berusaha mencari dan menemukan nilaiyang termuat di sana. Ilmu pengetahuan merupakan proses kegiatan
yang dilakukan manusia dengan segala kemampuannya (terutama kemampuan berpikir) dalam rangka memperoleh pengetahuan yang
dapat diandalkan,
yaitu:
memperoleh gambaran yangjelas
danterinci
tentanghal
yang
diamati dan
diselidikinya, memahamidengan jelas bagian-bagiannya, keterkaitannya satu sama lain, serta
telah
teruji
dan dapat diyakini kebenarannya. Denganilmu
penge-tahuan, manusia diharapkan akan semakin dibantu dalam usahamemperoleh pengetahuan yang diharapkan: dengan
ilmu
Etika Terapan
tahuan manusia diharapkan mampu menguak selubung rahasia alam semesta, sehingga
yang
tadinya tertutup menjadi terbuka; yang tadinya gelap menjadi terang; yang tadinya tidak nampak menjadinampak;
yang tadinya
tidak
kelihatan menjadi kelihatan; yangtadinya kabur atau
remang-remang menjadijelas. Dan
dengandemikian diharap manusia mampu memahami sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya
tentang
alam
semesta seisinyaserta
dengansegala kegiatan yang berlangsung
di
dalamnya. Karena didorongoleh keraguan sefta ketidakpuasan akan pengetahuan yang diper-olehnya, manusia terus-menerus berusaha memperoleh pengetahuan semakin mendalam,
dan
semakin menyeluruh mengenai alamsemesta seisinya dengan segala kegiatan yang ada di dalamnya.
Ternyata manusia tidak berhenti hanya sekadar menuruti dorongan akal budi untuk memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan,
namun ternyata manusia
memiliki
dorongan untuk dapat bertindak berdasarkan pemikirandan
pemahamanyang
dapat diandalkan. Sehingga atas dasar pemahaman yang dapat dipercaya, yang dapatdiandalkan tersebut, lebih Ianjut ternyata orang mampu menganti-sipasi, mampu memprediksi, serta mampu menata, mengatur dan
memanfaatkan alam semesta seisinya bagi kepentingan kehidupan-nya. Dalam rangka menata dan memanfaatkan alam semesta
seisi-nya tersebut, orang berusaha untuk menemukan dan menciptakan
cara atau
teknik
serta peralatanyang
dapat digunakannya; danselaras dengan
pemikiran
ilmiah
yang telah dimilikinya,
orangberusaha menciptakan teknologi.
Dari
gambarandi
atas, nampak bahwailmu
pengetahuan temyata mengandungnilai
intelektual,nilai
rasional,nilai
kejelasan dan nilai kebenaran yang dapat diandalkan menjadi sarana bagi manusiauntuk meningkatkan pemahamannya tentang alam semesta seisinya,
dan
dengandernikian
lewat
dukunganteknologi
semakin me-ningkatkan kemampuan manusia dalam menata dan memanfaatkanalam semesta sefta kehidupan
ini.
Dapatlahkita
rasakan bahwailmu
pengetahuan danteknologi (IPTEK) memiliki
nilai
sarana, yang dapat membantu manusia untuk: rneningkatkan pemahaman manusia, meningkatkan kemampuan manusia menguak rahasiaserta nilai yang terkandung dalam alam semesta dan kehidupan ini,
meningkatkan kemampuan manusia untuk memprediksi;
Paulus llahana
katkan kemampuan manusia untuk menata danmemanfaatkan alam semesta dan kehidupan
ini.
IPTEK
memang dapat meningkatkan kemampuan manusia: kemampuan pemahaman yang semakin jelasdan
rinci,
semakin mendalamdan
semakinluas;
kemampuan memprediksi yang semakin tepat; kemampuan untuk menata danmemanfaatkan hal yang diselidikinya semakin
efektif
dan efisien; meningkatkan kemampuan untuk menemukan dan memanfaatkan cara-cara atau teknik yang tepat dalam menghadapi danmemecah-kan berbagai permasalahan kehidupan yang ada.
Meskipun
IPTEK
yangmemiliki
nilai
sarana begitu besar untuk meningkatkan kemampuan manusia, namun belumtentu
dengansendirinya IPTEK akan mewujudkan nilai positif yang mendatang-kan kesejahteraan hidup bagi manusia. Sebagai yang memiliki nilai
sarana atau
nilai
pragmatis,IPTEK
memang dapat mernbantu danmendukung bagi terwujudnya
nilai-nilai ya,g
diharapkan manusia.Namun bila dilihat dalam seluruh aspek kehidupan manusia, sering
terjadi
orang berusaha mewujudkan suatunilai
tertentu dengan mengabaikannilai-nilai
lainnya, dan
bahkan cenderung berten-tangan dengannilai-nilai
tersebut. Dan bilahal
ini
terjadi, berartiIPTEK
dapatjuga
digunakanuntuk
membantu meningkatkan kemampuan orang melakukan tindakan yang bernilai negatif, ataumelakukan tindakan
jahat,
demi mewujudkannilai
tertentu yang mungkin sekali lebih rendah. Maka bila dilihat dalam arah perkem-bangan dan pembentuka,diri
manusia secara utuh,IpTEk
tidak hanya dapat mernbantu manusia melakukan tindakan yang bernilaiatau tindakan yang baik, tetapi juga dapat rnendukung mewujudkan nilai negatif, atau melakukan kejahatan.
Agar orang tidak silau dalam menghadapi persoalan dan
permasa-lahan hidupnya, orang
perlu memiliki
pemaliaman dan wawasan yangjelas,
luas dan mendalam, sehingga diharaptidak
ada aspek atau unsur dalamhidup
manusiayang
diabaikan dalam rangka pengambilan keputusan untuk bertindak. Dalam mengembangkanIPTEK,
orang perlumemiliki
sikap ilmiah. para ilmuwan sebagaiorang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu
mereka juga perlu memiliki visi moral, perlu memiliki sikap ilmiah.
Sikap ihniah adalah suatu sikap yang diarahkan
untuk
mencapaisuatu
pengetahuanilmiah yang
bersifat
obyektif,
bebas dariEtika Terapan
prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial,
serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
Di
samping mengusahakan terwujudnyanilai-nilai
keilmuan,yaitu
kejelasan, kebenaran, dan kebijaksanaan, tentu saj a j uga diharapkan nilai-nilai keilmuan tersebut dapat mendukung terwujudnyanilai-nilai
ke-manusiaan.Sikap ilmiah yang perlu
dimiliki
para ilmuwan
ituantara
lain
adalah: pertama,tidak
ada rasa pamrih(disinterested-ness),
artinya
suatu
sikap yang
diarahkan
untuk
mencapai pengetahuanilmiah
yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi serta berbagai macam kepentingan yang dapat menghalangi atau membelokkan bagi tercapainya pengeta-huanilmiah
yangobyektif;
kedua, bersikap selektif,yaitu
suatusikap yang tujuannya
agar parailmuwan
mampu mengadakanpemiliha,
terhadap pelbagaihal
yang dihadapi secara tepat dantidak
ngawur,baik
menyangkut pemilihan terhadap hal-hal yangdiselidiki, tujuan yang ingin dicapai, nilai-nilai yang ingin diwujud-kan, maupun proses ataupun prosedur yang perlu dijalani; ketiga,
memiliki
kepercayaan secara layak dan memadai terhadapkenya-taan, terhadap alat-alat indera, maupun terhadap akal budi, karena
ketiganya merupakan modal yang
perlu
dapat diandalkan dalam melakukan kegiatan ilmiah; keempat,memiliki
sikap percaya danmerasa pasti bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian, meskipun perlu adanya sikap keterbukaan bagi pemikiran baru; kelima, sikap selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan
riset
sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya; terakhir,sikap
etis
yang selalu berkehendakuntuk
mengembangkan ilmuuntuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan ba,gsa dan negara
(Tim
Dosen Filsafat IlmuFakultas Filsafat
UGM,
1996: 180-181).V.
PENUTUP
Ilmu pengetahuan, sebagai proses kegiatan berpikir yang dilakukan
olelr
manusia, ternyata dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah,sebagai pengetahuan yang cukup dapat diandalkan kejelasannya
r,il)
dan kebenarannya. Sebagai makhluk berakal-budi, tentu saja dalam
bertindak
tidak
berlangsung ngawur, melainkan didasarkan ataspenalaran dan pengetahuan yang dapat diperlangungiawabkan keje-Iasan dan kebenarannya. Maka jelaslah bahwa
ilmu
pengetahuanmemiliki
peranan yang demikian besar dalam membantu manusia memperoleh keterangan, memperoleh penjelasanyang
dapatdi-andalkan
untuk dipakai
sebagai dasar pertimbangan mengambil keputusan untuk bertindak. Maka ilmu pengetahuan cukup berperandalam membantu perkembangan kehidupan umat manusia, mem-beri terang bagi manusia dalam menghadapi berbagai persoalan dan
permasalahan kehidupannya.
Namun agar ilmu pengetahuan yang
memiliki
manfaat yang begitu besar bagi kehidupan manusia tersebut tidak disalahgunakan dalam memanfaatkannya, maka perlulah para ilmuwan (sebagai pelaku kegiatan ilmiah)memiliki
sikap moral yang memadai dalam men-jalankan kegiatan ilmiah, yaitumemiliki
sikap ilmiah. Dan dengandemikian kegiatan ilmiah dapat mewujudkan tujuan yang memiliki
nilai
yang
sedemikian berhargabagi
kehidupan manusia, yaitu memberikan pencerahan dalam mengusahakan kebenaran dalam kehidupandi
dunia
ini.
Selainnilai-nilai
instrumental yang ada dalamilmu
pengetahuanperlu
diusahakan secara optimal,nilai-nilai
instrumental yang diusahakan tersebutperlu
diarahkan dandigunakan untuk semakin dapat mewujudkan nilai-nilai positif
lain-nya
yang dapat mendukungbagi
perkembangan kehidupan umat manusia dalam berbagai bidang dan segala aspeknya.:.a:=:.:::
:,n;it::: :
':ritij:,
,l:.r:gi:-.:::
Etika Terapan
DAFTAR
PUSTAKA
Beekman, Gerard. (1984). Filsafat, Para Filsuf, Berfilsafat. (diterjemahkan oleh R.A. Rivai). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Beerling, dkk. (1986). Pengantar Filsafat llmu.Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Bochenski,
I.M.
(1965). The Methods of Contemporaty Thought. Dordrecht: Reidel.Chalmers, A.F. (1983) . Apa itu yang Dinamakan llmu? (terjemahan
Redaksi Hasta Mitra). Jakarta: Hasta Mitra.
Driyarkara. ( 1 9 80). Driyarkar a tent ang P endidikan. (kumpulan
karangan Driyarkara). Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Keraf, Sonny, dan Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.
Liang Gie, The. (1982) . The Interrelationships of Science and Technology. Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan
Teknologi.
- - -. (19 9 7 ). P en g ant ar F i I s da t Il mu. Y o gy akarta:
Liberly.
Melsen, A.G.M. van. (1985). Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita (diterjemahkan olel-r K. Bertens). Jakarta: Gramedia.
Peursen, C.A. van. (1985). Susunan llmu Pengetahuan, Sebuah
Pengantar Filsafat Ilmu (diterjemahkan oleh J. Drost). Jakarta: Gramedia.
Qadir, C.A. (1988). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya (kata pengantar oleh Jujun S. Suriasumantri). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Rapar, Jan Hendrik. (1996). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Paulus Wahana
Russell, Bertrand. (1992). Dampak Ilntu pengetahuan atas Masyarakat (diterjemahkan oleh Irwanto dan Robert Haryono Imam dengan kata pengantar K. Bertens). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Shah, A.B. (1986). Metodologi Ilmu Pengetahuan (katapengantar oleh Toety Heraty Noerhadi). Jakarta: yayasan Obor
Indonesia.
Sudanninta, J. (2002). Epistemologi Dasar. (pengantar Filsafat
Pengetahuan). Yogyakarta: penerbit Kanis ius.
Suriasumantri, Jujun. (1984). Filsafat ltrnu, Sebuah pengantar
Populer. Jakarta; Sinar Harapan.
(1981). Ilmu dalant perspektif. Jakarta:
Gramedia.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (1996). Fitsafat I lmu. Y o gy akarta: Liberty.
Verlraak
&
Haryono Imam. (1989). Filsafat llntu pengetahuan. Jakarta: Gramedia.z-l
LEMBAR
IIASIL
PENILAIAN
SEJAWAT SEBIDANG
ATAU
PEER
REWEW
Karya
Buku
llmiah
Judul Jurnal
llmiah
(Artikel)
Penulis Jurnal
Ilmiah
Identitas Buku
Ilmiah
:Peran
llmu
Pengetahuan dan Tanggungiawab ManusiaDrs. Paulus Wahana,
M.Hum.
a)Nama Buku
b)Tahun Terbit
c) Penerbit
d) Jumlah halaman
e)
ISBN
Etika Terapan
2047
HIDESI
(Himpunan DosenEtika
Seluruh Indoonesia)xv
+ 258hlm
979-98379-6-0
Komponen yang
dinilai
Ni laiMaksimalJurnal Ilmi ah
NilaiAkhir
Yang diperoleh lntemasional Bereputasi Internasi-onal Nasional Terakreditasi NasionalTidak
Terakreditasi Nasional TerindeksDOAJ
Kelengkapan dan kesesuaian isi Jurnal
fi0%\
1.00
/
Ruang
Lingkup
dan KedalamanPembahasan (60%\
3.00
3
?Kecukupan dan
KemutakhirunDatal
Informasi danMetodoloeiG0%\
3.00
,)
J
Kelengkapan Unsur
dan Kualitas
Penerbit (30%\
3.00
J
4Total:100%
10.00//)
/
Komentar Per Reviewer :
l.
Tentang Kelengkapan dan Kesesuaian Unsur2.
Tentang RuangLingkup
dan Kedalaman Pembahasan3.
Kecukupan dan Kemutakhiran data serta Metodologifr,q*wo&c"
4.
Kelengkapan Unsur Kualitas Penerbit/t4d
fH-llzs7f -
7i
-a
5.
Indikasi Plagiasif<_
/dq
6.
Kesesuaian Bidangllmu
4rr-'-Yogyakarta,
l3
Mei
2013( Prof.
NPP/I{IP
JabatanAkademik
Unit Kerja
:19560421
197903I
006: Guru Besar
(
1050AK
)/3-1-LEMBAR
TIASIL
PENILAIAII
SEJAWAT
SEBIDAIYG
ATAU
PEER
REWEW
Karya Buku
llmiah
Judul Jumal
Ilmiah
(Artikel)
Penulis
Artikel
Ilmiah
Identitas Buku
Ilmiah
:Peran
llmu
Pengetahuan dan Tanggungjawab ManusiaDrs. Paulus Wahana,
M.Hum.
Etika Terapan
2007
:
HIDESI
(Himpunan Dosen
Etika
Seluruh Indoonesia):
xv
*
258hlm
:979-98379-6-0
a) Nama
Buku
b)Tahun
Terbitc)
Penerbitd)
Jumlah
halamane)
ISBN
Komponen yang
dinilai
NilaiMaksimalJurnalllmiah
Nilai
Akhir
Yang diperoleh Internasional Bereputasi Intemas ional Nasional Terakreditasi Nasional Tidak Terakreditasi Nasional Terindeks
DOAJ
Kelengkapan dan kesesuaian isi Jumal
fi0%\
1.00
Ruang
Lingkup
dan KedalamanPembahasan (30%\
3.00
3
Kecukupan dan
KemutakhiranDatal
Informasi danMetodolosi
r30%\3.00
j
Kelengkapan Unsur
dan Kualitas Penerbit
(30%\
3.00
3
Total:100%
10.001C)
Komentar Per Reviewer :
l.
Tentang Kelengkapan dan Kesesuaian Unsur2.
Tentang RuangLingkup
dan Kedalaman PembahasanKecukupan dan
Kemutakhiran
data sertaMetodologi
4.
Kelengkapan Unsur Kualitas Penerbit5.
Indikasi Plagiasi6.
Kesesuaian BidangIlmu
( Prof.
Dr.
Joko Siswanto)NPP/f.lIP
:1962t004
198903I
001Jabatan
Akademik
: Guru Besar(
850AK
)