• Tidak ada hasil yang ditemukan

Carotid Cavernous Fistulas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Carotid Cavernous Fistulas."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

CAROTID CAVERNOUS FISTULAS

Dr. Achmad Adam, dr., M.Sc., SpBS

Definisi

Carotid Cavernous Fistulas (CCF) merupakan hubungan abnormal antara Cavernous

Sinus (CS) dengan Internal Carotid Artery (ICA) atau dengan salah satu cabang External

Carotid Artery (ECA). Lebih dari 76% kasus CCF disebabkan oleh trauma kepala atau

maksilofasial. Kasus ini terhitung jarang, namun merupakan komplikasi penting pasca

trauma kepala. Gejala dan tanda klinis dapat bervariasi secara luas. Penatalaksanaan

diperlukan dengan tujuan untuk mengurangi peningkatan tekanan vena intrakranial.

Anatomi

CS terletak pada fossa media yaitu di medial dari tulang sphenoid atau di lateral

kompartemen sellar yang merupakan ruang anatomis ekstradural yang langsung

berhubungan dengan klivus dan basio-oksiput. CS memiliki 2 lapis dura yaitu untuk bagian

lateral dan atas, sedangkan bagian inferior dan medial tulang sphenoid terbentuk dari

periosteum. Kedua sinus dihubungkan satu sama lain oleh sinus sirkular yaitu sinus

interkavernosus yang terletak di sebelah anterior dan posterior hipofisis.

CS menerima darah dari vena oftalmika superior dan inferior, vena serebral, sinus

sphenoparietal dan vena sentralis retina. CS melakukan drainase ke dalam vena jugularis

interna melalui sinus petrosal superior dan inferior serta pleksus basilaris.Interior CS terdiri

dari banyak jaringan lemak dan trabekula, serta ICA yang berbentuk S (siphon), arteri ini

memiliki arteri kecil yang bervariasi seperti cabang meningohipofiseal, inferiolateral, arteri

kapsular Mc Donnel dan anastomosis antara cabang ICA dengan ECA. Beberapa nervus

kranialis berjalan di dalam CS antara lain nervus abducens (CN VI), nervus okulomotorius

(CN III), nervus trochlear (CN IV) dan cabang dari nervus trigeminus (CN V) yaitu nervus

oftalmikus (CN V1) dan nervus maksilaris (CN V2). CN VI berjalan di dalam CS, sedangkan

nervus kranialis lainnya berjalan di dinding lateral CS.

Gejala Klinis

Manifestasi klinis CCF dapat bervariasi tergantung dari ukuran, lokasi anatomis, durasi

atau kecepatan perkembanganya dan rute drainase vena pada fistula. Direct fistulas lebih

bermanifestasi dan mengikuti trias klasik yang juga dikenal dengan Dandy’s triad antara lain

adanya eksoptalmus yang berdenyut, khemosis dan kehilangan visus. CS mendrainase ke

dalam bulbus jugularis melalui sinus petrosus inferior dan superior. Vena cerebral media

(2)

2 Vena oftalmika superior dan inferior melakukan drainase ke dalam CS. Adanya fistula

mengakibatkan terjadi jalur abnormal resistensi rendah antara sistem karotis yang

bertekanan kuat dengan sistem vena yang bertekanan rendah. Berdasarkan lokasi anatomi,

fistula digolongkan :

 Fistula di anterior melibatkan vena oftlalmik superior dengan gejala eksoptalmus.

 Fistula di posterior terjadinya belakangan (beberapa minggu setelah trauma).

 Intracerebral Hemorrhage (ICH) akibat direct dan indirect fistulas yang berhubungan

dengan drainase vena retrograde kortikal. ICH akibat direct CCF sering memiliki

prognosis buruk dengan resiko perdarahan ulang yang tinggi dalam jangka waktu

pendek.

Apabila peningkatan aliran darah tidak dapat diakomodasi melalui vena basilaris dan

sistem petrosus, peningkatan tekanan di dalam CS akan dikurangi melalui vena oftalmika

superior dan vena oftalmika inferior. Hal ini menyebabkan kongesti vena orbita, proptosis

(72%), pembengkakan kelopak mata, ulserasi kornea, eksoptalmus yang berdenyut,

khemosis (55%), glaukoma sekunder, CN VI palsy (49%), komplit oftalmoplegi (24%) dan

gangguan visus (18%). Pada pemeriksaan juga didapatkan bising orbita (80%) yang bisa

didengarkan dengan stetoskop, hal ini terjadi akibat konduksi tulang dari drainase posterior.

Fistula dengan kaliber yang besar dapat menyebabkan manifestasi klinis yang akut.

Kompresi mekanik, keterbatasan gerakan sekunder vena dalam orbita atau hipoperfusi

retina dan optik serta neuropati iskemik CN III, IV, V dan VI dapat terjadi akibat adanya

“pencurian” arterial. Gejala lain yang dapat menyertai antara lain nyeri retroorbita, nyeri pada

mata, nyeri kepala, peningkatan tekanan intraokuler dan juga dapat terjadi epistaksis

sebagai akibat dari perdarahan pada sinus sphenoid.

Klasifikasi

CCF dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, gambaran aliran angiografi, anatomi

serta angiografi-anatomi menurut Barrow :

Menurut etiologi atau mekanisme terjadinya CCF dibagi menjadi traumatik, spontan

atau iatrogenik. Iatrogenik dalam hal ini antara lain disebabkan oleh prosedur operasi

antara lain pembedahan transsphenoidal.

Menurut gambaran aliran angiografi CCF dibagi menjadi aliran tinggi (high flow) atau

aliran rendah (low flow).

Menurut anatomi atau morfologinya CCF dibagi menjadi langsung (direct fistula) dan

tidak langsung (indirect fistula), sering dipakai oleh klinisi karena mudah dikelompokan.

Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi angiografi-anatomi menurut Barrow

(3)

3 Tipe A : fistula langsung dengan aliran tinggi yang berasal dari robekan antara ICA dan

CS ; biasanya dikarenakan trauma (A1) atau karena ruptur aneurisma (A2).

Tipe B : pintas dura antara cabang meningeal ICA dan CS ; spontan.

Tipe C : pintas dura antara kedua cabang meningeal ECA dan ICA dan CS ; spontan.

Tipe D : pintas dura antara cabang meningeal ECA dan CS ; spontan.

Gambar 1. Klasifikasi menurut Barrow et al. secara skematis

Tingginya persentase trauma dalam menyebabkan CCF dapat dijelaskan karena

adanya hubungan anatomis antara ICA, CS dan dasar terngkorak. CS merupakan

satu-satunya lokasi anatomis dimana arteri dikelilingi sepenuhnya oleh struktur vena. ICA terfiksir

pada dura di dasar tengkorak, sehingga bisa terkena robekan atau trauma tembus. CCF

traumatik merupakan akibat dari laserasi karotis-siphon atau salah satu cabang ICA

intrakavernosus sehingga terjadi hubungan langsung dengan CS. CCF traumatik pada

umumnya merupakan tipe yang memiliki aliran tinggi (high flow) dengan tekanan yang tinggi.

False-aneurysm atau pseudoaneurisma dapat terbentuk apabila aliran darah arteri dari

ICA mengalir langsung ke dalam ruang perivena di dalam CS tanpa adanya pintasan

dengan salah satu vena. CCF dan pseudoaneurisma ini dapat muncul pada pasien yang

sama. CCF yang terjadi secara spontan relatif jarang. Walaupun terkadang kejadian ini

berkaitan dengan gangguan jaringan ikat sistemik seperti sindrom Ehlers-Danlos, namun

biasanya lebih sering dikarenakan ruptur aneurisma ICA intrakavernosus.

Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan menggunakan CT scan kepala merupakan modalitas awal dalam

mengidentifikasi adanya trauma misalnya fraktur, dimana trauma merupakan penyebab

terbanyak CCF. Fraktur basis cranii sangat erat kaitannya dengan kejadian CCF. Baik CT

(4)

4 fistula atau indirect fistula. Pada indirect fistula dapat dilihat perubahan-perubahan pada

orbita seperti proptosis, dilatasi vena oftalmik, pembesaran CS dan penebalan intrinsik

otot-otot ekstraokuler. Sedangkan direct fistula sulit ditentukan lokasi dan ukuran tract dari

fistulanya karena high flow. CCF dapat diduga apabila pada CT scan didapatkan dilatasi CS,

dilatasi vena oftalmika superior atau tampak adanya pelebaran vena lainnya. MRI dapat

menunjukkan penyebab eksternal cedera pada nervus kranial dan sangat akurat dalam

menilai ICH dan iskemia.

Angiografi merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis CCF. Manuver

Heuber dapat membantu mengidentifikasi perluasan fistula ke bagian atas dan dapat

menunjukkan fistula traumatik lubang ganda dan diseksi arteri komplit, yaitu dengan

melakukan injeksi arteri vertebralis ipsilateral dengan kompresi ICA ipsilateral lesi. Akan

tampak pengisian siphon retrograd pada CS sehingga lokasi fistula akan lebih tampak.

Manuver Mehringer-Hieshima juga dapat membantu evaluasi fistula yaitu dengan injeksi

kontras sebanyak 2-3 ml/s ke dalam ICA intrakavernosus disertai dengan kompresi manual

ICA ipsilateral yang lebih proksimal pada leher.

Pada pasien dengan kolagenopati yaitu sindrom Ehlers Danlos IV, angiografi invasif

sebaiknya dihindari karena adanya kerapuhan dari dinding vaskular. Prosedur ini justru akan

mendatangkan bahaya pada keadaan tersebut, sehingga pencitraan Dopler dan MRA

merupakan pemeriksaan pilihan pada keadaan tersebut.

Direct Fistula

Direct fistula dapat diakibatkan oleh trauma, iatrogenik dan spontan. 80-90%

disebabkan oleh trauma. Pada umumnya fistula traumatik bersifat langsung dan beraliran

tinggi. Beberapa penyebab terjadinya CCF traumatik antara lain kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, kecelakaan olahraga, luka tembak pada kepala, trauma tusuk pada kepala.

Penelitian Bhatti menunjukkan CCF traumatik paling banyak didapatkan pada kaum pria

dengan rerata umur 35,6 tahun dan onset gejala muncul setelah 23 minggu setelah trauma.

Iatrogenik disebabkan oleh prosedur transsphenoid atau operasi lainnya, sedangkan

spontan disebabkan oleh pecahnya aneurisma intracavernous atau defek jaringan

penunjang yang congenital seperti Ehler Danlos Syndrom tipe IV.

Indirect Fistula

Fistula ini terjadi akibat hubungan abnormal antara cabang ICA atau ECA (atau

keduanya) dengan CS, yang termasuk fistula ini adalah dural CCF atau dural arteriovenous

fistulas. Sering mengenai wanita usia dekade 6-7. Fistula yang tidak langsung dan beraliran

rendah biasanya berhubungan dengan aterosklerosis, hipertensi arterial, diabetes melitus

(5)

5 penyebabnya jarang dihubungkan dengan trauma. Cenderung bersifat spontan dikarenakan

hipertensi atau faktor hormonal yang berhubungan dengan kehamilan dan menopause.

Gejala yang timbul berupa kemosis (94%), proptosis (87%), trigeminal nerve neurpati

(54%), peningkatan tekanan intraokular (60%) dan penuruna visus (28%). Diagnosisnya

berdasarkan angiografi pada ICA dan ECA, akan tampak aliran lambat pada saat suntikan

angiografi. Penekanan intermiten karotis ipsilateral direkomendasikan pada pasien dengan

gejala yang minor dan tanpa gambaran angioarsitektur yang berbahaya.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CCF bertujuan untuk memperbaiki gejala-gejala okuler serta

mencegah perkembangan hipertensi vena intrakranial dengan mempertahankan patensi ICA

dan obliterasi fistula dan hal ini bisa tercapai dengan pendekatan endovaskular. Fistula yang

bersifat langsung dan high flow jarang mengalami resolusi sempurna dan tanpa

penanganan, 80-90% kasus akan mengalami kebutaan dikarenakan oklusi vena retina

sentralis atau karena glaukoma. Pada low flow fistula, dapat terjadi trombosis spontan.

Penanganan secara konservatif mungkin dapat efektif pada fistula yang bersifat tidak

langsung. Salah satunya adalah kompresi manual pada ICA ipsilateral sekitar 30 hingga 40

detik sebanyak 4 kali tiap jam menggunakan tangan kontralateral karena tangan tersebut

akan mengalami kelemahan apabila iskemia serebral terjadi. Hal tersebut diharapkan dapat

menyebabkan trombosis pada fistula. Pada kejadian kehilangan penglihatan atau paralisis

nervus kranialis secara akut, glukokortikoid (misalnya dexametason) dapat digunakan

sambil menunggu diagnosis dan penanganan definitif.

Ada beberapa kondisi yang menandakan embolisasi endovaskular harus segera

dilakukan antara lain : kehilangan penglihatan yang progresif, epistaksis, aneurisma sinus

sphenoid, pasien koma dimana lesi intrakranial sudah disingkirkan, proptosis progresif

sehingga terjadi paparan terhadap kornea, bruit oftalmik, nyeri retroorbita. Pilihan terapi

terhadap CCF yang langsung adalah embolisasi transarterial dengan menggunakan balon

(detachable balloon), yang memiliki angka keberhasilan 75-80%. Resiko iskemia pasca

operasi dilaporkan 7% dengan defisit permanen sekitar 15%, teknik ini telah dilakukan sejak

2003 di Amerika.

Tehnik lain dapat dilakukan dengan pendekatan pada sistem vena apabila

pendekatan transarterial tidak berhasil atau sulit karena anatomi vaskular lokal. Namun

balon lebih sulit dan berbahaya untuk dilakukan manuver melalui jalur vena yang berkelok,

sehingga coil lebih sering digunakan untuk pendekatan transvenosus. Keuntungan

penanganan endovaskular antara lain merupakan tindakan yang invasif minimal,

kemungkinan dilakukan tanpa anestesi umum, waktu pemulihan setelah prosedur lebih

(6)

6 Pada umumnya CCF dapat dioklusi dengan detachable balloon yang dimasukkan

melalui rute arterial sehingga mempertahankan patensi ICA. Balon yang berbahan lateks

atau silikon dimasukkan melalui mikrokateter menuju CS melalui pendekatan perkutaneus

pada arteri femoralis. Pintas yang bersifat high flow akan membawa balon ke lokasi fistula

dimana balon akan dikembangkan kemudian dilepaskan sehingga terjadi oklusi fistula.

Komplikasi yang jarang terjadi pada tindakan embolisasi menggunakan detachable balloon

antara lain : peningkatan stasis vena, kongesti orbita, iskemia serebral, infark serebral dan

kerusakan neurologis permanen.

Apabila pendekatan transarterial tidak berhasil, dapat dilakukan pendekatan

transvenosus dengan menggunakan coil. Jalur vena dicapai melalui vena femoralis dimana

mikrokateter dimasukkan kemudian diarahkan ke CS, kemudian coil dimasukkan untuk

mencapai oklusi vena. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena coil tidak boleh

masuk kedalam lumen ICA. Apabila drainase vena terutama melalui sistem vena oftalmika,

terkadang memungkinkan untuk melakukan pembedahan langsung dengan pendekatan

melalui vena oftalmika superior dalam kateterisasi CS untuk penempatan coil secara

transvenosus. Namun teknik ini sangat berbahaya pada vena oftalmika yang berdilatasi dan

cenderung rapuh sehingga risiko perdarahan orbita lebih besar. Teknik ini digunakan untuk

fistula yang bersifat kronis.

Pada penyakit kolagenopati, karena kerapuhan dinding pembuluh darah, embolisasi

endovaskular tidak dianjurkan karena tingginya risiko terjadi diseksi atau ruptur ICA dan

risiko perdarahan pasca prosedur. Intervensi dapat berupa ligasi sederhana pada pembuluh

darah.

Radiosurgery

Radiosurgery merupakan pengobatan yang efektif pada indirect CCF yang low flow.

Hal yang tidak diinginkan dari radiosurgery ini adalah waktu yang lama untuk mengurangi

gejala dan berpotensi untuk ICH. Pollock dkk merekomendasikan pemakaian Gamma Knife

radiosurgery diikuti dengan embolisasi, hal ini akan memperkuat penutupan nidus fistula.

Dosis yang digunakan terbatas, yaitu < 10 Gy. Dengan kombinasi teknik ini dilaporkan

kemosis dan proptosis membaik sekitar 94%, resolusi gangguan visus 88% dan perbaikan

diplopia 77%. Berdasarkan follow up dengan angiografi, sekitar 80-91% pasien indirect CCF

(7)

7

Daftar Pustaka :

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi menurut Barrow et al. secara skematis

Referensi

Dokumen terkait

Tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di

Hipertensi yaitu suatu kondisi ketika tekanan darah terhadap dinding arteri terlalu tinggi yaitu sistol 140 mmHg dan diastol 90 mmHg. Tekanan darah tinggi dapat beresiko

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri..

Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.. Arteri Dibagi menjadi dua

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan

Pada cara palpasi, saat tekanan manset melebihi tekanan sistole, aliran darah berhenti, denyut arteri radialis hilang?. Ketika tekanan manset diturunkan, mulai pada

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa ke seluruh jaringan dan